Pola Pembagian Kerja dan Pasar Tenaga Kerja

43 bengkok yang tersisa, saat ini masih berada pada keluarga mantan lurah MMT Alm., yang menjabat sekitar 20 tahun hingga tahun 2000. Pihak keluarga tidak mengembalikan kepada desa, dengan alasan mereka tidak tahu soal tanah bengkok tersebut. Pihak desa sedang mencoba untuk memproses pengembalian tanah tersebut. Jika dihubungankan antara jumlah penduduk 2 yang menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian dan luas lahan 3 yang digunakan untuk pertanian sawah, tegalan, ladang, hutan, perkebunan, dll. yang dimiliki desa, maka dapat diketahui bahwa kepadatan agraris Desa Curugbitung sebesar 554.83 per km 2 , yang artinya setiap 1 km 2 terdapat 555 orang lahan pertanian. Kondisi ini menunjukkan bahwa daya dukung lahan pertanian tidak memadai dengan jumlah penduduk yang ada. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Geertz 1963 dalam Rusli 1995 bahwa angka kritis masa Indonesia Van Kaukering pada sistem berladang berpindah-pindah sekitar 50 orang per km 2 . Jika dibandingkan dengan angka kepadatan agraris Desa Curugbitung hal tersebut sangat jauh. Hal tersebut dapat lihat bahwa lahan yang ada dimiliki desa tidak menenuhi kebutuhan akan lahan pertanian di desa tersebut.

4.3 Pola Pembagian Kerja dan Pasar Tenaga Kerja

Pertanian adalah kegiatan utama mayoritas penduduk Curugbitung, karena keahlian mereka terbatas pada kegiatan tersebut. Aktivitas ini merupakan aktivitas utama di samping berbagai aktivitas lainnya di luar pertanian seperti pemerintahan, pendidikan, perdagangan, dan jasa transportasi dan lainnya. Areal pertanian membentang seluas 632,8 hektar di Desa Curugbitung. Pada musim penghujan, pertanian menyerap sebagian besar tenaga kerja produktif yang ada di desa tersebut. Hal ini berkaitan dengan sistem pertanian sawah yang masih menggunakan sistem irigasi tradisional yang menghasilkan dua kali 2 Penduduk yang bekerja di bidang pertanian sebanyak 60 persen atau 5095 orang. 3 Luas lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian adalah 918.3 hektar. 44 musim panen dalam satu tahun. Laki-laki digunakan pada saat penyiapan lahan sebelum ditanami dan pengangkutan hasil panen, sedangkan perempuan digunakan saat penanaman, penyiangan, dan pemanenan. Sebagian besar buruh tani adalah laki-laki. Pembagian kerja menurut jenis kelamin ini dibedakan berdasarkan tenaga dan kapabilitas tenaga kerja. Untuk pekerjaan yang dirasakan lebih berat kebanyakan dikerjakan oleh laki-laki, sedangkan yang lebih ringan dikerjakan oleh tenaga kerja perempuan. Anak-anak dalam hal ini hanya membantu pekerjaan yang ringan-ringan, baik saat tanam maupun panen. Hubungan kerja dalam bidang pertanian rata-rata berlaku seperti hubungan kerja antar buruh dan majikan untuk buruh tani ataupun bagi hasil untuk petani penggarappenyewa. Untuk buruh tani tidak berlaku perekrutan tenaga kerja yang baku, tenaga kerja yang diperkerjakan sebagai buruh tani adalah siapa saja yang mau menjadi buruh tani. Untuk petani penggarap hanya karena hubungan pertetanggaan, kenal, dan saling percaya. Petani pemilik tanah biasanya mempercayakan tetanggaorang yang sudah dikenal dan mau menggarap tanahnya dengan sistem bagi hasilmaro. Sistem membayar buruh tani adalah Rp. 20.000HOK, jam kerja dihitung sejak pukul 07.00 WIB hingga 13.00 WIB setiap harinya. Upah biasanya dibayar per hari. Sedangkan untuk buruh bangunan upah yang diberikan sekitar Rp. 30.000HOK.

4.4 Kelembagaan dan Organisasi

Dokumen yang terkait

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN (Studi Evaluasi Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Lembaga Masyarakat Desa Hutan Artha Wana Mulya Desa Sidomulyo Kabupaten

0 2 14

Peranserta Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Studi Kasus di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 3 87

Peranan Kepala Desa dalam Pembangunan Masyarakat Desa Studi Kasus di Dua Desa di Kabupaten DT II Bogor Propinsi Jawa-Barat

0 5 164

Deindustrialisasi Pedesaan (Studi Kasus Desa Curug Bintang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

0 28 142

Kajian Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove (Studi Kasus di Desa Karangsong, Kecarnatan Indrarnayu, Kabupaten Indrarnayu, Propinsi Jawa Barat)

0 7 155

Peranan hutan dalam kehidupan rumah tangga masyarakat desa hutan (Studi kasus kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 15 98

Strategi nafkah rumahtangga desa sekitar hutan (studi kasus desa peserta phbm (pengelolaan hutan bersama masyarakat) di kabupaten kuningan, provinsi jawa barat)

1 29 446

Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah (Kasus masyarakat Kelurahan Gunung Batu, Kecamatan bogor Barat, Kota Bogor dan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

0 12 117

Struktur Agraria Masyarakat Desa Hutan Dan Implikasinya Terhadap Pola Pemanfaatan Sumberdaya Agraria (Studi Kasus: Masyarakat Kampung Pel Cianten, Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 5 108

Persepsi, Motivasi dan Perilaku Masyarakat Sekitar Hutan dalam Pengelolaan Kawasan Hutan (Kasus Kawasan Hutan sekitar Desa Gunung Sari di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

0 3 41