3.1.6 Pola Konsumsi
Hermanto dalam Pratiwi 2002 menyatakan bahwa pola konsumsi adalah alokasi pendapatan yang dikeluarkan untuk pembelian barang pokok dan barang
sekunder. Dengan mempelajari pola konsumsi dapat dinilai seberapa jauh perkembangan kesejahteraan masyarakat pada saat ini. Menurut Kamarudin dalam
Pratiwi 2002, pola konsumsi masyarakat ditentukan oleh beberapa faktor, seperti kondisi geografi, agama, tingkat sosial ekonomi, pengetahuan akan pangan dan
gizi, serta ketersediaan pangan seperti jumlah pembelian barang atau produk dan frekuensi pembelian.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Kesadaran masyarakat akan pentingnya pangan yang sehat diperlukan dalam upaya membangun sumber daya manusia SDM yang sehat, aktif dan
produktif. Untuk mencapai hal tersebut, salah satunya adalah dengan cara mengkonsumsi makanan yang berasal dari pangan hewani yang mengandung
protein tinggi seperti telur. Telur merupakan sumber protein hewani yang tersusun dari asam amino
essensial yaitu asam amino yang tidak dapat dibuat oleh tubuh atau pun digantikan oleh sumber makanan lain seperti sayur-sayuran, biji-bijian dan
buah-buahan protein nabati. Selain itu, telur merupakan produk peternakan yang paling banyak dikonsumsi karena memiliki harga yang lebih murah dibandingkan
sumber protein lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir ini, tepatnya pada tahun 2003 terjadi wabah
flu burung yang melanda peternakan ayam di Indonesia. Selain menyerang ayam
dan unggas lain, virus flu burung ini juga dapat menular dan menyebabkan kematian pada manusia. Hingga 9 Maret 2006 tercatat sebanyak 129 orang yang
diduga terinfeksi virus H5NI akibat kasus flu burung di Indonesia. Dari jumlah orang yang diduga terinfeksi tersebut, sebanyak 29 orang dinyatakan positif
terinfeksi virus H5NI dan 22 orang korban diantaranya meninggal dunia. Sedangkan di Bogor terjadi kasus flu burung yang menyebabkan meninggalnya
satu orang warga Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor pada awal tahun 2006. Hal ini dapat menyebabkan konsumen khawatir terhadap keamanan
mengkonsumsi telur ayam. Pola konsumsi telur ayam curah dilihat dari frekuensi dan jumlah
pembeliannya sebelum dan sesudah kasus flu burung diperkirakan akan menurun. Sementara itu untuk frekuensi dan jumlah pembelian telur bermerek diperkirakan
akan meningkat karena memiliki keunggulan dalam hal keterjaminan mutu. Sikap konsumen terhadap telur bermerek dan curah tersebut ditentukan oleh dua faktor
yaitu faktor karakteristik dan faktor produk. Faktor karakteristik individu terdiri dari pendapatan, pendidikan, usia,
jumlah anggota keluarga, jumlah balita dalam keluarga dan tuntutan kesehatan alasan konsumen mengkonsumsi telur bermerek. Sedangkan faktor karakteristik
produk telur ayam yang terdiri dari atribut-atribut kebersihan, ukuran, warna, harga, kandungan gizi, mudah diperoleh, kemasan, izin Depkes, tanggal
kadaluarsa dan ketersediaan produk. Selanjutnya akan diketahui keputusan konsumen dalam membeli telur bermerek atau curah di Hero Supermarket
padjajaran Bogor. Secara skematik kerangka pemikiran selengkapnya disajikan pada Gambar 2.
• Pola konsumsi telur ayam bermerek dan curah Frekuensi
pembelian, jumlah pembelian • Sikap terhadap telur bermerek dan
curah
Karakteristik Individu : • Pendapatan
• Pendidikan • Usia
• Jumlah anggota keluarga
• Jumlah balita dalam Keluarga
• Tuntutan kesehatan • Karakteristik Produk :
kebersihan, ukuran, warna, harga, kandungan gizi,
mudah diperoleh, kemasan, izin Departemen
Kesehatan, tanggal kadaluarsa
• Ketersediaan produk Telur Ayam
Sumber Protein Hewani
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kasus Flu Burung
Keputusan membeli telur bermerek atau telur curah konsumen rumah
tangga di Hero Supermarket Padjajaran Bogor
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Hero Supermarket Padjajaran Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja purposive. PT. Hero
Supermarket Padjajaran Bogor tersebut adalah salah satu supermarket di Kota Bogor yang menawarkan produk yang lengkap yang menyediakan produk telur
bermerek dengan berbagai macam kandungan gizi dan telur curah serta memiliki tingkat keramaian cukup tinggi dan konsumen umumnya merupakan golongan
menengah-atas yang menjadikan supermarket sebagai tempat berbelanja. Pemilihan Kota Bogor sebagai lokasi daerah penelitian karena Kota Bogor
merupakan wilayah yang sangat potensial dan letaknya yang dekat dengan Ibukota Jakarta sehingga pola konsumsi masyarakatnya sangat tinggi terhadap
produk-produk makanan bermerek. Selain itu, struktur mata pencaharian masyarakat Bogor terdiri dari pegawai swasta dan pemerintah sebanyak 57,07
persen dan sebanyak 16,28 persen bergerak di sektor perdagangan dengan total jumlah penduduk Kota Bogor 855.085 jiwa Badan Pusat Statistik Kota Bogor.
Hal ini yang menjadi pertimbangan bahwa masyarakat Kota Bogor merupakan masyarakat yang potensial untuk mengkonsumsi berbagai makanan yaitu telur
bermerek dan telur curah. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret 2007 sampai dengan April 2007.