34 isotropis, namun jika tidak-murni bisa menjadi anisotropis Symon 1971;
Ivanovska et al. 2004; Askeland dan Phul
ē 2006.
Modulus Young, E, dapat dihitung dengan membagi tegangan-tarik oleh regangan tarik Askeland dan Phul
ē 2006, seperti rumus berikut:
keterangan : E
= modulus Young modulus elastisitas F
= kekuatan pada obyek A
= cross-sectional area awal
ΔL = perubahan panjang obyek
L = panjang obyek.
Kekuatan yang digunakan untuk meregangkan atau memampatkan material dapat dihitung dengan rumus:
Dimana
Hasil perhitungan untuk sejumlah material hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 2.
2.8 Sifat Mekanis pada Alat Penangkapan Ikan dari Bambu
Dalam pengoperasiannya, penampilan alat-alat penangkapan ikan dapat dikaitkan dengan beberapa sifat mekanis. Sifat mekanis tersebut diantaranya
adalah elastisitas. Yang dimaksud dengan sifat mekanis dalam tulisan ini adalah kekuatan
dan ketahanan terhadap perubahan bentuk suatu bahan. Kekuatan merupakan kemampuan suatu bahan untuk memikul beban atau gaya yang mengenainya.
Ketahanan adalah daya tahan bahan terhadap perubahan bentuk karena dimampatkan, terpuntir atau terlengkungkan akibat beban yang mengenainya
Haygreen dan Bowyer 1982 diacu dalam Arinana 1997. E = = = =
Tensile stress Tensile strain
σ ε
FA
o
ΔL L
o
FL
o
A
o
ΔL
F = EA
o
ΔL L
o
k = EA
o
L
o
x = ΔL
35
Tabel 2. Perkiraan Modulus Young untuk berbagai material
No. Material GPa
lbfin² psi
1. Rubber small strain
0,01-0,1 1,500-15,000
2. ZnO NWs
[citation needed]
21-37 3,045,792-5,366,396
3. PTFE Teflon
[citation needed]
0,5 75,000
4. Low density polyethylene
[citation needed]
0,2 30,000 5.
HDPE 0,8 6.
Polypropylene 1,5-2 217,000-290,000
7. Bacteriophage capsids
[4]
1-3 150,000-435,000
8. Polyethylene terephthalate
2-2,7 9.
Polystyrene 3-3,5 435,000-505,000
10. Nylon 2-4
290,000-580,000 11.
Diatom frustules largely silicic acid
[5]
0,35-2,77 50,000-400,000
12. Medium-density fibreboard
[6]
4 580,000
13. Pine wood along grain
[citation needed]
8,963 1,300,000
14. Oak wood along grain
11 1,600,000
15. High-strength concrete under compression
30 4,350,000
16. Magnesium metal Mg
45 6,500,000
17. Aluminium 69
10,000,000 18.
Glass see chart 50-90
19. Kevlar
[7]
70,5-112,4 20.
Mother-of-pearl nacre, largely calcium carbonate
[8]
70 10,000,000 21.
Tooth enamel largely calcium phosphate
[9]
83 12,000,000
22. Brass and bronze
100-125 17,000,000
23. Titanium Ti
16,000,000 24.
Titanium alloys 105-120
15,000,000-17,500,000 25.
Copper Cu 117
17,000,000 26.
Glass fiber reinforced plastic 7030 by weight fibrematrix, unidirectional, along
grain
[citation needed]
40-45 5,800,000-6,500,000 27.
Carbon fiber reinforced plastic 5050 fibrematrix, unidirectional, along grain
[citation needed]
125-150 18,000,000-22,000,000 28.
Silicon
[10]
185 29.
Wrought iron 190–210
30. Steel 200
29,000,000 31.
polycrystalline Yttrium iron garnet YIG
[11]
193 28,000,000
32. Single-crystal Yttrium iron garnet YIG
[12]
200 30,000,000
33. Beryllium Be
287 42,000,000
34. Molybdenum Mo
329 35.
