Waktu dan Bahan dan Bambu Bahan Uji

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan

Tempat Pengumpulan data di laboratorium berlangsung selama tujuh bulan dimulai pada bulan Juli 2006 hingga Januari 2007. Contoh bambu betung Dendrocalamus asper yang digunakan diambil dari Kebun Bambu Percobaan Institut Pertanian Bogor IPB di Kampus IPB Darmaga Pintu II pada akhir Juli hingga awal Agustus 2006. Pemotongan contoh bambu dilakukan di Laboratorium Kayu Solid Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Uji sifat mekanis bambu contoh dilakukan di Laboratorium Keteknikan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dan Laboratorium Keteknikan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

3.2 Bahan dan

Alat Bahan penelitian adalah satu jenis bambu yang biasa digunakan sebagai bahan pembuat alat penangkapan ikan, yaitu bambu betung Dendrocalamus asper dari Kebun Bambu Percobaan IPB Lampiran 1. Batang bambu dipilih yang sudah dewasa, berumur sekitar 4-5 tahun. Peralatan yang digunakan adalah 1 Alat pemotong Gambar 28 dan peraut Gambar 29 bambu ; 2 Alat pengukur panjang bambu, seperti penggaris logam 50 cm dengan skala terkecil 1 mm dan jangka sorong ; 3 Tanggem yang besar sebagai alat penjepit bambu Gambar 30 ; 4 Mesin Uji Universal Instron Gambar 31 dengan berbagai assesoris untuk keperluan uji kekuatan lentur, kekuatan tarik dan kekuatan tekan.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium. Langkah yang dilakukan Gambar 32 adalah : 50 Mesin pemotong bambu Parang, alat pembelah bambu Gambar 28. Alat pemotong bambu. Gergaji, alat pemotong bambu Pisau potong Alat pemotong contoh uji Gambar 29. Alat pemotongperaut spesimen. 51 Tampak belakang Tampak samping Tampak atas Gambar 30. Tanggem, alat penjepit bambu. Gambar 31. Universal Testing Machine UTM Instron. Gambar 32. Diagram alir tahapan penelitian. Studi pustaka Survei lapangan Penebangan bambu uji Pengering-udaraan bambu uji Pembuatan spesimen untuk uji Pengujian sifat mekanis : 1. Uji tarik 2. Uji tekan 3. Simple bending test 4. Cantilever bending test Pengolahan dan analisis data Interpretasi dan penulisan hasil penelitian Penghitungan data 52 1 Persiapan spesimen dan peralatan uji ; 2 Pelaksanaan uji sifat mekanis ; 3 Prosedur perhitungan data dari spesimen; 4 Analisis data ; 5 Penulisan hasil uji. Uji laboratorium dilakukan dengan membedakan lima perlakuan, yaitu 1 uji lentur sederhana; 2 uji lentur cantilever; 3 uji tekan tegak lurus serat dan uji tekan sejajar serat; serta 4 uji tarik. Bahan uji dikelompokkan sebagai berikut: 1 Batang bambu dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu bagian pangkal, tengah dan bagian ujung bambu, 2 Ukuran lebar spesimen dibedakan menjadi dua, yaitu perbandingan tebal dan lebar bambu sebesar 1:1 dan 1:½, 3 Posisi spesimen saat pelaksanaan uji dibedakan menjadi tiga, yaitu posisi kulit luar bilah bambu di atas atau tepi atas, posisi kulit luar bilah bambu di bawah atau tepi bawah dan posisi kulit luar bilah bambu di samping atau tepi samping. Ketiga pengelompokan tersebut tidak diterapkan dalam setiap perlakuan, melainkan disesuaikan dengan pelaksanaan uji Tabel 3. Perlakuan uji lentur sederhana dan uji lentur cantilever dapat dilakukan untuk semua pengelompokan, yaitu bagian batang bambu, ukuran lebar spesimen dan posisi kulit luar saat pelaksanaan uji kecuali tepi samping. Perlakuan uji tarik hanya dilakukan untuk posisi kulit luar di samping untuk seluruh bagian batang dan ukuran lebar spesimen. Perlakuan uji tekan dibedakan menjadi uji tekan tegak lurus serat dan uji tekan tegak lurus serat. Uji tekan tegak lurus serat dilakukan untuk semua pengelompokan bambu, baik bagian batang, ukuran lebar spesimen dan posisi kulit luar bambu saat uji dilaksanakan. Sementara untuk uji tekan sejajar serat hanya dilakukan untuk setiap posisi tepi samping. Setiap tipe uji dilakukan sebanyak 18 kali ulangan. 53 Tabel 3. Perancangan pengujian bahan Kelompok Perlakuan uji mekanis Bagian batang Ukuran lebar specimen Tebal:Lebar Posisi kulit luar Lentur sederhana Simple bending beam Lentur cantilever Tarik tension Tekan Compress Tegak lurus serat Sejajar serat Pangkal 1:1 PTA 18x 18x - 18x - PTB 18x 18x - 18x - PTS - - 18x 18x 18x 1:½ PTA 18x 18x - 18x - PTB 18x 18x - 18x - PTS - - 18x 18x 18x Tengah 1:1 TTA 18x 18x - 18x - TTB 18x 18x 18x - TTS - - 18x 18x 18x 1:½ TTA 18x 18x - 18x - TTB 18x 18x - 18x - TTS - - 18x 18x 18x Ujung 1:1 UTA 18x 18x - 18x - UTB 18x 18x - 18x - UTS - - 18x 18x 18x 1:½ UTA 18x 18x - 18x - UTB 18x 18x - 18x - UTS - - 18x 18x 18x Keterangan : x = ulangan; PTA-B-S = pangkal tepi atas-bawah-samping; TTA-B-S = tengah tepi atas-bawah-samping; UTA-B-S = Ujung tepi atas-bawah- samping.

3.3.1 Penyiapan spesimen dan peralatan uji

Penelitian ini menggunakan batang satu jenis bambu yang biasa digunakan sebagai bahan alat penangkapan ikan, yaitu bambu betung Dendrocalamus asper. Bambu betung bahan penelitian dipilih yang dewasa, berumur 4-5 tahun. Yap 1983 mengemukakan bahwa umur bambu yang baik digunakan adalah yang telah berumur 3-5 tahun, karena di atas umur tersebut maka kadar air bambu lebih sedikit, sehingga bambu cenderung kering. Sementara di bawah umur tersebut, kadar air bambu sangat tinggi, sehingga bisa terjadi keadaan keriput pada bambu jika dikeringkan. Bambu betung ditebang dari Kebun Percobaan IPB sebanyak 54 9 sembilan batang. Kemudian bambu hasil tebangan dikering-udarakan selama tujuh hari dengan maksud mengurangi kandungan air di dalam batang bambu. Selanjutnya bambu uji diambil dari tiga bagian batang bambu, yaitu bagian pangkal basal, tengah dan atas atau ujung top. Masing-masing bagian batang bambu diambil sepanjang 1,5 meter. Bagian pangkal diambil dari ruas ke1-5, bagian tengah dari ruas ke11-16 dan bagian ujung dari ruas ke21-26 dengan diameter minimal 1 cm. Spesimen merupakan bagian batang bambu yang dibelah Gambar 33 sedemikian rupa, lalu dibentuk dengan ukuran sesuai kebutuhan Gambar 34. Bilah bambu untuk setiap spesimen diambil dari bagian ruasnya, kecuali spesimen untuk uji lentur catilever. Spesimen untuk uji lentur cantilever memerlukan ukuran yang lebih panjang dibandingkan dengan panjang ruas bambu yang tersedia, sehingga dalam setiap spesimen terdapat bagian buku bambu. Pengaruh adanya buku dalam spesimen tersebut dalam penelitian ini diabaikan. Ukuran tebal bambu yang digunakan adalah bervariasi sesuai dengan ketebalan alami dinding bambu contoh, tidak dipotong lagi. Sementara lebar bambu digunakan dua macam, mengikuti tebal bambu yang ada dengan perbandingan tebal:lebar sebesar 1:1 dan 1:½. Spesimen bambu untuk uji lentur Gambar 33. Cara pembelahan bambu untuk spesimen uji. Kulit bambu bagian dalam Kulit bambu bagian luar Bagian ruas bambu Bagian buku bambu 55 sederhana dan uji tarik berbentuk balok berukuran panjang 30 cm. Spesimen bambu untuk uji lentur cantilever juga berbentuk balok dengan ukuran panjang 50 cm. Spesimen untuk uji tekan tegak lurus serat berbentuk kubus dengan ukuran panjang 2 cm dan lebar 2 cm. Sementara spesimen untuk uji tekan sejajar serat berbentuk balok dengan ukuran panjang 6 cm. Jumlah spesimen untuk masing- masing perlakuan uji adalah dua buah per batang bambu. Keseluruhan spesimen bambu untuk uji laboratorium berjumlah 972 buah. Keseluruhan spesimen uji bambu dikelompokkan menjadi : 1 spesimen untuk uji lentur sederhana simple bending beam test meliputi • PTA 1:1 = spesimen dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, • PTB 1:1 = spesimen dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, t ½-1t 30 cm E t ½-1t 6 cm D t ½-1t 2 cm C t ½-1t 50 cm B 30 cm t ½-1t A A = bentuk spesimen uji lentur sederhana simple bending beam B = bentuk spesimen uji lentur cantilever C = bentuk spesimen uji tekan tegak lurus serat D = bentuk spesimen uji tekan sejajar serat E = bentuk spesimen uji tarik t = tebal bambu Gambar 34. Bentuk dan ukuran berbagai spesimen uji. 56 • PTA 1:½ = spesimen dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, • PTB 1:½ = spesimen dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:½, • TTA 1:1 = spesimen dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, • TTB 1:1 = spesimen dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, • TTA 1:½ = spesimen dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, • TTB 1:½ = spesimen dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:½, • UTA 1:1 = spesimen dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, • UTB 1:1 = spesimen dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, • UTA 1:½ = spesimen dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, • UTA 1:½ = spesimen dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½. 2 spesimen untuk uji lentur cantilever meliputi • PCTA 1:1 = spesimen cantilever dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, • PCTB 1:1 = spesimen cantilever dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, • PCTA 1:½ = spesimen cantilever dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, • PCTB 1:½ = spesimen cantilever dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:½, • TCTA 1:1 = spesimen cantilever dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, 57 • TCTB 1:1 = spesimen cantilever dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, • TCTA 1:½ = spesimen cantilever dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, • TCTB 1:½ = spesimen cantilever dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:½, • UCTA 1:1 = spesimen cantilever dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, • UCTB 1:1 = spesimen cantilever dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, • UCTA 1:½ = spesimen cantilever dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, • UCTB 1:½ = spesimen cantilever dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½. 3 spesimen untuk uji tekan meliputi • PTeA = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di atas, • PTeB = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di bawah, • PTeS = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di samping, • PTSS = spesimen uji tekan sejajar serat dari bagian pangkal, • TTeA = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di atas, • TTeB = spesimen dari uji tekan tegak lurus serat bagian tengah bambu dengan posisi tepi di bawah, • TTeS = spesimen uji tekan tegak lurus serat ari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di samping, • TTSS = spesimen uji tekan sejajar serat dari bagian tengah bambu, • UTeA = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas, 58 • UTeB 1:1 = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di bawah, • UTeS 1:½ = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di samping, • UTSS 1:½ = spesimen uji tekan sejajar serat dari bagian ujung bambu. 4 spesimen untuk uji tarik meliputi • TP 1:1 = spesimen uji tarik dari bagian pangkal bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:1, • TP 1:½ = spesimen uji tarik dari bagian pangkal bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:½, • TT 1:1 = spesimen uji tarik dari bagian tengah bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:1, • TT 1:½ = spesimen uji tarik dari bagian tengah bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:½, • TU 1:1 = spesimen uji tarik dari bagian ujung bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:1, • TU 1:½ = spesimen uji tarik dari bagian ujung bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:½, Peralatan uji yang utama digunakan adalah Universal Testing Machine UTM Instron, namun ada penambahan kelengkapan alat dalam uji lentur cantilever. Alat tambahan dimaksud adalah sebuah tanggem dan meja dudukannya Gambar 35. Tanggem digunakan untuk menjepit salah satu ujung spesimen bambu yang akan diuji agar uji cantilever dapat dilakukan. Gambar 35. Tanggem dan meja dudukannya. 59

3.3.2 Pelaksanaan uji

Pelaksanaan uji dilakukan menggunakan Universal testing machine merk Instron. Ada tiga kekuatan yang akan diuji menggunakan mesin tersebut, yaitu kekuatan lentur atau kelenturan bending, kekuatan tekan atau tekanan compression dan kekuatan tarik atau tarikan tension. Spesimen uji yang digunakan adalah bambu dalam bentuk bilah dengan struktur serat yang berbeda hampir di setiap bagiannya. Kelenturan diujikan untuk mengetahui nilai modulus elastisitas MOE, tegangan atau kekuatan lentur dan tahanan lentur dalam aplikasi pembuatan alat penangkapan ikan. Pembebanan untuk uji kelenturan dilakukan dengan penekanan di bagian tengah spesimen dengan kedua ujung tetap atau di atas dua titik sangga selanjutnya disebutkan sebagai uji lentur sederhana atau simple bending beam test Gambar 36, serta penekanan di salah satu bagian ujung yang berlawanan dengan satu ujung lainnya yang menetap selanjutnya disebut sebagai uji lentur cantilever Gambar 37. Tegangan tarik diuji dengan cara satu ujung spesimen diposisikan tetap dalam jepitan dan satu ujung lainnya dijepit dan ditarik ke arah yang berlawanan Gambar 38 hingga terlihat reaksi yang muncul pada spesimen bambu. Tegangan tekan untuk mengetahui sifat kekerasan hardness bambu. Cara Gambar 36. Cara pengujian kelenturan bambu untuk simple bending beam test. = Arah penekanan beban = Kulit luar bambu 5 cm 5 cm 30 cm P 5 cm 5 cm 30 cm P 60 pengujian dan bentuk spesimen uji kekerasan bambu dilakukan dengan penekanan tegak lurus serat untuk tiga posisi dan satu posisi untuk penekanan sejajar serat Gambar 39. Gambar 38. Cara pengujian tegangan tarik bambu. = arah penarikan 5 cm 5 cm 20 cm = arah penekanan beban = Kulit luar bambu Gambar 37. Cara pengujian kelenturan bambu model cantilever. 15 cm 35 cm 5 cm 50 cm P 5 cm P 61

