37 anggotanya. Setiap siswa mengerjakan soal sesuai dengan nomor yang
diperolehnya.
2.2.8.1 Langkah-langkah penerapan model pembelajaran Number Heads
Together NHT
Menurut Suprijono 2009: 92, pembelajaran ini diawali dengan Numbering. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Setelah
kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok. Berikan kesempatan kepada setiap kelompok
menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya
“Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru. Berikutnya guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang
sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan untuk memberi jawaban. Berdasarkan jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam,
sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban sebagai pengetahuan yang utuh.
Pelaksanaan model pembelajaran Numbered Heads Together NHT dalam pembelajaran secara sistematis dijelaskan oleh beberapa tokoh. Menurut Lie
2010: 60, langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penerapan model Numbered Heads Together adalah sebagai berikut:
1 Siswa dibagi dalam kelompok. 2 Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapatkan nomor.
3 Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya. 4 Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar
dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
5 Guru memanggil salah satu nomor.
38 6 Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja
sama mereka.
2.2.8.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Number Heads
Together NHT
Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, tidak terkecuali model pembelajaran Numbered Heads Together
NHT. Hamdani 2011: 90 memaparkan beberapa kelebihan. Diantara kelebihannya yaitu: 1 Setiap siswa menjadi siap semua. 2 Siswa dapat
melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. 3 Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Hamdani 2011 juga memaparkan kekurangan model pembelajaran NHT sebagai berikut: 1 Kemungkinan nomor yang dipanggil, akan dipanggil lagi oleh
guru. 2 Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. Damayanti 2012 mengemukakan kelebihan model pembelajaran
NHT yang dikutip dari Hill sebagai berikut:
1 Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 2 Mampu memperdalam pamahaman siswa. 3 Menyenangkan siswa dalam
belajar. 4
Mengembangkan sikap
positif siswa.
5 Mengembangkan sikap kepemimpinan siswa. 6 Mengembangkan
rasa ingin tahu siswa. 7 Meningkatkan rasa percaya diri siswa. 8
Mengembangkan rasa
saling memiliki.
serta 9
Mengembangkan keterampilan untuk masa depan. Kekurangan dari model pembelajaran Numbered Heads Together NHT
menurut Damayanti 2012 yaitu kelas cenderung jadi ramai, terutama untuk kelas dengan jumlah siswa lebih dari 33 orang. Kekurangan ini harus disiasati oleh guru
kelas dengan sebaik-baiknya. Guru harus bisa mengkondisikan siswa agar kelas terkendali. Jika kondisi kelas ramai, akan mengganggu kegiatan pembelajaran
39
tidak hanya di kelas sendiri, tetapi bisa juga menganggu kelas lain. 2.2.9
Hasil Belajar
Menurut Rifa’i dan Anni 2009: 85, “hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa sete
lah mengalami kegiatan belajar”. Menurut Suprijono 2012:5 hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, sikap-
sikap, apresiasi, dan ketrampilan. Merujuk pada pemikiran Gagne 1979 dalam Suprijono 2012: 5 yang menyatakan hasil belajar berupa:
1 Informasi verbal
yaitu kapabilitas
mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.
Kemampuan yang diperlukan untuk merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak
memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
2 Ketrampilan intelektual
yaitu kemampuan
dalam mempresentasikan konsep dan lambang. Kemampuan tersebut
terdiridari kemampuan
mengategorisasikan, kemampuan
analisis-sintesis fakta-konsep, dan mengembangkan prinsip- prinsip keilmuan.
3 Strategi kognitif
yaitu kecakapan
menyalurkan dan
mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Aktivitas kognitf tersebut meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam
memecahkan masalah.
4 Kemampuan motorik
yaitu kemampuan
melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi
sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5 Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek
berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai
sebagai standar perilaku.
Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dan dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang terjadi sebagai akibat telah dilaksanakannya kegiatan pembelajaran.
Dalam penelitian ini mengenai keefektifan model Number Heads Together
40 materi membaca pemahaman, peneliti akan mengetahui ranah kognitif siswa.
Ranah kognitif yang diukur berupa hasil belajar siswa dalam pembelajaran materi membaca pemahaman.
2.3 Kerangka Berpikir
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang berlangsung di SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal, guru menyampaikan materi pembelajaran
menggunakan metode konvensional. Kegiatan pembelajaran diisi dengan ceramah guru dan diselingi dengan tanya jawab. Pembelajaran berpusat pada guru teacher
centered, sehingga pembelajaran banyak didominasi oleh guru dan siswa kurang berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Kemampuan siswa untuk
bertanya maupun berpendapat menjadi sedikit dan kurang terjadi interaksi antar siswa. Hal ini menyebabkan hasil belajar siswa kurang optimal.
Mempertimbangkan karakteristik siswa sekolah dasar yang senang bermain, selalu bergerak, dan bekerja dalam kelompok, maka model pembelajaran
kooperatif dapat dijadikan sebagai alternatif penggunaan model pembelajaran sebelumnya. Model pembelajaran kooperatif menawarkan kegiatan pembelajaran
yang lebih menyenangkan dengan membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil yang didalamnya terdapat anggota yang saling bekerja sama dalam
mempelajari konsep-konsep materi. Guru bahasa Indonesia dituntut untuk belajar membaca dan mampu
mengajar membaca secara intensif untuk bisa menerapkan ilmu pengetahuan mereka kepada para siswanya. Guru bahasa Indonesia harus memiliki interes