1
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dikemukakan tentang: latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat
penelitian. Latar belakang mengemukakan masalah-masalah yang menjadi dasar dilakukannya penelitian. Masalah yang terjadi selanjutnya diidentifikasi, dibatasi,
dirumuskan, dan dipecahkan. Uraian selengkapnya sebagai berikut:
1.1 Latar Belakang
Komisi Pendidikan untuk Abad XXI Unesco 1996: 85 sebagaimana dirujuk oleh Aunurrahman 2009:6 bahwa hakikat pendidikan sesungguhnya
adalah belajar learning. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa pendidikan bertumpu pada 4 pilar, yaitu; 1 learning to know, 2 learning to do, 3 learning
to live together, learning to live with others, dan 4 learning to be. Learning to know adalah upaya memahami instrumen-instrumen
pengetahuan baik sebagai alat maupun sebagai tujuan. Sebagai alat, pengetahuan tersebut diharapkan akan memberikan kemampuan setiap orang untuk memahami
berbagai aspek lingkungan agar mereka dapat hidup dengan harkat dan martabatnya
dalam rangka
mengembangkan keterampilan
kerja dan
berkomunikasi dengan berbagai pihak yang diperlukan. Sebagai tujuan, maka pengetahuan tersebut akan bermanfaat dalam rangka peningkatan pemahaman,
pengetahuan serta penemuan di dalam kehidupannya. Upaya-upaya untuk
2 memperoleh pengetahuan ini tidak akan pernah ada batasnya, dan masing-masing
individu akan secara terus menerus memperkaya pengetahuan dirinya dengan berbagai pengalaman yang ditemukan dalam kehidupannya. Upaya-upaya ini
akan berlangsung secara terus menerus yang pada gilirannya melahirkan kembali konsep belajar sepanjang hayat.
Learning to do lebih ditekankan pada bagaimana mengajarkan siswa untuk mempraktikan segala sesuatu yang telah dipelajarinya dan dapat mengadaptasikan
pengetahuan-pengetahuan yang telah diperolehnya tersebut dengan pekerjaan- pekerjaan di masa depan.
Learning to live together, learning to live with others, belajar adalah melatih, dan membimbing siswa agar siswa dapat menciptakan hubungan melalui
komunikasi yang baik, menjauhi prasangka-prasangka buruk terhadap orang lain serta menjauhi dan menghindari terjadinya perselisihan dan konflik.
Keempat pilar pendidikan sebagaimana dipaparkan di atas, sekaligus merupakan misi dan tanggung jawab yang diemban oleh dunia pendidikan.
Melalui kegiatan belajar mengetahui, belajar berbuat, belajar hidup bersama, dan belajar menjadi seseorang atau belajar menjadi diri sendiri yang didasari
keinginan secara sungguh-sungguh maka akan semakin luas wawasan seseorang tentang pengetahuan, tentang nilai-nilai positif, tentang orang lain, serta tentang
berbagai dinamika perubahan yang terjadi. Pendidikan merupakan salah satu kunci utama dalam perkembangan
sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan dapat mencangkup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi manusia dengan lingkungannya dalam
3 rangka untuk mengembangkan potensial yang terdapat dalam dirinya. Setiap
manusia memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh manusia agar dapat
mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran Munib 2010: 139. Salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia yang tertera dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dilakukan melalui pendidikan.
Sistem pendidikan di Indonesia mempunyai tujuan nasional yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.
Dalam pelaksanaan program pendidikan di Indonesia, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara menyeluruh
sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 dinyatakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi Warga
Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Untuk mewujudkan tujuan dan kualitas pendidikan di atas, dibutuhkan
kreativitas guru dalam mengelola pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang
4 dituliskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 19 yaitu:
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang,
memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah PP di atas, diketahui bahwa inovasi dalam pembelajaran merupakan hal yang penting demi tercapainya tujuan
pendidikan nasional. Guru harus mampu menciptakan suasana belajar seperti yang telah tertera pada PP di atas agar siswa menikmati pembelajaran, sehingga
materi pelajaran dapat diterima dengan mudah. Salah satu perwujudan PP di atas yaitu adanya pembelajaran yang bermutu dalam satuan pendidikan.