3.3.3 Prosedur perhitungan data dari contoh uji

Nilai-nilai dari hasil uji kekuatan lentur, tekan dan tarik bambu dihitung menggunakan rumus tertentu. Selanjutnya diuraikan cara perolehan data dari beberapa sifat fisis dan mekanis bambu. 1 Kadar air dan berat jenis bambu uji Kadar air spesimen dihitung menggunakan rumus Arinana 1997: Keterangan : KA = kadar air BA = berat awal spesimen g BKT = berat kering tanur g Berat jenis spesimen dihitung menggunakan rumus Arinana 1997: Keterangan : BJ = berat jenis M kt = massa kering tanur contoh uji g V = volume spesimen cm 3 ρ air = kerapatan air 1 gcm 3 Gambar 39. Cara pengujian tegangan tekan bambu. = arah penekanan beban Uji tekan tegak lurus serat Uji tekan sejajar serat KA = x 100 BA - BKT BKT BJ = M kt V ρ air 62 2 Kekuatan lentur sederhana Simple bending beam Modulus elastisitas MOE dihitung menggunakan rumus Arinana 1997; Singer dan Pytel 1995: Keterangan : E b = MOE - modulus of elasticity kgcm 2 P = beban atau load kg y = jarak dari garis netral cm b = lebar spesimen cm h = tinggi atau tebal spesimen cm L = panjang jarak sangga cm Tegangan lentur maksimum yang bisa diterima oleh benda atau Modulus of rupture σ b atau kekuatan lentur dihitung menggunakan rumus Arinana 1997, Singer dan Pytel 1995: Keterangan σ b = Tegangan lentur - modulus of rupture kgcm 2 P = beban atau load kg b = lebar spesimen cm h = tinggi atau tebal spesimen cm L = panjang jarak sangga cm Tahanan lentur diperoleh dengan rumus: 5 EL = MOR - 1,645 Standar deviasi Angka 1,645 diperoleh dari E tabel , yaitu nilai T untuk tingkat kepercayaan 5 Faktor penyesuaian kayu untuk sifat lentur adalah . Nilai tahanan lentur untuk konstruksi yang selalu terendam di dalam air Yap 1983 dihitung dengan mengalikan antara nilai tahan lentur dengan faktor ⅔. E b = PL 3 4 b h 3 y σ b = 3 PL 2 bh 2 σ b = 5 EL . faktor penyesuaian 1 2,3 63 3 Kekuatan lentur cantilever Modulus elastis untukuji lentur cantilever dihitung menggunakan rumus Singer dan Pytel 1995: dan defleksi maksimum dihitung menggunakan rumus Singer dan Pytel 1995: Keterangan : E b = MOE - modulus of elasticitas kgcm 2 P = beban atau load kg y = jarak dari garis netral cm b = lebar spesimen cm h = tinggi atau tebal spesimen cm L = panjang jarak sangga cm Tegangan lentur dihitung menggunakan rumus Singer dan Pytel 1995: Keterangan : σ b = Tegangan lentur - modulus of rapture kgcm 2 P = beban atau load kg b = lebar spesimen cm h = tinggi atau tebal spesimen cm L = panjang dari titik sangga cm Perhitungan tahanan lentur cantilever dilakukan menggunakan rumus yang sama dengan kekuatan lentur sederhana yang telah diuraikan pada point 2 di atas. 4 Kekuatan tekan σ c Nilai modulus elastis untuk uji tekan dihitung menggunakan rumus Arinana 1997, Singer dan Pytel 1995 : y max = 3EI PL 3 E b = 4 PL 3 y b.h 3 bh 2 σ b = - 6PL 64 Keterangan : E c = nilai modulus elastis kgcm 2 P = beban tekan kg A = luas penampang tekan cm 2 L = panjang spesimen mula-mula cm Δ L = panjang setelah uji tekan dilakukan cm Perhitungan kekuatan tekan sejajar serat dilakukan dengan cara membagi beban maksimum oleh luas penampang uji sebagai berikut Arinana 1997 : Keterangan : σ c = F c = kekuatan tekan sejajar serat kgcm 2 P max = beban tekan maksimum kg A = luas penampang cm 2 Dengan mengacu pada Hukum Hooke bahwa σ = Eε, selanjutnya dicari formula hubungan antara modulus elastisitas dan tegangan tekan. Perhitungan tahanan tekan dilakukan menggunakan rumus yang sama dengan kekuatan lentur sederhana yang telah diuraikan pada point 2 di atas. Hanya ada perbedaan nilai pada faktor penyesuaian kayu untuk sifat tekan sejajar serat adalah , sedangkan untuk tekan tegak lurus serat adalah . 5 Kekuatan tarik sejajar serat σ t Nilai modulus elastis untuk uji tarik dihitung menggunakan rumus Arinana 1997, Singer dan Pytel 1995 : Keterangan : E t = nilai modulus elastis kgcm 2 P = beban tarik kg A = luas penampang tarik cm 2 L = panjang spesimen mula-mula cm Δ L = panjang setelah uji tarik dilakukan cm 1 2,1 P A L ΔL E c = P max A σ c = P A L ΔL E t = 1 1,67 65 Perhitungan kekuatan tarik sejajar serat dilakukan dengan cara membagi beban maksimum oleh luas penampang uji sebagai berikut Arinana 1997; Singer dan Pytel 1995 : Keterangan : σ t = F t = kekuatan tarik sejajar serat kgcm 2 P = beban tarik maksimum kg A = luas penampang cm 2 Dengan mengacu pada Hukum Hooke bahwa σ = Eε, selanjutnya dicari formula hubungan antara modulus elastisitas dan tegangan tarik. Perhitungan tahanan tarik dilakukan menggunakan rumus yang sama dengan kekuatan lentur sederhana yang telah diuraikan pada point 2 di atas. Hanya ada perbedaan nilai pada faktor penyesuaian kayu untuk sifat tarik sejajar serat adalah .

3.3.4 Analisis data

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan, semua hasil perhitungan di atas dianalisis menggunakan Analysis of Variance ANOVA. Analysis of Variance digunakan untuk menyelidiki hubungan antara variabel respon dependent dengan satu atau beberapa variabel prediktor independent. ANOVA tidak mempunyai koefisien atau parameter model. ANOVA yang digunakan dalam analisis data ini adalah General Linear Model Iriawan dan Astuti 2006 dengan menggunakan tiga faktor, yaitu bagian batang bambu, posisi kulit luar spesimen bambu saat diuji dan lebar spesimen bambu. Model uji dalam ANOVA tersebut sebagai berikut : Y ijk = μ + α i + j + k + α ij + α ik + jk + α ijk + ε ijk keterangan : Y ijk = nilai pengamatan dalam rancangan ; μ = nilai tengah ; α i = pengaruh posisi batang i = 1,2,3 ; j = pengaruh posisi kulit luar bambu dalam uji j = 1,2 ; k = pengaruh lebar spesimen k = 1,2 ; P max A σ t = 1 2,3 66 α ij = pengaruh interaksi antara posisi batang ke-i dan posisi kulit luar spesimen bambu dalam uji ke-j ; α ik = pengaruh interaksi antara posisi batang ke-i dan lebar spesimen ke-k; jk = pengaruh interaksi antara posisi kulit luar spesimen bambu dalam uji ke-j dan lebar contoh uji ke-k; α ijk = pengaruh interaksi antara posisi batang ke-i, posisi kulit luar spesimen bambu dalam uji ke-j dan lebar spesimen ke-k ; ε ijk = galat percobaan. Analisis dilakukan terhadap hubungan antara tekanan atau ketahanan stress dan regangan atau kemuluran strain material bambu untuk menentukan apakah hubungan stress-strain bambu tersebut sebagai material yang elastis mengikuti Hukum Hooke. Kesesuaian kurva hasil percobaan dan hasil perhitungan teoritis untuk hubungan stress-strain yang dihitung berdasarkan Hukum Hooke hubungan gaya dapat menunjukkan apakah Hukum Hooke berlaku pada bambu sebagai bahan yang elastis. Langkah analisis uji lentur sederhana simple beam bending test maupun uji lentur cantilever adalah sebagai berikut: 1 Membuat kurva hubungan antara load-deflection dari hasil percobaan dengan rumus P = f Δy, beban merupakan fungsi defleksi. 2 Membuat kurva hubungan antara elasticity-load dari hasil percobaan dan menentukan bentuk persamaan E = fP. 3 Berdasarkan persamaan E = fP, selanjutnya secara teoritis ditentukan nilai y max atau Δy deflection dan membuat kurva hubungan load-deflection dari hasil perhitungan tersebut. 4 Menyandingkan kurva hubungan load-deflection dari hasil percobaan dan hasil perhitungan teoritis. Langkah analisis berdasarkan Hukum Hooke pada uji tarik tension dan uji tekan compression adalah sebagai berikut: 1 Membuat kurva hubungan antara tekanan-regangan atau stress-strain dari hasil percobaan. 2 Menghitung nilai elastisitasnya menggunakan rumus E = σε. Selanjutnya membuat kurva hubungan antara elasticity-stress dari hasil percobaan dan menentukan bentuk persamaan E = f σ. 67 3 Berdasarkan persamaan E = f σ, selanjutnya secara teoritis ditentukan nilai teoritis modulus elastisitas E dan nilai strain ε. 4 Menyandingkan kurva hubungan stress-strain dari hasil percobaan dan hasil perhitungan teoritis. 4 HASIL

4.1 Ukuran dan Kadar Air Bambu Bahan Uji

Diameter bambu betung asal spesimen berkisar antara 91-153 mm di bagian pangkal, 90-126 mm di bagian tengah dan 77-104 mm di bagian ujung. Tebal bambu uji berkisar antara 15-27 mm di bagian pangkal, 8-13 mm di bagian tengah dan 5-10,5 mm di bagian ujung. Secara rinci ukuran bambu betung asal spesimen dapat dilihat dalam Lampiran 2. Kadar air dan berat jenis bambu pada saat diuji secara rinci tercantum dalam Lampiran 3. Kadar air spesimen berkisar antara 13,61 – 15,82 . Berat jenisnya berkisar antara 0,42 – 0,95. Berat jenis bambu lebih kecil dibandingkan dengan berat jenis air, sehingga bambu mengapung di dalam air. 4.2 Proses Pengujian 4.2.1 Pengujian lentur sederhana simple bending beam test Pengujian lentur sederhana simple bending beam dilakukan dengan memberikan beban di tengah spesimen secara bertahap dengan kecepatan 6 mm per menit. Proses pengujian lentur sederhana digambarkan dalam grafik Gambar 40 dan Lampiran 4. Grafik diawali dengan pergerakan linier sampai satu titik tertentu, dalam keadaan ini sifat spesimen elastis, yaitu bila beban yang menyebabkan kelenturan dihilangkan, maka spesimen akan kembali ke bentuk semula. Kemudian grafik mulai membentuk garis lengkung sampai beban maksimal tercapai dan melewati beban maksimal hingga mencapai titik rusak. Keadaan spesimen setelah melewati proses ini sudah tidak elastis, sering disebut sebagai dalam keadaan plastik. Bentuk spesimen tidak akan kembali ke bentuk semula, tetapi telah terjadi perubahan bentuk, terlebih jika terjadi kerusakan yang lebih parah. Selanjutnya melewati titik rusak, grafik membentuk garis dengan pola yang tidak jelas. Dalam Gambar 40 dapat dilihat bahwa semakin lebar atau semakin besar ukuran spesimen, maka semakin panjang garis liniernya. Daerah ini merupakan wilayah elastis. Bagian pangkal bambu mempunyai ketebalan yang lebih besar dibandingkan bagian batang bambu lainnya, umumnya lebih lentur, sehingga 70 lebih tinggi nilai beban yang dapat membuatnya patah. Dari setiap bagian batang bambu dapat dilihat bahwa bagian batang dengan posisi kulit luar di atas cenderung menciptakan garis linier yang lebih tinggi dibandingkan dengan posisi kulit luar di bawah. Demikian juga dengan ukuran lebar spesimen bambu, umumnya spesimen yang berukuran lebih lebar – tebal:lebar 1:1 – memerlukan beban yang lebih tinggi untuk meningkatkan nilai defleksinya. Tahap pengujian lentur sederhana untuk spesimen bilah bambu dengan kulit luar di atas atau bilah bambu tepi atas dapat dilihat pada Gambar 41, Gambar 40. Kurva hubungan Load-Deflection pada uji lentur sederhana Simple bending beam test. Load - Deflectian relationship Tengah 0.00 25.00 50.00 75.00 100.00 10 20 30 40 50 Deflection mm Loa d k gf TTA 1:1 TTB 1:1 TTA 1:½ TTB 1:½ Daerah elastis Load - Deflection relationship Pangkal 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 10 20 30 40 50 Deflection mm Loa d k gf PTA 1:1 PTB 1:1 PTA 1:½ PTB 1:½ Daerah elastis Load - Deflection relationship Ujung 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 10 20 30 40 50 Deflection mm Lo ad kg f UTA 1:1 UTB 1:1 UTA 1:½ UTB 1:½ Daerah elastis 71 sedangkan untuk spesimen berkulit luar di bawah atau bilah bambu tepi bawah dapat dilihat pada Gambar 42. Hasil uji lentur sederhana pada spesimen bilah bambu dengan kulit luar di atas atau bilah bambu tepi atas Gambar 41 - 12 menunjukkan besar beban dan bentuk kerusakan yang berbeda dengan spesimen berkulit luar di bawah atau bilah bambu tepi bawah Gambar 42-9. Berdasarkan bagian batang bambu, bilah yang berasal dari bagian pangkal bambu memerlukan beban yang lebih besar untuk menyebabkannya patah dibandingkan bilah dari bagian batang lainnya. Semakin tebal spesimen semakin besar beban yang diperlukan untuk membuatnya rusak. Ada perbedaan tipe kerusakan pada uji kelenturan spesimen bambu dari bagian pangkal, tengah dan ujung. Kerusakan pada bagian pangkal umumnya terjadi pemampatan kemudian membengkok, ada sedikit serabut yang putus dan 1 9 8 7 6 5 4 3 2 11 10 Gambar 41. Proses uji lentur sederhana dari spesimen bambu posisi tepi atas. 12 72 ada yang terbelah karena tekanan. Kerusakan pada bagian pangkal dengan kulit luar di atas, umumnya beberapa serabut bagian dalam batang putus dan kerusakan terparah adalah serabut putus seolah dalam satu garis Gambar 43. Kerusakan pada bagian pangkal dengan kulit luar di bawah umumnya hanya membuat lekukan pada bagian dalam bambu, kerusakan terparah ada yang memutuskan jaringan pada kulit keras bambu Gambar 43. Kerusakan yang terjadi pada bagian pangkal dengan tebal:lebar 1:1 relatif sama dengan tebal:lebar 1: ½, hanya pada pangkal tebal:lebar 1:1 lebih sedikit kerusakan yang terjadi. Ada perbedaan kondisi kerusakan yang terjadi pada bagian tengah dan ujung bambu dengan posisi kulit luar yang berbeda Gambar 40. Bagian tengah dan ujung bambu dengan kulit luar di bawah cenderung lebih kenyal, sehingga tidak terjadi pecah, tetapi hanya terjadi pembengkokan yang permanen setelah uji berlangsung. Pada bagian ujung bambu ada yang terjadi slip saat pengujian berlangsung, selanjutnya kondisi ini dianggap gagal uji. Hal sama juga terjadi pada beberapa spesimen dari bagian tengah bambu dengan tebal:lebar 1:½. Hasil uji lentur sederhana pada bagian tengah dan ujung bambu dengan kulit luar di atas 8 7 6 5 4 2 3 1 Gambar 42. Proses uji lentur sederhana dari spesimen bambu posisi tepi bawah. 9 73 menunjukkan kerusakan yang besar, terutama pada bilah bambu bagian dalam dengan kondisi patah atau putusnya serabut tidak beraturan.

