83
5.6 Peta Kekuatan yang Dimiliki Pihak-Pihak Berkonflik
Peta kekuatan dibuat guna melihat kekuatan yang dimiliki oleh masing- masing pihak yang berkonflik dan diharapkan dapat memberikan suatu jawaban atas
pertanyaan mengapa konflik yang terjadi di Desa Curugbitung dapat bertahan lama. Hal ini dikarenakan oleh adanya kekuatan yang dimiliki masing-masing pihak yang
berkonflik. Gambar 13. berikut menampilkan analisa kekuatan pihak-pihak yang berkonflik, yaitu PT. Hevindo dengan masyarakat Desa Curugbitung:
Gambar 13. Kekuatan Pihak-Pihak Yang Terlibat Konflik Secara Langsung Antara PT. Hevindo Dengan Masyarakat Desa Curugbitung
9
Kekuatan Pihak-Pihak yang Berkonflik Sebelum Reformasi
Setelah Reformasi Pihak yang
Berkonflik
Hukum Politik Ekonomi Sosial Hukum Politik Ekonomi Sosial
PT. Hevindo X xo X O X X O O
Masyarakat O X O xo O X O X Keterangan: X Kuat
xo Sedang O Lemah
Gambar 13. di atas dapat terlihat bahwa sebelum masa reformasi, perusahaan memiliki kekuatan di bidang hukum dan ekonomi. Perusahaan memiliki
keabsahan ijin HGU yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, dalam artian tidak mengalami cacat hukum. Selain itu perusahaan
dengan mudah mendapatkan dukungan dari pihak kepolisian untuk mengamankan kegiatan mereka, meski dari segi ini politik tidak terlalu kuat saat itu. Kelemahan
yang dimiliki dalam bidang sosial mengakibatkan perusahaan tidak dapat menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar. Ketidakpuasan yang selama ini
terpendam menjadi pemicu kuat munculnya konflik, lebih-lebih setelah reformasi. Sebaliknya pada masa sebelum reformasi, masyarakat Desa Curugbitung,
masih cukup lemah, baik dalam aspek hukum maupun ekonomi. Masyarakat tidak memiliki hak untuk mengelola lahan milik HGU, karena tidak memiliki surat
keterangan secara legal yang menyatakan jika mereka berhak menggarap di lahan
9
Berkaitan dengan Gambar 9. di halaman 66.
84
HGU. Secara ekonomi, mereka masih tergolong lemah, bertani pola subsisten dengan lahan cukup sempit, namun waktu itu sudah mengenal pertambangan emas.
Kekuatan dari aspek politik diperoleh dari tokoh masyarakat yang masih memiliki pengaruh kuat di dalam desa saat ini, serta gaya negosiasi yang baik dengan pihak
perusahaan. Dukungan dari pihak luar, seperti beberapa LSM, meningkatkan kekuatan politik masyarakat. Salah satu yang dilakukan adalah dengan bantuan RMI,
masyarakat menggalang dukungan dari pihak Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bogor dan Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor.
Setelah masa reformasi yang bersamaan dengan masa krisis moneter, menjadikan perusahaan memiliki kekuatan dari aspek hukum dan politik. Perusahaan
mengalami kemunduran jumlah produksi karena tanaman banyak yang mati karena penyakit dan harga dasar produk sangat rendah. Selain itu, meningkatnya konflik
dengan masyarakat menyebabkan kekuatan ekonomi menjadi lemah, terutama setelah reformasi. Sedangkan aspek politik perusahaan menjadi kuat sesudah
reformasi, hal ini disebabkan karena pihak yang dulu menjadi lawan, saat ini berbalik arah menjadi pendukung perusahaan, meski dengan konsekuensi harus berbagi
keuntungan. Kemampuan aparat untuk mengamankan kegiatan perusahaan yang diikuti oleh meningkatnya keberanian masyarakat untuk mengabaikan aparat
keamanan, namun kondisi ini tidak terlalu berpengaruh terhadap kekuatan politik perusahaan, karena dapat digantikan oleh pihak yang lain. Meskipun kekuatan politik
masyarakat menguat, namun kekuatan politik perusahan kemungkinan akan lebih menguat, karena kekuatan pemerintahan desa saat ini masih dipengaruhi oleh
pemerintahan sebelumnya yang saat ini mendukung perusahaan. Informasi kebangkitan masyarakat lokal secara nasional, dalam wujud
tuntutan masyarakat akan sumberdaya alam di media massa memberikan dorongan terhadap masyarakat untuk memperjuangkan tanah yang ada di sekitar mereka,
dengan mengajukan kepada pemerintah. Berkembangnya solidaritas lokal berupa organisasi-organisasi lokal menjadi jalan perjuangan masyarakat Curugbitung, dan
85
menjadi kekuatan sosial mereka dengan dukungan dari pihak LSM, meski secara ekonomi masih tergolong rendah.
Dari uraian di atas dapat disarikan bahwa masyarakat dan perusahaan saat ini sama-sama sedang mengejar perbaikan ekonomi dengan memperebutkan
sumberdaya alam pada ruang kelola yang sama. Kekuatan hukum dan politik yang dimiliki oleh perusahaan, serta kekuatan sosial dan politik yang dimiliki masyarakat,
menjadikan kedua pihak dapat bertahan dalam kondisi konflik hingga saat ini. Jika dikaitkan dengan level konflik yang terjadi dan kekuatan ekonomi yang ingin dicapai
keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Perusahaan sebagai pemilik HGU dan berkuasa secara hukum terhadap
sumberdaya alam di wilayah afdeling yang ada di Desa Curugbitung, dapat bertahan meskipun dalam kondisi konflik lebih disebabkan karena kekuatan
hukum yang mereka miliki. Seperti yang dinyatakan oleh Wirajardjo, et al. eds. 2001 bahwa pihak yang berkuasa dan memiliki wewenang formal
untuk menetapkan kebijakan umum, biasanya lebih memiliki peluang untuk menguasai akses dan melakukan kontrol sepihak terhadap pihak lain.
2. Masyarakat sebagai pihak yang hidup di wilayah sekitar perkebunan dan tidak memilik hak secara hukum, lebih membagun kekuatan dari aspek
sosial, sehingga dapat bertahan dalam kondisi konflik. Seperti yang terlihat pada Gambar 14. berikut:
Gambar 14. Kekuatan-Kekuatan Pihak Berkonflik Menurut Level Konflik Konflik Vertikal
Keterangan: :
Pihak-Pihak Berkonflik
: Kekuatan
yang harus
dikembangkan
Pemegang HGU
Masyarakat Lokal
Hukum
Sosial
Batas Level
ATAS
BAWAH
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan