KEEFEKTIFAN MODEL NUMBER HEADS TOGETHER TERHADAP HASIL BELAJAR MEMBACA PEMAHAMAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI DEBONG KIDUL KOTA TEGAL

(1)

ii

KEEFEKTIFAN MODEL NUMBER HEADS TOGETHER

TERHADAP HASIL BELAJAR MEMBACA PEMAHAMAN

PADA SISWA KELAS V SD NEGERI DEBONG KIDUL

KOTA TEGAL

Skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

oleh Dwiyana Pristiani

1401410346

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2014


(2)

PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa isi skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat pada skripsi ini dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.


(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.

Di : Tegal


(4)

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul Keefektifan Model Number Heads Togetether Terhadap Hasil Belajar Membaca Pemahaman Pada Siswa Kelas V SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal, ditulis oleh Dwiyana Pristiani 1401410346, telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FIP UNNES pada tanggal 13 Mei 2014.


(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Tugas kita adalah untuk mencoba, karena di dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil (Mario Teguh). Orang-orang yang berhenti belajar adalah pemilik masa lalu. Orang yang masih terus belajar, adalah pemilik masa depan (Mario Teguh).

Persembahan

Skripsi ini saya persembahkan untuk Bapak, Ibu, Kakak, Ugiyanto dan teman-teman mahasiswa PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES angkatan 2010.


(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Keefektifan Model Number Heads Together Terhadap Hasil Belajar Membaca Pemahaman Pada Siswa Kelas V SD Negeri Debong Kidul

Kota Tegal”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menjadi mahasiswa UNNES. 2. Drs. Hardjono, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah

memberikan izin dan dukungan dalam penelitian ini.

3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah memberikan kesempatan untuk memaparkan gagasan dalam bentuk skripsi ini.

4. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. 5. Drs. Suwandi,M.Pd.,Dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan,


(7)

vii terselesaikan.

6. Dosen jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah banyak membekali penulis dengan ilmu pengetahuan.

7. Khodijah, S.Pd., Kepala SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian.

8. Sismiatun, S.Pd. dan Siti Suswati Kurasin, S.Pd., Guru Kelas V SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

9. Teman-teman mahasiswa PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES angkatan 2010 yang saling memberikan semangat dan motivasi. 10. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini.

Semoga semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini mendapatkan pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi penulis sendiri dan masyarakat serta pembaca pada umumnya.

Tegal, Mei 2014


(8)

viii

ABSTRAK

Pristiani, Dwiyana. 2014. Keefektifan Model Number Heads Together Terhadap Hasil Belajar Membaca Pemahaman Pada Siswa Kelas V SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal. Skripsi, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Drs. Suwandi, M.Pd.

Kata Kunci: Hasil belajar, model, Number Heads Together (NHT).

Salah satu faktor penyebab kurang berhasilnya proses pembelajaran Bahasa Indonesia adalah guru masih kurang inovatif dalam menggunakan model pembelajaran, sehingga siswa merasa bosan dan kurang aktif saat proses pembelajaran. Model NHT dapat dijadikan sebagai model pembelajaran alternatif dengan mempertimbangkan karakteristik siswa SD yang senang bermain dan bekerja dalam kelompok. Tujuan penelitian ini mengetahui keefektifan model NHT pada pembelajaran Bahasa Indonesia materi membaca pemahaman.

Desain penelitian ini menggunakan Quasi Experimental Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 65 siswa yang terbagi menjadi dua kelas, yaitu kelas VA dan VB. Sampel penelitian diambil dari kelas VA sebagai sampel eksperimen dan kelas VB sebagai sampel kontrol. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik random sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi dokumentasi, wawancara tidak terstruktur, tes, dan Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). Instrumen penelitian yang digunakan meliputi silabus, RPP, dan soal tes pilihan ganda untuk pretes dan postes. Teknik analisis data yang digunakan dalam mengolah data penelitian yaitu uji prasyarat analisis dan analisis akhir. Uji prasyarat analisis meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Pada analisis akhir atau pengujian hipotesis penelitian yang digunakan adalah uji t.

Hasil uji hipotesis hasil belajar siswa dengan perhitungan menggunakan rumus independent sample t test melalui program SPSS versi 20 menunjukkan bahwa, thitung sebesar 2,731 dan ttabel sebesar 2,006. Mengacu pada ketentuan pengambilan keputusan uji hipotesis hasil perbandingan 2,731>2,006 (thitung>ttabel), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia materi membaca pemahaman dengan penerapan model Number Heads Together lebih efektif dari pada hasil belajar siswa yang menerapkan pembelajaran konvensional. Saran penulis yaitu sebelum menerapkan model NHT, guru hendaknya merencanakan pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan baik, terutaman hal-hal yang berkaitan dengan model NHT seperti: pembagian kelompok, dan menstimulus siswa untuk memberikan tanggapan demi terwujudnya tujuan pembelajaran yang diharapkan.


(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 11

1.3. Pembatasan Masalah ... 11

1.4. Rumusan Masalah ... 12

1.5. Tujuan Penelitian ... 12

1.5.1 Tujuan Umum ... 12

1.5.2 Tujuan Khusus ... 13

1.6. Manfaat Penelitian ... 13

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 14

1.6.2 Manfaat Praktis ... 14

2. KAJIAN PUSTAKA ... 16

2.1 Kajian Empiris ... 16

2.2 Landasan Teori ... 18

2.2.1 Pendidikan ... 18


(10)

x

2.2.3 Pengertian Membaca ... 24

2.2.3.1 Manfaat Membaca ... 26

2.2.3.2 Tujuan Membaca ... 27

2.2.3.3 Teknik Membaca ... 28

2.2.3.4 Membaca Pemahaman ... 29

2.2.4 Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 29

2.2.5 Karakteristik Siswa SD ... 30

2.2.6 Model Pembelajaran... 32

2.2.7 Model Pembelajaran Kooperatif ... 34

2.2.8 Model Number Heads Together (NHT) ... 35

2.2.8.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran NHT ... 37

2.2.8.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran NHT ... 38

2.2.9 Hasil Belajar ... 39

2.3 Kerangka Berpikir ... 40

2.4 Hipotesis Penelitian ... 42

3. METODOLOGI PENELITIAN ... 43

3.1 Populasi dan Sampel ... 43

3.1.1 Populasi ... 43

3.1.2 Sampel ... 44

3.2 Desain Eksperimen ... 45

3.3 Variabel Penelitian ... 48

3.3.1 Variabel Independen ... 48

3.3.2 Variabel Dependen ... 49

3.4 Data Penelitian ... 49

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 50

3.5.1 Tes ... 50

3.5.2 Wawancara Tidak Terstruktur ... 51

3.5.3 Dokumentasi ... 51

3.5.4 Observasi Aktivitas Belajar Siswa ... 52


(11)

xi

3.6 Instrumen Penelitian ... 53

3.6.1 Instrumen Tes ... 53

3.6.2 Instrumen Non Tes ... 54

3.6.2.1 Wawancara Tidak Terstruktur... 54

3.6.2.2 Dokumentasi ... 54

3.6.2.3 Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa ... 54

3.6.2.4 Lembar Pengamatan Guru... 55

3.7 Uji Prasyarat Instrumen ... 56

3.7.1 Pengujian Validitas ... 56

3.7.1.1 Validitas Isi ... 57

3.7.1.2 Validitas Empiris ... 57

3.7.2 Pengujian Reliabilitas... 60

3.7.3 Analisis Butir Soal ... 60

3.7.3.1 Taraf Kesukaran ... 61

3.7.3.2 Daya Pembeda ... 63

3.8 Analisis Data ... 65

3.8.1 Deskripsi Data ... 65

3.8.2 Uji Prasyarat Analisis ... 65

3.8.2.1 Uji Normalitas ... 66

3.8.2.2 Uji Homogenitas ... 67

3.8.2.3 Analisis Akhir ... 67

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70

4.1 PelaksanaanPembelajaran ... 71

4.1.1 Pembelajaran di Kelas Eksperimen ... 71

4.1.1.1 Pertemuan Pertama... 72

4.1.1.2 Pertemuan Kedua ... 73

4.1.2 Pembelajaran di Kelas Kontrol ... 73

4.1.2.1 Pertemuan Pertama... 74

4.1.2.2 Pertemuan Kedua ... 75


(12)

xii

4.2.1 Deskripsi Data Tes Awal ... 76

4.2.2 Deskripsi Data Tes Akhir ... 77

4.2.3 Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 78

4.2.4 Hasil Penilaian Kemampuan Guru ... 80

4.2.5 Rekapitulasi Hasil Tes Awal ... 82

4.2.6 Rekapitulasi Hasil Tes Akhir ... 83

4.3 Hasil Penelitian ... 84

4.3.1 Uji Prasyarat Analisis ... 85

4.3.1.1 Data Test Awal (Pretest) ... 85

4.3.1.2 Data TesAkhir (Posttest) ... 88

4.3.2 Uji Hipotesis ... 90

4.4 Pembahasan ... 94

5. PENUTUP ... 100

5.1 Simpulan ... 101

5.2 Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 103


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel

3.1 Desain Eksperimen Nonequivalent Control Group Design ... 48

3.2 Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa ... 56

3.3 Rekap Uji Validitas Soal ... 60

3.4 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal ... 61

3.5 Rekspitulasi Tingkat Kesukaran Soal ... 63

3.6 Rekapitulasi Daya Pembeda Soal ... 65

4.1. Hasil Belajar Tes Awal Siswa Kelas V SDN Debong Kidul ... 76

4.2. Hasil Belajar Tes Akhir Siswa Kelas V SDN Debong Kidul ... 78

4.3. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelas Kontrol ... 78

4.4. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen ... 79

4.5. Hasil Observasi Penilaian Kemampuan Guru dalam RPP ... 80

4.6. Hasil Observasi Penilaian Kemampuan Guru dalam PP ... 81

4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Awal Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 83

4.8. Rekapitulasi Hasil Tes Akhir Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 84

4.9. Hasil Analisis Uji Kesamaan Rata-rata Data Tes Awal ... 86

4.10. Hasil Analisis Uji Normalitas Data Tes Awal... 87

4.11. Hasil Analisis Uji Homogenitas Data Tes Awal ... 88

4.12. Hasil AnalisisUji Normalitas Data Tes Akhir ... 89

4.13. Hasil Analisis Uji Homogenitas Data Tes Akhir ... 90


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Nama Siswa Kelas V ... 103

2. Daftar Nama Sampel Siswa Kelas VA dan VB ... 105

3. Daftar Hadir Siswa Kelas VA dan VB ... 107

4. Silabus Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas V SD ... 109

5. Silabus Pengembangan Bahasa Indonesia Kelas V SD ... 110

6. RPP Kelas Eksperimen ... 113

7. RPP Kelas Kontrol ... 141

8. Kisi-kisi Soal Tes Uji Coba ... 172

9. Soal Tes Uji Coba ... 174

10. Format Analisis Butir Soal ... 189

11. Tabel Pembantu Analisis Hasil Uji Coba ... 201

12. Output SPSS Uji Validitas Tes ... 203

13. Rekapitulasi Uji Validitas Soal Tes Uji Coba ... 210

14. Perhitungan Reliabilitas Soal Tes ... 211

15. Pembagian Kelompok Atas dan Bawah ... 212

16. Tabel Daya Pembeda Soal ... 214

17. Tabel Tingkat Kesukaran Soal... 216

18. Tabel Rekapitulasi Analisis Uji Coba Tes ... 217

19. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 219

20. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 220

21. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan 1 ... 221

22. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 222

23. APKG I Pertemuan 1 ... 223

24. APKG II Pertemuan 1 ... 226

25. APKG I Pertemuan 2 ... 230

26. APKG II Pertemuan 2 ... 233

27. Kisi-kisi Soal Tes Formatif ... 237

28. Soal Tes Formatif ... 238


(16)

xvi

30. Daftar Nilai Pretest Kelas Eksperimen ... 246

31. Daftar Nilai Pretest Kelas Kontrol ... 247

32. Output SPSS Uji Normalitas Data Pretest ... 248

33. Output SPSS Uji Homogenitas dan t-test Data Pretest ... 252

34. Daftar Nilai Posttest Kelas Eksperimen ... 253

35. Daftar Nilai Posttest Kelas Kontrol ... 254

36. Output SPSS Uji Normalitas Data Posttest ... 255

37. Output SPSS Uji Homogenitas dan t-test Data Posttest ... 259

38. Dokumentasi Foto-foto Pelaksanaan Penelitian ... 260

39. Surat Ijin Penelitian ... 262


(17)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dikemukakan tentang: latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang mengemukakan masalah-masalah yang menjadi dasar dilakukannya penelitian. Masalah yang terjadi selanjutnya diidentifikasi, dibatasi, dirumuskan, dan dipecahkan. Uraian selengkapnya sebagai berikut:

1.1

Latar Belakang

Komisi Pendidikan untuk Abad XXI Unesco (1996: 85) sebagaimana dirujuk oleh Aunurrahman (2009:6) bahwa hakikat pendidikan sesungguhnya adalah belajar (learning). Selanjutnya dikemukakan pula bahwa pendidikan bertumpu pada 4 pilar, yaitu; (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, learning to live with others, dan (4) learning to be.

Learning to know adalah upaya memahami instrumen-instrumen pengetahuan baik sebagai alat maupun sebagai tujuan. Sebagai alat, pengetahuan tersebut diharapkan akan memberikan kemampuan setiap orang untuk memahami berbagai aspek lingkungan agar mereka dapat hidup dengan harkat dan martabatnya dalam rangka mengembangkan keterampilan kerja dan berkomunikasi dengan berbagai pihak yang diperlukan. Sebagai tujuan, maka pengetahuan tersebut akan bermanfaat dalam rangka peningkatan pemahaman, pengetahuan serta penemuan di dalam kehidupannya. Upaya-upaya untuk


(18)

memperoleh pengetahuan ini tidak akan pernah ada batasnya, dan masing-masing individu akan secara terus menerus memperkaya pengetahuan dirinya dengan berbagai pengalaman yang ditemukan dalam kehidupannya. Upaya-upaya ini akan berlangsung secara terus menerus yang pada gilirannya melahirkan kembali konsep belajar sepanjang hayat.

Learning to do lebih ditekankan pada bagaimana mengajarkan siswa untuk mempraktikan segala sesuatu yang telah dipelajarinya dan dapat mengadaptasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperolehnya tersebut dengan pekerjaan-pekerjaan di masa depan.

Learning to live together, learning to live with others, belajar adalah melatih, dan membimbing siswa agar siswa dapat menciptakan hubungan melalui komunikasi yang baik, menjauhi prasangka-prasangka buruk terhadap orang lain serta menjauhi dan menghindari terjadinya perselisihan dan konflik.

Keempat pilar pendidikan sebagaimana dipaparkan di atas, sekaligus merupakan misi dan tanggung jawab yang diemban oleh dunia pendidikan. Melalui kegiatan belajar mengetahui, belajar berbuat, belajar hidup bersama, dan belajar menjadi seseorang atau belajar menjadi diri sendiri yang didasari keinginan secara sungguh-sungguh maka akan semakin luas wawasan seseorang tentang pengetahuan, tentang nilai-nilai positif, tentang orang lain, serta tentang berbagai dinamika perubahan yang terjadi.

Pendidikan merupakan salah satu kunci utama dalam perkembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan dapat mencangkup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi manusia dengan lingkungannya dalam


(19)

rangka untuk mengembangkan potensial yang terdapat dalam dirinya. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran (Munib 2010: 139). Salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia yang tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dilakukan melalui pendidikan. Sistem pendidikan di Indonesia mempunyai tujuan nasional yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Dalam pelaksanaan program pendidikan di Indonesia, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara menyeluruh sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 dinyatakan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi Warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Untuk mewujudkan tujuan dan kualitas pendidikan di atas, dibutuhkan kreativitas guru dalam mengelola pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang


(20)

dituliskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 19 yaitu: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) di atas, diketahui bahwa inovasi dalam pembelajaran merupakan hal yang penting demi tercapainya tujuan pendidikan nasional. Guru harus mampu menciptakan suasana belajar seperti yang telah tertera pada PP di atas agar siswa menikmati pembelajaran, sehingga materi pelajaran dapat diterima dengan mudah. Salah satu perwujudan PP di atas yaitu adanya pembelajaran yang bermutu dalam satuan pendidikan.

Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa. Penguasaan bahasa merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, serta aktif dalam bermasyarakat.

Bahasa memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan. Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi, yaitu alat untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, ide, serta untuk menyampaikan informasi tentang suatu peristiwa. Seseorang dapat berbahasa dengan baik jika cara penyampaian bahasanya atau cara berkomunikasi dengan orang lain juga baik pula, sehingga interaksi sosial dalam sebuah masyarakat dapat terjaga dengan baik. Jadi, melalui bahasa kita bisa saling memahami satu sama lain.


(21)

dengan baik dan benar. Kemampuan berbahasa meliputi empat aspek, yaitu: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam memperoleh kemampuan berbahasa, kita biasanya melalui suatu urutan yang teratur. Mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak/mendengarkan bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis. Menyimak dan berbicara dipelajari sebelum memasuki sekolah, sedangkan membaca menulis dipelajari di sekolah. Jadi, pada saat siswa mulai memasuki sekolah formal siswa sudah memiliki kemampuan menyimak dan berbicara yang baik.

Membaca merupakan suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Dengan membaca siswa memperoleh informasi-informasi yang dituangkan dalam bahasa tulis.

Dalam pengajaran membaca, guru sering menghadapi dua macam masalah. Masalah pertama lazim dilukiskan sebagai masalah memecahkan kode, yang berarti menghubungkan bahasa lisan dengan lambang-lambang tertulis. Pembaca pemula perlu disadarkan bahwa lambang-lambang tertulis itu digunakan untuk berkomunikasi. Guru kelas awal biasanya dihadapkan dengan masalah-masalah tersebut. Jika mereka tidak dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, guru yang mengajar di kelas yang lebih tinggi akan terpaksa mencurahkan perhatian terhadap hal tersebut.

Masalah kedua yang dihadapi pada waktu belajar membaca meliputi berbagai kemampuan membaca dalam hal memahami, menganalisa dan mengevaluasi bahasa. Masalah ini jelas bukan masalah kegiatan membaca


(22)

semata-mata.

Berkaitan dengan masalah di atas, guru bahasa Indonesia dituntut untuk belajar membaca dan mampu mengajar membaca kepada para siswanya. Guru bahasa Indonesia harus memiliki interes bahwa siswa dapat membaca dengan baik. Kemampuan membaca sangat diperlukan siswa agar pengetahuannya bertambah, dapat menangkap ide pokok atau gagasan utama sebuah wacana. Kemampuan membaca dan kemampuan menulis erat hubungannya karena keduanya merupakan proses saling mengisi, karena dalam kemampuan menulis diawali dengan kemampuan membaca.

Terkait dengan uraian di atas, untuk meningkatkan kemampuan membaca pada siswa dapat ditempuh dengan suatu inovasi yang berupa model pembelajaran. Model pembelajaran yang baik dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, memotivasi, mengaktifkan, dan mengembangkan kemampuan siswa sehingga meningkatkan kemampuan membaca siswa.

Pada saat proses pembelajaran, model pembelajaran memiliki peran yang sangat penting. Kualitas suatu pembelajaran akan sangat dipengaruhi oleh model yang digunakan oleh guru. Guru harus dapat memilih dan menentukan model yang tepat. Selain itu, model yang digunakan juga harus disesuaikan dengan materi yang akan dipelajari siswa. Pelajaran bahasa Indonesia diharapkan dapat menjadi sarana bagi siswa untuk dapat berkomunikasi dengan lingkungan. Pelajaran bahasa Indonesia yang telah dipelajari diharapkan dapat dikembangan lebih lanjut oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran bahasa Indonesia yang menekankan pada pemberian pengalaman langsung serta


(23)

memperoleh pemahaman yang lebih, pembelajaran akan lebih bermakana.

Menurut Sumantri dan Syaodih (2007: 6.3-6.4) pemilihan alternatif model pembelajaran mempertimbangkan karakteristik siswa SD yang senang bermain, selalu bergerak, bekerja atau bermain dalam kelompok dan senantiasa ingin memperagakan sesuatu secara langsung. Karakteristik ini membawa pengaruh bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bekerja atau belajar dalam kelompok.

Model pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dalam kelompok yaitu model Cooperative Learning atau Pembelajaran Kooperatif. Menurut Ibrahim (2000) dalam Trianto (2013: 57) bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antarsiswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Sedangkan menurut Trianto (2013: 58) pembelajaran kooperatif disusun dalam usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama dengan siswa lain yang berbeda latar belakangnya.

Menurut Lie dalam Suprijono (2010: 56) model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didasarkan pada falsafah homo homini socius. Falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kunci kehidupan sosial adalah dialog interaktif (interaksi sosial). Tanpa interaksi sosial tidak ada kehidupan bersama. Dengan kata lain, kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup. Berdasarkan pendapat Lie di atas, maka


(24)

pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dalam prosesnya menekankan belajar sebagai dialog interaktif, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial.

Pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe dalam pelaksanaannya, salah satunya yaitu tipe Numbered Heads Together (NHT). Model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini cocok digunakan untuk meningkatkan hasil belajar materi membaca pemahaman. Melalui model pembelajaran ini siswa dapat memberikan ide-ide atau pengalaman mereka untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Selain itu, karakteristik materi membaca pemahaman yang bersifat teoritis sangat cocok menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. Pembelajaran dengan menggunakan model NHT memungkinkan setiap siswa dapat berbagi pengalaman mereka kepada teman sekelompoknya.

Trianto (2011: 63) model pembelajaran kooperatif tipe NHT, diawali dengan membagi kelas menjadi beberapa kelompok. Masing-masing siswa dalam satu kelompok diberi nomor untuk memudahkan kerja setiap anggota kelompok. Kemudian, siswa diberi pertanyaan oleh guru. Setiap kelompok diberi waktu untuk mendiskusikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh guru, dan siswa yang nomornya dipanggil maka harus menjawab pertanyaan tersebut. Pembelajaran kooperatif tipe NHT akan mewujudkan pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa. Keterlibatan atau keaktifan siswa dalam proses pembelajaran tidak membuat suasana pembelajaran menjadi teacher centered namun berubah menjadi student centered.


(25)

Sebelum memulai pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V, pertama-tama guru harus memahami perkembangan kognitif siswa. Hal ini dimaksudkan agar guru dapat memilih dan menganalisis pendekatan yang sesuai dengan kondisi kognitif siswa sehingga pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Piaget (1988) dalam Ahmad dan Catharina (2010: 25-26) ada empat fase perkembangan kognitif yaitu tahap sensorimotorik (0-2th), tahap pra operasional (2-7th), tahap operasional konkret (7-11th), dan tahap operasional formal (11th keatas). Pada siswa kelas V Sekolah Dasar, yang rata-rata berusia antara 11th ke atas dapat dikategorikan dalam tahap operasional formal yaitu tahap dimana anak sudah mampu berpikir abstrak, idealis, dan logis. Pada tahap ini, anak sudah mampu menyusun rencana dan memecahkan masalah. Dengan memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak, diharapkan guru dapat menentukan pendekatan yang tepat dan sesuai.

Pembelajaran bahasa Indonesia di kelas tinggi, menuntut siswa dapat membaca pemahaman. Siswa bukan sekedar memahami lambang-lambang tertulis, melainkan dapat memahami bacaan dan dapat menceritakan kembali bacaan yang telah dibacanya. Keterampilan membaca inilah yang harus dibina dan dikembangkan guru secara bertahap pada sekolah dasar khususnya pada kelas tinggi.

Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca pada siswa guru dapat menerapkan pembelajaran menggunakan model Number Heads Together. Model Number Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk


(26)

mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif struktur kelas tradisional (Trianto, 2011:82). Tujuan model pembelajaran Numbered Heads Tohether adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas V di SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal, pembelajaran bahasa Indonesia masih dilakukan secara konvensional dan berpusat pada guru (teacher centered). Dalam proses pembelajaran guru yang mendominasi dan bertindak sebagai satu-satunya sumber belajar. Pembelajaran disajikan hanya dengan model ceramah dan jarang menggunakan media sehingga suasana belajar menjadi kaku. Hal itu diduga yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah. Nilai ketuntasan minimal pada mata pelajaran bahasa Indonesia materi membaca pada siswa kelas V yaitu 69,00.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan menerapkan model Number Heads Together pada pembelajaran Bahasa Indonesia materi membaca pemahaman. Judul dalam penelitian ini yaitu

“Keefektifan Penggunaan Model Number Heads Together Terhadap Hasil Belajar Membaca Pemahaman pada Siswa Kelas V SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal”.

1.2

Identifikasi Masalah

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi masalah-masalah yang terjadi dalam pembelajaran Bahasa


(27)

Indonesia sebagai berikut:

(1) Pembelajaran masih berpusat pada guru sehingga siswa pasif dalam kegiatan pembelajaran. Guru lebih dominan dalam kegiatan pembelajaran, sehingga siswa menjadi penerima yang pasif.

(2) Proses pembelajaran belum menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran. Akibatnya siswa merasa bosan dan kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran.

(3) Kurangnya interaksi antar siswa dalam kegiatan pembelajaran. Siswa lebih banyak diam dan hanya memperhatikan penjelasan dari guru.

1.3

Pembatasan Masalah

Peneliti perlu menentukan pembatasan masalah untuk kefokusan penelitian dan menjelaskan hubungan antar variabel penelitian. Agar penelitian ini lebih efektif, efisien, terarah, dan dapat dilaksanakan lebih mendalam tentang pembelajaran model Number Heads Together, maka diperlukan pembatasan masalah. Pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu:

(1) Penelitian ini menekankan pada faktor keefektifan model Number Heads Together terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia materi membaca pemahaman.

(2) Variabel yang akan diteliti adalah model Number Heads Together dan hasil belajar siswa terhadap materi membaca pemahaman.