4.2.2 Pengujian lentur cantilever cantilever bending beam test

Pengujian lentur cantilever Gambar 45 dan Lampiran 5 menunjukkan garis-garis dalam grafik dengan pola yang hampir sama. Sama dengan uji lentur sederhana, grafik diawali dengan kondisi linier hingga titik batas elastis, kemudian berlanjut ke titik maksimum dan titik rusak hingga ke bentuk yang tidak Pangkal tepi atas Pangkal tepi bawah Gambar 43. Kerusakan pada spesimen pangkal bambu setelah diuji. Ujung tepi atas Ujung tepi bawah b h Ujung slip Tengah tepi bawah Tengah tepi atas Tengah slip Gambar 44. Kerusakan pada hasil uji lentur sederhana untuk beberapa spesimen bagian tengah dan ujung bambu. 74 berpola. Semakin tebal spesimen, kondisi linier semakin panjang dan arahnya semakin vertikal. Gambar 46 menunjukkan tahap pengujian lentur cantilever. Hasil uji lentur cantilever menunjukkan kerusakan yang berbeda pada bagian pangkal, tengah dan ujung Gambar 47, 48 dan 49. Demikian pula untuk posisi kulit luar di atas dan di bawah, serta tebal:lebar bambu pada masing-masing bagian batang Gambar 45. Kurva hubungan Load-Deflection pada uji lentur cantilever. Load - Deflection relationship Pangkal 0.00 5.00 10.00 15.00 5 10 15 20 Deflection mm Loa g k gf PCTA 1:1 PCTB 1:1 PCTA 1:½ PCTB 1:½ Daerah elastis Load - Deflection relationship Tengah 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5 10 15 20 Deflection mm Loa d k gf TCTA 1:1 TCTB 1:1 TCTA 1:½ TCTB 1:½ Daerah elastis Load-deflection relationship Ujung 0.00 0.50 1.00 1.50 5 10 15 20 Deflection mm Lo a d k g f UCTA 1:1 UCTB 1:1 UCTA 1:½ UCTB 1:½ Daerah elastis 75 bambu. Secara umum kerusakan spesimen terjadi pada bagian bilah yang dekat dengan tanggem, di sekitar 1-2 cm dari ujung tanggem. Kerusakan pada bagian pangkal yang terlihat jelas berbeda adalah pada bilah berkulit luar di atas dan di bawah. Spesimen dengan posisi kulit luar di atas menunjukkan kerusakan serabut yang mulur karena terikut gaya tekan terhadap bilah bambu sehingga menjadi bengkok. Kerusakan pada bilah bambu dengan kulit luar di bawah adalah putusnya sebagian atau seluruh serabut di permukaan Gambar 46. Tahap pengujian lentur cantilever. 9 8 7 6 5 4 3 2 1 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 25 24 23 22 21 20 76 kulit bagian dalam. Kerusakan spesimen bagian pangkal bambu seperti tampak dalam Gambar 47. Kerusakan hasil uji lentur untuk bambu bagian tengah relatif sama, umumnya mengalami patah dan putusnya serabut. Kerusakan pada spesimen dengan kulit luar di atas mengalami pembengkokan akibat tekanan yang diberikan, jarang ada serabut yang putus. Kebalikannya terjadi pada spesimen dengan kulit luar di bawah, umum terjadi serabut dari sebagian lapisan kulit putus sehingga terbuka. Lebih jelas mengenai kondisi hasil uji ini dapat dilihat dalam Gambar 48. Kerusakan yang terjadi pada spesimen bagian ujung bambu lebih beragam. Kondisi slip, bengkok permanen, patah dan serabut putus dari sebagian permukaan bilah terjadi pada hasil uji pada bilah bambu dengan posisi kulit luar di atas dan di bawah, serta lebar spesimen yang berbeda. Kondisi kerusakan spesimen ujung bambu seperti tampak dalam Gambar 49. Gambar 47. Kerusakan spesimen pangkal bambu pada hasil uji lentur cantilever. Pangkal tepi atas 1:1 Pangkal tepi atas 1: ½ Pangkal tepi bawah 1:1 Pangkal tepi bawah 1: ½ 77

4.2.3 Pengujian tekan

Pengujian tekan pada spesimen bambu dilakukan dengan dua model, yaitu uji tekan dengan arah beban tekanan yang diberikan tegak lurus dengan serat Gambar 48. Kerusakan spesimen bagian tengah bambu dari hasil uji lentur cantilever. Tengah tepi atas 1:1 Tengah tepi atas 1: ½ Tengah tepi bawah 1:1 Tengah tepi bawah 1: ½ Gambar 49. Kerusakan spesimen bagian ujung bambu pada hasil uji lentur cantilever. Ujung tepi atas 1:1 Ujung tepi atas 1:½ Ujung tepi atas 1:½ Ujung tepi bawah 1:½ Ujung tepi atas 1:½ Ujung tepi bawah 1:1 78 spesimen bambu yang diuji, serta uji tekan dengan arah beban tekanan yang diberikan sejajar dengan serat spesimen bambu uji. Uji tekan tegak lurus serat Uji tekan tegak lurus serat dibedakan menurut posisi kulit luar atau bagian tepi bambu, yaitu kulit luar di tepi atas, di bawah dan disamping Gambar 50. Proses uji tekan tegak lurus serat seperti digambarkan dalam kurva di Gambar 51 dan Lampiran 6. Agak berbeda dengan proses uji sifat mekanik yang lain, proses uji tekan tegak lurus serat seolah selalu meningkat, seolah tidak pernah mencapai titik maksimum dan berakhir. Ada satu-dua spesimen yang mencapai beberapa kali titik maksimum. Hasil uji tekan pada bagian pangkal bambu dengan kulit luar di atas dapat dilihat dalam Gambar 52. Kerusakan yang terjadi adalah seolah-olah membelah secara vertikal atau searah beban tekanan. Kerusakan itu terlihat jelas pada sudut pandang dari arah sisi samping spesimen, sedangkan jika dilihat dari sisi atas atau bawah tidak begitu tampak perbedaannya. Demikian pula yang terjadi pada spesimen dengan kulit luar di bawah Gambar 53. Kerusakan yang terjadi seolah membelah secara vertikal. Jika dilihat per bagian bambu pada posisi spesimen yang sama, kerusakan yang terjadi hampir sama. Pada spesimen dari bagian pangkal, tengah dan ujung dengan kulit luar di atas Gambar 54, tampak terjadi spesimen menjadi tipis atau Spesimen tekan tepi di samping 1 2 3 1 2 Spesimen tekan tepi di atas Spesimen tekan tepi di bawah Gambar 50 Proses uji tekan tegak lurus serat. 79 gepeng seolah melebar ke arah horizontal. Di bagian tengah spesimen seolah memadat, sedangkan di bagian samping umumnya terjadi pembelahan akibat tekanan. Bagian dalam bambu yang awalnya berbentuk seperti melengkung, setelah uji tekan dilakukan menjadi merata, adanya tekanan yang menjadikan merata ini yang menyebabkan pada bagian samping spesimen menjadi terbelah. Hal yang sama terjadi pula pada spesimen dari bagian pangkal, tengah dan ujung dengan kulit luar di tepi bawah Gambar 55. Kerusakan yang terjadi seolah sama, karena Gambar 51. Kurva hubungan Load-Deflection pada uji tekan tegak lurus serat. Load - Deflection relationship Pangkal 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2 4 6 8 10 12 Deflection mm Lo a d k g f PTeA PTeB PTeS Daerah elastis Load - Deflection relationship Tengah 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 2 4 6 8 10 Deflection mm L o a d k gf TTeA TTeB TTeS Daerah elastis Load - Deflection relationship Ujung 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 3500.00 2 4 6 8 10 Deflection mm Loa d k gf UTeA UTeB UTeS Daerah elastis 80 memang mendapat beban tekanan dari arah yang sama, hanya posisi kulit luar saja yang berbeda. Hanya pada posisi tepi bawah ini, pembelahan di bagian samping spesimen terjadi dari bagian cekung menjadi merata, sedangkan pada tepi atas proses yang terjadi mulai dari bagian cembung hingga menjadi merata. Pada spesimen tekan tegak lurus serat dengan posisi tepi di samping, dilihat dari arah depan, kerusakan terjadi se arah diagonal atau pecah mulai dari posisi tepi yang keras ke arah tengah dan kembali lagi ke arah tepi. Jika dilihat dari arah atas atau arah datangnya beban, kerusakan yang terjadi pada bagian Gambar 52. Hasil uji tekan tegak lurus serat untuk spesimen pangkal tepi atas. Tampak atas Tampak bawah Tampak samping Gambar 53. Hasil uji tekan tegak lurus serat untuk spesimen pangkal tepi bawah. 81 pangkal, tengah dan ujung seolah sama, melebar kemudian tampak antar serat pembentuk bambu melepaskan diri. Gambaran lebih jelas tentang kerusakan pada spesimen posisi samping seperti tampak dalam Gambar 57. Uji tekan sejajar serat Proses uji tekan sejajar serat hanya satu posisi untuk tepi bambu bagian luar. Proses dimulai dari spesimen dalam bentuk lurus, kemudian diberi beban tekanan secara bertahap hingga terjadi kerusakan pada spesimen atau mesin uji tidak dapat melanjutkan pemberian beban karena sudah maksimum. Proses uji tekan sejajar serat seperti tampak dalam Gambar 57dan 58, serta Lampiran 7. Gambar 54. Hasil uji tekan tegak lurus serat spesimen tepi atas. Pangkal Tengah Ujung Gambar 55. Hasil uji tekan tegak lurus serat spesimen tepi bawah. Pangkal Tengah Ujung 82 Gambar 57. Proses uji tekan sejajar serat. 8 7 6 5 4 3 2 1 Tampak depan Tampak atas Gambar 56. Hasil uji tekan tegak lurus serat spesimen tepi samping. 83 Hasil uji tekan sejajar serat terhadap spesimen bambu menunjukkan beberapa reaksi Gambar 59. Ada yang menunjukkan reaksi membengkok sempurna akibat gaya tekan hingga patah, namun ada juga seolah hanya sebagian spesimen yang bereaksi, sementara bagian yang lainnya seolah tak bereaksi. Pembengkokan dapat terjadi ke arah kulit bagian dalam atau pada kulit bagian luar. Pembengkokan ke arah kulit bagian dalam, untuk beberapa spesimen tidak seluruh bagian kulit luar turut membengkok dan rusak. Pembengkokan yang terjadi ke arah kulit bagian luar, maka seluruh bagian kulit dalam turut membengkok hingga terputus ke arah horizontal. 4.2.4 Pengujian tarik Uji tarik dilakukan hanya dengan membedakan ukuran lebar bilah bambu spesimen. Proses uji untuk setiap spesimen dari bagian bambu yang berbeda adalah sama. Kedua ujung spesimen dijepitkan pada penjepit dari mesin uji, kemudian dilakukan penarikan ke arah atas, sementara sisi di bagian bawah dalam posisi tetap. Secara perlahan dengan kecepatan 6 mm per menit spesimen ditarik, reaksi penjepit semakin mengencang. Pada beberapa spesimen yang tebal tidak terjadi kerusakan pada bagian yang bebas, namun terjadi pergeseran pada kedua bagian ujung spesimen di dan atau dekat penjepit, atau memadat di bagian ujung yang dijepit. Pada beberapa spesimen yang berukuran lebih kecil terjadi pemburaian serabut bambu. Proses uji tarik spesimen bambu dapat dilihat dalam Gambar 60. Gambar 58. Kurva hubungan Load-Deflection pada uji tekan sejajar serat . Load - Deflection relationship 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2 4 6 8 10 Deflection mm Lo a d k gf PTSS TTSS UTSS Daerah elastis 84 Proses uji tarik dalam grafik dapat dilihat dalam Gambar 61 dan Lampiran 8. Grafik meningkat terus hingga titik rusak dan setelah itu langsung drop menurun hampir searah vertikal. Kerusakan yang terjadi pada hasil uji tarik sama polanya untuk spesimen dari setiap bagian batang bambu. Secara umum kerusakan yang terjadi di bagian tengah spesimen adalah terburainya serabut bambu, sedangkan di bagian tepi spesimen memadat akibat dari semakin kencangnya jepitan yang terjadi seiring dengan bertambahnya kekuatan tarik. Kekencangan ini pada saatnya dapat menyebabkan putusnya beberapa atau semua serabut yang terjepit, putusnya serabut ini akan berlanjut dengan terburainya serabut bambu di bagian tengah spesimen. Macam-macam kerusakan yang terjadi dalam uji tarik seperti tampak dalam Gambar 62, 63 dan 64. Gambar 59. Beberapa macam kerusakan spesimen dari hasil uji tekan sejajar serat. 85 4.3 Pengujian Lentur Sederhana 4.3.1 Modulus elastisitas Modulus of elasticity Kisaran nilai modulus elastisitas bambu untuk setiap pengelompokan adalah berbeda. Makin besar ukuran contoh uji, maka kisaran nilai modulus elastisitasnya semakin kecil, dapat dikatakan semakin lentur. Hal ini dapat dilihat 2 3 4 5 1 Bagian pangkal bambu 2 3 1 Bagian tengah bambu 1 2 3 4 7 6 5 Bagian ujung bambu Gambar 60. Tahap pengujian tarik pada spesimen bambu. 86 dalam Tabel 4, bagian pangkal dengan kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:1 mempunyai selang yang paling sempit, yaitu 4.298,19 – 7.800,35 kgfcm 2 . Sementara ukuran selang terpanjang terjadi di bagian ujung dengan kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:½ sebesar 7.591,32 – 25.128,08 kgfcm 2 . Gambar 61. Kurva hubungan Load-Deflection pada uji tarik. Load - Deflection relationship Ujung 0.00 250.00 500.00 750.00 1000.00 1250.00 10 20 30 40 50 Deflection mm Lo a d k gf TU 1:1 TU 1:½ Daerah elastis Load - Deflection relationship Tengah 0.00 500.00 1000.00 1500.00 10 20 30 40 Deflection mm Loa d k gf TT 1:1 TT 1:½ Daerah elatis Load - Deflection relationship Pangkal 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 10 20 30 40 50 Deflection mm L o a d k gf TP 1:½ Daerah elatis 87 Gambar 62. Contoh kerusakan yang terjadi pada spesimen pangkal bambu dalam uji tarik. Gambar 63. Contoh kerusakan yang terjadi pada spesimen tengah bambu dalam uji tarik. 88 Tabel 4. Kisaran nilai modulus elastisitas lentur sederhana kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan Bagian Bambu Kulit luar di atas Kulit luar di bawah Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal 4.298,19 – 7.800,35 4.656,62 – 11.089,43 2.710,50 – 7.552,91 3.147,13 – 9.646,73 Tengah 7.662,28 – 15.239,81 6.329,19 – 17.716,96 6.741,02 – 14.765,63 7.740,60 – 17.185,19 Ujung 8.505,77 – 16.641,90 7.591,32 – 2.5128,08 6.387,95 – 17.302,51 5.546,73 – 18.130,50 Bagian batang pangkal dengan kulit luar di bawah dan tebal:lebar 1:1 memiliki nilai modulus elastisitas rata-rata yang terkecil, yaitu sebesar 5.247,74 kgcm 2 . Kondisi spesimen ini paling cepat lentur dibandingkan dengan bagian dan posisi spesimen yang lain. Bagian batang dan posisi spesimen bambu yang paling kaku adalah bagian ujung dengan kulit luar di atas, yaitu sebesar 14.072,84 kgcm 2 untuk tebal:lebar 1:1 dan lebih kaku untuk tebal:lebar 1:½ dengan nilai 15.078,15 kgcm 2 . Lebih lengkap mengenai nilai modulus elastisitas rata-rata dari spesimen bambu dapat dibaca dalam Tabel 5. Tabel 5. Nilai modulus elastisitas rata-rata lentur sederhana kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan Bagian Bambu Kulit luar di atas Kulit luar di bawah Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal 5.621,15 7.375,61 5.247,74 6.316,15 Tengah 12.979,38 13.989,35 11.239,36 13.243,56 Ujung 14.072,84 15.078,15 13.923,35 13.483,77 Gambar 64. Kerusakan yang terjadi pada spesimen ujung bambu dalam uji tarik. 89 Hasil analisis statistik Lampiran 9 poin 1 dan Lampiran 10 poin 1 menunjukkan bahwa secara individu nilai-nilai modulus elastisitas antar bagian batang bambu, posisi kulit luar dalam uji dan ukuran lebar bambu memiliki nilai modulus elastis yang berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 99 dengan koefisien determinasi sebesar 87,22. Grafik plot kenormalan menunjukkan asumsi kenormalan tidak dilanggar, hal ini tampak dari titik hasil uji yang cenderung membentuk garis lurus. Pada analisis secara bersama, hanya kombinasi bagian batang-lebar bambu yang menunjukkan pengaruh yang nyata pada tingkat kepercayaan 99. Sementara analisis bersama untuk kombinasi bagian-posisi batang bambu, posisi-lebar batang bambu, serta bagian-posisi-lebar batang bambu menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 sekalipun. Kombinasi bagian-posisi-lebar batang bambu berpengaruh nyata sampai pada tingkat kepercayaan 90.