Tungsten W 400-410
58,000,000-59,500,000 36.
Sapphire Al
2
O
3
along C-axis
[citation needed]
435 63,000,000 37.
Silicon carbide SiC 450
65,000,000 38.
Osmium Os 550
79,800,000 39.
Tungsten carbide WC 450-650
65,000,000-94,000,000 40.
Single-walled carbon nanotube
[13]
1,000+ 145,000,000+
41. Diamond C
[14]
1220 150,000,000-
175,000,000 Sumber :
Ivanovska et al. 2004. Sifat mekanis kayu dapat digolongkan menjadi beberapa sifat Mardikanto
1979 diacu dalam Arinana 1997, yaitu :
36 1 keteguhan tarik tensile strength ;
2 keteguhan tekan compressive strength ; 3 keteguhan geser shearing strength ;
4 keteguhan lentur bending strength ; 5 sifat kekakuan stiffness ;
6 sifat kekerasan hardness ; 7 sifat keuletan toughness ;
8 sifat ketahanan belah cleavage resistance, Keteguhan lentur merupakan ukuran kemampuan bahan untuk menahan
beban yang bekerja tegak lurus sumbu memanjang serat di tengah-tengah balok yang disangga kedua ujungnya Mardikanto 1979 diacu dalam Arinana 1997.
Kekuatan lentur kayu utuh pada produk dasar kayu biasa dinyatakan dalam Modulus of Rapture MOR atau modulus patah dan sifat kekakuan atau Modulus
of Elasticity MOE. Modulus patah merupakan hasil dari beban maksimum dalam uji lentur. Kekakuan suatu bahan diperoleh apabila tekanan yang diberikan
tidak melebihi batas proporsi Haygreen dan Bowyer 1982 diacu dalam Arinana 1997,
Singer dan Pytel 1995 mengemukakan bahwa satuan kekuatan bahan biasanya didefinisikan sebagai tegangan pada bahan, dinyatakan secara simbolis
sebagai
di mana σ huruf Yunani sigma yaitu tegangan atau stress, yaitu gaya per satuan
luas, P adalah beban dan A adalah luas penampang. Satuan tegangan adalah satuan gaya dibagi oleh satuan luas, dalam sistem satuan internasional SI adalah
Newton per meter kuadrat N,m
-2
yang dikenal sebagai pascal Pa, Elastisitas adalah sifat benda yang berdeformasi untuk sementara. Hal
yang berkaitan dengan elastisitas diantaranya adalah tegangan stress dan regangan strain. Beban load adalah gaya yang menyebabkan perubahan
bentuk deformasi. Jika benda diberi beban, maka beban berada dalam keadaan berdeformasi atau benda dalam keadaan meregang akibat adanya gaya-gaya reaksi
σ = P
A ……………..……… 2
37
dari dalam internal benda. Gaya reaksi atau gaya untuk mengembalikan benda ke bentuk asli per satuan luas di dalam benda disebut “Stress”. Stress adalah
besaran yang berbanding lurus dengan gaya penyebabnya. Perubahan pada ukuran sebuah benda karena gaya-gaya dalam kesetimbangan dibandingkan
dengan ukuran semula disebut “Strain”. Strain adalah derajat deformasi Sarojo 2002,
Dalam pengujian satu contoh uji yang diikatkan pada jepitan mesin penguji, akan dapat diamati secara serempak antara beban yang digunakan dan
pertambahan panjang secara spesifik. Hasil pengamatan tersebut dapat digambarkan dalam bentuk grafik dengan ordinat menyatakan beban dan absis
menyatakan pertambahan panjang. Selanjutnya grafik tersebut dapat dicatat sebagai penggambaran hubungan antara beban atau tegangan satuan terhadap
perpanjangan satuan, secara teknis dikenal sebagai regangan. Grafik hubungan tegangan dan regangan disebut sebagai diagram stress-strain Singer dan Pytel
1995. Regangan
ε menyatakan perubahan panjang dibagi panjang original, merupakan besaran tanpa dimensi. Dengan kondisi 1 contoh berpenampang
tetap, 2 bahan homogen dan 3 beban harus aksial yaitu menghasilkan tegangan merata, maka regangan dianggap tetap dan nilainya dihitung menggunakan rumus