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa. Penguasaan bahasa merupakan penunjang keberhasilan dalam
mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan
perasaan, serta aktif dalam bermasyarakat. Bahasa memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan. Fungsi
utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi, yaitu alat untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, ide, serta untuk menyampaikan informasi tentang suatu
peristiwa. Seseorang dapat berbahasa dengan baik jika cara penyampaian bahasanya atau cara berkomunikasi dengan orang lain juga baik pula, sehingga
interaksi sosial dalam sebuah masyarakat dapat terjaga dengan baik. Jadi, melalui
bahasa kita bisa saling memahami satu sama lain.
Pembelajaran bahasa sangat diperlukan agar siswa mampu berbahasa
5 dengan baik dan benar. Kemampuan berbahasa meliputi empat aspek, yaitu:
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam memperoleh kemampuan berbahasa, kita biasanya melalui suatu urutan yang teratur. Mula-mula pada masa
kecil kita belajar menyimakmendengarkan bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis. Menyimak dan berbicara dipelajari
sebelum memasuki sekolah, sedangkan membaca menulis dipelajari di sekolah. Jadi, pada saat siswa mulai memasuki sekolah formal siswa sudah memiliki
kemampuan menyimak dan berbicara yang baik. Membaca merupakan suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Dengan membaca siswa memperoleh informasi-
informasi yang dituangkan dalam bahasa tulis. Dalam pengajaran membaca, guru sering menghadapi dua macam masalah.
Masalah pertama lazim dilukiskan sebagai masalah memecahkan kode, yang berarti menghubungkan bahasa lisan dengan lambang-lambang tertulis. Pembaca
pemula perlu disadarkan bahwa lambang-lambang tertulis itu digunakan untuk berkomunikasi. Guru kelas awal biasanya dihadapkan dengan masalah-masalah
tersebut. Jika mereka tidak dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, guru yang mengajar di kelas yang lebih tinggi akan terpaksa mencurahkan
perhatian terhadap hal tersebut. Masalah kedua yang dihadapi pada waktu belajar membaca meliputi
berbagai kemampuan membaca dalam hal memahami, menganalisa dan mengevaluasi bahasa. Masalah ini jelas bukan masalah kegiatan membaca
6 semata-mata.
Berkaitan dengan masalah di atas, guru bahasa Indonesia dituntut untuk belajar membaca dan mampu mengajar membaca kepada para siswanya. Guru
bahasa Indonesia harus memiliki interes bahwa siswa dapat membaca dengan baik. Kemampuan membaca sangat diperlukan siswa agar pengetahuannya
bertambah, dapat menangkap ide pokok atau gagasan utama sebuah wacana. Kemampuan membaca dan kemampuan menulis erat hubungannya karena
keduanya merupakan proses saling mengisi, karena dalam kemampuan menulis diawali dengan kemampuan membaca.
Terkait dengan uraian di atas, untuk meningkatkan kemampuan membaca pada siswa dapat ditempuh dengan suatu inovasi yang berupa model
pembelajaran. Model pembelajaran yang baik dapat menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan, memotivasi,
mengaktifkan, dan
mengembangkan kemampuan siswa sehingga meningkatkan kemampuan membaca siswa.
Pada saat proses pembelajaran, model pembelajaran memiliki peran yang sangat penting. Kualitas suatu pembelajaran akan sangat dipengaruhi oleh model
yang digunakan oleh guru. Guru harus dapat memilih dan menentukan model yang tepat. Selain itu, model yang digunakan juga harus disesuaikan dengan
materi yang akan dipelajari siswa. Pelajaran bahasa Indonesia diharapkan dapat menjadi sarana bagi siswa untuk dapat berkomunikasi dengan lingkungan.
Pelajaran bahasa Indonesia yang telah dipelajari diharapkan dapat dikembangan lebih lanjut oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran bahasa
Indonesia yang menekankan pada pemberian pengalaman langsung serta
7 memperoleh pemahaman yang lebih, pembelajaran akan lebih bermakana.
Menurut Sumantri dan Syaodih 2007: 6.3-6.4 pemilihan alternatif model pembelajaran mempertimbangkan karakteristik siswa SD yang senang bermain,
selalu bergerak, bekerja atau bermain dalam kelompok dan senantiasa ingin memperagakan sesuatu secara langsung. Karakteristik ini membawa pengaruh
bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bekerja atau belajar dalam kelompok.
Model pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dalam kelompok yaitu model Cooperative Learning atau Pembelajaran Kooperatif. Menurut
Ibrahim 2000 dalam Trianto 2013: 57 bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik
antarsiswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Sedangkan menurut Trianto 2013: 58 pembelajaran kooperatif disusun dalam usaha untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan
kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama dengan siswa lain yang berbeda latar belakangnya.
Menurut Lie dalam Suprijono 2010: 56 model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didasarkan pada falsafah homo homini socius.
Falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kunci kehidupan sosial adalah dialog interaktif interaksi sosial. Tanpa interaksi sosial tidak ada
kehidupan bersama. Dengan kata lain, kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup. Berdasarkan pendapat Lie di atas, maka
8 pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dalam prosesnya menekankan
belajar sebagai dialog interaktif, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial.
Pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe dalam pelaksanaannya, salah satunya yaitu tipe Numbered Heads Together NHT. Model pembelajaran
kooperatif tipe NHT ini cocok digunakan untuk meningkatkan hasil belajar materi membaca pemahaman. Melalui model pembelajaran ini siswa dapat memberikan
ide-ide atau pengalaman mereka untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Selain itu, karakteristik materi membaca
pemahaman yang bersifat teoritis sangat cocok menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. Pembelajaran dengan menggunakan
model NHT memungkinkan setiap siswa dapat berbagi pengalaman mereka kepada teman sekelompoknya.
Trianto 2011: 63 model pembelajaran kooperatif tipe NHT, diawali dengan membagi kelas menjadi beberapa kelompok. Masing-masing siswa dalam
satu kelompok diberi nomor untuk memudahkan kerja setiap anggota kelompok. Kemudian, siswa diberi pertanyaan oleh guru. Setiap kelompok diberi waktu
untuk mendiskusikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh guru, dan siswa yang nomornya dipanggil maka harus menjawab pertanyaan tersebut.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT akan mewujudkan pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa. Keterlibatan atau keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
tidak membuat suasana pembelajaran menjadi teacher centered namun berubah menjadi student centered.
9 Sebelum memulai pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V, pertama-
tama guru harus memahami perkembangan kognitif siswa. Hal ini dimaksudkan agar guru dapat memilih dan menganalisis pendekatan yang sesuai dengan kondisi
kognitif siswa sehingga pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Piaget 1988 dalam Ahmad dan Catharina 2010: 25-26 ada empat fase
perkembangan kognitif yaitu tahap sensorimotorik 0-2th, tahap pra operasional 2-7th, tahap operasional konkret 7-11th, dan tahap operasional formal 11th
keatas. Pada siswa kelas V Sekolah Dasar, yang rata-rata berusia antara 11th ke atas dapat dikategorikan dalam tahap operasional formal yaitu tahap dimana anak
sudah mampu berpikir abstrak, idealis, dan logis. Pada tahap ini, anak sudah mampu menyusun rencana dan memecahkan masalah. Dengan memahami tahap-
tahap perkembangan kognitif anak, diharapkan guru dapat menentukan pendekatan yang tepat dan sesuai.
Pembelajaran bahasa Indonesia di kelas tinggi, menuntut siswa dapat membaca pemahaman. Siswa bukan sekedar memahami lambang-lambang
tertulis, melainkan dapat memahami bacaan dan dapat menceritakan kembali bacaan yang telah dibacanya. Keterampilan membaca inilah yang harus dibina
dan dikembangkan guru secara bertahap pada sekolah dasar khususnya pada kelas tinggi.
Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca pada siswa guru dapat menerapkan pembelajaran menggunakan
model Number Heads Together. Model Number Heads Together NHT atau penomoran berpikir
bersama adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
10 mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif struktur kelas
tradisional Trianto, 2011:82. Tujuan model pembelajaran Numbered Heads
Tohether adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas V di SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal, pembelajaran bahasa Indonesia masih dilakukan secara
konvensional dan berpusat pada guru teacher centered. Dalam proses pembelajaran guru yang mendominasi dan bertindak sebagai satu-satunya sumber
belajar. Pembelajaran disajikan hanya dengan model ceramah dan jarang menggunakan media sehingga suasana belajar menjadi kaku. Hal itu diduga yang
menyebabkan hasil belajar siswa rendah. Nilai ketuntasan minimal pada mata pelajaran bahasa Indonesia materi membaca pada siswa kelas V yaitu 69,00.
Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan menerapkan model Number Heads Together pada pembelajaran Bahasa
Indonesia materi membaca pemahaman. Judul dalam penelitian ini yaitu “Keefektifan Penggunaan Model Number Heads Together Terhadap Hasil Belajar
Membaca Pemahaman pada Siswa Kelas V SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal
”.
1.2 Identifikasi Masalah