4.3.2 Tegangan lentur Modulus of rupture

Tegangan lentur bambu untuk setiap perlakuan adalah berbeda. Kisaran nilai tegangan lentur di bagian pangkal lebih sempit selangnya dibandingkan dengan kisaran di bagian batang bambu yang lainnya. Semakin kecil ukuran lebar bambu contoh uji menunjukkan selang nilai kekuatan yang lebih panjang. Kisaran nilai tegangan lentur bagian pangkal dengan kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:1 adalah 626,46 – 1.338,31 kgfcm 2 hingga ke bagian ujung dengan kulit luar di bawah dan tebal:lebar 1:½ berkisar antara 501,44 – 1.545,85 kgfcm 2 Tabel 6. Tabel 6. Kisaran nilai tegangan lentur sederhana kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan Bagian Bambu Kulit luar di atas Kulit luar di bawah Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal 626,46 – 1.338,31 583,09 – 1.197,30 473,71 – 1.109,89 504,79 – 1.192,80 Tengah 1.026,60 – 1.801,41 749,17 – 1.672,60 734,68 – 1.331,49 560,71 – 1.413,39 Ujung 1.211,40 – 2.061,43 466,48 – 1.950,14 722,85 – 1.699,69 501,44 – 1.545,85 Nilai tegangan lentur bambu rata-rata semakin besar dari arah pangkal ke arah ujung. Nilai tegangan lentur bambu rata-rata lebih besar terjadi pada spesimen yang lebih lebar dan dengan posisi kulit luar bambu berada di atas yang 90 berhadapan langsung dengan beban. Nilai tegangan lentur rata-rata tertinggi terjadi pada spesimen dari bagian ujung bambu dengan ukuran tebal:lebar 1:1 dan kulit luar bambu berada di atas saat uji berlangsung, yaitu sebesar 1.646,30 kgcm 2 . Sementara nilai tegangan lentur rata-rata terendah terjadi pada bagian ujung bambu dengan kulit luar di bawah dan tebal:lebar 1:1 sebesar 829,47 kgfcm 2 . Lebih lengkap mengenai nilai tegangan lentur bambu rata-rata seperti tercantum dalam Tabel 7. Tabel 7. Nilai tegangan lentur sederhana rata-rata kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan Bagian Bambu Kulit luar di atas Kulit luar di bawah Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal 970,32 934,81 829,47 846,13 Tengah 1395,60 1309,27 1096,59 1088,99 Ujung 1646,30 1554,71 1313,19 1168,70 Hasil analisis statistik terhadap tegangan lentur Lampiran 9 poin 1 dan Lampiran 10 poin 2 menunjukkan bahwa secara individu nilai-nilai tegangan lentur antar bagian batang bambu dan posisi kulit luar pada saat proses uji berpengaruh nyata untuk selang kepercayaan 99 dengan koefisien determinasi sebesar 78,29 , sedangkan untuk ukuran lebar bambu hasil uji tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Grafik plot kenormalan menunjukkan asumsi kenormalan tidak dilanggar, hal ini ditunjukkan oleh titik-titik hasil uji yang cenderung membentuk garis lurus. Pada analisis secara bersama, semua interaksi perlakuan menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 90 sekalipun, kecuali untuk interaksi antara bagian batang bambu dan posisi kulit luar saat uji menunjukkan pengaruh yang nyata pada selang kepercayaan 99 .

4.3.3 Kurva Elasticity-Load dari hasil uji lentur sederhana

Hubungan antara beban dan elastisitas digambarkan dalam kurva. Nilai beban yang digunakan adalah dari awal hingga beban maksimum, hal ini mengingat Hukum Hooke berlaku pada wilayah elastis. Selanjutnya dari kurva diperoleh persamaan trendline dari hubungan beban-elastisitas hasil uji. 91 Berdasarkan persamaan tersebut kemudian secara teori dihitunglah nilai modulus elastisitas dan nilai defleksi maksimal. Kurva hubungan beban-elastisitas dan beban-defleksi untuk hasil uji lentur sederhana dari spesimen bambu bagian pangkal dapat dilihat pada Gambar 65, sedangkan persamaan yang diperoleh tercantum dalam Tabel 8. Nilai-nilai defleksi rata-rata, beban, elastisitas hasil uji dan perhitungan teoritis, serta nilai defleksi maksimal dari spesimen pangkal bambu dapat dilihat pada Lampiran 11 poin 1 sampai dengan 4. Dari Tabel 8 dan Gambar 65 diketahui bahwa persamaan dan bentuk kurva bertipe polynomial. Secara umum ditunjukkan bahwa garis modulus elastisitas hasil uji dan hasil perhitungan membentuk perpotongan dengan jarak yang dekat, untuk spesimen tebal:lebar 1:1 garis di posisi setelah perpotongan secara umum hampir berimpit. Demikian pula dengan garis defleksi hasil uji dan defleksi maksimum, hanya nilai defleksi maksimum pada nilai beban yang sama untuk spesimen tebal:lebar 1:1 lebih kecil di saat-saat akhir pembebanan. Tabel 8. Persamaan pada kurva hubungan beban-elastisitas dari hasil uji lentur sederhana untuk setiap pengelompokan Bagian Bambu Kulit luar di atas Kulit luar di bawah Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal E = -0,3P 2 + 99,9P + 516,0 E = -2,5P 2 + 308,3P + 486,1 E = -0,5P 2 + 104,5P + 536,9 E = -2,7P 2 + 292,0P + 660,3 Tengah E = -15,3P 2 + 1.189,7P + 2.175,1 E = -80,0P 2 + 2.422,2P + 1961,0 E = -22,9P 2 + 1.190,8P + 1.471,4 E = -146,2P 2 + 3.325,9P + 2.011,1 Ujung E = -59,3P 2 + 1.930,3P + 4.468,3 E = -199,0P 2 + 4.616,7P + 7.035,8 E = -126,2P 2 + 2.932,3P + 3.662,3 E = -328,6P 2 + 5.468,4P + 4.358,7 Keterangan : E = modulus elastisitas ; P = beban Kurva hubungan beban-elastisitas dan beban-defleksi untuk hasil uji lentur sederhana dari spesimen bagian tengah bambu dapat dilihat pada Gambar 66, sedangkan persamaan yang diperoleh tercantum dalam Tabel 8. Nilai-nilai defleksi rata-rata, beban, elastisitas hasil uji dan perhitungan teoritis, serta nilai defleksi maksimal dari spesimen tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11 poin 5 sampai dengan 8. Dari Tabel 8 dan Gambar 66 diketahui bahwa persamaan dan bentuk kurva bertipe polynomial. Secara umum ditunjukkan bahwa garis modulus elastisitas hasil uji dan hasil perhitungan membentuk perpotongan 92 dengan jarak yang dekat, untuk spesimen tebal:lebar 1:1 garis di posisi setelah perpotongan hampir berimpit. Garis defleksi hasil uji dan defleksi maksimum hampir berimpit, hanya nilai defleksi maksimum secara teoritis pada nilai beban yang sama secara umum lebih besar. Gambar 65. Kurva berbagai hubungan data elastisitas dan beban serta regangan hasil uji lentur sederhana pada spesimen bambu bagian pangkal. Modulus of elasticity - Load relationship PTA 1:1 E = -0.325P 2 + 99.908P + 516.03 0.00 1000.00 2000.00 3000.00 4000.00 5000.00 6000.00 7000.00 8000.00 9000.00 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 Load kgf E k g f mm 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship PTA 1:1 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 Deflection mm Loa d k g f exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship PTB 1:1 E = -0.4595P 2 + 104.54P + 536.85 0.00 1000.00 2000.00 3000.00 4000.00 5000.00 6000.00 7000.00 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 Load kgf E k g f mm 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship PTB 1:1 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 Deflection mm Loa d k gf exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship PTA 1:12 E = -2.4593P 2 + 308.28P + 486.08 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 Load kgf E k g f mm 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship PTA 1:12 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 Deflection mm Load k gf exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship PTB 1:12 E = -2.6894P 2 + 291.99P + 660.27 0.00 1000.00 2000.00 3000.00 4000.00 5000.00 6000.00 7000.00 8000.00 9000.00 10000.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 Load kgf E k g f mm2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship PTB 1:12 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 Deflection mm Lo a d k g f exp result calc result 93 Kurva hubungan beban-elastisitas dan beban-defleksi untuk hasil uji lentur sederhana dari spesimen bambu bagian ujung dapat dilihat pada Gambar 67, Gambar 66. Kurva berbagai hubungan data elastisitas dan beban serta regangan hasil uji lentur sederhana pada spesimen bambu bagian tengah. Modulus of elasticity - Load relationship TTA 1:1 E = -15.251P 2 + 1189.7P + 2175.1 5000 10000 15000 20000 25000 30000 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 Load kgf E k g f mm2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship TTA 1:1 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 Deflection mm Loa d k gf exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship TTB 1:1 E = -22.871P 2 + 1190.8P + 1471.4 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 Load kgf E k g f m m 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relation TTB 1:1 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 Deflection mm Loa d k gf exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship TTA 1:12 E = -79.996P 2 + 2422.2P + 1961 5000 10000 15000 20000 25000 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 Load kgf E k g f mm 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship TTA 1:12 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 Deflection mm Lo a d k g f exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship TTB 1:12 E = -146.21P 2 + 3325.9P + 2011.1 5000 10000 15000 20000 25000 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 Load kgf E k g f mm 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship TTB 1:12 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 Deflection mm Lo a d k gf exp result calc result 94 sedangkan persamaan yang diperoleh tercantum dalam Tabel 8. Nilai-nilai defleksi rata-rata, beban, elastisitas hasil uji dan perhitungan teoritis, serta nilai defleksi maksimal dari spesimen ujung bambu dapat dilihat pada Lampiran 11 poin 9 sampai dengan 12. Dari Tabel 8 dan Gambar 67 diketahui bahwa persamaan dan bentuk kurva bertipe polynomial. Secara umum ditunjukkan bahwa kurva hubungan beban-elastisitas hasil uji dan hasil perhitungan berpotongan dan di akhir pembebanan secara umum hampir berimpit. Kurva beban-defleksi hasil uji dan defleksi maksimum juga hampir berimpit, hanya nilai defleksi maksimum teoritis pada nilai beban yang sama secara umum lebih besar, kecuali pada bilah bambu bagian ujung dengan kulit luar di bawah dan tebal:lebar 1:½.

