Periode sampai dengan Tahun 2000

188

7.2.1. Periode sampai dengan Tahun 2000

Kebijakan penanggulangan kemiskinan sangat terkait dengan kebijakan pembangunan pada umumnya. Kebijakan pembangunan pada awal dekade 1970-an bertumpu pada trilogi pembangunan yaitu: 1 pertumbuhan ekonomi, 2 stabilitas nasional dan 3 pemerataan pembangunan dan hasil hasilnya. Pada masa itu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya belum merupakan prioritas pertama, namun prioritas pembangunan lebih ditekankan kepada upaya stabilitas nasional dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi pada kurun waktu tersebut, telah mengurangi kemiskinan karena didasarkan pada kebijakan padat karya. Pada Pelita III, kebijakan penanggulangan kemiskinan menjadi prioritas utama dengan penekanan pembangunan kepada peningkatan kesejahteraan dan perluasan kesempatan kerja, walaupun masih bersifat parsial sektoral dan regional. Secara eksplisit, landasan pembangunan Pelita III berdasarkan prioritasnya adalah 1 pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, 2 pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi dan 3 stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Azas pemerataan yang menuju pada terciptanya keadilan sosial tersebut dituangkan dalam delapan jalur pemerataan. Kebijakan delapan jalur pemerataan dilaksanakan sampai dengan Pelita IV. Pada Pelita V, terdapat perubahan landasan kebijakan pembangunan, karena merupakan landasan dan pijakan bagi era tinggal landas di Pelita VI. Kebijakan Pembangunan di Pelita V adalah memadukan pertumbuhan ekonomi dan transformasi struktur ekonomi dengan pemerataan pembangunan, khususnya melalui penciptaan lapangan kerja produktif yang makin luas dan 189 merata dengan pengembangan sumberdaya manusia sebagai satu wahana sentralnya. Selanjutnya pada Pelita VI pemerintah memandang perlu melakukan penanggulangan kemiskinan secara khusus bagi rumahtangga miskin. Selain penanggulangan kemiskinan secara sektoral dan regional, program penanggulangan kemiskinan khusus dilakukan dengan mendorong semangat keswadayaan dan kemandirian rumahtangga miskin. Kebijakan penanggulangan kemiskinan, terdiri dari tiga kelompok yaitu: 1 kebijakan yang bersifat tidak langsung dan mengarah pada sasaran terwujudnya kondisi yang mendukung keberhasilan upaya penanggulangan kemiskinan, 2 kebijakan yang bersifat langsung yang ditujukan pada kelompok rumahtangga miskin yang terbatas pendapatannya dan diarahkan pada peningkatan penyediaan prasarana dan sarana yang mendukung pemenuhan kebutuhan dasar yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan dan 3 kebijakan khusus yang diutamakan pada peningkatan keswadayaan dan penyiapan rumahtangga miskin agar dapat melakukan kegiatan sosial ekonomi dengan penyediaan modal kerja bergulir dan pendampingan sesuai dengan budaya setempat. Salah satu kebijakan tersebut adalah IDT Inpres Desa Tertinggal. Kebijakan penanggulangan kemiskinan tersebut, ternyata tidak berlangsung lama bersamaan dengan bergantinya pemerintahan. Pada akhir dekade 90-an, kebijakan penanggulangan kemiskinan ditujukan langsung kepada rumahtangga miskin maupun yang rentan, dengan program-program bantuan sosial langsung, seperti Jaring Pengaman Sosial JPS dan lain lain yang sifatnya crash program dan reaktif. Namun demikian, kinerja kebijakan penanggulangan kemiskinan tersebut belum seperti yang diharapkan. Sejak awal orde baru sampai dengan Pelita V 190 kebijakan tersebut memang telah mengurangi kemiskinan secara nyata, namun laju penurunannya makin mengecil, bahkan pada kurun waktu 1990-1993, penurunan persentase rumahtangga miskin hanya sekitar 1.4 persen atau sekitar 1.3 juta orang. Fakta terakhir berdasarkan data BPS menunjukkan bahwa kemiskinan meningkat dari 15.97 persen 2005 menjadi 17,75 persen 2006, atau meningkat sebanyak 3.95 juta menjadi 39,05 juta orang Kompas 15 November 2006 dalam Sudaryanto, 2006. Lebih spesifik, Bank Dunia 2006 melaporkan tambahan sekitar 3.1 juta penduduk miskin sebagai akibat kenaikan harga beras yang mencapai 3.,0 persen. Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat secara Nasional diimplementasikan dalam dua proyek terkait yaitu Proyek Pengembangan Kecamatan Kecamatan Development ProjectKDP dan Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Urban Proverty Alleviation ProjectUPAP. Berbeda dengan BLT dan JPS dengan fokus pemenuhan kebutuhan primer harian masyarakat miskin people daily needs, maka KDP dan UPAP memiliki karakteristik sebagai berikut Jakarta Post, 2006 dalam Sudaryanto, 2006 yaitu: 1 berbasis masyarakat, bersifat partisipatif dan pemberdayaan; 2 orientasi investasi dengan pendekatan program pengembangan dari bawah dan 3 bersifat demokratis, serta menumbuhkan transparansi dan akuntabilitas peserta program. Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat KDP dan UPAP dimulai sejak tahun 19981999 dengan antisipasi 10 tahun. Pendanaannya bersumber dari APBN dikomplementasi dengan dana bantuanpinjaman luar negeri senilai US 1.5 milyar. Dana disalurkan secara transparan melalui kompetisi ketat antar desa dengan sistem block grant Rp. 500 Juta sampai dengan 1 500 juta per kecamatan. Pengambilan keputusan perencanaan dan 191 implementasi proyek bersifat partisipatif dan kontekstual sesuai dengan permasalahan dan prioritas penanganan di lapangan. Aktivitas bersifat multi sektoral yang mencakup pengembangan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, air bersih, agribisnis dan ramah lingkungan. Hasil evaluasi memperlihatkan bahwa implementasi program ini dinilai efektif, efisien, tingkat kebocoran rendah dengan tingkat keberlanjutan yang relatif tinggi.

7.2.2. Periode Sesudah Tahun 2000