Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

29 Menurut Miculeky 1990 dalam Mulyati 2009: 4.5 scanning adalah keterampilan membaca yang bertujuan menemukan informasi khusus dengan sangat cepat. Dengan demikin, dalam kegiatan membaca jenis ini kita tidak perlu membaca kata demi kata dan tidak perlu membaca secara teliti keseluruhan bahan bacaan yang dihadapi guna menemukan informasi khusus yang kita butuhkan.

2.2.3.4 Membaca Pemahaman

Kegiatan membaca bukanlah semata-mata untuk menghafal kata atau lambang yang ada di dalam buku saja. Membaca adalah mengeja atau melafalkan apa yang tertulis, sedangkan pemahaman adalah proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan Ali, dkk: 1991: 714. Jadi membaca pemahaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai proses memahami sesuatu yang tertulis, contohnya memahami apa yang tertulis di dalam buku cerita atau pengetahuan. Menurut Mulyati 2009: 4.8 membaca pemahaman dilakukan untuk memperoleh pengertian tentang sesuatu atau untuk tujuan belajar sehingga memperoleh wawasan yang lebih luas tentang sesuatu yang dibaca. Tarigan 1993 menyebut jenis kegiatan membaca pemahaman dengan istilah membaca teliti. Berdasarkan definisi membaca pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman adalah proses memahami lambang- lambang tertulis untuk membentuk makna dan mendapatkan pengetahuan.

2.2.4 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Menurut Susanto 2013: 242 pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah 30 dasar tidak akan terlepas dari empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Sebagai makhluk sosial, manusia berinteraksi, berkomunikasi dengan manusia lain dengan menggunakan bahasa sebagai media, baik berkomunikasi dengan bahasa lisan, ataupun menggunakan bahasa tulis. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran umum yang ada di pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Mata pelajaran ini dimaksudkan agar siswa mampu berbahasa dan berkreatifitas, serta mampu berkomunikasi menggunakan bahasa lisan maupun tulisan. Pendidikan Bahasa Indonesia di lembaga formal dimulai dari SD. Pada kurikulum berbasis kompetensi, jumlah jam pelajaran Bahasa Indonesia di SD kelas I, II dan III sebanyak 6 jam pelajaran. Di kelas IV, V dan VI sebanyak 5 jam pelajaran Santosa, 2008:5.19. Banyaknya jumlah jam pelajaran Bahasa Indonesia dimaksudkan agar siswa mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia, dan kemampuan berpikir yang baik. Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas rendah 1, 2 dan 3, penekanannya pada aspek peningkatan kemampuan membaca dan menulis permulaan. Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan tematik untuk meningkatkan pembelajaran yang lebih bermakna. Sedangkan untu kelas tinggi 4, 5 dan 6, penekanannya pada aspek meningkatkan kemampuan berkomunikasi lisan dan tulis. Kegiatan pembelajarannya menggunakan pendekatan mata pelajaran tunggal sesuai dengan jenis mata pelajaran dalam struktur kurikulum Santosa, 2008: 5.19. 2.2.5 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar Santrok dan Yusen 1992 dalam Sumantri 2007: 1.9 membagi lima fase 31 perkembangan manusia. Fase perkembangan yang berlangsung sejak 6 sampai 11 tahun, sama dengan masa usia sekolah dasar disebut fase kanak-kanak tengah dan akhir. Dalam fase ini, anak menguasai keterampilan-keterampilan dasar membaca, menulis, dan berhitung. Secara formal mereka mulai memasuki dunia yang lebih luas dengan budayanya. Pencapaian prestasi menjadi arah perhatian pada dunia anak, dan pengendalian diri sendiri bertambah pula. Siswa usia SD mempunyai beberapa karakteristik khas yang dimiliki. Menurut Sumantri dan Syaodih 2007: 6.3-6.4 karakteristik yang menonjol pada anak usia sekolah dasar adalah: 1 Senang bermain. 2 Selalu bergerak. 3 Bekerja atau bermain dalam kelompok; dan 4 Ingin memperagakan sesuatu secara langsung. Karakteristik siswa SD yang senang bermain menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan. Guru SD sebaiknya merancang model pembelajaran yang serius tapi santai, yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Karakteristik siswa SD yang kedua adalah selalu bergerak. Siswa SD dapat duduk tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Dari pergaulannya dengan kelompok sebaya, siswa belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti belajar bekerja sama, belajar menerima tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat, belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bekerja 32 atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 siswa untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok. Karakteristik siswa SD yang keempat adalah ingin melaksanakan atau merasakan sendiri. Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, siswa SD memasuki tahap operasi konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, mereka belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Bagi siswa SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika siswa melaksanakan sendiri. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa siswa SD senang dengan pembelajaran yang mengajak mereka belajar sambil bermain secara berkelompok. Pembelajaran tersebut sesuai dengan karakteristik siswa SD. Pembelajaran menggunakan model Numbered Heads Together mengandung unsur permainan. Siswa dapat aktif berpindah atau bergerak dan bekerja atau belajar dalam kelompok. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran. 2.2.6 Model Pembelajaran Pengertian model pembelajaran dijelaskan oleh beberapa tokoh. Joyce 1992 dalam Trianto 2013: 22 menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Perencanaan pembelajaran di kelas meliputi 33 penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petujuk bagi guru. Arends 1997 dalam Trianto 2013 : 22 menyatakan “The term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax, environment, and management system .” Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Model pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode dan prosedur. Menurut Kardi dan Nur 2000 dalam Trianto 2009: 23, ciri-ciri model pembelajaran meliputi: rasional, teoritis, logis, sesuai dengan lingkungan belajar siswa dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Model pembelajaran meliputi pendekatan suatu model pembelajaran yang luas dan menyeluruh. Model pembelajaran berasarkan masalah dilandasi oleh teori belajara konstruktivis. Pada model pembelajaran ini dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama. Model-model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks pola urutannya, dan sifat lingkungsn belajarnya. Model pembelajaran merupakan prosedur yang disusun sistematis sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran, mulai dari perencanaan, proses serta evaluasi untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Melalui model pembelajaran, guru dapat membantu siswa dalam mempelajari materi yang diajarkan saat proses pembelajaran. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model Numbered Heads Together dalam mata pelajaran bahasa Indonesia materi membaca pemahaman. Tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan model 34 pembelajaran yang dipakai, dalam hal ini model Numbered Heads Together. 2.2.7 Model Pembelajaran Kooperatif Cooperative Learning Istilah Cooperative Learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Cooperative Learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim Isjoni, 2010: 15-17. Sementara itu Lie 2010: 15 menyebut cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas- tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah mempelajari konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat namun heterogen dan satu sama lain saling membantu Trianto, 2013: 55-57. Johnson et al. 1984: 1 menjelaskan pengertian pembelajaran kooperatif Cooperative Learning sebagai berikut: Cooperative learning is a teaching technique that brings students together to learn in small, heterogeneous groups. In these groups, students work interdependently without constant and direct supervision from the teacher. Assignments are structured so that everyone contributes. Challenges as well as rewards are shared. Brainstorming, lively discussion, and collaboration are the hallmarks of the cooperative-learning classroom. Berdasarkan penjelasan mengenai konsep pembelajaran kooperatif dapat diketahui bahwa pembelajaran kooperatif adalah teknik pengajaran yang 35 mengondisikan siswa untuk belajar dalam kelompok kecil yang heterogen. Dalam kelompok-kelompok kecil ini, siswa bekerja bersama tanpa pengawasan langsung dan berkelanjutan dari guru. Tugas yang diberikan terstruktur sehingga setiap siswa memberikan kontribusi terhadap kelompok. Tantangan serta penghargaan dibagi pada setiap anggota kelompok. Curah pendapat, diskusi yang hidup, dan kolaborasi adalah keunggulan dari kelas Cooperative Learning. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif Cooperative Learning merupakan model pembelajaran yang menekankan pada kerja sama siswa dalam satu kelompok. Melalui pembelajaran kooperatif, siswa yang sudah mengerti akan mengajari teman sekelompoknya yang kurang paham. Konsep yang dipelajari akan lebih mudah dipahami dengan bekerja sama dengan teman sekelompoknya. Model pembelajaran kooperatif juga membuat siswa aktif dan berpikir kritis selama proses pembelajaran.