4.3.4 Tegangan lentur referensi allowable bending stress

Tegangan lentur referensi allowable bending stress adalah tegangan maksimum yang bisa diterima oleh benda yang telah disesuaikan untuk kondisi yang sesungguhnya. Tegangan lentur referensi tertinggi terjadi pada bagian ujung bambu dengan kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:1, yaitu sebesar 539,32 kgcm 2 . Hal ini berarti bahwa beban seberat 539 kg pada satu titik pembebanan dapat menyebabkan kelenturan spesimen bambu. Nilai tegangan lentur referensi terkecil terjadi pada bagian pangkal bambu dengan kulit luar di bawah dan tebal:lebar 1:½ sebesar 216,17 kgfcm 2 . Lebih lengkap mengenai hasil perhitungan tegangan lentur referensi seperti tercantum dalam Tabel 9. Tabel 9. Nilai tegangan lentur sederhana referensi allowable bending stress kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan Bagian Bambu Kulit luar di atas Kulit luar di bawah Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal 274,04 279,09 224,23 216,17 Tengah 464,64 411,24 372,59 322,32 Ujung 539,32 364,25 396,25 278,54 95 Gambar 67. Kurva hubungan berbagai hubungan data elastisitas dan beban serta regangan hasil uji lentur sederhana pada spesimen bagian ujung. Modulus of elasticity - Load relationship UTA 1:1 E = -59.3P 2 + 1930.3P + 4468.3 5000 10000 15000 20000 25000 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 Load kgf E k gf m m 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship UTA 1:1 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 Deflection mm Loa d k gf exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship UTB 1:1 E = -126.2P 2 + 2932.3P + 3662.3 5000 10000 15000 20000 25000 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 Load kgf E k gf m m 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship UTB 1:1 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 Deflection mm Lo a d k g f exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship UTA 1:12 E = -199.0P 2 + 4616.7P + 7035.8 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 Load kgf E k g f mm 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship UTA 1:12 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 Deflection mm Lo ad k g f exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship UTB 1:12 E = -328.6P 2 + 5468.4P + 4358.7 5000 10000 15000 20000 25000 30000 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 Load kgf E k g f mm 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship UTB 1:12 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 Deflection mm Load k gf exp result calc result 96 Hasil analisis statistik terhadap tegangan lentur referensi Lampiran 9 poin 1 dan Lampiran 10 poin 3 menunjukkan bahwa secara individu nilai tegangan lentur referensi berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 dengan koefisien determinasi sebesar 68,82. Grafik plot kenormalan menunjukkan bahwa asumsi kenormalan tidak dilanggar, hal ini ditunjukkan oleh titik-titik hasil uji yang cenderung membentuk garis lurus. Pada analisis secara bersama, interaksi perlakuan antara bagian-posisi dan bagian-lebar bambu contoh uji menunjukkan perbedaan yang nyata pada selang kepercayaan 99. Sementara interaksi perlakuan antara posisi-lebar bambu dan bagian-posisi-lebar bambu menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 90 sekalipun. Nilai tegangan lentur referensi yang tercantum di dalam Tabel 9 merupakan nilai tegangan lentur referensi untuk konstruksi yang berada dalam kondisi pembebanan aktualnya tetap dan terlindung. Nilai tegangan lentur referensi tersebut harus disesuaikan untuk kondisi aktual berada di dalam air, sehingga nilai tegangan lentur referensi tersebut menjadi nilai-nilai yang tercantum dalam Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10 dapat diungkapkan bahwa pembebanan sebesar 359 kg pada satu titik dapat menyebabkan bagian ujung bambu dengan kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:1 menjadi melendut, sedangkan di bagian pangkal dengan kulit luar di bawah dan tebal:lebar 1:½ mempunyai tegangan sebesar 144 kgcm 2 . Tabel 10. Nilai tegangan lentur sederhana referensi allowable bending stress kgfcm 2 dengan kondisi di dalam air Bagian Bambu Kulit luar di atas Kulit luar di bawah Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal 182,69 186,06 149,49 144,11 Tengah 309,76 274,16 248,40 214,88 Ujung 359,55 242,83 264,17 185,69 97

4.4 Pengujian Lentur Cantilever

4.4.1 Modulus elastisitas Modulus of elasticity

Nilai modulus elastisitas spesimen bambu dari uji lentur cantilever berbeda untuk setiap spesimen dengan pengelompokan yang berbeda. Kisaran nilai modulus elastisitas lentur cantilever secara lengkap dapat dilihat dalam Tabel 11. Tabel 11. Kisaran nilai modulus elastisitas lentur cantilever kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan Bagian Bambu Kulit luar di atas Kulit luar di bawah Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal 3.737,92 – 14.463,21 3.449,29 – 11.749,80 3.181,56 – 13.156,19 4.439,71 – 11.828,31 Tengah 2.591,56 – 16.660,37 3.773,48 – 22.545,15 4.529,59 – 12.090,75 4.574,19 – 20.851,32 Ujung 2.165,19 – 17.467,59 2.125,00 – 17.666,09 2.381,94 – 19.009,03 3.282,62 – 16.748,05 Nilai modulus elastisitas lentur cantilever rata-rata berkisar antara 7.360,18 – 10.690,66 kgcm 2 . Nilai modulus elastisitas tertinggi terjadi pada bagian tengah bambu dengan kulit luar di bawah dan tebal:lebar 1:½, sedangkan nilai terendah terjadi di bagian pangkal bambu dengan kulit luar di bawah dan tebal:lebar 1:1. Secara lengkap mengenai nilai modulus elastisitas pada setiap pengelompokan dalam uji lentur cantilever seperti tercantum dalam Tabel 12. Tabel 12. Nilai modulus elastisitas rata-rata lentur cantilever kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan Bagian Bambu Kulit luar di atas Kulit luar di bawah Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal 8.625,81 7.450,03 7.360,18 8.099,24 Tengah 8.591,49 9.996,12 8.559,17 10.690,66 Ujung 8.667,69 9.291,71 9.452,82 9.819,04 Hasil analisis statistik Lampiran 9 poin 2 dan Lampiran 12 poin 1 menunjukkan bahwa baik secara individu maupun secara bersama pengelompokan tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 90 . Grafik plot kenormalan menunjukkan asumsi kenormalan tidak dilanggar, hal ini tampak dari titik hasil uji 98 yang cenderung membentuk garis lurus. Sementara asumsi homogenitas variasi dapat diterima, dalam gambar menunjukkan sebaran titik-titik acak dan tidak berpola. Berdasarkan hasil analisis terhadap nilai modulus elastis tersebut, maka bagian bambu mana pun yang akan digunakan tidaklah menunjukkan elastisitas yang sangat berbeda.

4.4.2 Tegangan lentur Modulus of rupture

Kisaran nilai tegangan lentur cantilever dari bambu uji bervariasi untuk setiap bagian batang, mulai yang tersempit pada bagian pangkal bambu dengan kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:½ dengan nilai 288,84 – 780,83 kgfcm 2 , hingga yang terlebar pada bagian ujung bambu dengan kulit luar di bawah tebal:lebar 1:1 dengan kisaran nilai 189,58 – 1.302,78 kgfcm 2 . Secara lengkap kisaran nilai tegangan lentur cantilever menurut perlakuan seperti tercantum dalam Tabel 13. Tabel 13. Kisaran nilai tegangan lentur cantilever kgfcm 2 Bagian Bambu Kulit luar di atas Kulit luar di bawah Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal 252,10 – 1.076,29 288,84 – 780,83 298,48 – 1.111,52 360,14 – 1.032,00 Tengah 183,77 – 1.021,88 283,14 – 847,78 336,20 – 1.026,27 288,10 – 1.110,05 Ujung 236,33 – 1.065,56 251,48 – 1.227,86 189,58 – 1.302,78 171,61 – 885,28 Nilai tegangan lentur bambu betung rata-rata pada uji lentur cantilever berkisar antara 515,11 – 790,91 kgcm 2 . Nilai tegangan lentur cantilever rata-rata tertinggi terjadi pada bagian ujung bambu dengan kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:½, sedangkan yang terendah terjadi pada bagian pangkal bambu dengan kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:½. Secara lengkap nilai tegangan lentur cantilever rata-rata untuk setiap pengelompokan dapat dilihat dalam Tabel 14. Hasil analisis statistik Lampiran 9 poin 2 dan Lampiran 12 poin 2 menunjukkan bahwa baik secara individu maupun secara bersama perlakuan tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 . Grafik plot kenormalan menunjukkan asumsi kenormalan tidak dilanggar, hal ini tampak dari titik hasil uji yang cenderung membentuk garis lurus. Oleh karena itu, jika akan menggunakan 99 bilah bambu dengan komposisi terakhir harus dipertimbangkan terlebih dahulu sehingga mendapatkan kekuatan yang maksimal. Tabel 14. Nilai tegangan lentur cantilever rata-rata kgfcm 2 Bagian Bambu Kulit luar di atas Kulit luar di bawah Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal 652,67 515,11 642,35 645,05 Tengah 592,47 575,22 706,42 616,11 Ujung 534,43 790,91 594,80 549,64

4.4.3 Kurva Elasticity-Load dari hasil uji lentur cantilever

Hubungan antara beban dan elastisitas digambarkan dalam kurva. Seperti perhitungan pada hasil uji lentur sederhana, di sini pun nilai beban yang digunakan adalah dari awal hingga beban maksimum. Selanjutnya dari kurva hubungan beban-elastisitas hasil uji diperoleh persamaan trendline. Berdasarkan persamaan tersebut kemudian secara teoritis dihitunglah nilai modulus elastisitas dan nilai defleksi maksimal. Kurva hubungan beban-elastisitas dan beban-defleksi untuk hasil uji lentur cantilever dari spesimen bambu bagian pangkal dapat dilihat pada Gambar 68, sedangkan persamaan yang diperoleh tercantum dalam Tabel 15. Nilai-nilai defleksi rata-rata, beban, elastisitas hasil uji dan perhitungan teoritis, serta nilai defleksi maksimal dari spesimen pangkal bambu dapat dilihat pada Lampiran 13 poin 1 sampai dengan 4. Dari Tabel 15 dan Gambar 68 diketahui bahwa persamaan dan bentuk kurva bertipe polynomial. Secara umum ditunjukkan bahwa garis modulus elastisitas hasil uji dan hasil perhitungan berpotongan setelah nilai elastisitas hasil uji mencapai maksimum, setelah titik perpotongan nilai elastisitas perhitungan lebih tinggi dan di akhir pembebanan kurva hampir berimpit. Garis defleksi hasil uji dan defleksi maksimum hampir berimpit walaupun ada terjadi perpotongan, nilai defleksi maksimum pada nilai beban yang sama lebih besar di saat-saat akhir pembebanan, kecuali untuk spesimen posisi kulit di atas dengan tebal:lebar 1:1. 100 Tabel 15. Persamaan pada kurva hubungan beban-elastisitas dari hasil uji lentur cantilever untuk setiap pengelompokan Bagian Bambu Kulit luar di atas Kulit luar di bawah Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal E = -0.2P 2 + 3.3P + 1.2 E = -1.8P 2 + 5.9P + 0.4 E = -0.2P 2 + 2.7P + 0.9 E = -0.7P 2 + 6.2P + 0.7 Tengah E = -4.4P 2 + 16.9P + 2.3 E = -28.2P 2 + 44.1P + 1.7 E = -2.9P 2 + 12.3P + 2.9 E = -30.3P 2 + 43.8P + 1.6 Ujung E = -23.1P 2 + 35.1P + 2.4 E = -93.2P 2 + 70.3P + 2.7 E = -31.4P 2 + 41.3P + 2.6 E = -76.6P 2 + 71.3P + 2.7 Keterangan : E = modulus elastisitas ; P = beban Kurva hubungan beban-elastisitas dan beban-defleksi untuk hasil uji lentur cantilever dari spesimen bambu bagian tengah dapat dilihat pada Gambar 69, sedangkan persamaan yang diperoleh tercantum dalam Tabel 15. Nilai-nilai defleksi rata-rata, beban, elastisitas hasil uji dan perhitungan teoritis, serta nilai defleksi maksimal dari spesimen bagian tengah bambu dapat dilihat pada Lampiran 13 poin 5 sampai dengan 8. Dari Tabel 15 dan Gambar 69 diketahui bahwa persamaan dan bentuk kurva bertipe polynomial. Secara umum ditunjukkan bahwa garis modulus elastisitas hasil uji dan hasil perhitungan berpotongan setelah nilai uji mencapai maksimum. Nilai modulus elastisitas hasil uji dari awal pembebanan hingga mencapai puncak berada di atas hasil perhitungan, setelah itu nilai hasil perhitungan berada di atas dan di akhir pembebanan nilai modulus elastisitas hasil uji dan hasil perhitungan hampir berimpit dengan nilai hasil uji berada lebih di atas. Demikian pula antara garis defleksi hasil uji dan defleksi maksimum, hampir berimpit, walaupun terjadi perpotongan, nilai defleksi maksimum pada nilai beban yang sama lebih besar di saat-saat akhir pembebanan. Kurva hubungan beban-elastisitas dan beban-defleksi untuk hasil uji lentur cantilever dari spesimen bambu bagian ujung dapat dilihat pada Gambar 70, sedangkan persamaan yang diperoleh tercantum dalam Tabel 15. Nilai-nilai defleksi rata-rata, beban, elastisitas hasil uji dan perhitungan teoritis, serta nilai defleksi maksimal dari spesimen ujung bambu dapat dilihat pada Lampiran 13 poin 9 sampai dengan 12. Dari Tabel 15 dan Gambar 70 diketahui bahwa persamaan dan bentuk kurva bertipe polynomial, semua kurva hampir mempunyai pola yang sama. Secara umum ditunjukkan bahwa garis modulus elastisitas hasil 101 uji dan hasil perhitungan berpotongan setelah nilai uji mencapai maksimum. Nilai modulus elastisitas hasil uji dari awal pembebanan hingga mencapai puncak berada di atas hasil perhitungan, setelah itu nilai hasil perhitungan berada di atas dan di akhir pembebanan nilai modulus elastisitas hasil uji dan hasil perhitungan hampir berimpit dengan nilai hasil uji berada lebih di atas. Kurva antara garis defleksi hasil uji dan defleksi maksimum, hampir berimpit, walaupun terjadi perpotongan, nilai defleksi maksimum pada nilai beban yang sama lebih besar di saat-saat akhir pembebanan.