di mana adalah perpanjangan dan L adalah panjang yang telah diukur Singer dan Pytel 1995,
Dalam suatu pengujian kekuatan bahan akan didapatkan kurva hubungan antara regangan dan tegangan seperti dalam Gambar 18. Jika contoh uji diberikan
beban setahap demi setahap akan menunjukkan perubahan panjang deformasi, semakin besar beban yang diberikan maka deformasi akan semakin besar. Dalam
kurva Gambar 19 dapat dilihat bahwa mulai dari awal pemberian beban di titik nol 0 terjadi gerakan secara linier hingga pada batas proporsional di titik A, hal
ini ditunjukkan dengan semakin besar tegangan yang terjadi maka semakin besar pula regangannya. Perlu dicatat di sini bahwa kesebandingan akan berakhir pada
batas proporsional Singer dan Pytel 1995, ε =
L ……………..……… 3
38 Sampai batas titik A pada Gambar 19, jika beban dilepaskan, maka benda
akan kembali ke posisi semula. Jika bahan tersebut terus diberikan tambahan beban, maka regangan yang terjadi semakin mengecil tetapi tegangan yang
diakibatkan tetap semakin tinggi hingga mencapai titik maksimum C, namun gerakan yang terjadi tidak lagi linier. Jika setelah titik maksimum dicapai tetap
diberikan beban, regangan dan tegangan yang terjadi semakin mengecil hingga titik rusak. Jika beban tetap diberikan, melewati titik rusak, gerakan yang terjadi
tidak terpola.
Kurva pada Gambar 19 menunjukkan dua wilayah kondisi benda yang berbeda, yaitu daerah elastis dan daerah plastis. Daerah elastis adalah wilayah
dimana kondisi benda akan kembali ke bentuk semula jika beban yang diberikan dihilangkan. Kondisi sebaliknya terjadi di daerah plastis, wilayah di mana kondisi
benda tidak akan kembali ke bentuk semula jika beban yang diberikan dihilangkan. Batas proporsional A pada kurva merupakan batas linier. Batas
elastis B adalah batas di mana jika beban dilepaskan maka benda akan kembali ke bentuk semula. Pada kayu, umumnya titik A dan B berimpit, namun belum
tentu terjadi pada bambu. Bambu termasuk komposit, ciri khas komposit adalah jika dilakukan pengujian, walaupun sudah tercapai titik maksimum, kurva akan
menaik lagi. Kondisi ini terjadi karena pada bambu biasanya sebagian serat yang
Stress = tegangan = P
A
Strain = regangan =
ε
= Δ L
L
• •
• •
Linier Batas proporsional
Batas elastis
A B
C Maksimum
Fracture point titik rusak
Daerah elastis Daerah plastik
Gambar 19. Diagram tegangan-regangan.
Singer dan Pytel 1995.
39
lemah terlebih dahulu yang bekerja, setelah itu menyusul sebagian serat yang kuat.
Konsep lain yang dikembangkan dari kurva tegangan-regangan adalah 1 Batas elastis ;
2 Titik mulur, di mana bahan memanjang mulur tanpa pertambahan beban ; 3 Kekuatan mulur, berkaitan dengan titik mulur ;
4 Tegangan maksimum, atau kekuatan maksimum, merupakan ordinat tertinggi pada kurva tegangan-regangan ;
5 Kekuatan patah, atau tegangan pada patah, beban patah dibagi dengan luas penampang original,
Kemiringan garis linier pada Gambar 18 menunjukkan rasio tegangan terhadap regangan. Rasio ini disebut modulus elastisitas atau modulus of
elasticity dan disingkat E Singer dan Pytel 1995:
Kemiringan kurva tegangan-regangan = Rumus tersebut biasanya ditulis dalam bentuk
σ = Eε dan bentuk persamaan 5 ini dikenal sebagai Hukum Hooke. Pada tahun 1807
Thomas Young memperkenalkan kesebandingan yang dikenal dengan modulus Young. Selanjutnya nama ini diganti menjadi modulus elastisitas. Dalam hukum
Hooke satuan modulus elastisitas E sama dengan satuan tegangan σ, ini
menyebabkan regangan ε tanpa dimensi.