(3) Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V semester 2 di SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal.


(28)

1.4

Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah hasil belajar siswa pada materi membaca pemahaman yang pembelajarannya menggunakan model Number Heads Together lebih efektif daripada yang pembelajarannya secara konvensional?

1.5

Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan sasaran dari suatu kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan perencanaan. Kegiatan penelitian memiliki tujuan berdasarkan rencana yang disusun. Pada penelitian ini terdapat dua tujuan, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua tujuan tersebut, memiliki nilai positif bagi pihak-pihak terkait, seperti guru, siswa, dan sekolah. Tujuan umum merupakan tujuan yang besifat masih umum, secara luas dan menyeluruh. Tujuan khusus merupakan tujuan yang lebih spesifik atau khusus pada bagian tertentu. Secara rinci tujuan penelitian akan dijelaskan sebagai berikut.

4.1.1Tujuan Umum

Tujuan umum adalah tujuan yang bersifat umum atau memiliki skala yang lebih besar. Secara umum tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui keefektifan model Number Heads Together dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dalam pembelajaran Bahasa Indonesia serta meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal.

4.1.2Tujuan Khusus


(29)

tujuan umum dan fokus terhadap tujuan yang ingin dicapai. Tujuan khusus penelitian ini, yaitu:

(1) Untuk mengetahui perbedaan hasil antara penerapan model Number Heads Together (NHT) dengan penerapan pembelajaran konvensional pada pembelajaran bahasa Indonesia materi membaca pemahaman.

(2) Untuk mengetahui keefektifan dalam pembelajaran yang menggunakan model Number Heads Together (NHT) pada pembelajaran bahasa Indonesia materi membaca pemahaman.

1.6

Manfaat Penelitian

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai manfaat penelitian. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini dapat dibagi menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis adalah manfaat yang diperoleh dari penelitian yang bersifat teoritis. Manfaat praktis merupakan manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yang bersifat praktik dalam pembelajaran. Penjelasan lebih jelas mengenai manfaat teoritis dan manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini dapat dibaca pada uraian berikut:

4.1.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis merupakan manfaat dalam bentuk teori yang diperoleh dari penelitian. Secara teortis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pada khazanah ilmu pengetahuan. Khususnya dalam pengembangan pembelajaran di sekolah dasar dengan menerapkan berbagai pendekatan dan model yang bervariasi.


(30)

4.1.2 Manfaat Praktis

Manfaat merupakan sesuatu yang diperoleh dari pelaksanaan kegiatan, seperti halnya penelitian. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa, guru, sekolah, dan peneliti. Uraian selengkapnya adalah sebagai berikut:

4.1.1.1 Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi siswa, yaitu:

(1) Mampu memberikan pengalaman berdiskusi pada siswa melalui model Number Heads Together,

(2) Memudahkan dalam mempelajari Bahasa Indonesia melalui penerapan model Number Heads Together (NHT), dan

(3) Meningkatkan hasil belajar siswa materi membaca pemahaman.

4.1.1.2 Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi guru, yaitu:

(1) Menambah informasi dan keterampilan tentang pelaksanaan model Number Heads Together (NHT) untuk pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar, dan

(2) Memotivasi untuk menerapkan model-model pembelajaran yang bervariasi dalam proses pembelajaran di kelas.

4.1.1.3 Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi sekolah yaitu dalam penyelesaian permasalahan pembelajaran guna meningkatkan mutu pendidikan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan


(31)

dalam pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia pada khususnya dan mata pelajaran yang lain pada umumnya.


(32)

16

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai kajian empiris, landasan teori, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Kajian empiris yaitu kajian mengenai penelitian-penelitian sejenis dengan penelitian yang akan dilakukan. Landasan teori memuat tentang teori-teori yang mendasari pelaksanaan penelitian ini. Pada bagian ini juga akan diuraikan mengenai kerangka berpikir dilakukannya penelitian ini. Selain itu juga akan diuraikan mengenai hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini. Penjelasan lebih rinci dapat dibaca pada uraian berikut:

2.1

Kajian Empiris

Model pembelajaran Number Heads Together dapat meningkatkan hasil belajar siswa di SD. Hal ini telah dibuktikan melalui penelitian yang telah dilakukan. Beberapa penelitian yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian ini diantaranya yaitu penelitian Sumarti (2012) dan Wahyuni (2012).

Pertama, penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan oleh Sumarti (2012) dari Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga dengan judul “Upaya Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Tentang Materi Menaksir dan Membulatkan Operasi Hitung Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Bagi Kelas IV SD Kepoh Kencono 01 Semester 1 Tahun 2011/2013”. Hasil


(33)

penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan kelompok yang heterogen menambah semangat belajar siswa. Sehingga siswa lebih termotivasi untuk berfikir memecahkan masalah dengan anggota kelompoknya. Hasil tes terdapat peningkatan hasil tes pada siklus I sampai siklus II. Pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 71,1 dengan ketuntasan belajar 63%, pada siklus II nilai rata-rata hasil tes sebesar 82,1 dengan ketuntasan belajar 80%. Dari hasil tes tersebut terjadi peningkatan nilai rata-rata pada siklus I dan siklus II yaitu sebesar 10,1. Dilihat juga dari hasil pengamatan keaktifan siswa pada siklus 1 adalah 79%, siklus II 91%. Dengan demikian terjadi peningkatan persentase keaktifan siswa pada siklus I dan siklus II sebesar 12%. Selain itu, persentase kinerja guru juga meningkat dari siklus I sebesar 82,7% dan pada siklus II menjadi 93,2%.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2012) dari FBS IKIP PGRI Semarang dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika melalui Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) bagi siswa kelas 1 SDN Sukoharjo 01 Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati Tahun Pelajaran

2011-2012”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Number Heads

Together dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas 1 SDN Sukoharjo 01. Peningkatan dapat ditunjukkan dari adanya peningkatan pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I jumlah siswa yang tuntas sebanyak 30 siswa (73,2%), yang belum tuntas 16 siswa (26,8%) dengan rata-rata nilai 77. Kemudian pada siklus II jumlah siswa yang tuntas sebanyak 34 siswa (82,9%), yang belum tuntas 7 siswa dan rata-rata nilai 86.


(34)

(NHT) pada penelitian di atas, menjadi salah satu faktor pendukung bagi peneliti untuk melakukan penelitian. Penelitian di atas memliki kesamaan pada permasalahan dan model pembelajaran. Perbedaannya penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian eksperimen untuk melakukan pengujian lebih lanjut mengenai keefektifan model pembelajaran Number Heads Together (NHT) untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman bila diterapkan di SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal.

2.2

Landasan Teori

Pada bagian landasan teori akan diuraikan teori-teori yang relevan dengan penelitian ini. Teori-teori yang akan diuraikan meliputi: (1) pendidikan; (2) belajar, mengajar, dan pembelajaran; (3) pengertian membaca; (4) pembelajaran Bahasa Indonesia; (5) karakteristik siswa sekolah dasar; (6) model pembelajaran; (7) model pembelajaran kooperatif; (8) model Number Heads Together; (9) hasil belajar;. Uraian selengkapnya sebagai berikut:

2.2.1 Pendidikan

Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga yang bersangkutan mampu memecahkan problema pendidikan yang dihadapinya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun potensi kompetensi siswa. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja. Alasannya, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan


(35)

datang.

Menurut Joesoef dalam Munib (2010: 33), “pengertian pendidikan mengandung dua aspek, yakni aspek proses dan aspek hasil”. Yang dimaksud dengan proses adalah proses bantuan, bimbingan, pengajaran dan pelatihan. Sedangkan yang dimaksud hasil adalah manusia dewasa, susila, bertanggung jawab, dan mandiri.

Wahyudin (2008: 1) mengemukakan bahwa “pendidikan merupakan suatu

proses yang berdimensi luas, yaitu dari sisi peserta didik, sebagai pelaku yang belajar dan dari sisi pendidik sebagai pelaku yang mengajar”. Hubungan pendidik dan siswa adalah hubungan fungsional, dalam arti pelaku pendidik dan pelaku terdidik. Dari segi tujuan, baik pendidik maupun siswa memiliki tujuan masing-masing. Meskipun demikian, tujuan pendidik dan siswa dapat dipersatukan dengan tujuan instruksional.

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai teori pendidikan yang telah dijelaskan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya untuk memanusiakan manusia dalam mewujudkan tumbuhnya budi pekerti dan pikiran. Proses pendidikan membutuhkan interaksi antara komponen-komponen pembelajaran untuk mendapatkan hasil yang ditunjukan melalui proses bimbingan.