4.4.4 Tegangan lentur referensi allowable bending stress

Nilai tegangan lentur cantilever referensi allowable bending stress bervariasi untuk setiap perlakuan yang diberikan, berkisar antara 104,41 – 228,88 kgcm 2 . Hal ini menunjukkan bahwa beban seberat 104 kg pada satu titik telah dapat membuat pangkal bambu dengan kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:½ melendut. Lebih lengkap mengenai nilai tegangan lentur cantilever referensi dari setiap perlakuan dapat dilihat dalam Tabel 16. Tabel 16. Nilai tegangan lentur cantilever referensi allowable bending stress kgfcm 2 Bagian Bambu Kulit luar di atas Kulit luar di bawah Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal 175,36 104,41 133,96 128,48 Tengah 115,94 111,68 168,66 159,49 Ujung 158,72 177,88 228,88 140,35 Nilai tegangan lentur cantilever referensi yang tercantum di dalam Tabel 16 merupakan nilai tegangan lentur referensi untuk konstruksi yang berada dalam kondisi pembebanan aktualnya tetap dan terlindung. Bangunan alat penangkapan ikan umumnya berada di dalam air, sehingga harus disesuaikan untuk kondisi aktualnya. Kisaran nilai tegangan lentur cantilever referensi yang diposisikan di dalam air seperti tercantum dalam Tabel 17, yaitu berkisar antara 69,61 – 152,58 kgcm 2 . Hal ini menunjukkan bahwa untuk model cantilever beban sebesar 69 kg 102 Gambar 68. Kurva berbagai hubungan data elastisitas dan beban serta regangan hasil uji lentur cantilever pada spesimen bambu bagian pangkal. Modulus of elasticity - Load relationship PCTA 1:1 E = -0.2227P 2 + 3.3365P + 1.1594 2 4 6 8 10 12 14 16 0.00 5.00 10.00 15.00 Load kgf E k g f m m 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship PCTA 1:1 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 Deflection mm Loa d k gf m m 2 exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship PCTB 1:1 E = -0.1675P 2 + 2.6901P + 0.9425 2 4 6 8 10 12 14 0.00 5.00 10.00 15.00 Load kgf E k g f mm 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship PCTB 1:1 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 Deflection mm Lo a d k gf exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship PCTA 1:12 E = -1.8237P 2 + 5.9365P + 0.3925 1 2 3 4 5 6 7 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 Load kgf E k g f mm2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship PCTA 1:12 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 0.00 50.00 100.00 150.00 Deflection mm Load k g f exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship PCTB 1:12 E = -0.7346P 2 + 6.2142P + 0.6577 2 4 6 8 10 12 14 16 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 Load kgf E k gf m m 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship PCTB 1:12 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 Deflection mm Lo a d k gf exp result calc result 103 Gambar 69. Kurva berbagai hubungan data elastisitas dan beban serta regangan hasil uji lentur cantilever pada spesimen bambu bagian tengah. Modulus of elasticity - Load relationship TCTA 1:1 E = -4.4333P 2 + 16.92P + 2.3039 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 Load kgf E k g f m m 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship PCTA 1:1 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 Deflection mm Lo ad k g f m m 2 exp result calc result Load - Deflection relationship TCTA 1:1 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 Deflection mm Lo a d k g f exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship TCTB 1:1 E = -2.9185P 2 + 12.268P + 2.8792 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 Load kgf E k g f mm 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship TCTB 1:1 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 Deflection mm Lo ad k g f exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship TCTA 1:12 E = -28.191P 2 + 44.056P + 1.7274 5 10 15 20 25 0.0 0.5 1.0 1.5 Load kgf E k g f m 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship TCTA 1:12 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 Deflection mm Lo a d k gf exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship TCTB 1:12 E = -30.343P 2 + 43.839P + 1.5719 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 Load kgf E k g f mm 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship TCTB 1:12 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 Deflection mm Lo ad k g f exp result calc result 104 pada satu titik pembebanan dapat menyebabkan pelendutan bambu. Nilai tegangan lentur cantilever referensi tertinggi terjadi pada bagian ujung bambu dengan kulit luar di bawah dan tebal:lebar 1:1, sedangkan yang terendah terjadi pada bagian pangkal bambu dengan kulit luar di atas dan tebal:lebar 1:½. Jika Gambar 70. Kurva berbagai hubungan data elastisitas dan beban serta regangan hasil uji lentur cantilever pada spesimen bambu bagian ujung. Modulus of elasticity - Load relationship UCTA 1:1 E = -23.135P 2 + 35.136P + 2.4373 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0.00 0.50 1.00 1.50 Load kgf E k gf m m 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship UCTA 1:1 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 Deflection mm Lo a d k g f exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship UCTB 1:1 E = -31.361P 2 + 41.299P + 2.5653 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 Load kgf E k gf m m 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship UCTB 1:1 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 Deflection mm Lo ad k g f exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship UCTA 1:12 E = -93.216P 2 + 70.259P + 2.7386 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 Load kgf E k g f mm 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship UCTA 1:12 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 Deflection mm Loa d k gf exp result calc result Modulus of elasticity - Load relationship UCTB 1:12 E = -76.559P 2 + 71.289P + 2.6997 5 10 15 20 25 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 Load kgf E k g f m m 2 exp result calc result Poly. exp result Load - Deflection relationship UCTB 1:12 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 Deflection mm Load k g f exp result calc result 105 menghendaki tidak terjadi pelendutan dengan beban seberat 69 kg atau bahkan mungkin lebih besar dari angka tersebut, maka pembebanan tidak dilakukan di satu titik, tetapi ditata di beberapa titik. Tabel 17. Nilai tegangan lentur cantilever referensi allowable bending stress kgfcm 2 di dalam air Bagian Bambu Kulit luar di atas Kulit luar di bawah Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal 116,91 69,61 89,31 85,65 Tengah 77,29 74,45 112,44 106,33 Ujung 105,81 118,59 152,58 93,57

4.5 Pengujian Tarik

Uji tarik hanya dibedakan berdasarkan bagian dan lebar bambu contoh uji, karena posisi kulit tidak berpengaruh terhadap kekuatan spesimen. Dalam pelaksanaan uji tarik, tidak semua contoh uji memberikan hasil uji, yaitu semua spesimen dari bagian pangkal dengan tebal:lebar 1:1 tidak memberikan hasil uji.

4.5.1 Modulus elastisitas Modulus of elasticity

Kisaran nilai modulus elatisitas bambu dalam uji tarik secara umum menunjukkan selang yang tidak terlalu lebar. Kisaran nilai di bagian pangkal dengan tebal:lebar 1:½ adalah yang terlebar, yaitu 14,53 – 119,64 kgfcm 2 . Nilai modulus elastisitas bambu rata-rata dari uji tarik berkisar antara 39,61 kgfcm 2 pada bagian ujung dengan tebal:lebar 1:½ hingga 72,53 kgfcm 2 pada bagian pangkal dengan tebal:lebar 1:½. Lebih lengkap mengenai kisaran nilai hasil uji tarik dapat dibaca dalam Tabel 18, sedangkan nilai modulus elastisitas tarik rata- rata dapat dibaca dalam Tabel 19. Analisis statistik untuk nilai modulus elastisitas dilakukan dua kali, karena data interaksi pangkal dan tebal:lebar 1:1 tidak diperoleh, yaitu menguji pengelompokan bagian hanya untuk tebal:lebar 1:½ dan menguji interaksi pengelompokan bagian-lebar hanya untuk bagian tengah dan ujung. Hasil analisis statistik Lampiran 9 poin 3 dan Lampiran 14 poin 1 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan bagian-lebar tidak berpengaruh nyata pada tingkat 106 kepercayaan 90 , sedangkan pengelompokan bagian batang bambu pada tebal:lebar 1:½ berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99. Grafik plot kenormalan menunjukkan asumsi kenormalan tidak dilanggar, hal ini tampak dari titik hasil uji yang cenderung membentuk garis lurus. Tabel 18. Kisaran nilai modulus elastisitas kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan Bagian bambu Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal Tidak ada data 14,53 - 119,64 Tengah 26,59 - 91,67 8,28 - 79,64 Ujung 10,38 - 71,66 8,61 - 81,16 Tabel 19. Nilai modulus elastisitas rata-rata kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan dalam uji tarik Bagian bambu Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal Tidak ada data 72,53 Tengah 49,89 47,62 Ujung 50,20 39,61

4.5.2 Tegangan tarik

Kisaran nilai tegangan tarik bambu bervariasi untuk setiap bagian batang bambu, mulai yang tersempit pada bagian tengah bambu dangan tebal:lebar 1:1 118,90 – 1.293,21 kgfcm 2 hingga yang terlebar pada bagian ujung bambu dengan tebal:lebar 1:½ 50,67 – 4.212,19 kgfcm 2 . Secara lengkap kisaran tegangan tarik bambu menurut pengelompokan seperti tercantum dalam Tabel 18. Nilai tegangan tarik bambu rata-rata berkisar antara 674,59 – 1.291,82 kgfcm 2 . Nilai tegangan tarik terkecil terjadi pada batang bambu bagian tengah dengan tebal:lebar 1:1 dan yang tertinggi terjadi pada bagian tengah bambu dengan tebal:lebar 1:½. Nilai tegangan tarik bambu uji seluruhnya dapat dibaca dalam Tabel 20. Hasil analisis statistik terhadap tegangan hasil uji tarik Lampiran 9 poin 3 dan Lampiran 14 poin 2 menunjukkan bahwa perbedaan lebar bambu memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kepercayaan 99 , sedangkan perlakuan bagian dan interaksi bagian-lebar contoh uji tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 90. Perlakuan bagian pada tebal:lebar 1:½ 107 memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kepercayaan 99. Grafik plot kenormalan menunjukkan asumsi kenormalan tidak dilanggar, hal ini tampak dari titik hasil uji yang cenderung membentuk garis lurus. Tabel 20. Kisaran nilai tegangan tarik kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan Bagian bambu Tebal: Lebar 1:1 Tebal: Lebar 1:½ Pangkal Tidak ada data 160,33 - 1766,53 Tengah 118,90 – 1.293,21 589,53 – 2.131,39 Ujung 299,94 – 1.877,59 50,67 – 4.212,19 Tabel 21. Nilai tegangan tarik rata-rata kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan Bagian bambu Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal Tidak ada data 700,90 Tengah 674,59 1.291,82 Ujung 742,53 1.290,29

4.5.3 Kurva tegangan-regangan dari hasil uji tarik

Hasil uji tarik dari setiap pengelompokan digambarkan dalam kurva hubungan antara tegangan dan elastisitas. Selanjutnya dari kurva hubungan tersebut digambarkan trendline-nya dan didapatkan persamaannya. Berdasarkan Hukum Hooke, dengan persamaan yang diperoleh selanjutnya dicari nilai modulus elastisitas dan regangan teoritisnya. Nilai-nilai tegangan, regangan dan modulus elastisitas hasil uji dan hasil perhitungan dapat dilihat dalam Lampiran 15, sedangkan persamaan yang diperoleh dapat dilihat dalam Tabel 22. Hubungan antara tegangan tarik dan modulus elastisitas dari hasil uji tarik bagian pangkal bambu membentuk kurva polynomial dengan persamaan E = -0,02 σ 2 + 20,84 σ + 923,74 Gambar 71 dan Lampiran 15 poin 1. Dari Gambar 71 terlihat bahwa kurva hubungan antara regangan dan tegangan tarik bagian pangkal bambu hasil uji dan hasil perhitungan hampir berimpit. 108 Tabel 22. Persamaan pada kurva hubungan tegangan-elastisitas dari hasil uji tarik untuk setiap pengelompokan Bagian Bambu Tebal:Lebar 1:1 1:½ Pangkal Tidak ada E = -0,02 σ 2 + 20,84 σ + 923,74 Tengah E = -0,02 σ 2 + 20,32 σ + 1.554,7 E = -0,01 σ 2 + 27,16 σ + 3.347,2 Ujung E = -0,02 σ 2 + 29,38 σ + 2.972,5 E = -0,02 σ 2 + 37,34 σ + 4.683,6 Keterangan : E = modulus elastisitas ; σ = tegangan stress Hubungan antara tegangan tarik dan modulus elastisitas dari hasil uji tarik bagian tengah bambu membentuk kurva polynomial dengan persamaan E = -0,02 σ 2 + 20,32 σ + 1.554,7 untuk tebal:lebar 1:1 dan untuk tebal:lebar 1:½ E = -0,01 σ 2 + 27,16 σ + 3.347,2 Gambar 72 dan Lampiran 15 poin 2 dan 3. Kurva modulus elastisitas hasil uji berada relatif dekat dengan trendline-nya. Dari Gambar 72 terlihat bahwa kurva hubungan antara regangan dan tegangan tarik bagian tengah bambu hasil uji dan hasil perhitungan hampir berimpit, untuk nilai tegangan yang sama nilai regangan teoritis lebih besar dibandingkan nilai hasil uji. Kurva hubungan antara tegangan tarik dan modulus elastisitas dari hasil uji tarik bagian ujung bambu berbentuk polynomial dengan persamaan E = -0,02 σ 2 + 29,38 σ + 2.972,5 untuk tebal:lebar 1:1 dan untuk tebal:lebar 1:½ E = -0,02 σ 2 + 37,34 σ + 4.683,6 Gambar 73 dan Lampiran 15 poin 4 dan 5. Kurva modulus elastisitas hasil uji berada relatif dekat dengan trendline-nya. Kurva hubungan antara regangan dan tegangan tarik bagian ujung bambu hasil uji dan hasil perhitungan hampir berimpit Gambar 73. Gambar 71. Kurva hubungan tegangan-regangan dari hasil uji tarik bagian pangkal bambu. Modulus of elasticity - stress relationship TP 1:12 E = -0.0214 σ 2 + 20.839 σ + 923.74 0.0 1000.0 2000.0 3000.0 4000.0 5000.0 6000.0 7000.0 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 Stress kgfcm2 E k g f c m 2 E exp result Poly. E exp result Stress - Strain relationship TP 1:12 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 Strain S tr e s s k g fc m 2 exp result calc resultl 109 4.5.4 Tegangan tarik referensi allowable tensile stress Nilai tegangan tarik referensi allowable tensile stress bambu berkisar antara 137,47 – 489,39 kgcm 2 . Hal ini menunjukkan bahwa beban maksimum yang dapat ditahan oleh konstruksi bambu sebesar 137 kg pada luasan 1 cm 2 . Nilai tegangan tarik referensi tertinggi terjadi pada bagian ujung bambu dengan tebal:lebar 1:½, sedangkan yang terendah terjadi pada bagian pangkal bambu dengan tebal:lebar 1:½. Lebih lengkap mengenai nilai tegangan tarik referensi dari setiap pengelompokan dapat dilihat dalam Tabel 23. Nilai tegangan tarik referensi yang tercantum di dalam Tabel 23 hanya berlaku untuk konstruksi yang berada dalam kondisi pembebanan aktualnya tetap dan terlindung. Bangunan alat penangkapan ikan umumnya berada di dalam air, sehingga harus disesuaikan untuk kondisi di dalam air. Nilai tegangan tarik referensi untuk kondisi di dalam air berkisar antara 91,64 – 326,26 kgfcm 2 . Nilai tegangan tarik referensi tertinggi untuk kondisi di dalam air terjadi pada bagian ujung dengan tebal:lebar 1:½, sedangkan yang terendah terjadi pada bagian Gambar 72. Kurva hubungan tegangan-regangan dari hasil uji tarik bagian tengah bambu. Stress - Strain relationship TT 1:1 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 800.0 900.0 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 Strain S tr e s s k g fc m 2 exp result calc result Tarik - Tengah 1:1 E = -0.0178 σ 2 + 20.315 σ + 1554.7 0.0 1000.0 2000.0 3000.0 4000.0 5000.0 6000.0 7000.0 8000.0 0.0 200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0 Stress kgfcm2 M o d u lu s el ast is kg f cm 2 exp Poly. exp Stress - Strain relationship TT 1:12 0.0 200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0 1200.0 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 Strain S tr ess k gf c m 2 exp result calc result Modulus of elasticity - Stress relationship TT 1:12 E = -0.0144 σ 2 + 27.159 σ + 3347.2 0.0 2000.0 4000.0 6000.0 8000.0 10000.0 12000.0 14000.0 16000.0 18000.0 0.0 200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0 1200.0 Stress kgfcm2 E k gf c m 2 E exp result Poly. E exp result 110 pangkal dengan tebal:lebar 1:½. Nilai tegangan tarik referensi untuk kondisi di dalam air seperti tercantum dalam Tabel 24. Tabel 23. Nilai tegangan tarik referensi kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan Bagian bambu Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal Tidak ada data 137,47 Tengah 177,39 258,89 Ujung 152,07 489,39 Tabel 24. Nilai tegangan tarik referensi untuk kondisi di dalam air kgfcm 2 Bagian bambu Tebal:Lebar 1:1 Tebal:Lebar 1:½ Pangkal Tidak ada data 91,64 Tengah 118,26 172,59 Ujung 101,38 326,26 Gambar 73. Kurva hubungan tegangan-regangan dari hasil uji tarik bagian ujung bambu. Stress - Strain relationship TU 1:1 0.000 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 800.000 900.000 1000.000 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 Strain S tr e ss kg f c m 2 exp result calc result Modulus of elasticity - Stress relationship TU 1:1 E = -0.0218 σ 2 + 29.375 σ + 2972.5 0.0 2000.0 4000.0 6000.0 8000.0 10000.0 12000.0 14000.0 0.000 200.000 400.000 600.000 800.000 1000.000 Stress kgfcm2 E k gf c m 2 E exp result Poly. E exp result Stress - Strain relationship TU 1:12 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 800.00 900.00 1000.00 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 Strain S tr ess k gf c m 2 exp result calc result Modulus of elasticity - Stress relationship TU 1:1 E = -0.0218 σ 2 + 29.375 σ + 2972.5 0.0 2000.0 4000.0 6000.0 8000.0 10000.0 12000.0 14000.0 0.000 200.000 400.000 600.000 800.000 1000.000 Stress kgfcm2 E k gf c m 2 E exp result Poly. E exp result 111

