19
2.5 Bambu sebagai Bahan Alat Penangkapan Ikan
Beberapa jenis bambu telah dimanfaatkan dalam kegiatan penangkapan ikan Sastrapradja et al. 1977 ; Othman et al. 1995. Gambaran lebih dalam
tentang beberapa jenis bambu tersebut diuraikan lebih lanjut sebagai berikut.
2.5.1 Bambu betung Dendrocalamus asper
Widjaja 2001 mengemukakan beberapa sinonim dari Dendrocalamus asper, yaitu Bambusa aspera Schult. ; Gigantochloa aspera Schult. Kurz ;
Dendrocalamus flagellifer Munro. Bambu betung Gambar 6 merupakan jenis bambu yang banyak ditanam di Asia Tropika. Tunas bambu betung ditutupi
dengan bulu coklat tua. Bambu ini tumbuh dan banyak dijumpai di dataran rendah hingga daerah dengan ketinggian 2.000 meter dari permukaan laut m dpl
Sastrapradja et al. 1977. Jenis bambu ini tumbuh terbaik pada ketinggian antara 400-500 m dengan curah hujan tahunan sekitar 2400 mm, di tanah alluvial di
daerah tropika yang lembab dan basah, namun tumbuh juga di dataran rendah dan dataran tinggi Widjaja 2001 ; Sonjaya 2008. Sonjaya 2008 mengungkapkan
bahwa bambu betung dapat tumbuh di semua jenis tanah, tetapi paling baik di tanah yang berdrainase baik.
Tinggi buluh bambu betung mencapai 20 – 30 m dan diameter berkisar 10 – 18 cm. Batang bambu berbulu tebal dan dindingnya relatif tebal, berkisar 11 –
36 mm. Panjang ruas bambu 10-20 cm di bagian bawah dan dapat mencapai 40 –
Perawakan Buluh muda
Gambar 6. Bambu betung Dendrocalamus asper Widjaja 2001.
Pelepah buluh
20 60 cm di bagian atas Othman dan Mohmod 1995 ; Sonjaya 2008. Panjang serat
bambu betung mencapai 4,69 mm Fitriasari dan Hermiati 2008. Menurut Frick 2004, bambu petung amat kuat dengan jarak ruas pendek
tetapi dindingnya tebal, sehingga tidak begitu liat. Garis tengah bambu petung 80-130 mm, panjang batang mencapai 10-20 m. Bambu petung sering ditanam
dan tumbuh di daerah berketinggian 1.900 m dpl. Dari kegiatan budidaya bambu betung, satu rumpun dewasa bambu betung
dapat menghasilkan 10-12 batang baru per tahun atau dengan 400 rumpun menghasilkan sekitar 4500-4800 batang per hektar Sonjaya 2008.
2.5.2 Bambu kuning Bambusa vulgaris Schrad ex. Wendl.
Dinamakan bambu kuning karena memang buluh bambu bewarna kuning bergaris hijau tua, cocok sebagai tanaman hias. Asal usul bambu ini tidak jelas.
Bambu kuning tumbuh di daerah tropis kering atau lembab dan di daerah subtropiks. Bambu kuning sangat mudah beradaptasi dengan berbagai macam
tanah dan kelembaban, dapat tumbuh sampai ketinggian 700 m dpl. Seringkali
bambu kuning dijumpai di pematang sawah. Jika rumpun bambu dipotong, dapat
dengan mudah tumbuh kembali Sastrapradja et al. 1977 ; Widjaja 2001 ; Sonjaya 2008. Sonjaya 2008 mengungkapkan bahwa jenis bambu ini dapat tumbuh di
lokasi mulai dataran rendah hingga ketinggian 1200 m. Bambu kuning tumbuh di tanah marjinal atau di sepanjang sungai atau tanah genangan, dengan pH optimal
5-6,5 dan tumbuh paling baik di dataran rendah. Tinggi buluh bambu kuning dapat mencapai 10 – 20 m, bahkan ada yang
mencapai tinggi 30 m. Batangnya berbulu sangat tipis. Diameter bambu berkisar 5 – 15 cm dan ketebalan dinding bambu berkisar 7 – 15 mm. Panjang ruas
mencapai 20 – 40 cm Othman dan Mohmod 1995 ; Widjaja 2001 ; Sonjaya 2008.
Bambu kuning dapat dibudidayakan dengan jarak tanam 8 m x 4 m atau dalam satu hektar dapat ditanam sebanyak 312 rumpun. Pembersihan cabang
berduri dan dasar rumpun tua akan meningkatkan produksi batang bambu dan mempermudah pemanenan. Satu rumpun bambu kuning dalam setahun dapat
21
menghasilkan 3-4 batang baru. Produksi tahunan diperkirakan menghasilkan sekitar 2.250 batang atau 20 ton berat kering per hektar Sonjaya 2008.
2.5.3 Bambu pagar Bambusa glaucescens Willd. Sieb. ex Munro