48
berpandangan rendah terhadap fisika adalah siswa yang merasakan fisika itu paling sulit, tidak disukai, dan tidak berguna untuk masa depannya.
Tampaknya bahwa mungkin hanya metode karyawisata saja yang dapat mengatasi masalah rendahnya persepsi siswa dari subaspek pandangan di atas.
Siswa diajak berkaryawisata ke lokasi pembangunan penerapan fisika seperti Pusat Listrik Tenaga, Air, uap, dll. Metode ini selain mampu menemukan
kejadian-kejadian fisika sehari-hari terutama yang berguna untuk kehidupan praktis siswa, juga mampu menghubungkan pengetahuan teori dengan fakta alam,
tumbuh sikap-sikap ilmiah seperti tumbuh rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga menjadikan pelajaran fisika lebih menarik, dan karena itu perlu dipelajari atau
dikuasai lebih lanjut.
1.7. Subaspek penilaian
Data tabel 14 di atas memperlihatkan bahwa subaspek penilaian berada pada kategori B dengan jumlah TP 9,40 dan rerata TP 0,49 . Data ini membuktikan
bahwa dari subaspek penilaian umumnya siswa memiliki persepsi yang positif terhadap pelajaran fisika. Meskipun demikian, masih terdapat 11 SMA 57,89
yang memiliki TP 0,49 . SMA-SMA tersebut tercatat mulai dari SMA yang TP terendah yaitu SMAN 2 Cibal dan SMAN 2 Satar Mese masing-masing 0,22
, menyusul Budi Dharma 0,23 , Widya bhakti 0,24 , Bintang Timur 0,26 , SMAN 3 Satar Mese 0,27 , SMAN 1 Lelak 0,30 , Karya 0,31 ,
SMAN 1 Satar Mese 0,35 , SMAN 1 Ruteng 0,40 , dan SMAN 1 Cibal 0,46 . Sedangkan SMA dengan TP tertinggi adalah SMAN 1 Langke
Rembong 1,12 sedikit lebih tinggi dari SMA St. Thomas Aquinas 1,11 . Ada 5 pernyataan kuesioner yang berhubungan dengan subaspek penilaian
terhadap pelajaran fisika. Ke-5 pernyataan tersebut adalah: “Hasil ujian dari pelajaran fisika adalah sebuah keberuntungan; Sampai saat ini saya belum
melihat hubungan antara fisika yang saya pelajari dengan persitiwafenomena di alam atau dalam kehidupan sehari-hari; Fasilitas pembelajaran fisika di sekolah
saya lengkap; Saya memiliki kemampuan yang baik untuk mempelajari fisika;
49
Saya memilki kemampuan untuk mencapai nilai yang tinggi dalam pelajaran fisika”.
Ada dua 2 pernyataan yang seharusnya di tolak dan 3 pernyataan lainnya yang seharusnya diterima. Tampaknya bahwa rendahnya TP pada 11 SMA di atas
mungkin akibat dari kurangnya guru fisika membelajarkan siswa di laboratorium atau alam bebas atau karena fasilitas belajar fisika di sekolahnya kurang bahkan
tidak ada; atau mungkin karena rendahnya minat dan kemampuan inteletual siswa sendiri dalam mempelajari fisika. Proses pembelajaran fisika di sekolah kurang
mendorong untuk meningkatkan pemahaman konsep-konsep dan penerapan akan rumus-rumus fisika secara baik. Menghafal rumus tanpa pemahaman konsepnya
menyebabkan siswa sekedar mengerjakan soal tanpa suatu kepastian akan kebenarannya. Keyakinan akan kebenaran konsep dan rumusnya dalam belajar
adalah ciri siswa yang cerdas dan bertanggungjawab. Hal yang menarik untuk dibahas dari beberapa nomor pernyataan kuesioner
yang negatif yang diharapkan ditolak siswa TS atau STS seperti pernyataan nomor 5; 6; 8; 16; 17; dan 24. Pernyataan-pernyatan tersebut secara berurutan
menyatakan: “ Pelajaran fisika adalah pelajaran yang membosankan; Orang yang mempelajari atau mendalami bidang fisika terkesan serius dan terlihat angker;
Pelajaran Fisika tidak akan bermanfaat bagi kehidupan saya; Studi saya di kemudian hari tidak memerlukan penguasaan tentang fisika; Pada saat belajar
fisika sedang berlangsung, saya menginginkan pelajaran itu cepat selesaiberakhir; Keberadaan pelajaran fisika di sekolah membuat saya kurang semangat ke
sekolah”. Data jawaban siswa berupa jawaban S dan SS terhadap pernyataan-
pernyataan di atas menunjukkan bahwa 63 siswa 10,46 yang menjawab pernyataan nomor 5; nomor 6 sebanyak 202 siswa 33,55 ; nomor 8 sebanyak
17 siswa 2,82 ; nomor 16 sebanyak 70 siswa 11,62 ; nomor 17 sebanyak 116 siswa 19,26 ; dan nomor 24 sebanyak 42 siswa 6,98 . Jika di
reratakan, maka terdapat 85 siswa 14,12 yang dapat dikatakan sebagai siswa- siswa yang tidak berminat atau tidak tertarik dengan pelajaran fisika di sekolah.
50
Artinya hanya sebagian kecil saja siswa SMA kelas XI IPA di Manggarai yang tidak tertarik dengan pelajaran fisika.