4.6 Pengujian Tekan

4.6.1 Modulus elastisitas MOE pada uji tekan tegak lurus serat

Kisaran nilai modulus elastisitas dari uji tekan tegak lurus serat berbeda pada setiap contoh uji untuk perlakuan yang berbeda. Nilai modulus elastisitas dengan kisaran tersempit terjadi pada bagian pangkal berkulit luar di atas sebesar 55,13 – 234,12 kgfcm 2 , sedangkan kisaran terlebar terjadi pada bagian ujung dengan kulit luar di bawah sebesar 101,49 – 613,94 kgfcm 2 . Secara lengkap nilai modulus elastisitas hasil uji tekan dapat dilihat dalam Tabel 25. Tabel 25. Kisaran nilai modulus elastisitas tekan tegak lurus serat kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan Bagian bambu Tepi atas Tepi bawah Tepi samping Pangkal 55,13 - 234,12 68,07 - 255,97 29,13 - 434,07 Tengah 126,61 - 553,38 116,16 – 366,40 180,68 - 530,66 Ujung 133,72 - 469,37 101,49 – 613,94 130,13 - 544,30 Nilai modulus elastisitas rata-rata hasil uji tekan tegak lurus serat berkisar antara 147,82 – 330,57 kgfcm 2 . Bagian batang pangkal berkulit luar di atas memiliki nilai modulus elastisitas rata-rata yang terkecil, sedangkan yang tertinggi terjadi pada bagian tengah dengan posisi kulit luar di samping. Berdasarkan nilai yang diperoleh dalam uji, maka posisi uji yang menunjukkan angka tertinggi untuk setiap bagian batang bambu adalah posisi kulit luar di samping, dengan kata lain bahwa posisi kulit luar di samping menunjukkan kelenturan yang lebih tinggi dalam menahan gaya tekan. Lebih lengkap mengenai nilai modulus elastisitas rata-rata hasil uji tekan tegak lurus serat dapat dibaca dalam Tabel 26. Tabel 26. Nilai modulus elastisitas tekan tegak lurus serat rata-rata kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan Bagian bambu Posisi kulit luar di atas bawah samping Pangkal 147,82 152,54 227,04 Tengah 222,90 213,61 330,57 Ujung 236,44 251,74 325,92 112 Hasil analisis statistik Lampiran 9 poin 4 dan Lampiran 16 poin 1 menunjukkan bahwa baik secara individu maupun secara bersama pengelompokan yang diberikan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99 dengan koefisien determinasi sebesar 70,90. Grafik plot kenormalan menunjukkan asumsi kenormalan tidak dilanggar, hal ini tampak dari titik hasil uji yang cenderung membentuk garis lurus. Berdasarkan hasil analisis terhadap nilai modulus elastisitas tersebut, maka bagian bambu yang akan digunakan harus diperhitungkan juga posisi pemakaiannya terlebih dahulu mengingat masing- masing mempunyai nilai elastisitas yang berbeda.

4.6.2 Tegangan tekan tegak lurus serat

Kisaran nilai tegangan tekan tegak lurus serat bervariasi untuk setiap bagian batang bambu dengan posisi kulit luar yang berbeda. Kisaran nilai yang tersempit terjadi pada bagian tengah dengan kulit luar di samping 126,36 – 202,35 kgfcm 2 hingga yang terlebar pada bagian ujung dengan kulit luar di bawah 33,63 – 1.275,53 kgfcm 2 . Secara lengkap kisaran nilai tegangan tekan tegak lurus serat menurut perlakuan seperti tercantum dalam Tabel 27. Tabel 27. Kisaran nilai tegangan tekan tegak lurus serat kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan Bagian bambu Posisi kulit luar di atas bawah samping Pangkal 34,80 - 133,83 37,04 - 243,10 10,73 - 137,70 Tengah 170,43 – 1.250,05 276,41 – 1.250,06 126,36 - 202,35 Ujung 75,47 – 1.309,27 33,63 – 1.275,53 113,49 – 270,29 Nilai tegangan tekan tegak lurus serat rata-rata berkisar antara 78,31 – 1.010,98 kgfcm 2 . Nilai tegangan tekan tegak lurus serat terkecil terjadi pada batang bambu bagian pangkal dengan kulit luar di samping dan yang tertinggi terjadi pada bagian ujung dengan kulit luar di bawah. Nilai tegangan tekan tegak lurus serat rata-rata untuk setiap posisi semakin besar dari pangkal ke arah ujung, jadi semakin ke arah ujung bilah bambu semakin kuat. Nilai tegangan tekan tegak lurus serat rata-rata seluruhnya dapat dibaca dalam Tabel 28. 113 Tabel 28. Nilai tegangan tekan tegak lurus serat rata-rata kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan Bagian bambu Posisi kulit luar di atas bawah samping Pangkal 81,23 126,83 78,31 Tengah 830,56 891,41 170,10 Ujung 992,94 1.010,98 191,06 Hasil analisis statistik terhadap hasil uji tekan tegak lurus serat Lampiran 9 poin 4 dan Lampiran 16 poin 2 menunjukkan bahwa secara individu maupun bersama-sama perbedaan bagian batang bambu dan posisi kulit luar bambu dalam uji tekan tegak lurus serat memberikan pengaruh yang nyata pada selang kepercayaan 99 dengan koefisien determinasi 86,60. Grafik plot kenormalan menunjukkan asumsi kenormalan tidak dilanggar, hal ini tampak dari titik hasil uji yang cenderung membentuk garis lurus.

4.6.3 Kurva tegangan-regangan dari hasil uji tekan tegak lurus serat

Hasil uji tekan tegak lurus serat dari setiap pengelompokan digambarkan dalam kurva hubungan antara tegangan dan elastisitas. Selanjutnya dari kurva hubungan tersebut digambarkan trendline-nya dan didapatkan persamaannya. Berdasarkan Hukum Hooke, dengan persamaan yang diperoleh selanjutnya dicari nilai modulus elastisitas dan regangan teoritisnya. Nilai-nilai tegangan, regangan dan modulus elastisitas hasil uji dan hasil perhitungan dapat dilihat dalam Lampiran 17, sedangkan persamaan yang diperoleh dapat dilihat dalam Tabel 29. Hubungan antara tegangan tekan dan modulus elastisitas dari hasil uji tekan tegak lurus serat bagian pangkal bambu membentuk kurva polynomial dengan persamaan E = -0,01 σ 2 + 4,1 σ + 122,3 untuk posisi kulit luar di atas, E = - 0,01 σ 2 + 3,6 σ + 176,5 untuk posisi kulit luar di bawah dan untuk posisi kulit luar di samping E = -0,11 σ 2 + 16,3 σ + 20,6 Gambar 74 dan Lampiran 17 poin 1 sampai dengan 3. Kurva modulus elastisitas hasil uji berada relatif dekat dengan trendline-nya dengan pola yang hampir sama, kecuali pada bagian ujung yang agak berbeda bentuknya. Dari Gambar 74 terlihat bahwa kurva hubungan antara 114 regangan dan tegangan tekan tegak lurus serat pada bagian pangkal bambu hasil uji dan hasil perhitungan hampir berimpit. Pada kurva terjadi dua kali perpotongan, di awal dan akhir regangan, nilai perhitungan lebih besar dibandingkan dengan nilai eksperimen pada tegangan yang sama, namun pada bagian ujung bambu terjadi sebaliknya dengan jumlah perpotongan yang lebih banyak. Tabel 29. Persamaan pada kurva hubungan tegangan-elastisitas dari hasil uji tekan tegak lurus serat untuk setiap pengelompokan Bagian bambu Posisi kulit luar di atas bawah samping Pangkal E = -0,01 σ 2 + 4,1 σ + 122,3 E = -0,01 σ 2 + 3,6 σ+ 176,5 E = -0,1 σ 2 + 16,3 σ + 20,6 Tengah E = -0,002 σ 2 + 3,4 σ + 196,2 E = -0,002 σ 2 + 3,6 σ + 237,6 E = -0,05 σ 2 + 18,0 σ + 69,3 Ujung E = -0,002 σ 2 + 4,6 σ + 153,7 E = -0,002 σ 2 + 4,0 σ + 189,4 E = -0,07 σ 2 + 19,2 σ + 83,1 Hubungan antara tegangan tekan dan modulus elastisitas dari hasil uji tekan tegak lurus serat bagian tengah bambu membentuk kurva polynomial dengan persamaan E = -0,002 σ 2 + 3,4 σ + 196,2 untuk posisi kulit luar di atas, untuk posisi kulit luar di bawah E = -0,002 σ 2 + 3,6 σ + 237,6 dan untuk posisi kulit luar di samping E = -0,05 σ 2 + 18,0 σ + 69,3 Gambar 75 dan Lampiran 17 poin 4 sampai dengan 6. Kurva modulus elastisitas hasil uji berada relatif dekat dengan trendline-nya dengan tipe polynomial. Kurva hubungan antara regangan dan tegangan tekan tegak lurus serat bagian tengah bambu hasil uji dan hasil perhitungan hampir berimpit, walaupun terjadi perpotongan pada setiap grafik, namun tampak selisih nilai dari hasil eksperimen dan hasil perhtiungan tidak jauh Gambar 75. Hubungan antara tegangan tekan dan modulus elastisitas dari hasil uji tekan tegak lurus serat bagian ujung bambu membentuk kurva polynomial dengan persamaan E = -0,002 σ 2 + 4,6 σ + 153,7 untuk posisi kulit luar di atas, untuk posisi kulit luar di bawah persamaan E = -0,002 σ 2 + 4,0 σ + 189,4 dan untuk posisi kulit kuar di samping E = -0,07 σ 2 + 19,2 σ + 83,1 Gambar 76 dan Lampiran 17 poin 7 sampai dengan 9. Kurva modulus elastisitas hasil uji berada begitu dekat dengan trendline-nya. Kurva hubungan antara tegangan dan regangan tekan tegak lurus 115 serat bagian ujung bambu hasil uji dan hasil perhitungan hampir berimpit, untuk nilai tegangan yang sama nilai regangan teoritis lebih kecil dibandingkan nilai hasil uji.