2.2.8 Model Number Heads Together NHT

Dokumen yang terkait

Penerapan model cooperative learning teknik numbered heads together untuk meningkatkan hasil belajar akutansi siswa ( penelitian tindakan kelas di MAN 11 jakarta )

0 6 319

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

KEEFEKTIFAN MODEL MEMBACA TOTAL TERHADAP KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS V SD GUGUS ERLANGGA

1 41 205

KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PECAHAN KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI DEBONG TENGAH 1, 2, 3 KOTA TEGAL

5 24 333

KEEFEKTIFAN STRATEGI PRACTICE REHEARSAL PAIRS TERHADAP HASIL BELAJAR SIFAT SIFAT CAHAYA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI DEBONG TENGAH 1 DAN 3 KOTA TEGAL

0 33 256

Keefektifan Model Numbered Heads Together dalam Pembelajaran Materi Pantun terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Candinegara Kabupaten Banyumas

0 7 231

KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEADS TOGETHER TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 KESESI KABUPATEN PEKALONGAN

0 20 221

Keefektifan Penggunaan Model Mind Mapping terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Materi Pokok Peristiwa Alam pada Siswa Kelas V di SDN Debong Kidul Kota Tegal.

0 5 216

Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal.

0 0 228

KEEFEKTIFAN MODEL AUDITORY REPETITION (AIR) TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS V SD NEGERI PEKAUMAN OTA TEGAL

0 0 70