Penulis mencoba membandingkan dengan data dari beberapa nomor pernyataan kuesioner yang bersifat positif seperti pernyataan nomor 33 dan 34
yang masing-masing menyatakan: “Fasilitas pembelajaran fisika di sekolah saya lengkap; Saya memiliki kemampuan yang baik untuk mempelajari fisika”. Data
jawaban siswa berupa S dan SS terhadap kedua pernyataan di atas tercatat untuk nomor 33 sebanyak 216 siswa 35,88 dan untuk nomor 34 sebanyak 303 siswa
50,33 . Jika direratakan, maka terdapat 260 siswa 43,12 yang memiliki fasilitas pelajaran fisika yang lengkap dan memiliki kemampuan belajar fisika
yang baik. Artinya terdapat sebagian besar 56,88 siswa yang tidak memiliki fasilitas belajar fisika yang lengkap dan siswa yang tidak memiliki kemampuan
belajar fisika yang baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ternyata siswa-siswa yang tidak
tertarik mempelajari fisika siswa yang memiliki tingkat persepsi rendah dalam penelitian ini adalah siswa-siswa yang memiliki kemampuan belajar fisika yang
rendah, dan berasal dari SMA yang fasilitas belajar fisikanya tidak lengkap. Selain itu, mungkin ada juga siswa yang berasal dari SMA yang siswanya
dijejali dengan latihan soal-soal, guru fisikanya yang tidak ramah dan tidak demokratis, dll. seperti yang telah disajikan sebelumnya.
Untuk mengatasi masalah-masalah ini, guru fisika perlu membuat strategi pembelajaran sedemikian rupa yang memungkinkan siswa mengenalmengamati
langsung fenomena alam asli atau tidak langsung dengan pengamatan fenomena yang direkayasa di laboratorium Tim PEKERTI Bagian MIPA, 2000. Cara
pembelajaran yang demikian hanya melalui penggunaan metode eksperimen dan karyawisata. Tentu didukung oleh kelengkapan fasilitas laboratorium atau lainnya.
Dampaknya bagi siswa adalah tumbuh sikap percaya diri dan kejujuran yang tinggi pada siswa serta sikap-sikap ilmiah lainnya. Disamping itu, siswa merasa
senang dengan alam, rilekssantai, kemampuan belajar ditingkatkan, semakin tertarik dengan fisika, dll.
51
Untuk membandingkan tingkat persepsi dari sub-subaspek di atas, disajikan data tabel berikut ini.
Tabel 15. Kategori dan tingkat persepsi sub-subaspek persepsi No.
subaspek Kategori
Tingkat persepsi
persepsi persepsi
1 Pengertian
B 12,95
2 Pengalaman
B 10,44
3 Strategi Pembelajaran
B 8,56
4 Emosi
B 6,16
5 Perasaan
B 8,42
6 Pandangan
B 18,28
7 Penilaian
B 9,4
Jumlahrerata B
74,21
Data tabel 15 di atas menunjukkan bahwa subaspek yang memperoleh TP tertinggi adalah subaspek pandangan 18,28 diikuti pengertian 12,95 ,
pengalaman 10,44 , penilaian 9,40 , strategi pembelajaran 8,56 , perasaan 8,42 , dan emosi 6,16 . Total TP dari sub-subaspek adalah 74,21
atau dibulatkan menjadi 74 . Kemudian jika TP antara sub-subaspek persepsi di atas dibandingkan, maka
TP subaspek emosi lebih rendah daripada TP sub-subaspek lainnya. Hal ini disebabkan oleh reaksi spontan dan sesaat dari siswa ketika pembelajaran fisika
dinilai kurang baik. Reaksi ini berupa menyenangkan atau tidak menyenangkan, rilekssantai atau sedih Mar’at, 1991 dalam Rahmahana, 2010; Peter dan Olson,
2000. Berbeda dengan perasaan yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Rendahnya TP subaspek emosi dan juga TP subaspek penilaian dan perasaan
mungkin disebabkan oleh rendahnya TP subaspek strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang dirancang cukup
sempurna akan berdampak pada meningkatnya semangat, pemahaman, daya ingat, dan kemampuan belajar siswa,
dll. yang lebih lanjut berpengaruh pada baiknya penilaian siswa terhadap mata pelajaran fisika.
52
Hasil analisis data penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi siswa SMA
kelas XI IPA se-kabupaten Manggarai propinsi NTT berada pada kategori BAIK B dengan rerata jumlah skor 106 dan dengan tingkat persepsi 74 . Dengan
kata lain, bahwa 74 siswa SMA kelas XI IPA di Manggarai mempunyai
persepsi yang POSITIF terhadap pelajaran fisika. 2. Persepsi siswa SMA kelas XI IPA terhadap mata pelajaran fisika
Hasil kedua dari penelitian ini adalah data persepsi siswa terhadap mata pelajaran fisika. Data tersebut berkaitan dengan cakrawala atau wawasan siswa
terhadap 8 mata pelajaran pokok di SMA kelas XI IPA yaitu matematika, fisika, biologi, kimia, bahasa indonesia, bahasa inggris, agama, dan PKN data per SMA
tampak pada lampiran 7 dan 8. Persepsi ini dilihat dari tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran. Data setiap SMA tampak pada tabel-tabel
berikut.
1. SMAN 1 Langke Rembong