4.6.4 Tegangan tekan tegak lurus serat referensi allowable compress stress

Nilai tegangan tekan referensi tegak lurus serat allowable compress stress berkisar antara 52,20 – 236,01 kgfcm 2 . Nilai tegangan tekan referensi tegak lurus serat rata-rata terendah terjadi pada bagian pangkal bambu dengan posisi kulit luar di atas, sedangkan yang tertinggi terjadi pada bagian tengah dengan posisi kulit luar di bawah. Nilai tegangan tekan referensi tegak lurus serat Gambar 74. Kurva hubungan tegangan-regangan dari hasil uji tekan tegak lurus serat bagian pangkal bambu. Stress - Strain relationship PTeA 50 100 150 200 250 300 350 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 Strain S tr e s s k g fc m 2 exp result calc result Modulus of elasticity - Stress relationship PTeA E = -0.0087 σ 2 + 4.0674 σ + 122.28 100 200 300 400 500 600 700 50 100 150 200 250 300 350 Stress kgfcm2 E k g f c m 2 E exp result Poly. E exp result Stress - Strain relationship PTeB 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 Strain S tr e s s k g fc m 2 exp result calc result Modulus of elasticity - Stress relationship PTeB E = -0.0065 σ 2 + 3.6156 σ+ 176.49 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 800.0 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 Stress kgfcm2 E k g f c m 2 E exp result Poly. E exp result Modulus of elasticity - Stress relationship PTeS E = -0.1083 σ 2 + 16.256 σ + 20.635 100 200 300 400 500 600 700 0.000 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 Stress kgfcm2 E k gf c m 2 E exp result Poly. E exp result Stress - Strain relationship PTeS 0.000 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 Strain S tr e s s k g fc m 2 exp result calc result 116 rata-rata pada posisi kulit luar di atas semakin besar dari arah pangkal ke bagian ujung bambu, sedang pada dua posisi kulit luar bambu yang lain tidak berpola demikian. Nilai tegangan tekan referensi tegak lurus serat rata-rata selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 30. Tabel 30. Nilai tegangan tekan tegak lurus serat referensi – allowable compress stress kgfcm 2 untuk setiap pengelompokan Bagian bambu Tepi atas Tepi bawah Tepi samping Pangkal 52,20 86,28 77,49 Tengah 135,49 236,01 79,63 Ujung 209,76 220,73 74,09 Gambar 75. Kurva hubungan tegangan-regangan dari hasil uji tekan tegak lurus serat bagian tengah bambu. Modulus of elasticity - Stress relationship TTeA E = -0.0016 σ 2 + 3.426 σ + 196.19 0.0 500.0 1000.0 1500.0 2000.0 2500.0 0.0 200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0 Stress kgfcm2 E k g f c m 2 E exp result Poly. E exp result Stress - Strain relationship TTeA 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 800.0 900.0 1000.0 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 Strain S tr es s kgf cm 2 exp result calc result Modulus of elasticity - Stress relationship TTeB E = -0.0019 σ 2 + 3.624 σ + 237.64 0.0 500.0 1000.0 1500.0 2000.0 2500.0 0.0 200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0 Stress kgfcm2 E k gf c m 2 E exp result Poly. E exp result Stress - Strain relationship TTeB 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 800.0 900.0 1000.0 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 Strain S tr e s s k g fc m 2 exp result calc result Modulus of elasticity - Stress relationship TTeS E = -0.0479 σ 2 + 17.992 σ + 69.289 0.0 200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0 1200.0 1400.0 1600.0 1800.0 2000.0 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 Stress kgfcm2 E k g f c m 2 E exp result Poly. E exp result StressStrain relationship TTeS 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 140.0 160.0 180.0 200.0 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 Strain S tr ess 9k g f cm 2 exp result calc result 117 Hasil analisis statistik terhadap hasil uji tekan tegak lurus serat Lampiran 9 poin 4 dan Lampiran 17 poin 3 menunjukkan bahwa secara individu maupun bersama-sama perbedaan bagian batang dan posisi kulit luar bambu dalam uji tekan tegak lurus serat memberikan pengaruh yang nyata pada selang kepercayaan 99 dengan koefisien determinasi 81,05. Grafik plot kenormalan menunjukkan asumsi kenormalan tidak dilanggar, hal ini tampak dari titik hasil uji yang cenderung membentuk garis lurus. Nilai tegangan tekan referensi tegak lurus serat dalam kondisi di dalam air hanya sebesar dua per tiga dari kondisi aktual pembebanan tetap dan terlindung. Nilai tegangan tekan referensi tegak lurus serat rata-rata untuk kondisi di dalam air berkisar antara 34,80 – 157,34 kgfcm 2 . Nilai tegangan tekan referensi tegak Gambar 76. Kurva hubungan tegangan-regangan dari hasil uji tekan tegak lurus serat bagian ujung bambu. Modulus of elasticity - Stress relationship UTeA E = -0.0023 σ 2 + 4.6302 σ + 153.69 0.0 500.0 1000.0 1500.0 2000.0 2500.0 3000.0 0.0 200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0 Stress kgfcm2 E k g f c m 2 E exp result Poly. E exp result Stress - Strain relationship UTeA 0.000 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 800.000 900.000 1000.000 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 Strain St ress k gf c m 2 exp result calc result Modulus of elasticity - Stress relationship UTeA E = -0.0017 σ 2 + 3.9655 σ + 189.43 0.0 500.0 1000.0 1500.0 2000.0 2500.0 3000.0 0.0 200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0 1200.0 1400.0 Stress kgfcm2 E k gf c m 2 E exp result Poly. E exp result Stress - Strain relationship UTeA 0.0 200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0 1200.0 1400.0 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 Strain St re s s k gf c m 2 exp result calc result Modulus of elasticity - Stress relationship UTeS E = -0.0662 σ 2 + 19.222 σ + 83.051 0.0 200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0 1200.0 1400.0 1600.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 140.0 Stress kgfcm2 E k gf c m 2 E exp result Poly. E exp result Stress-Strain relationship UTeS 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 140.0 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 Strain S tr ess k gf c m 2 exp result calc result 118 lurus serat tertinggi untuk kondisi di dalam air terjadi pada bagian tengah dengan posisi kulit luar di bawah, sedangkan yang terendah terjadi pada bagian pangkal dengan posisi kulit luar di atas. Beban maksimum yang dapat ditahan di dalam air adalah sebesar 34 kg. Nilai tegangan tekan referensi tegak lurus serat rata-rata untuk kondisi di dalam air seperti tercantum dalam Tabel 31. Tabel 31. Nilai tegangan tekan tegak lurus serat referensi – allowable compress stress di dalam air kgfcm 2 Bagian bambu Tepi atas Tepi bawah Tepi samping Pangkal 34,80 57,52 51,66 Tengah 90,32 157,34 53,09 Ujung 139,84 147,15 49,39

4.6.5 Hasil uji tekan sejajar serat

Uji tekan sejajar serat hanya dilakukan dengan membedakan bagian batang bambu. Kisaran nilai modulus elatisitas, tegangan tekan dan tahanan tekan referensi dalam uji tekan sejajar serat bervariasi untuk setiap bagian batang bambu Tabel 32. Kisaran nilai modulus elastisitas tersempit terjadi pada bagian tengah bambu dengan angka 892,41 – 1.586,60 kgfcm 2 dan terlebar pada bagian pangkal sebesar 622,80 – 1.828,20 kgfcm 2 . Kisaran nilai tegangan tekan sejajar serat yang sempit terjadi pada batang bambu bagian tengah dengan angka 456,47 – 672,57 kgfcm 2 dan terlebar terjadi pada batang bambu bagian ujung sebesar 382,44 – 773,18 kgfcm 2 . Lebih lengkap mengenai kisaran nilai-nilai hasil uji tekan sejajar serat seperti tercantum dalam Tabel 32. Tabel 32. Hasil uji tekan sejajar serat untuk setiap pengelompokan Bagian bambu Pangkal Tengah Ujung Modulus elastisitas 622,80 – 1.828,20 892,41 – 1.586,60 599,46 – 1.669,70 Tegangan 248,20 – 624,84 456,47 – 672,67 382,44 – 773,18 Nilai modulus elastisitas rata-rata pada uji tekan sejajar serat berkisar antara 1.142,93 – 1.264,90 kgfcm 2 Tabel 33. Nilai modulus elastisitas rata-rata 119 semakin kecil dari arah pangkal ke bagian ujung bambu. Hasil uji statistik untuk nilai-nilai modulus elastisitas ini Lampiran 9 poin 5 dan Lampiran 18 poin 1 menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap perbedaan bagian batang bambu pada tingkat kepercayaan 90. Grafik plot kenormalan menunjukkan asumsi kenormalan tidak dilanggar, hal ini tampak dari titik hasil uji yang cenderung membentuk garis lurus. Nilai tegangan tekan sejajar serat rata-rata berkisar antara 442,36 – 618,63 kgfcm 2 Tabel 33. Nilai tegangan tekan sejajar serat rata-rata semakin kecil dari arah ujung ke bagian pangkal bambu. Hasil uji statistik untuk nilai-nilai tegangan tekan sejajar serat Lampiran 9 poin 5 dan Lampiran 18 poin 2 menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap perbedaan batang bambu dengan koefisien determinasi sebesar 79,19. Asumsi kenormalan dalam grafik plot kenormalan dapat diterima, hal ini tampak dari titik-titik hasil uji yang cenderung membentuk garis lurus. Tabel 33. Nilai uji tekan sejajar serat rata-rata untuk setiap pengelompokan Bagian bambu Pangkal Tengah Ujung Modulus elastisitas 1.264,90 1.254,74 1.142,93 Tegangan 442,36 598,90 618,63 Persamaan kurva elastisitas-tegangan E = -0,05 σ 2 + 35,2 σ + 10,1 E = -0,05 σ 2 + 51,7 σ + 89,8 E = -0,04 σ 2 + 49,2 σ + 288,9 Tegangan tekan referensi 130,98 238,03 217,37 Tegangan tekan referensi dalam air 87,32 158,69 144,91 Hubungan antara tegangan tekan dan modulus elastisitas dari hasil uji tekan sejajar serat bambu membentuk kurva polynomial dengan persamaan E = - 0,05 σ 2 + 35,2 σ + 10,1 di bagian pangkal, di bagian tengah persamaan E = -0,05σ 2 + 51,7 σ + 89,8 dan E = -0,04σ 2 + 49,2 σ + 288,9 di bagian ujung Gambar 77 dan Lampiran 19. Kurva modulus elastisitas hasil uji berada dekat dengan trendline- nya, bahkan hampir berimpit. Kurva hubungan antara regangan dan tegangan tekan sejajar serat bambu hasil uji dan hasil perhitungan untuk semua bagian bambu hampir berimpit, walaupun terjadi perpotongan di beberapa titik. Hal ini 120 menunjukkan bahwa ada kesesuaian antara nilai-nilai hasil eksperimen dan hasil perhitungan teoritis. Nilai tegangan tekan referensi sejajar serat berkisar antara 130,98 – 238,03 kgfcm 2 Tabel 33. Nilai tegangan tekan referensi sejajar serat rata-rata yang tertinggi terjadi pada bagian tengah bambu dan yang terendah terjadi pada bagian pangkal bambu. Beban maksimum yang dapat ditahan dalam keadaan terlindung adalah sebesar 130 kg. Hasil uji statistik untuk nilai-nilai tahanan tekan referensi sejajar serat Lampiran 9 poin 5 dan Lampiran 18 poin 3 menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap perbedaan bagian batang bambu yang dipakai dengan Gambar 77. Kurva hubungan tegangan-regangan dari hasil uji tekan sejajar serat bambu. Modulus of elasticity - Stress relationship PTSS E = -0.0471 σ 2 + 35.165 σ + 10.067 0.0 2000.0 4000.0 6000.0 8000.0 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 Stress kgfcm2 E k g f c m 2 E exp result Poly. E exp result Strain-Stress relationship PTSS 0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0 300.0 350.0 400.0 450.0 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 Strain S tr e s s k g fc m 2 exp result calc result Modulus of elasticity - Stress relationship TTSS E = -0.0519 σ 2 + 51.672 σ + 89.811 0.0 2000.0 4000.0 6000.0 8000.0 10000.0 12000.0 14000.0 16000.0 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 Stress kgfcm2 E k gf c m 2 E exp result Poly. E exp result Stress-Strain relationship TTSS 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 Strain S tr ess kg f cm 2 exp result calc result Modulus of elasticity - Stress relationship UTSS E = -0.0415 σ 2 + 49.152 σ + 288.94 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 Stress kgfcm2 E k g f c m 2 E exp result Poly. E exp result Stress-Strain relationship UTSS 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 Strain S tr ess kg f cm 2 exp result calc result 121 koefisien determinasi sebesar 84,11. Grafik plot kenormalan menunjukkan bahwa asumsi kenormalan tidak dilanggar, hal ini tampak dari titik-titik hasil uji yang cenderung membentuk garis lurus. Nilai tegangan tekan referensi sejajar serat di dalam air berkisar antara 87,32 – 158,69 kgfcm 2 Tabel 33. Nilai tegangan tekan referensi sejajar serat rata-rata dalam air yang tertinggi terjadi pada bagian tengah bambu dan yang terendah terjadi pada bagian pangkal bambu. Menurut hasil uji ini, beban maksimum yang dapat ditahan oleh bahan bambu di dalam air adalah sebesar 87 kg. 5 PEMBAHASAN

5.1 Bambu Bahan Uji

Bambu betung Dendrocalamus asper merupakan satu dari empat macam bambu yang dianggap paling penting dan sering digunakan oleh masyarakat Indonesia, serta umum dipasarkan di Indonesia. Bambu betung yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu dewasa yang sudah berumur 4-5 tahun, sehingga tidak terjadi perubahan fisik sampai spesimen bambu diuji di laboratorium. Menurut Yap 1983, kadar air bambu yang baik digunakan sebagai bahan konstruksi adalah sebesar 12, kondisi ini untuk di luar negeri. Kondisi di Indonesia memungkinkan untuk kadar air berkisar antara 12-19 , menurut wilayahnya, khusus untuk kondisi Bogor kadar air yang baik adalah 15. Kadar air bambu uji berkisar antara 13,61 – 15,82 , masuk dalam selang kadar air syarat konstruksi di dalam negeri. Berat jenis semua bambu uji berada di bawah angka satu. Berat jenis bambu umumnya lebih kecil dibandingkan dengan berat jenis air, sehingga bambu akan meengapung di dalam air. Keadaan ini perlu dipertimbangkan dalam pembuatan konstruksi alat penangkapan ikan, terutama yang akan dioperasikan di dasar atau di kolom perairan atau yang dioperasikan secara menetap. Untuk keadaan demikian diperlukan penambahan pemberat agar konstruksi alat tangkap dari bambu ini bisa berada pada posisinya. Frick 2004 mengemukakan berat jenis bambu berbeda menurut jenisnya, berkisar antara 670-720 kgm³. Berat jenis bambu akan cepat menurun sesuai dengan proses pengeringan. Lebih lanjut Frick 2004 menyebutkan bahwa dengan kadar air rata-rata 12 , maka berat jenis bambu di Indonesia dianggap rata-rata sebesar 700 kgm³. Berat jenis bambu hasil penelitian berkisar antara 0,42 – 0,95 gcm³. Dengan kadar air hasil uji yang berkisar antara 13,61 – 15,82, maka berat jenis bambu akan menjadi meningkat. Untuk bahan bangunan yang kering, kadar air 12 merupakan suatu persyaratan, namun dirasa tidak demikian untuk bambu sebagai bahan alat penangkapan ikan yang waktu 124 pemakaiannya mayoritas di dalam air. Keadaan ini tentunya akan ada pengaruhnya pada pemakaian di lapangan.

5.2 Proses Pengujian