2.2.2 Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran

Pakar pendidikan telah melakukan banyak kajian untuk menghasilkan teori-teori belajar, berikut akan dikemukakan berbagai definisi belajar menurut para ahli. Teori Bruner (1982) dalam Slameto (2010: 11) mengartikan belajar


(36)

tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Dalam proses belajar mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Teori Gagne (1989) dalam Susanto (2013: 1) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.

Belajar ialah suatu proses usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 2). Dalam teori Behaviorisme, proses pembelajaran berpegang teguh pada prinsip dan pemahaman. Teori ini menekankan pentingnya keterampilan dan

pengetahuan akademik maupun perilaku sosial. “Proses belajar terjadi dengan adanya tiga komponen pokok, yaitu stimulus, respons, dan akibat” (Rifa’i, 2009:

105).

Belajar sering pula diartikan sebagai penambahan, perluasan, dan pendalaman pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan. Hal ini senada dengan pendapat Gagne (1985) dalam Winataputra (2007: 1.8) yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan yang bertahan lama dan bukan dari proses pertumbuhan. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Bower dan Hilgard (1981) dalam Winataputra (2007: 1.8)

Learning refers to the change in a subject’s behavior or behavior potential to a given situation brought about by the subject’s repeated experiences in that situation, provided that the behavior change cannot be explained on the basis of the subject’s native response tendencies, maturation, or temporary states (such as fatigue, drunkenness, drives, and so on).


(37)

Pendapat Bower dan Hilgard (1981) bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku atau potensi individu sebagai hasil dari pengalaman dan perubahan tersebut tidak disebabkan oleh insting, kematangan atau kelelahan dan kebiasaan. Menurut Hamalik (2013: 27) belajar diartikan sebagai proses suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Proses itu sendiri berlangsung melalui serangkaian pengalaman, sehingga terjadi modifikasi pada tingkah laku yang telah dimilikinya sebelumnya.

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai teori belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses pembentukan makna baru melalui proses asimilasi dan akomodasi dalam interaksi sosial untuk menghasilkan perubahan perilaku. Belajar membutuhkan proses sosialisasi sebagai pemacu tumbuhnya pengetahuan dalam diri seseorang. Selanjutnya, hasil proses belajar dapat diketahui melalui adanya perubahan perilaku.

Kegiatan belajar diikuti dengan kegiatan mengajar, karena keduanya berlangsung secara beriringan. Menurut Sardiman (2011: 47), mengajar pada dasarnya merupakan usaha mengondisikan lingkungan yang mendukung terjadinya proses belajar. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa kegiatan belajar yang aktif dapat terwujud jika kondisi lingkungan belajar siswa juga aktif. Lingkungan belajar yang aktif akan mendukung siswa untuk belajar dengan nyaman. Dengan demikian, siswa dapat mengembangkan kemampuannya melalui proses belajar yang tepat.


(38)

Guru perlu mengetahui azas-azas mengajar agar pembelajaran yang dilaksanakannya berhasil. Azas-azas mengajar yang dianut oleh bangsa Indonesia yaitu prinsip didaktik-metodik. Menurut Mandigers (1960) seperti yang dikutip

Rifa’i dan Anni (2009: 200) “prinsip-prinsip mengajar antara lain: (1) prinsip aktivitas mental. (2) Prinsip menarik perhatian. (3) Prinsip penyesuaian perkembangan siswa. (4) Prinsip appersepsi. (5) Prinsip peragaan. dan (6) Prinsip motivasi”.

Prinsip aktivitas mental, dalam prinsip ini kegiatan belajar mengajar tidak hanya mendengar, memahami, dan sebagainya. Tetapi, lebih menyeluruh baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Pendekatan dengan prinsip CBSA dikatakan sangat sesuai dengan prinsip aktivitas mental.

Prinsip menarik perhatian, bila dalam suatu pembelajaran terdapat model pembelajaran yang menarik maka, siswa akan memperhatikan pembelajaran yang akan dipelajari. Karena, dengan perhatian ada konsentrasi, pada gilirannya hasil belajar itu akan lebih berhasil dan tidak mudah lupa.

Prinsip penyesuaian perkembangan anak, anak akan lebih tertarik bila bahan pembelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak. Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, siswa SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, mereka belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konse-konsep lama. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran.


(39)

pendidik hendaknya mengkaitkan materi yang akan dipelajari dengan apa yang sudah diketahui. Dengan cara tersebut siswa akan lebih tertarik sehingga materi pelajaran mudah diterima.

Prinsip peragaan, prinsip ini memberikan pedoman bahwa dalam mengajar hendaknya digunakan alat peraga. Dengan alat peraga proses belajar mengajar tidak verbalistis. Proses pembelajaran yang disertai dengan alat peraga, akan meningkatkan hasil belajar siswa.

Prinsip motivasi, motivasi ialah dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Motivasi memegang peranan penting dalam belajar. Intensitas siswa dalam proses pembelajaran sangat ditentukan oleh motivasi.

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai teori mengajar, dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah usaha penyediaan kondisi yang mendukung kegiatan belajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dalam proses mengajar perlu memperhatikan prinsip didaktik-metodik agar dapat terjadi pembelajaran optimal yang memotivasi pembelajar.

Gagne (1981) dalam Rifa’i (2009: 191) menyatakan bahwa pembelajaran

merupakan serangkaian peristiwa eksternal siswa yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar. Briggs (1992) dalam Rifa’i (2009: 192) mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga siswa itu memperoleh kemudahan. Seperangkat peristiwa itu membangun suatu pembelajaran yang bersifat internal dan eksternal. Pembelajaran yang bersifat internal terjadi jika


(40)

siswa melakukan self instruction (pembelajaran mandiri). Sedangkan, pembelajaran yang bersifat eksternal terjadi jika siswa melakukan external instruction (pembelajaran dari luar) dengan pendidik (guru) sebagai pembelajar.

Pembelajaran menurut Trianto (2013: 17) merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan siswa, di mana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Target dalam pembelajaran secara umum mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Sementara tujuan khusus pembelajaran mengacu pada kurikulum pendidikan yang berlaku. Tujuan khusus pembelajaran biasanya berupa indikator-indikator berupa kalimat dengan kata kerja operasional agar tujuan pembelajaran tersebut terukur.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah interaksi antara siswa dengan guru dan berbagai komponen pendukungnya. Pembelajaran dalam arti luas merupakan jantungnya pendidikan untuk megembangkan kemampuan, membangun watak dan peradaban bangsa.

2.2.3 Pengertian Membaca

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pengertian membaca adalah kegiatan mengeja atau melafalkan apa yang tertulis (Ali, dkk, 1991:72). Maksudnya adalah melafalkan huruf yang tersusun menjadi kata, kata menjadi kalimat dan disusun menjadi sebuah bacaan. Berikut ini adalah pengertian-pengertian membaca menurut para ahli bahasa.

Menurut Crawley dan Mountain (1995) dalam Rahim (2008: 2) membaca pada hakekatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak


(41)

hanya melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivtas visual dan berpikir. Sebagai proses visual membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Sebagai suatu proses berpikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Definisi tentang membaca dijelaskan secara lebih detail oleh Klein, dkk dalam Rahim (2008: 3) yang mengemukakan bahwa definisi membaca itu mencakup 3 hal yaitu: (1) membaca merupakan suatu proses, (2) membaca adalah strategis, dan (3) membaca merupakan interaktif.

Membaca merupakan suatu proses, artinya informasi dari teks bacaan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna. Membaca juga merupakan suatu strategi, artinya pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka menyusun makna ketika membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan jenis teks dan tujuan membaca. Membaca merupakan interaktif, artinya artinya keterlibatan pembaca pada teks tergantung pada tujuan yang ingin dicapainya.

Lisyanto (2010) dalam Aizid (2011: 19) mendefinisikan membaca sebagai suatu proses yang dilakukan dan digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata bahasa tulis (tulisan).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh informasi dalam sebuah bacaan yang disampaikan oleh penulis melalui lambang-lambang tertulis.


(42)

Membaca juga digunakan untuk memperoleh pesan, isi, ide, atau gagasan baik yang tersirat maupun tersurat dalam bacaan. Dengan demikian, pemahaman menjadi produk yang dapat diukur dalam kegiatan membaca, bukan perilaku fisik pada saat membaca.

2.2.3.1Manfaat Membaca

Membaca memiliki banyak manfaat. Selain memberikan informasi kepada pembaca, membaca juga memberikan banyak pengetahuan. Dengan membaca, pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan mengetahui tentang informasi terkini yang sedang terjadi di seluruh dunia. Seseorang yang gemar membaca, akan memiliki banyak pengetahuan dan dapat memberikan pengarahan sikap yang baik dalam berucap, berbuat dan berpikir.

Emerson (1984) dalam Aizid (2011: 24) menegaskan bahwa orang yang membiasakan diri sebagai pembaca yang baik, maka ia akan memperoleh segala pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman tersebut berupa moral, peradaban, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi hingga perkembangannya merupakan akibat langsung dari hasil kegiatan membaca yang dilakukan oleh pembaca.

