42 kepartaian. Dalam keseharian di desa, masing-masing organisasi berjalan dengan
aktivitas dan kepercayaannya, meski terdapat juga satu orang penduduk beragama Budha yang sudah lama tinggal di desa ini.
4.2 Agraria
Desa Curugbitung memiliki luas wilayah 1397 ha. Sebagian besar lahan diperuntukkan untuk sawah seluas 632,8 hektar ha. Peruntukan yang lain
diantaranya: tanah bengkok 0,5 ha, jalan 1,5 ha, empang 2 ha, pemukimanperumahan 60 ha, perkantoran 0,5 ha, tanah wakaf 3,264 ha,
perladangan 24 ha, tegalan 59 ha, perkebunan swasta 50 ha, perkebunan rakyat 200 ha, sisanya untuk sekolah, pertokoan, tempat ibadah, MCK umum, dan
lapangan olahraga. Bentuk penguasaan tanah yang paling dominan terjadi adalah bagi hasil atau
sistem maro, meskipun sistem milik, sewa, dan gadai, namun tidak banyak akhir- akhir ini. Pada saat panen pemilik dan penggarap mendapatkan bagian yang sama,
setelah dikurangi dengan semua biaya yang dikeluarkan oleh penggarap sejak masa penanaman hingga masa panen, terutama pengadaan bibit, irigasi, perawatan,
pupuk, dan buruh tani. Harga jual tanah lepas tergantung pada tingkat kesuburan tanah, jauh
tidaknya dengan jalan, sarana irigasi, dan kemiringan lahan. Selain itu juga dibedakan menjadi dua, yaitu tanah sawah dan tanah darat kering. Harga tanah
darat berkisar antara Rp. 5.000 hingga Rp. 10.000. Harga tanah sawah berkisar antara Rp. 7.500 hingga Rp. 45.000. Harga tanah sawah memiliki tiga kelas, kelas
satu berkisar antara Rp. 30.000 hingga Rp. 50.000, dengan kesuburan, irigasi, dan dekat dengan jalan, serta datar atau dapat juga digunakan untuk pertokoan. Kelas
dua berkisar antara Rp. 10.000 hingga Rp. 25.000, sedangkan untuk kelas tiga berkisar antara Rp. 7.500 hingga Rp. 10.000. Harga tenah tersebut di atas dihitung
berdasarkan harga per meter persegi tanah. Tidak terdapat tanah ulayatadat. Tanah
43 bengkok yang tersisa, saat ini masih berada pada keluarga mantan lurah MMT
Alm., yang menjabat sekitar 20 tahun hingga tahun 2000. Pihak keluarga tidak mengembalikan kepada desa, dengan alasan mereka tidak tahu soal tanah bengkok
tersebut. Pihak desa sedang mencoba untuk memproses pengembalian tanah tersebut.
Jika dihubungankan antara jumlah penduduk
2
yang menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian dan luas lahan
3
yang digunakan untuk pertanian sawah, tegalan, ladang, hutan, perkebunan, dll. yang dimiliki desa, maka dapat
diketahui bahwa kepadatan agraris Desa Curugbitung sebesar 554.83 per km
2
, yang artinya setiap 1 km
2
terdapat 555 orang lahan pertanian. Kondisi ini menunjukkan bahwa daya dukung lahan pertanian tidak memadai dengan jumlah penduduk yang
ada. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Geertz 1963 dalam Rusli 1995 bahwa angka kritis masa Indonesia Van Kaukering pada sistem berladang berpindah-pindah
sekitar 50 orang per km
2
. Jika dibandingkan dengan angka kepadatan agraris Desa Curugbitung hal tersebut sangat jauh. Hal tersebut dapat lihat bahwa lahan yang ada
dimiliki desa tidak menenuhi kebutuhan akan lahan pertanian di desa tersebut.
4.3 Pola Pembagian Kerja dan Pasar Tenaga Kerja