38
harus mampu menggunakannya dan menerapkannya dalam memecahkan masalah hidup sehari-hari. Siswa yang demikian dapat dikatakan sebagai orang cerdas,
dan untuk tujuan itulah guru fisika hadir dengan segala rancangan-rancangan eksperimentasi pembelajarannya di sekolah. Rumus-rumus dan soal-soal dalam
fisika hanyalah bahasa simbolik untuk menggambarkan logika taat asas dari hukum-hukum alam yang terjadi Tim PEKERTI Bagian MIPA, 2000.
Guru fisika mengajar bukan hanya menambah pengetahuan saja, tetapi lebih penting dari itu adalah mengajar untuk meningkatkan ketrampilan siswa
baik dalam melaksanakan langkah-langkah metode ilmiah maupun dalam menyusun produk ilmiah secara sistematis. Efek samping dari metode
pembelajaran eksperimen adalah munculnya sikap-sikap ilmiah pada siswa, termasuk sikap ingin tahu yang tinggi untuk memecahkan masalah hidup sehari-
hari Carin dan Sund, 1989; Sarkim, 1998.
1.2. Subaspek pengalaman
Data tabel 13 di atas menunjukkan bahwa subaspek pengalaman juga berada pada kategori B dengan TP 10,44 . Hal ini membuktikan bahwa dari subaspek
ini siswa memiliki pandangan yang positif terhadap pelajaran fisika. Meskipun demikian, masih ada 11 SMA 57,89 yang berkategori B dan 8 SMA 42,11
lainnya berkategori KB masing-masing dengan skor kategori 13 dan 14 dari 6 nomor kuesioner tabel 7, lampiran 1; 3; dan 4. Subaspek ini berkategori B
dengan rerata jumlah skor 15 yang merupakan rentangan skor minimal dari rentangan skor kategori B 15 - 19 tabel 7 dan lampiran 3.
Berkaitan dengan data TP, terlihat bahwa rerata TP dari subaspek pengertian adalah 0,55 . Berdasarkan rerata tersebut, tampak ada 10 SMA 52,63 yang
memilki TP 0,55 . Ke-10 SMA dengan TP rendah ini tercatat mulai dari SMA yang memperoleh TP terendah yaitu SMAN 2 Cibal 0,23 , menyusul
Bintang Timur dan Widya Bhakti masing-masing 0,26 , SMAN 2 Satar Mese 0,27 , Budi Dharma 0,28 , SMAN 3 Satar Mese 0,29 , SMAN 1 Lelak
0,33 , Karya 0,34 , SMAN 1 Satar Mese 0,41 , dan SMAN 1 Ruteng 0,42 .
39
Mungkin sebagian siswa dari 10 SMA ini yang masih berpandangan negatif terhadap pelajaran fisika di Manggarai. Sedangkan 9 SMA lainnya memiliki
pandangan yang positif terhadap pelajaran fisika dan SMA yang mencapai TP tertinggi adalah SMAN 1 Langke Rembong 1,33 . Rendahnya TP atau masih
negatifnya pandangan sebagian siswa terhadap pelajaran fisika dari subaspek pengalaman semakin membuktikan bahwa mereka memiliki pengalaman proses
belajar fisika yang sedikit di sekolahnya. Persepsi yang KB dari siswa SMA di atas terkait dengan 6 nomor
pernyataan kuesioner berikut: “Belajar fisika merupakan kegiatan yang
melelahkan dan tidak berguna; Agar dapat berhasil dalam pelajaran fisika yang terpenting adalah menghafalkan rumus-rumus; Memecahkan masalah pada soal
fisika pada dasarnya mencari rumus yang tepat; Ketika menjelang ujian pelajaran fisika, yang terpenting dilakukan adalah menghafalkan contoh- contoh soal
yang pernah dibahas dan dijelaskan oleh guru; Jika saya lupa suatu rumus tertentu untuk menyelesaikan soal ujian, maka tidak ada lagi hal yang dapat saya
lakukan; Guru seharusnya lebih banyak melatih murid memecahkan masalah dan berpikir dari pada menambah pengetahuan siswa”.
Ada 5 pernyataan kuesioner di atas yang bersifat negatif yang seharusnya ditolak oleh siswa dengan mengatakan Sangat Tidak Setuju STS dan Tidak
Setuju TS. Adanya siswa yang mempersepsikan KB di atas mungkin karena rancangan strategi pembelajaran yang diterapkan adalah ceramah atau hanya
belajar di kelas tanpa praktik laboratotrium dan pengalaman lapangan yang berorientasi belajar langsung obyek dan fenomena alam. Strategi pembelajaran
ceramah di kelas dan terlalu berorientasi kepada target pencapaian kurikulum dengan membahas soal-soal ujian dapat menyebabkan siswa merasa lelah dan
jenuh; merasa bahwa fisika itu tidak berguna karena sekedar mencari rumus- rumus tanpa pemahaman konsep; dan juga menyebabkan siswa hanya menghafal
contoh-cotoh soal saja. Padahal keberhasilan siswa dalam mempelajari fisika tidak saja karena dapat
menghafal rumus-rumus, tetapi juga lebih penting dari itu adalah dapat memahami
40
konsep sekaligus rumus-rumusnya dan menguasai berbagai materi dan perubahan- perubahannya di alam serta mampu menerapkannya dalam kehidupan praktis.
Pemahaman konsep yang tepat dapat membantu baik untuk mengingatkan rumus- rumus, menjelaskan suatu soal secara naratif sesuai isi soal jika rumusnya lupa,
mencocokan rumus dengan konsep soal bukan mencari-cari rumus, maupun untuk memodifikasi konsep kepada hal-hal yang berguna dalam memecahkan
masalah praktis sehari-hari. Sementara pernyataan yang bersifat positif yang dinilai Sangat Setuju SS
atau Setuju S adalah seperti pernyataaan kuesioner terakhir di atas. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pembelajaran sains yang sesungguhnya adalah guru
seharusnya lebih banyak melatih murid memecahkan masalah dan berpikir daripada menambah pengetahuan siswa, karena
strategi pembelajaran sains dengan metode eksperimen dapat menimbulkan kreativitas, penuh semangat, dan
rasa senang pada siswa. Tentu guru harus lebih demokratis dalam proses pembelajarannya.
Jadi, rendahnya persepsi pada subaspek pengalaman di atas disebabkan oleh sedikitnya pengalaman proses belajar siswa yang berdampak pada lemahnya
ingatan siswa, rendahnya kemampuan menerima dan bereaksi akan hal-hal yang terjadi dalam pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Khairani 2013
bahwa “pengalaman seseorang dapat tergantung pada sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian masa lampau untuk mengetahui suatu
rangsangan dalam arti luas”. Lebih lanjut dikatakannya bahwa “semakin banyak pengalaman yang disertai kemampuan ingatan yang kuat semakin banyak pula
elemen-elemen persepsi seseorang”. Pendapat ini bukan untuk menguatkan kebiasaan guru fisika yang menggunakan strategi pembelajaran ceramah atau
sejenisnya di kelas.
41
1.3. Subaspek strategi pembelajaran