Variasi Hukum Hooke diperoleh dengan memasukkan persamaan 2 dan 3 ke dalam persamaan 5, sehingga diperoleh persamaan
atau
Persamaan 6 menyatakan hubungan antara deformasi total , beban yang bekerja P, panjang L, luas penampang A dan modulus elastis E, Satuan deformasi sama
dengan satuan panjang L, E =
σ ε
…..……… 4
……………..……… 5
= E P
A L
……………..……… 6 = =
PL AE
σL E
40 Singer dan Pytel 1995 mengemukakan bahwa dasar utama masalah
kekuatan bahan adalah menetapkan hubungan antara tegangan dan deformasi yang disebabkan oleh beban yang bekerja pada setiap struktur. Pada pembebanan
aksial dan torsi akan menghadapi kesulitan kecil saat menggunakan hubungan tegangan dan deformasi, karena mayoritas kasus, beban tetap di seluruh struktur
atau terdistribusi dengan besar tertentu di bagian komponen. Akan tetapi, mempelajari beban lentur, sulit karena kenyataannya pengaruh pembebanan
terhadap “balok” bervariasi dari satu penampang ke penampang lain. Pengaruh pembebanan ini dalam bentuk gaya geser dan momen lentur, kadangkala disebut
“geser” dan “momen”, Momen lentur didefinisikan sebagai jumlah momen semua gaya yang
bekerja di sisi kiri atau kanan penampang terhadap sumbu titik berat penampang yang dipilih, dan dinyatakan secara matematis Singer dan Pytel 1995 sebagai
M = ΣM
L
= ΣM
R
dimana L menunjukkan bahwa momen lentur dihitung dengan terminologi beban yang bekerja di sebelah kiri penampang dan R berkaitan dengan beban sebelah
kanan penampang. Gaya luar yang bekerja ke atas menghasilkan momen lentur positif terhadap setiap penampang ; gaya ke bawah menghasilkan momen lentur
negatif Gambar 20,
Menurut Sarojo 2002, sebuah batang dijepit pada salah satu ujungnya dan ujung yang lain diberi beban, maka batang akan melentur Gambar 21, Ada
bagian batang yang memendek dan memanjang. Bagian cekung memendek berkompresi, bagian cembung memanjang. Penampang batang ada yang tidak
berubah, disebut penampang netral dan garis tegak lurus pada penampang ini disebut sumbu netral.
……………..……… 7
Lentur positif. Lentur negatif.
Gambar 20. Tanda momen lentur. Singer dan Pytel 1995.
41
Bila pada sebuah benda titik berlaku resultan gaya-gaya pada benda tersebut sama dengan nol, maka benda tersebut akan berada dalam kesetimbangan statik
bila benda tersebut diam. Jika benda dalam keadaan bergerak maka dinamakan kesetimbangan Sarojo 2002,
Uji lentur sederhana memposisikan balok dengan ujung bebas di atas dua titik sanggga. Beban diberikan di bagian tengah contoh uji Gambar 22 :
Moment x adalah gaya yang membuat rotasi dikalikan dengan jarak, Di bagian x jika diberi beban akan terjadi gaya geser, Gaya geser merupakan turunan dari
moment dengan nilai V
x
= ½P,
Moment x pada 0 x ½L, maka Mx = ½P·x ; adanya gaya geser maka x
adalah V
x
= ½P,
Moment x pada ½L x L, maka Mx = ½P·x - P·x + ½P·L = ½P·x - ½Px + ½L; adanya gaya geser maka x + ½L adalah V
x
= - ½P, Menurut Singer dan Pytel 1995, persamaan differensial kurva elastis
balok adalah Gambar 21. Lenturan batang.
