mempelajari informasi. Pembelajaran yang kedua adalah pendekatan behaviourisme, dimana pendekatan ini hanya semata-mata berkenaan dengan
perilaku yang diamati.
3.1.3.3.3 Perubahan Sikap dan Perilaku
Watson dalam Engel et al. 1994 menyatakan bahwa pengulangan yang konstan akan mengukuhkan respon dan membina kebiasaan membeli. Perubahan
sikap dan perilaku merupakan sasaran dari kegiatan pemasaran. Salah satu usaha mempengaruhi perilaku adalah dengan menggunakan iklan.
3.1.4 Faktor -faktor yang Mempengaruhi Konsumsi
Kotler 2000 membagi faktor tersebut ke dalam empat faktor yaitu faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis. Pendapat lain dikemukakan oleh
Hawkins dalam Komalasi 2004 yang menyatakan bahwa perilaku konsumen dalam mengkonsumsi pangan dipengaruhi secara simultan oleh faktor–faktor
internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri konsumen dan faktor–faktor eksternal yaitu faktor–faktor yang berasal dari luar diri konsumen.
Pendapatan
Tingkat pendapatan mempengaruhi keputusan konsumen telur ayam di Hero Supermarket Padjajaran Bogor dalam memilih jenis dan merek produk yang
diinginkannya yaitu mengkonsumsi telur bermerek atau telur curah. Konsumen yang memiliki tingkat pendapatan tinggi akan memiliki preferensi yang berbeda
terhadap produk yang dipilihnya jika dibandingkan dengan pendapatan yang lebih
rendah baik merek, jumlah, jenis dan kualitasnya. Hal tersebut akan mendorong adanya pola konsumsi atau gaya hidup yang berbeda tergantung kepada
kebutuhan dari masing-masing konsumen. Pendapatan seseorang juga berkaitan erat dengan kemampuan daya
belinya. Biasanya tingkat pendapatan yang tinggi akan meningkatkan daya beli pada kebutuhan yang tidak pokok, tetapi tingginya pengeluaran belum tentu akan
meningkatkan pembelian untuk kebutuhan pangan.
Pendidikan
Pendidikan mempengaruhi konsumen dalam pilihannya terhadap produk yang diinginkan karena tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-
nilai yang dianutnya, cara berfikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu produk yang dikonsumsinya. Semakin tinggi pendidikan maka semakin
banyak informasi yang dimiliki seseorang mengenai kebutuhan tubuh akan gizi dan kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan gizi tersebut ke dalam
pemilihan produk pangan yang akan dikonsumsinya. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi yang
didapatnya Sumarwan, 2003. Hal ini diduga akan berpengaruh terhadap pola konsumsi seseorang baik jumlah maupun kebiasaan dalam mengkonsumsi telur.
Usia
Menurut Kotler 2000, usia dapat mempengaruhi selera seseorang terhadap beberapa barang dan jasa. Usia seseorang merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi persepsinya dalam membuat keputusan untuk menerima
produk, jasa, ide sebagai sesuatu yang baru. Usia dapat menunjukkan jenis makanan yang dibutuhkan dan diinginkan sesuai dengan umur konsumen.
Konsumen yang berusia produktif pada umumnya lebih memilih makanan yang banyak mengandung karbohidrat untuk memenuhi kebutuhan energinya. Hal ini
akan mempengaruhi pola konsumsi konsumen telur ayam di Hero Supermarket Padjajaran Bogor.
Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga mempengaruhi konsumsi konsumen terhadap telur yang dibelinya. Hal ini dikarenakan besar kecilnya keluarga menentukan
jumlah telur bermerek atau curah yang harus disediakan. Semakin besar ukuran keluarga maka akan semakin besar pula jumlah telur bermerek atau curah yang
harus tersedia. Seseorang yang mempunyai jumlah keluarga yang besar kemungkinan akan lebih cepat menghabiskan produk yang dibelinya dan mereka
diharuskan mempunyai persediaan yang lebih banyak.
Jumlah Balita dalam Keluarga
Balita dapat mempengaruhi pembelian suatu produk karena kemungkinan seseorang yang mempunyai balita dalam keluarga akan lebih memperhatikan
keamanan pangan yang dikonsumsinya, terutama yang banyak mengandung zat gizi. Secara harfiah, balita atau anak bawah lima tahun adalah anak usia kurang
dari lima tahun sehingga bayi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini.
Menurut Persagi dalam Uripi 2004 berdasarkan karakteristiknya, balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari satu tahun
sampai tiga tahun yang dikenal dengan batita dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan usia prasekolah. Balita merupakan usia
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik anak, oleh karena itu usia belia ini membutuhkan asupan zat gizi yang relatif lebih tinggi dibandingkan
orang dewasa. Zat gizi ini berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh balita terhadap berbagai gangguan kesehatan dan meningkatkan daya ingat atau
kecerdasan otaknya.
Tuntutan Kesehatan
Kesehatan merupakan hal yang penting dan mahal dalam hidup. Untuk memperoleh hidup sehat, seseorang berlomba-lomba dengan mengorbankan apa
yang dimilikinya seperti uang dan waktu. Semakin banyaknya jenis penyakit yang menyerang tubuh manusia baik dalam usia dini maupun tua sehingga sekarang ini
konsumen lebih tertarik mengkonsumsi pangan yang memiliki kandungan gizi tertentu dan bermanfaat terhadap kesehatan tubuh. Tuntutan kesehatan yang
diinginkan konsumen tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi mereka terhadap produk telur bermerek atau telur curah
yang dikonsumsi.
Ketersediaan Produk
Ketersediaan produk mempengaruhi pemilihan konsumen terhadap suatu produk yang dibeli. Hal ini juga menjadi penting diperhatikan oleh pihak
perusahaan karena menyangkut pada pendistribusian telur dari produsen ke konsumen. Telur merupakan salah satu sumber protein yang murah dan banyak
dikonsumsi masyarakat sehari-hari sebagai variasi pangan sehingga ketersediaan telur sangat penting bagi konsumen dan perlu menjadi perhatian bagi pihak
perusahaan.
3.1.5 Sikap Konsumen