26
2.3 Batasan Konsep
Batasan konsep ini digunakan sebagai proyeksi awal tentang kasus yang terjadi di lokasi penelitian, tidak digunakan sebagai alat ukur dalam kasus ini.
Beberapa konsep yang dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengelolaan sumberdaya alam adalah usaha yang dilakukan oleh seseorangkelompok orang dan atau lembaga yang diberi wewenang oleh
pemerintah seperti perusahan perkebunan, peternakan, dan kehutanan pemegang HGU dan atau HPH untuk mengelola, menjaga, dan
memanfaatkan sumberdaya alam. 2. Konflik merupakan suatu perwujudan perbedaan cara pandang antara
berbagai pihak terhadap obyek yang sama, yaitu sumberdaya alam. Bentuknya bisa berupa keluhan saja sampai pada tingkat kekerasan dan
perang. 3. Penyebab konflik adalah segala sesuatu yang menjadi pemicu terjadinya
konflik, seperti perbedaan kepentingan, perbedaan penafsiran mengenai kewenangan dalam pengelolaan SDA, batas-batas
pengeloaankepemilikan lahan, degradasi manfaat suatu SDA dan kerusakan mutu lingkungan, dan perubahan status kawasan hutan.
4. Pihak-pihak yang terlibat adalah pihak yang mempunyai kepentingan danatau terkait dengan konflik, baik secara langsung ataupun tidak
langsung. Pihak yang terlibat langsung adalah mereka yang bersengketa karena masalah tata batas, akses dan sebagainya. Sedangkan pihak yang
tidak terlibat langsung misalnya LSM Ornop yang mempunyai kepedulian terhadap konflik, atau organisasi lain seperti Dinas Kehutanan, perguruan
tinggi, maupun lembaga penelitian. 5. Penyelesaian konflik merupakan suatu upaya atau inisiatif yang dilakukan
untuk mengatasi dan mencari jalan keluar dari suatu peristiwa konflik.
27 Inisiatif ini bisa datang dari para pihak yang terlibat dalam konflik atau dari
pihak ketiga yang tidak terlibat dalam konflik. Bentuk upaya yang ditempuh bisa bermacam-macam, mulai dari yang sangat sederhana
sampai ke tingkat pengadilan dengan menempuh jalur hukum.
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Curugbitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi ini berdasarkan
informasi yang diperoleh dari hasil penelitian RMI-The Indonesian Institute for Forest and Environment dan HuMa-Perhimpunan Untuk Pembaharuan Hukum
Agraria, bahwa masyarakat Desa Curugbitung memiliki konflik di beberapa sektor dengan perusahaan-perusahaan pemengang HGU Hak Guna Usaha, baik di
sektor perkebunan, peternakan dan kehutanan. Hingga saat penelitian ini berakhir, RMI dan HuMa masih melakukan pendampingan kepada masyarakat di
kecamatan Nanggung, terutama desa yang sedang mengalami konflik. Selain hal itu peneliti mempertimbangkan kemudahan mengakses lokasi penelitian untuk
kelengkapan data kebutuhan penelitian ini. Sebelumnya peneliti juga merupakan salah satu relawan dari RMI untuk program kerja sama inventarisasi data konflik
kehutanan dan sumberdaya alam di Kawasan Ekosistem Halimun dan Jawa Barat. Jika dibandingkan dengan dua wilayah afdeling lainya, yaitu: Desa Cisarua
dan Desa Nanggung, sebenarnya Desa Curugbitung paling memenuhi syarat untuk mengelola konflik dengan baik, karena terdapat organisasi lokal yang
dibentuk khusus untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat Desa Curugbitung terhadap lahan, termasuk melakukan perlawanan terhadap tindakan yang
dilakukan oleh perusahaan, bahkan yang terjadi konflik masih bertahan lama sampai saat ini, meski wujudnya laten.
Tahap awal penelitian ini sudah dimulai sejak bulan November 2005, guna mencari data awal untuk menentukan tema, masalah, tujuan dan unit analisis
29
yang akan diteliti. Adapun pelaksanaan penelitian ini efektif dilakukan selama bulan Desember 2005 hingga akhir bulan Maret 2006.
3.2 Metode Penelitian