EI . = M
x
d
2
y dx
2
……………..……… 8 Δ
Δ L
½L
x
P
A B
Keterangan : A = ½P, B = ½P
Gambar 22. Diagram pembebanan pada simple beam bending test
42 Jika diintegralkan maka
Mx = ½P·x Pada saat x = ½L
→ = 0 0 = ¼ P ½L
2
+ c
1
c
1
= - PL
2
Tanda - pada hasil perhitungan di atas menunjukkan arah ke bawah, sehingga
menghitung modulus elastisitas dapat dilakukan dengan cara ∫ EI = ¼P·x
2
+ c
1
dy dx
1 16
EI = ¼P·x
2
- PL
2
dy dx
1 16
∫EI = ∫ ¼P·x
2
- PL
2
dy dx
1 16
E I y = ½ P·x
3
- PL
2
·x + c
2 1
16 1
12
E I y = P·½L
3
- PL
2
·½L
1 16
1 96
= P·L
3
- PL
3 1
32
E = PL
3
48 I y dy
dx ∫ EI = ∫ M
x
d
2
y dx
2
1 48
= - P·L
3
y = - . 1
48 PL
3
EI
……………..……… 9 I
inersia
= y
2
.dA
∫
Singer dan Pytel 1995; Mardikanto et al. 2008, y adalah tinggi benda sampai ke garis netral atau y = ½ h Gambar 23.
∫ EI = ∫ ½P·x d
2
y dx
2
43
Persamaan 10 dimasukkan pada persamaan 9 akan menjadi
E
b
= MOE - modulus of elasticity kgcm
2
P = beban atau load kg
y = jarak dari garis netral cm b = lebar contoh uji cm
h = tinggi atau tebal contoh uji cm L = panjang jarak sangga cm
Jika y
max
= ½h, maka rumus 11 menjadi Tegangan lentur Singer dan Pytel 1995 dirumuskan dengan:
E = PL
3 1
12
48· b h
3
y ½h
-½h b
dA I
inersia
= y
2
.dA
∫
dA = b.dy ½h
-½h = y
2
. dy.b
∫
½h -½h
= 2 [ by
3
] ½h
= ⅔ b ½h
3
= bh
3
= bh
3
2 24
1 12
I = bh
3
1 12
……………..……… 10
E = PL
3
4 b h
3
y ……………..……… 11
σ
b
= M·y
I
σ
b
= M
max
·y
max
I E =
PL
3
2 b h
4 b
h
0 = garis netral Gambar 23. Garis netral pada benda = ½h.
44 Moment x maksimum terjadi pada saat x = ½L dengan nilai ¼PL Gambar 24,
y
max
= ½h, Jika kedua nilai ini dimasukkan ke dalam persamaan tersebut, maka akan menjadi
maka tegangan lentur dapat dihitung menggunakan rumus
σ
b
= Tegangan lentur atau modulus of rupture – MOR kgcm
2
P = beban atau load kg b = lebar contoh uji cm
h = tinggi atau tebal contoh uji cm L = panjang jarak sangga cm
Berdasarkan Gambar 19, tahanan lentur ada pada wilayah elastis, 5 dari luas kurva. Mardikanto et al. 2008 menjelaskan bahwa dalam penentuan
allowable stress sebaran data yang biasa digunakan adalah distribusi normal, di mana yang diperhitungkan adalah 5 Exclusion Limit Value. Maksud dari 5
Exclusion Limit adalah bahwa dari keseluruhan hasil pengujian sifat mekanis kayu, diharapkan hanya 5 yang akan memiliki nilai lebih rendah dari nilai yang
diperkirakan. Tahanan lentur allowable stress diperoleh dari hasil perkalian antara 5 dari nilai exclution limit Gambar 25 dengan faktor penyesuaian,
seperti dijabarkan dalam rumus : =
¼PL · ½h
1 12
bh
3
= 12 PL
8 bh
2
= 3 PL
2 bh
2
σ
b
= 3 PL
2 bh
2
……………..……… 12
σ
b
= 5 EL . faktor penyesuaian ……………..……… 13 Gambar 24. Titik maksimum moment.
