Latar Belakang Mechanical properties of betung bamboo for fishing gear material

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bambu merupakan tanaman yang sangat bermanfaat bagi kehidupan ekonomi masyarakat. Bambu banyak tumbuh di Indonesia dan telah dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat Indonesia. Berbagai lapisan masyarakat Indonesia memanfaatkan bambu untuk berbagai tujuan, mulai dari bahan kerajinan tangan, bahan baku industri, bahan bangunan hingga kegiatan penangkapan ikan. Bambu sangat banyak jenisnya dan telah digunakan orang dari berbagai negara. Ahli taksonomi mengemukakan bahwa ada 1.250 jenis bambu dari 75 genera Rao dan Rao 1995, namun tidak semua jenis bambu dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan ikan. Enam puluh lima jenis dari 10 genera merupakan jenis ekonomis penting di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Tiga puluh jenis di antaranya sangat umum digunakan dibandingkan jenis bambu lainnya. Semua bambu ini dapat dikelompokkan berdasarkan kriteria pilihan meliputi pemanfaatan dalam bidang pertanian, kerajinan tangan dan pengolahan. Beberapa kelebihan bambu di antaranya mudah didapat, kuat, ulet dan mudah dikerjakan. Di samping itu terdapat kelemahan bambu, di antaranya adalah daya awet yang rendah. Bambu mudah membusuk, terlebih jika lama terendam di dalam air. Sementara itu untuk kegiatan perikanan tangkap sebagian besar penggunaannya berada di dalam air, sehingga dengan mengetahui sifat mekanisnya dapat diperkirakan kekuatan konstruksi alat penangkapan ikan dari bahan bambu yang akan dibuat. Beragam alat penangkapan ikan terbuat dari bambu dan umumnya digunakan secara tradisional. Jenis alat penangkapan ikan yang terbuat dari bambu di antaranya adalah jaring angkat seperti bagan perahu, bagan rakit dan bagan tancap; perangkap seperti berbagai tipe bubu, kilung, jermal dan sero; tangkai pancing atau joran; dan bentuk lainnya seperti panah, busur dan ladung. Kesemua alat tangkap ini memerlukan bambu dengan sifat mekanis yang berbeda. Keperluan bambu sebagai bahan alat penangkapan ikan cukup besar. Sebagai gambaran dapat diperkirakan sebagai berikut : satu konstruksi bagan dari 2 jenis apapun, jermal, kilung bagan atau sero, masing-masing memerlukan sekitar 70 batang bambu; satu bubu memerlukan satu batang bambu, satu tangkai pancing huhate memerlukan satu batang bambu; maka dengan pendekatan jumlah alat penangkapan ikan dari data statistik perikanan Indonesia secara global dapat diperkirakan jumlah bambu yang diperlukan adalah sebanyak 5.000.000 batang bambu pada tahun 2004. Bambu sebagai bahan alat penangkapan ikan biasa dimanfaatkan dalam bentuk buluh maupun bilah. Pemanfaatan bambu sebagai bahan alat penangkapan ikan dalam bentuk buluh dapat dilihat pada alat tangkap jaring angkat seperti berbagai jenis bagan, perangkap pasang surut seperti sero dan jermal, pancing huhate, serta tangkai tangkul yang berukuran besar. Pemanfaatan bambu sebagai bahan alat penangkapan ikan dalam bentuk bilah umumnya dapat dilihat pada alat tangkap yang berukuran lebih kecil, seperti berbagai jenis bubu, joran, busur dan tangkai anco. Berbagai jenis bambu banyak tumbuh di Indonesia, dalam penelitian ini digunakan bambu betung Dendrocalamus asper. Berdasarkan hasil penelitian tentang kegunaan bambu, diperoleh data bahwa jenis bambu yang paling banyak dicari adalah bambu betung Dendrocalamus asper, kemudian bambu ater Gigantochloa atter Sastrapradja et al. 1977 dan Othman et al. 1995. Sejumlah jenis alat penangkapan ikan, seperti bagan tancap, bagan rakit, sero dan beberapa jenis bubu, membangun konstruksinya sebagian besar menggunakan bambu betung. Menurut Sastrapradja et al. 1977 dan Othman et al. 1995, ada sembilan jenis bambu yang telah digunakan sebagai bahan alat penangkapan ikan. Kesembilan jenis bambu tersebut adalah bambu betung Dendrocalamus asper, bambu kuning Bambusa vulgaris, bambu pagar Bambusa glaucescens, bambu tali Gigantochloa apus, bambu perling Schizostachyum zollingeri, bambu talang Schizostachyum brachycladum, bambu toi Schizostachyum lima, bambu tamiang Schizostachyum blumei dan loleba Bambusa atra. Dari kesembilan bambu tersebut, bambu betung mempunyai ukuran buluh yang paling tinggi dan berdiameter paling besar. 3 Bambu betung banyak tumbuh di daerah tropika, mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 2000 m Widjaja 2001. Bambu betung mempunyai ukuran batang yang lebih besar dibandingkan jenis bambu lainnya. Tinggi buluh bambu betung mencapai 20 – 30 m, diameter berkisar 10 – 18 cm dan tebal dinding berkisar 11 – 36 mm Othman dan Mohmod 1995 ; Sonjaya 2008. Sebagai bahan alat penangkapan ikan yang dibangun dari bilah bambu, maka ukuran buluh bambu betung yang lebih besar dapat menghasilkan sejumlah bilah yang lebih besar juga dan lebih banyak. Sifat mekanis bambu sangat erat kaitannya dengan penggunaan bambu untuk alat penangkapan ikan, yaitu kekuatan lentur bambu, kekuatan tarik, kekuatan tekan dan modulus patah. Nilai-nilai kekuatan bambu ini bergantung pada bagian batang bambu yang dimanfaatkan, umur bambu saat tebang dan sifat anatomis lainnya. Selain karena sifat anatomi bambu, sifat mekanis bambu pada satu jenis alat penangkapan ikan dapat juga mempengaruhi jumlah beban yang dapat ditanggungnya, dalam hal ini adalah berat ikan hasil tangkapannya. Sifat-sifat mekanis bambu juga dapat dipakai untuk menentukan ukuran bambu tersebut sebagai bahan alat penangkapan ikan, misalkan ukuran panjang dan diameternya. Demikian banyak faktor yang mempengaruhi sifat mekanis bambu, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui karakterisasi bambu tersebut dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Hukum Hooke Singer dan Pytel 1980 menyatakan bahwa elastisitas merupakan rasio antara tegangan terhadap regangan. Hukum Hooke berlaku pada benda yang bersifat elastis. Sejauh ini Hukum Hooke banyak diaplikasikan pada logam seperti besi dan baja. Bambu juga merupakan benda yang elastis, namun belum terungkap bahwa sifat elastis bambu juga mengikuti Hukum Hooke. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk mengungkapkan hal tersebut dengan membandingkan kurva hubungan antara tegangan dan regangan bambu yang diperoleh dari percobaan dengan kurva yang sama yang diperoleh dari hasil perhitungan teoritis. 4

1.2 Perumusan Masalah