Lisyanto (2010) dalam Aizid (2011: 25-26) menjelaskan ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari kegiatan membaca yaitu: (a) Membaca dapat memberikan sejumlah informasi dan pengetahuan yang sangat berguna dalam praktik kehidupan sehari-hari. (b) Membaca dapat menjadikan seseorang berkomunikasi dengan pemikiran, pesan dan kesan pemikir-pemikir besar dari segala penjuru dunia. (c) Membaca dapat menjadikan seseorang mengetahui dan


(43)

mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir dari segala penjuru dunia. (d) Dengan membaca, maka seseorang dapat mengetahui peristiwa besar dalam sejarah, peradaban, dan kebudayaan suatu bangsa. (e) Membaca dapat memecahkan berbagai masalah kehidupan dan mengantarkan seseorang menjadi pintar danj juga arif dalam bersikap.

Berdasarkan manfaat-manfaat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat membaca yaitu dapat menambah pengetahuan, dan dapat menemukan informasi. Melalui membaca juga dapat mengembangkan kompetensi sosial seseorang sehingga mampu untuk berkomunikasi dengan orang lain secara lancar.

2.2.3.2Tujuan Membaca

Lisyanto (2010) dalam Aizid (2011: 29-31) mengungkapkan beberapa tujuan membaca yaitu: (a) Untuk mendapatkan perincian atau fakta-fakta mengenai suatu informasi atau pengetahuan. (b) Untuk mengetahui urutan dan organisasi dalam sebuah cerita. (c) Untuk membandingkan dan mempertentangkan bukuatau bacaan yang berbeda. (d) Untuk memahami secara detail dan komprehensif tentang isi buku. (e) Untuk menangkap ide pokok atau gagasan utama yang terdapat pada buku/teks bacaan. (f) Untuk mendapatkan informasi tentang sesuatu hal yang sedang dibutuhkan oleh pembaca. (g) Untuk mengenali makna atau istilah yang sulit yang sering ditemukan oleh pembaca. (h) Untuk mengetahui peristiwa yang sedang terjadi. (i) Untuk mendapatkan kenikmatan dari suatu karya fiksi. (j) Untuk menilai kebenaran suatu gagasan yang diungkapkan oleh seseorang pengarang atau seorang penulis buku. (k) Untuk mendapatkan keterangan tentang pendapat seorang ahli dalam suatu bidang


(44)

tertentu atau keterangan tentang definisi atau istilah. (l) Sebagai studi atau telaah ilmiah. (m) Untuk menangkap garis besar yang ada pada bacaan. (n) Untuk mengisi waktu luang.

Tarigan (1994) dalam Solchan (2011: 8.8) mengungkapkan membaca di kelas tinggi ini melatih siswa dalam keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skill) yang mencakup aspek-aspek berikut ini yaitu: (1) Memahami pengertian sedehana (leksikal, gramatikal, retorikal). (2) Memahami signifikansi atau makna (antara lain maksud dan tujuan, pengarang relevansi/keadaan kebudayaan, reaksi pembaca). (3) Evaluasi atau penilaian. (4) Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca adalah untuk mendapatkan suatu informasi dan pengetahuan dalam bacaan. Membaca juga bertujuan untuk memahami makna dan menemukan ide pokok dalam sebuah bacaan.

2.2.3.3Teknik Membaca

Di dalam kegiatan membaca, teknik yang dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: (1) teknik skimming, dan (2) teknik scanning. Miculeky (1990) dalam Mulyati (2009: 4.7) menjelaskan bahwa skimming adalah keterampilan membaca yang memerlukan kecepatan membaca yang tinggi. Menurut Rahim (2008: 61) membaca skimming adalah membaca dengan cepat untuk mengetahui isi umum atau bagian suatu bacaan. Melalui skimming pembaca memperoleh kesan umum mengenai bentuk dan isi teks, yaitu mengenai organisasi, gaya, dan fokus tulisan.


(45)

Menurut Miculeky (1990) dalam Mulyati (2009: 4.5) scanning adalah keterampilan membaca yang bertujuan menemukan informasi khusus dengan sangat cepat. Dengan demikin, dalam kegiatan membaca jenis ini kita tidak perlu membaca kata demi kata dan tidak perlu membaca secara teliti keseluruhan bahan bacaan yang dihadapi guna menemukan informasi khusus yang kita butuhkan.

2.2.3.4Membaca Pemahaman

Kegiatan membaca bukanlah semata-mata untuk menghafal kata atau lambang yang ada di dalam buku saja. Membaca adalah mengeja atau melafalkan apa yang tertulis, sedangkan pemahaman adalah proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan (Ali, dkk: 1991: 714). Jadi membaca pemahaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai proses memahami sesuatu yang tertulis, contohnya memahami apa yang tertulis di dalam buku cerita atau pengetahuan.

Menurut Mulyati (2009: 4.8) membaca pemahaman dilakukan untuk memperoleh pengertian tentang sesuatu atau untuk tujuan belajar sehingga memperoleh wawasan yang lebih luas tentang sesuatu yang dibaca. Tarigan (1993) menyebut jenis kegiatan membaca pemahaman dengan istilah membaca teliti.

Berdasarkan definisi membaca pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman adalah proses memahami lambang-lambang tertulis untuk membentuk makna dan mendapatkan pengetahuan.

2.2.4 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar


(46)

dasar tidak akan terlepas dari empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Sebagai makhluk sosial, manusia berinteraksi, berkomunikasi dengan manusia lain dengan menggunakan bahasa sebagai media, baik berkomunikasi dengan bahasa lisan, ataupun menggunakan bahasa tulis.

Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran umum yang ada di pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Mata pelajaran ini dimaksudkan agar siswa mampu berbahasa dan berkreatifitas, serta mampu berkomunikasi menggunakan bahasa lisan maupun tulisan. Pendidikan Bahasa Indonesia di lembaga formal dimulai dari SD. Pada kurikulum berbasis kompetensi, jumlah jam pelajaran Bahasa Indonesia di SD kelas I, II dan III sebanyak 6 jam pelajaran. Di kelas IV, V dan VI sebanyak 5 jam pelajaran (Santosa, 2008:5.19). Banyaknya jumlah jam pelajaran Bahasa Indonesia dimaksudkan agar siswa mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia, dan kemampuan berpikir yang baik. Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas rendah (1, 2 dan 3), penekanannya pada aspek peningkatan kemampuan membaca dan menulis permulaan. Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan tematik untuk meningkatkan pembelajaran yang lebih bermakna. Sedangkan untu kelas tinggi (4, 5 dan 6), penekanannya pada aspek meningkatkan kemampuan berkomunikasi lisan dan tulis. Kegiatan pembelajarannya menggunakan pendekatan mata pelajaran tunggal sesuai dengan jenis mata pelajaran dalam struktur kurikulum (Santosa, 2008: 5.19).

2.2.5 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar


(47)

perkembangan manusia. Fase perkembangan yang berlangsung sejak 6 sampai 11 tahun, sama dengan masa usia sekolah dasar disebut fase kanak-kanak tengah dan akhir. Dalam fase ini, anak menguasai keterampilan-keterampilan dasar membaca, menulis, dan berhitung. Secara formal mereka mulai memasuki dunia yang lebih luas dengan budayanya. Pencapaian prestasi menjadi arah perhatian pada dunia anak, dan pengendalian diri sendiri bertambah pula.

Siswa usia SD mempunyai beberapa karakteristik khas yang dimiliki. Menurut Sumantri dan Syaodih (2007: 6.3-6.4) karakteristik yang menonjol pada anak usia sekolah dasar adalah: (1) Senang bermain. (2) Selalu bergerak. (3) Bekerja atau bermain dalam kelompok; dan (4) Ingin memperagakan sesuatu secara langsung.

Karakteristik siswa SD yang senang bermain menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan. Guru SD sebaiknya merancang model pembelajaran yang serius tapi santai, yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Karakteristik siswa SD yang kedua adalah selalu bergerak. Siswa SD dapat duduk tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak.

Dari pergaulannya dengan kelompok sebaya, siswa belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti belajar bekerja sama, belajar menerima tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat, belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bekerja


(48)

atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 siswa untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.

Karakteristik siswa SD yang keempat adalah ingin melaksanakan atau merasakan sendiri. Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, siswa SD memasuki tahap operasi konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, mereka belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Bagi siswa SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika siswa melaksanakan sendiri. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa siswa SD senang dengan pembelajaran yang mengajak mereka belajar sambil bermain secara berkelompok. Pembelajaran tersebut sesuai dengan karakteristik siswa SD. Pembelajaran menggunakan model Numbered Heads Together mengandung unsur permainan. Siswa dapat aktif berpindah atau bergerak dan bekerja atau belajar dalam kelompok. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.

2.2.6 Model Pembelajaran

Pengertian model pembelajaran dijelaskan oleh beberapa tokoh. Joyce (1992) dalam Trianto (2013: 22) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Perencanaan pembelajaran di kelas meliputi


(49)

penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petujuk bagi guru.

Arends (1997) dalam Trianto (2013: 22) menyatakan “The term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax, environment, and management system.” Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.

Model pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode dan prosedur. Menurut Kardi dan Nur (2000) dalam Trianto (2009: 23), ciri-ciri model pembelajaran meliputi: rasional, teoritis, logis, sesuai dengan lingkungan belajar siswa dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Model pembelajaran meliputi pendekatan suatu model pembelajaran yang luas dan menyeluruh. Model pembelajaran berasarkan masalah dilandasi oleh teori belajara konstruktivis. Pada model pembelajaran ini dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama. Model-model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks (pola urutannya), dan sifat lingkungsn belajarnya.

Model pembelajaran merupakan prosedur yang disusun sistematis sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran, mulai dari perencanaan, proses serta evaluasi untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Melalui model pembelajaran, guru dapat membantu siswa dalam mempelajari materi yang diajarkan saat proses pembelajaran. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model Numbered Heads Together dalam mata pelajaran bahasa Indonesia materi membaca pemahaman. Tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan model


(50)

pembelajaran yang dipakai, dalam hal ini model Numbered Heads Together.

2.2.7 Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Istilah Cooperative Learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Cooperative Learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim (Isjoni, 2010: 15-17). Sementara itu Lie (2010: 15) menyebut cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah mempelajari konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat namun heterogen dan satu sama lain saling membantu (Trianto, 2013: 55-57).

Johnson et al. (1984: 1) menjelaskan pengertian pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) sebagai berikut:

Cooperative learning is a teaching technique that brings students together to learn in small, heterogeneous groups. In these groups, students work interdependently without constant and direct supervision from the teacher. Assignments are structured so that everyone contributes. Challenges as well as rewards are shared. Brainstorming, lively discussion, and collaboration are the hallmarks of the cooperative-learning classroom.

Berdasarkan penjelasan mengenai konsep pembelajaran kooperatif dapat diketahui bahwa pembelajaran kooperatif adalah teknik pengajaran yang


(51)

mengondisikan siswa untuk belajar dalam kelompok kecil yang heterogen. Dalam kelompok-kelompok kecil ini, siswa bekerja bersama tanpa pengawasan langsung dan berkelanjutan dari guru. Tugas yang diberikan terstruktur sehingga setiap siswa memberikan kontribusi terhadap kelompok. Tantangan serta penghargaan dibagi pada setiap anggota kelompok. Curah pendapat, diskusi yang hidup, dan kolaborasi adalah keunggulan dari kelas Cooperative Learning.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) merupakan model pembelajaran yang menekankan pada kerja sama siswa dalam satu kelompok. Melalui pembelajaran kooperatif, siswa yang sudah mengerti akan mengajari teman sekelompoknya yang kurang paham. Konsep yang dipelajari akan lebih mudah dipahami dengan bekerja sama dengan teman sekelompoknya. Model pembelajaran kooperatif juga membuat siswa aktif dan berpikir kritis selama proses pembelajaran.

2.2.8 Model Number Heads Together (NHT)

Model pembelajaran Numbered Heads Together merupakan salah satu model pembelajaran Cooperative Learning. Lie (2010: 59) menyatakan bahwa teknik belajar mengajar kepala bernomor memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia siswa.


(52)

penomoran berpikir bersama merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif struktur kelas tradisional. Pada dasarnya, Number Heads Together (NHT) merupakan varian dari diskusi kelompok. Number Heads Together merupakan model pembelajaran yang pertama kali dikembangkan oleh Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Pendapat lain, menurut Huda (2013: 203) menjelaskan bahwa Number Heads Tohether merupakan varian dari diskusi kelompok. Tujuan dari model pembelajaran Number Heads Tohether adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain untuk meningkatkan kerjasama siswa Number Heads Tohether juga bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.

Selain beberapa pendapat para ahli di atas, Bawn (2007: 43-44) menjelaskan model pembelajaran Numbered Heads Together sebagai berikut:

Numbered Heads Together (NHT) is another small group learning method using student teams. NHT is similar to STAD because heterogeneous groupings of students are used. Arrangement of four students per learning team, with each team counting off from one to four is the beginning of Numbered Heads Together. There is one high achieving student, one low achieving student and two average achieving students on a learning team.

Model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) merupakan model pembelajaran kelompok kecil menggunakan tim siswa seperti yang dikonsepkan model pembelajaran kooperatif. NHT menggunakan kelompok beranggotakan siswa yang heterogen berjumlah 4-5 siswa dengan setiap kelompok menomori


(53)

anggotanya. Setiap siswa mengerjakan soal sesuai dengan nomor yang diperolehnya.

2.2.8.1Langkah-langkah penerapan model pembelajaran Number Heads

Together (NHT)

Menurut Suprijono (2009: 92), pembelajaran ini diawali dengan Numbering. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok. Berikan kesempatan kepada setiap kelompok menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru. Berikutnya guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan untuk memberi jawaban. Berdasarkan jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban sebagai pengetahuan yang utuh.

Pelaksanaan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran secara sistematis dijelaskan oleh beberapa tokoh. Menurut Lie (2010: 60), langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penerapan model Numbered Heads Together adalah sebagai berikut:

1) Siswa dibagi dalam kelompok.

2) Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapatkan nomor. 3) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok

mengerjakannya.

4) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.


(54)

6) Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.

2.2.8.2Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Number Heads

Together (NHT)

Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, tidak terkecuali model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT). Hamdani (2011: 90) memaparkan beberapa kelebihan. Diantara kelebihannya yaitu: 1) Setiap siswa menjadi siap semua. 2) Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. 3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

Hamdani (2011) juga memaparkan kekurangan model pembelajaran NHT sebagai berikut: 1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, akan dipanggil lagi oleh guru. 2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

Damayanti (2012) mengemukakan kelebihan model pembelajaran NHT yang dikutip dari Hill sebagai berikut:

(1) Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. (2) Mampu memperdalam pamahaman siswa. (3) Menyenangkan siswa dalam belajar. (4) Mengembangkan sikap positif siswa. (5) Mengembangkan sikap kepemimpinan siswa. (6) Mengembangkan rasa ingin tahu siswa. (7) Meningkatkan rasa percaya diri siswa. (8) Mengembangkan rasa saling memiliki. serta (9) Mengembangkan keterampilan untuk masa depan.

Kekurangan dari model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) menurut Damayanti (2012) yaitu kelas cenderung jadi ramai, terutama untuk kelas dengan jumlah siswa lebih dari 33 orang. Kekurangan ini harus disiasati oleh guru kelas dengan sebaik-baiknya. Guru harus bisa mengkondisikan siswa agar kelas terkendali. Jika kondisi kelas ramai, akan mengganggu kegiatan pembelajaran


(55)

tidak hanya di kelas sendiri, tetapi bisa juga menganggu kelas lain.

2.2.9 Hasil Belajar

Menurut Rifa’i dan Anni (2009: 85), “hasil belajar merupakan perubahan

perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar”. Menurut Suprijono (2012:5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, sikap-sikap, apresiasi, dan ketrampilan. Merujuk pada pemikiran Gagne (1979) dalam Suprijono (2012: 5) yang menyatakan hasil belajar berupa:

(1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan yang diperlukan untuk merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

(2) Ketrampilan intelektual yaitu kemampuan dalam mempresentasikan konsep dan lambang. Kemampuan tersebut terdiridari kemampuan mengategorisasikan, kemampuan analisis-sintesis fakta-konsep, dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.

(3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Aktivitas kognitf tersebut meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

(4) Kemampuan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

(5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dan dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang terjadi sebagai akibat telah dilaksanakannya kegiatan pembelajaran.


(56)

materi membaca pemahaman, peneliti akan mengetahui ranah kognitif siswa. Ranah kognitif yang diukur berupa hasil belajar siswa dalam pembelajaran materi membaca pemahaman.

2.3

Kerangka Berpikir

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang berlangsung di SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal, guru menyampaikan materi pembelajaran menggunakan metode konvensional. Kegiatan pembelajaran diisi dengan ceramah guru dan diselingi dengan tanya jawab. Pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered), sehingga pembelajaran banyak didominasi oleh guru dan siswa kurang berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Kemampuan siswa untuk bertanya maupun berpendapat menjadi sedikit dan kurang terjadi interaksi antar siswa. Hal ini menyebabkan hasil belajar siswa kurang optimal.