Mx ¼PL
L ½L
x
45
5 EL = MOR - 1,645 , Standar deviasi Angka 1,645 diperoleh dari E
tabel
, yaitu nilai T untuk tingkat kepercayaan 5
Faktor penyesuaian kayu untuk sifat lentur adalah ,
Dalam pengaplikasiannya, nilai tegangan lentur izin haruslah lebih kecil dari nilai tegangan lentur MOR hasil hitungan. Nilai tegangan lentur yang diperoleh perlu
disesuaikan lagi dengan keadaan konstruksi dan sifat muatan sebagai berikut berikut Yap 1999 :
1 Nilai tegangan lentur dikalikan dengan faktor ⅔ jika
– untuk konstruksi yang selalu terendam di dalam air – untuk bagian konstruksi yang tidak terlindung dan kemungkinan besar kadar
lengas kayu akan selalu tinggi, 2 Nilai tegangan lentur dikalikan dengan faktor
5 6
jika – untuk konstruksi yang tidak terlindung, tetapi kayu itu dapat mengering
dengan cepat 3 Nilai tegangan lentur boleh dikalikan dengan faktor
5 4
jika – untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap
dan muatan angin – untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap
dan muatan tidak tetap, Uji model cantilever adalah dengan memposisikan salah satu ujungnya
tetap dan ujung yang lain mendapat beban Gambar 26,
5 95
σ
b
frekuens
i
Gambar 25. Penggambaran batas elastis 5.
5.EL 1
2,3
46 Untuk 0 x L, maka Mx = Px - PL
Momen maksimum M
max
terjadi pada saat x = 0, seperti tampak dalam diagram momen Gambar 27, sehingga nilai M
max
= -PL
Dengan memasukkan nilai moment cantilever pada persamaan differensial kurva elastis balok Singer dan Pytel 1995 pada persamaan 8 ,
maka persamaan tersebut akan menjadi Mx = Px - PL
Pada saat x = 0
→ = 0 → c
1
= 0 EI . = M
x
d
2
y dx
2
dy dx
EI = ½Px
2
– PLx dy
dx
EI y =
1 6
Px
3
– ½PLx
2
+ c
2
∫ EI = ½Px
2
– PLx + c
1
dy dx
∫ EI = ∫ M
x
d
2
y dx
2
∫ EI = ∫ Px-PL d
2
y dx
2
∫EI = ∫½Px
2
– PLx dy
dx P
•x
L
Arah moment PL
Gambar 26. Arah pergerakan moment dalam uji lentur cantilever.
Diagram momen
-PL Gambar 27. Diagram momen.
47
Pada saat x = 0 → y = 0
c
2
= 0
y
max
terjadi pada saat x = L
Tanda - menunjukkan arah ke bawah Defleksi maksimum adalah
Jadi modulus elastis untuk model cantilever dihitung menggunakan rumus :
Tegangan lentur dihitung menggunakan rumus : Dengan M = -PL; y = ½h dan , maka
EI y =
1 6
Px
3
– ½PLx
2
EI y
max
=
1 6
PL
3
– ½PLL
2
EI y
max
=
1 6
PL
3
– ½PL
3
EI y
max
= - PL
3
y
max
= 3EI
PL
3
……………..……… 14
E = 3 y
max
I PL
3
I = bh
3
1 12
E = 3 y
max 1
12
b.h
3
PL
3
= y
max
¼ b.h
3
PL
3
E = 4 PL
3
y b.h
3
……………..……… 15
σ
= M·y
I
bh
3
1 12
σ
= -PL. ½h
I = bh
3
1 12
bh
2
σ
b
= - 6PL
……………..……… 16
48
σ
b
= Tegangan lentur atau modulus of rupture kgcm
2
P = beban atau load kg b = lebar contoh uji cm
h = tinggi atau tebal contoh uji cm L = panjang dari titik sangga cm
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan