59
5.2 Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Konflik
Analisa pihak-pihak yang terlibat dapat menggunakan pendekatan sejarah konflikpemetaan konflik. Menurut Fisher, et al 2001, bahwa pemetaan konflik
bertujuan untuk memahami situasi yang baik, melihat hubungan diantara berbagai pihak secara lebih jelas, menjelaskan letak kekuasaan, memeriksa keseimbangan
masing-masing kegiatan atau reaksi, melihat para sekutu yang potensial berada di mana, mengidentifikasi mulainya intervensi atau tindakan dan untuk mengevaluasi
apa yang telah dilakukan. Terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam konflik, baik yang secara
langsung maupun tidak langsung. Pihak yang teridentifikasi terlibat secara langsung, yaitu PT. Hevindo dan masyarakat Desa Curugbitung, sekaligus menjadi pelaku
utama konflik. Sedangkan pihak yang terlibat lainnya antara lain: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, pemerintah Desa Curugbitung, pengusaha
bangunan dan peternakan, LSM RMI, LSM HuMa, Mandor, KCP, KPN, mantan lurah, Polsek Nanggung, pemerintah Kecamatan Nanggung, Badan Perencanaan Daerah
Kabupaten Bogor, Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor. Berikut ini penjelasan para pihak yang terlibat dalam konflik, apa tindakan yang dilakukan, serta persepsi
masing-masing tentang konflik yang terjadi:
5.2.1 PT. Hevea Indonesia
Hevindo sebagai pemilik ijin HGU mengaku memiliki hak penuh terhadap lahan yang telah disewanya sejak tahun 1988. Segala hal yang dapat mengancam
kinerja perusahaan, seperti perambahan, pencurian hasil usaha, pengambilalihan lahan, dan aktivitas masyarakat di lahan HGU tanpa ijin dari perusahaan harus
dihentikan, baik melalui pendekatan pribadi maupun pendekatan hukum seperti aparat keamanan. Menurut manajer kebun AGR menganggap bahwa pembukaan
lahan HGU oleh masyarakat merupakan salah satu hal yang harus dihentikan. Hal ini
60
ditakutkan akan memunculkan konflik yang lebih besar, apalagi ada pihak lain yang mendukung aksi masyarakat tersebut seperti LSM dan pemerintahan desa.
Kehadiran pihak ketiga, yang salah satunya RMI, dianggap oleh perusahan sebagai pencuat konflik yang selama ini ada di masyarakat. AGR lebih
mengkhawatirkan kehadiran pihak ketiga yang tidak jelas maksud dan tujuannya itu. “Lebih pada pengelolan sumberdaya alam, atau lebih pada
mendorong masyarakat untuk melakukan pendudukan lahan HGU milik PT. Hevindo?”
Sejauh ini perusahaan hanya melakukan pelarangan, ancaman dan beberapa kali tindakan pencabutan terhadap tanaman warga yang dikhawatirkan
akan mengganggu kinerja perusahaan ke depan, setidaknya sampai tahun 2013. Tindakan pelarangan dan pencabutan ini biasanya dilakukan kepada penggarap
yang tidak mau menandatangani surat perjanjian yang diberikan oleh perusahaan, atau dikenakan kepada mereka yang melanggar perjanjian.
Perusahaan mengakui bahwa hasil intervensi pihak ketiga yang menjadi pencuat konflik di wilayah afdeling mereka, telah berwujud kelompok-kelompok baru
dalam masyarakat seperti, Komunitas Petani Nanggung KPN dan Komunitas Petani Curugbitung KPC. Informasi terakhir yang diberikan oleh pihak perusahaan bahwa
saat ini mereka akan lebih banyak melakukan tindakan pengawasan terhadap kegiatan masyarakat di lahan mereka, dan mengantisipasi agar wilayah perambahan
tidak menjadi lebih luas. Konsentrasi perusahaan saat ini lebih ditujukan kepada penanaman kembali lahan kosong yang tidak berada di wilayah konflik. Menurut
AGR, perusahaan telah menyiapkan beberapa cara untuk menangani masalah perusahaan mereka, terutama dengan masyarakat. Persoalan yang terjadi dengan
masyarakat hanya masalah pemahaman dan kepentingan yang berbeda. Keterlibatan oknum pemerintah atau lembaga tertentu semakin memicu mencuatnya
konflik. Diakui perusahaan sejak berdiri memang tidak banyak memiliki program untuk masyarakat sekitar, namun akhir-akhir ini, perusahaan menyetujui beberapa
61
kegiatan masyarakat yang mengajukan proposal atas nama yayasan tertentu dengan persetujuan kepala desa.
5.2.2 Masyarakat