Mempertimbangkan karakteristik siswa sekolah dasar yang senang bermain, selalu bergerak, dan bekerja dalam kelompok, maka model pembelajaran kooperatif dapat dijadikan sebagai alternatif penggunaan model pembelajaran sebelumnya. Model pembelajaran kooperatif menawarkan kegiatan pembelajaran yang lebih menyenangkan dengan membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil yang didalamnya terdapat anggota yang saling bekerja sama dalam mempelajari konsep-konsep materi.

Guru bahasa Indonesia dituntut untuk belajar membaca dan mampu mengajar membaca secara intensif untuk bisa menerapkan ilmu pengetahuan mereka kepada para siswanya. Guru bahasa Indonesia harus memiliki interes


(57)

bahwa siswa perlu mampu membaca dengan baik. Kemampuan membaca sangat diperlukan siswa agar pengetahuannya bertambah, dapat menangkap ide pokok atau gagasan utama sebuah wacana. Kemampuan membaca dan kemampuan menulis erat hubungannya karena keduanya merupakan proses saling mengisi. Untuk meningkatkan kemampuan membaca harus meningkatkan kemampuan menulis demikian juga sebaliknya.

Terkait dengan uraian di atas, untuk meningkatkan kemampuan membaca pada siswa dapat ditempuh dengan suatu inovasi. Inovasi dalam pembelajaran dapat berupa model yang bervariasi. Model pembelajaran yang baik digunakan oleh guru yang terpenting dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, menarik perhatian, memotivasi, mengaktifkan, dan mengembangkan kemampuan siswa sehingga meningkatkan kemampuan membaca siswa. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca siswa, guru dapat menerapkan pembelajaran menggunakan model Number Heads Together. Berikut adalah bagan dari kerangka berpikir yang telah dijelaskan di atas.

Siswa aktif Hasil belajar Dibandingkan Hasil belajar

Siswa pasif

Model NHT Model

konvensional

Berpusat pada guru Berpusat pada siswa


(58)

2.4

Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan (Sugiyono 2010:99). Hipotesis dinyatakan dalam bentuk pernyataan yang mengandung dua variabel (variabel aktif atau variabel atribut) yang diturunkan dari suatu teori, konsep, prinsip pengetahuan ilmiah (Sudjana, 2012: 12)

Berdasarkan kerangka berpikir, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

(1) Ho1 : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia materi membaca pemahaman antara pembelajaran yang menerapkan model NHT dan pembelajaran yang menerapkan model konvensional. ( 1 = 2).

Ha2 : Terdapat perbedaan hasil belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia materi membaca pemahaman antara pembelajaran yang menerapkan model NHT dan pembelajaran yang menerapkan model konvensional. ( 1 ≠ 2).

(2) Ho3 : Model pembelajaran Number Heads Together pada pembelajaran Bahasa Indonesia materi membaca pemahaman tidak lebih efektif daripada model konvensional. ( 1 2).

Ha4 : Model pembelajaran Number Heads Together pada pembelajaran Bahasa Indonesia materi membaca pemahaman lebih efektif daripada model konvensional. ( 1 ≥ 2).


(59)

43

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian. Metodologi diutarakan dalam sub bagian yang meliputi populasi dan sampel, desain eksperimen, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian dan teknik analisis data. Uraian selengkapnya adalah sebagai berikut:

3.1

Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu siswa kelas V di SDN Debong Kidul Kota Tegal. Kelas yang digunakan di Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal merupakan kelas paralel yang terbagi menjadi kelas V A dan kelas V B. Uraian selengkapnya sebagai berikut.

3.1.1

Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010: 117). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal. Anggota populasi terdiri dari dua kelas yaitu kelas paralel dengan jumlah 65 siswa, yang terbagi menjadi kelas VA berjumlah 31 siswa dan kelas VB berjumlah 34 siswa. Alasan peneliti menentukan populasi tersebut dikarenakan


(60)

sekolah tersebut terdapat dalam lingkungan yang sama. Tenaga pendidik pada populasi sudah menempuh jenjang strata satu. Jam pelajaran Bahasa Indonesia pada kedua kelas diajarkan pada jam yang relatif sama. Kedua kelas juga memiliki kemampuan awal yang sama.

3.1.2

Sampel

Arikunto (2010: 174) menjelaskan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi. Pendapat Arikunto tersebut dijelaskan lebih lanjut oleh Sugiyono (2010: 118), bahwa hal-hal yang dipelajari dari sampel kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi, sehingga sampel yang dipilih harus representatif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling. Probability sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi tiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2010:120). Cara pengambilan sampel menggunakan simple random sampling, yaitu cara pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2010:120). Peneliti melakukan undian untuk mendapatkan anggota sampel. Ukuran sampel ditentukan dengan asumsi bahwa populasi berdistribusi normal. Selanjutnya jumlah anggota sampel ditentukan menggunakan Tabel Krecjie dengan taraf kesalahan 5% (Sugiyono, 2010:128). Jumlah populasi dalam penelitian sebanyak 65 siswa, sampel yang diperoleh dari Tabel Krecjie dengan taraf kesalahan 5% sebanyak 55 siswa. Untuk menentukan jumlah sampel pada masing-masing kelas dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Sugiyono, 2011:132) :


(61)

∑ Keterangan:

Si = Sampel tiap kelas

N = Jumlah siswa masing-masing kelas P = Jumlah populasi seluruhnya

∑ = Jumlah sampel yang diambil (sampel menurut tabel) Jadi jumlah sampelnya adalah:

Dari perhitungan tersebut maka diperoleh sampel kelas VA sebagai kelas eksperimen sebanyak 26 siswa dan sampel kelas VB sebagai kelas eksperimen sebanyak 29 siswa. Daftar nama sampel kelas V SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal dapat dibaca pada Lampiran 1.

3.2

Desain Eksperimen

Penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan penelitiannya yaitu eksperimen. Sugiyono (2010: 14) menjelaskan bahwa:

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random. Pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, dan analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis.


(1)

Lampiran 38

DOKUMENTASI KELAS EKSPERIMEN

Peniliti membuka pelajaran Peneliti membagikan teks bacaan

Peneliti menjelaskan materi


(2)

DOKUMENTASI KELAS KONTROL

Peneliti membuka pelajaran Peneliti menjelaskan materi

Siswa melaksanakan diskusi kelompok


(3)

Lampiran 39


(4)

(5)

(6)

Lampiran 40

PEMERINTAH KOTA TEGAL DINAS PENDIDIKAN

SEKOLAH DASAR NEGERI DEBONG KIDUL TEGAL Jalan Teuku Cik Ditiro Gg. Mbah Jonggrang

Kecamatan Tegal Selatan

Telp. (0283) 325068 e-mail : debong.kidul@gmail.com KOTA TEGAL

SURAT KETERANGAN Nomor: 422.2.025/V/2014 Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Khodijah, S.Pd.

NIP : 19680927 199102 2 001 Pangkat/Golongan : Pembina / IVa

Jabatan : Kepala Sekolah

Unit Kerja : SD Negeri Debong Kidul Tegal

Menerangkan bahwa :

Nama : Dwiyana Pristiani

NIM : 1401410346

Jurusan : Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas : Ilmu Pendidikan

Universitas : Universitas Negeri Semarang (UNNES)

Telah melaksanakan Penelitian Eksperimen, sebagai bahan skripsi di kelas VA dan VB Semester 2 Tahun Pelajaran 2013/ 2014 di Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal mulai 6 Februari samapai 15 Februari 2014.

Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.


Dokumen yang terkait

Penerapan model cooperative learning teknik numbered heads together untuk meningkatkan hasil belajar akutansi siswa ( penelitian tindakan kelas di MAN 11 jakarta )

0 6 319

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

KEEFEKTIFAN MODEL MEMBACA TOTAL TERHADAP KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS V SD GUGUS ERLANGGA

1 41 205

KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PECAHAN KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI DEBONG TENGAH 1, 2, 3 KOTA TEGAL

5 24 333

KEEFEKTIFAN STRATEGI PRACTICE REHEARSAL PAIRS TERHADAP HASIL BELAJAR SIFAT SIFAT CAHAYA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI DEBONG TENGAH 1 DAN 3 KOTA TEGAL

0 33 256

Keefektifan Model Numbered Heads Together dalam Pembelajaran Materi Pantun terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Candinegara Kabupaten Banyumas

0 7 231

KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEADS TOGETHER TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 KESESI KABUPATEN PEKALONGAN

0 20 221

Keefektifan Penggunaan Model Mind Mapping terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Materi Pokok Peristiwa Alam pada Siswa Kelas V di SDN Debong Kidul Kota Tegal.

0 5 216

Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal.

0 0 228

KEEFEKTIFAN MODEL AUDITORY REPETITION (AIR) TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS V SD NEGERI PEKAUMAN OTA TEGAL

0 0 70