Pendidikan Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran

18 NHT pada penelitian di atas, menjadi salah satu faktor pendukung bagi peneliti untuk melakukan penelitian. Penelitian di atas memliki kesamaan pada permasalahan dan model pembelajaran. Perbedaannya penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian eksperimen untuk melakukan pengujian lebih lanjut mengenai keefektifan model pembelajaran Number Heads Together NHT untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman bila diterapkan di SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal.

2.2 Landasan Teori

Pada bagian landasan teori akan diuraikan teori-teori yang relevan dengan penelitian ini. Teori-teori yang akan diuraikan meliputi: 1 pendidikan; 2 belajar, mengajar, dan pembelajaran; 3 pengertian membaca; 4 pembelajaran Bahasa Indonesia; 5 karakteristik siswa sekolah dasar; 6 model pembelajaran; 7 model pembelajaran kooperatif; 8 model Number Heads Together; 9 hasil belajar;. Uraian selengkapnya sebagai berikut:

2.2.1 Pendidikan

Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga yang bersangkutan mampu memecahkan problema pendidikan yang dihadapinya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun potensi kompetensi siswa. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja. Alasannya, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan 19 datang. Menurut Joesoef dalam Munib 2010 : 33, “pengertian pendidikan mengandung dua aspek, yakni aspek proses dan aspek hasi l”. Yang dimaksud dengan proses adalah proses bantuan, bimbingan, pengajaran dan pelatihan. Sedangkan yang dimaksud hasil adalah manusia dewasa, susila, bertanggung jawab, dan mandiri. Wahyudin 2008: 1 mengemukakan bahwa “pendidikan merupakan suatu proses yang berdimensi luas, yaitu dari sisi peserta didik, sebagai pelaku yang belajar dan dari sisi pendidik sebagai pelaku yang mengajar ”. Hubungan pendidik dan siswa adalah hubungan fungsional, dalam arti pelaku pendidik dan pelaku terdidik. Dari segi tujuan, baik pendidik maupun siswa memiliki tujuan masing- masing. Meskipun demikian, tujuan pendidik dan siswa dapat dipersatukan dengan tujuan instruksional. Berdasarkan pendapat para ahli mengenai teori pendidikan yang telah dijelaskan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya untuk memanusiakan manusia dalam mewujudkan tumbuhnya budi pekerti dan pikiran. Proses pendidikan membutuhkan interaksi antara komponen-komponen pembelajaran untuk mendapatkan hasil yang ditunjukan melalui proses bimbingan.

2.2.2 Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran

Pakar pendidikan telah melakukan banyak kajian untuk menghasilkan teori-teori belajar, berikut akan dikemukakan berbagai definisi belajar menurut para ahli. Teori Bruner 1982 dalam Slameto 2010: 11 mengartikan belajar 20 tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Dalam proses belajar mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Teori Gagne 1989 dalam Susanto 2013: 1 menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar ialah suatu proses usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya Slameto, 2010: 2. Dalam teori Behaviorisme, proses pembelajaran berpegang teguh pada prinsip dan pemahaman. Teori ini menekankan pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademik maupun perilaku sosial. “Proses belajar terjadi dengan adanya tiga komponen pokok, yaitu stimulus, respons, dan akibat” Rifa’i, 2009: 105. Belajar sering pula diartikan sebagai penambahan, perluasan, dan pendalaman pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan. Hal ini senada dengan pendapat Gagne 1985 dalam Winataputra 2007: 1.8 yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan yang bertahan lama dan bukan dari proses pertumbuhan. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Bower dan Hilgard 1981 dalam Winataputra 2007: 1.8 Learning refers to the change in a subject’s behavior or behavior potential to a given situation brought about by the subject’s repeated experiences in that situation, provided that the behavior change cannot be explained on the basis of the subject’s native response tendencies, maturation, or temporary states such as fatigue, drunkenness, drives, and so on. 21 Pendapat Bower dan Hilgard 1981 bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku atau potensi individu sebagai hasil dari pengalaman dan perubahan tersebut tidak disebabkan oleh insting, kematangan atau kelelahan dan kebiasaan. Menurut Hamalik 2013: 27 belajar diartikan sebagai proses suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Proses itu sendiri berlangsung melalui serangkaian pengalaman, sehingga terjadi modifikasi pada tingkah laku yang telah dimilikinya sebelumnya. Berdasarkan pendapat para ahli mengenai teori belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses pembentukan makna baru melalui proses asimilasi dan akomodasi dalam interaksi sosial untuk menghasilkan perubahan perilaku. Belajar membutuhkan proses sosialisasi sebagai pemacu tumbuhnya pengetahuan dalam diri seseorang. Selanjutnya, hasil proses belajar dapat diketahui melalui adanya perubahan perilaku. Kegiatan belajar diikuti dengan kegiatan mengajar, karena keduanya berlangsung secara beriringan. Menurut Sardiman 2011: 47, mengajar pada dasarnya merupakan usaha mengondisikan lingkungan yang mendukung terjadinya proses belajar. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa kegiatan belajar yang aktif dapat terwujud jika kondisi lingkungan belajar siswa juga aktif. Lingkungan belajar yang aktif akan mendukung siswa untuk belajar dengan nyaman. Dengan demikian, siswa dapat mengembangkan kemampuannya melalui proses belajar yang tepat. 22 Guru perlu mengetahui azas-azas mengajar agar pembelajaran yang dilaksanakannya berhasil. Azas-azas mengajar yang dianut oleh bangsa Indonesia yaitu prinsip didaktik-metodik. Menurut Mandigers 1960 seperti yang dikutip Rifa’i dan Anni 2009: 200 “prinsip-prinsip mengajar antara lain: 1 prinsip aktivitas mental. 2 Prinsip menarik perhatian. 3 Prinsip penyesuaian perkembangan siswa. 4 Prinsip appersepsi. 5 Prinsip peragaan. dan 6 Prinsip m otivasi”. Prinsip aktivitas mental, dalam prinsip ini kegiatan belajar mengajar tidak hanya mendengar, memahami, dan sebagainya. Tetapi, lebih menyeluruh baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Pendekatan dengan prinsip CBSA dikatakan sangat sesuai dengan prinsip aktivitas mental. Prinsip menarik perhatian, bila dalam suatu pembelajaran terdapat model pembelajaran yang menarik maka, siswa akan memperhatikan pembelajaran yang akan dipelajari. Karena, dengan perhatian ada konsentrasi, pada gilirannya hasil belajar itu akan lebih berhasil dan tidak mudah lupa. Prinsip penyesuaian perkembangan anak, anak akan lebih tertarik bila bahan pembelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak. Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, siswa SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, mereka belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konse-konsep lama. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Prinsip appersepsi, prinsip ini memberikan petunjuk bahwa saat mengajar 23 pendidik hendaknya mengkaitkan materi yang akan dipelajari dengan apa yang sudah diketahui. Dengan cara tersebut siswa akan lebih tertarik sehingga materi pelajaran mudah diterima. Prinsip peragaan, prinsip ini memberikan pedoman bahwa dalam mengajar hendaknya digunakan alat peraga. Dengan alat peraga proses belajar mengajar tidak verbalistis. Proses pembelajaran yang disertai dengan alat peraga, akan meningkatkan hasil belajar siswa. Prinsip motivasi, motivasi ialah dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Motivasi memegang peranan penting dalam belajar. Intensitas siswa dalam proses pembelajaran sangat ditentukan oleh motivasi. Berdasarkan pendapat para ahli mengenai teori mengajar, dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah usaha penyediaan kondisi yang mendukung kegiatan belajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dalam proses mengajar perlu memperhatikan prinsip didaktik-metodik agar dapat terjadi pembelajaran optimal yang memotivasi pembelajar. Gagne 1981 dalam Rifa’i 2009: 191 menyatakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal siswa yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar. Bri ggs 1992 dalam Rifa’i 2009: 192 mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah seperangkat peristiwa events yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga siswa itu memperoleh kemudahan. Seperangkat peristiwa itu membangun suatu pembelajaran yang bersifat internal dan eksternal. Pembelajaran yang bersifat internal terjadi jika 24 siswa melakukan self instruction pembelajaran mandiri. Sedangkan, pembelajaran yang bersifat eksternal terjadi jika siswa melakukan external instruction pembelajaran dari luar dengan pendidik guru sebagai pembelajar. Pembelajaran menurut Trianto 2013: 17 merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan siswa, di mana antara keduanya terjadi komunikasi transfer yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Target dalam pembelajaran secara umum mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Sementara tujuan khusus pembelajaran mengacu pada kurikulum pendidikan yang berlaku. Tujuan khusus pembelajaran biasanya berupa indikator-indikator berupa kalimat dengan kata kerja operasional agar tujuan pembelajaran tersebut terukur. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah interaksi antara siswa dengan guru dan berbagai komponen pendukungnya. Pembelajaran dalam arti luas merupakan jantungnya pendidikan untuk megembangkan kemampuan, membangun watak dan peradaban bangsa.

2.2.3 Pengertian Membaca

Dokumen yang terkait

Penerapan model cooperative learning teknik numbered heads together untuk meningkatkan hasil belajar akutansi siswa ( penelitian tindakan kelas di MAN 11 jakarta )

0 6 319

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

KEEFEKTIFAN MODEL MEMBACA TOTAL TERHADAP KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS V SD GUGUS ERLANGGA

1 41 205

KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PECAHAN KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI DEBONG TENGAH 1, 2, 3 KOTA TEGAL

5 24 333

KEEFEKTIFAN STRATEGI PRACTICE REHEARSAL PAIRS TERHADAP HASIL BELAJAR SIFAT SIFAT CAHAYA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI DEBONG TENGAH 1 DAN 3 KOTA TEGAL

0 33 256

Keefektifan Model Numbered Heads Together dalam Pembelajaran Materi Pantun terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Candinegara Kabupaten Banyumas

0 7 231

KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEADS TOGETHER TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 KESESI KABUPATEN PEKALONGAN

0 20 221

Keefektifan Penggunaan Model Mind Mapping terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Materi Pokok Peristiwa Alam pada Siswa Kelas V di SDN Debong Kidul Kota Tegal.

0 5 216

Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal.

0 0 228

KEEFEKTIFAN MODEL AUDITORY REPETITION (AIR) TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS V SD NEGERI PEKAUMAN OTA TEGAL

0 0 70