41
1.3. Subaspek strategi pembelajaran
Data tabel 13 di atas menunjukkan bahwa subsaspek strategi pembelajaran berada pada kategori B dengan TP 8,56 . Semua SMA berkategori B, meskipun
masih terdapat SMA yang memiliki TP rendah. Sebagian besar SMA yaitu 12 SMA 63,16 yang memiliki TP 0,45 sebagai TP rerata subaspek ini.
Ke-12 SMA tersebut adalah SMAN 1 Cibal 0,18 sebagai urutan TP terendah diikuti Budi Dharma 0,21 , Widya Bhakti dan SMAN 2 Satar Mese
masing-masing 0,22 , Bintang Timur dan SMAN 3 Satar Mese masing-masing 0,26 , SMAN 1 Lelak 0,28 , SMAN 1 Satar Mese 0,33, SMAN 1 Ruteng
0,37 , MAN Reok 0,43 , dan SMAN 1 Cibal 0,44 . Tingkat persepsi tertinggi diperoleh SMAN 1 Langke Rembong 1,05 .
Rendahnya TP subaspek strategi pembelajaran ini terkait dengan 4 pernyataan kuesioner. Ada 3 pernyataan yang merupakan pernyataan negatif yang seharusnya
di tolak oleh siswa dengan mengatakan STS atau TS, kecuali satu pernyataan positif yang seharusnya diterima siswa dengan SS atau S yaitu pernyataan terakhir
di bawah ini. Ke-4 pernyataan tersebut adalah “Pada saat
belajar fisika sedang berlangsung saya menginginkan pelajaran fisika itu cepat selesaiberakhir;
Keberadaan pelajaran fisika di sekolah membuat saya kurang semangat ke sekolah; Metode pembelajaran yang dipakai oleh guru saya, membuat saya malas
mempelajari fisika; dan Ketika ada soal yang sulit saya merasa tertantang untuk mengerjakan soal tersebut”.
Pernyataan-pernyataan ini mungkin semakin membuktikan bahwa benar masih ada guru fisika SMA di Manggarai yang menggunakan metode
pembelajaran yang konvensional dengan metode ceramah di kelas saja, sehingga membuat siswa bosan dan malas. Mungkin masih ada guru yang kurang
menguasai materi dan ketrampilan praktik fisika sehingga penyajian materinya tidak menarik bagi siswa.
Memang cukup sulit merancang dan melaksanakan strategi pembelajaran sains dengan metode eksperimen karena membutuhkan proses yang lama dan
rancangan yang rumit dengan banyaknya variasi konsep-konsep fisika. Tetapi
42
sebagai guru fisika yang profesional, metode ini mutlak digunakan. Rumitnya metode ini karena siswa harus melaksanakan langkah-langkah ilmiah, yang
menurut Carin dan Sund 1989 bahwa “prosedur-prosedur ilmiah atau metode ilmiah dalam belajar sains meliputi langkah-langkah: 1 merumuskan masalah, 2
menyusun hipotesis, 3 melaksanakan eksperimen, 4 melakukan observasi atau pengamatan, 5 mengumpulkan dan menganalisis data, 6 mengulangi eksperimen
untuk mengverifikasi data, dan 7 membuat kesimpulan”. Tujuan yang ingin dicapai dalam mata pelajaran fisika melalui metode
belajar eksperimen dan pengamatan fenomena alam adalah selain agar siswa cerdasterampil dalam merancang dan melaksanakan langkah-langkah ilmiah
untuk menghasilkan produk fisika, juga agar siswa terampil dalam
mengkomunikasikan temuannya kepada orang lain dalam hal kecerdasannya untuk menyusun dan mempresentasikan laporan ilmiah dengan bahasa yang
efisien dan efektif. Hanya melalui metode eksperimen, siswa dapat memperoleh produk-
produk ilmiah fisika. Sarkim 1998 mengatakan bahwa “pengetahuan, prinsip- prinsip, hukum-hukum, teori-teori sebagai produk fisika adalah hasil rekaan atau
buatan manusia dalam rangka memahami dan menjelaskan alam bersama dengan berbagai fenomena yang terjadi di dalamnya”. Hal ini berarti bahwa siswa sendiri
yang menggali produk-produk tersebut dibawah tuntunan guru yang demokratis dan paham materi dan praktik. Selain produk-produk fisika yang dihasilkan, juga
hasil lain yang lebih penting dari proses belajar eksperimen adalah tumbuh sikap- sikap ilmiah Carin dan Sund, 1989; Sarkim, 1998.
Pembelajaran yang berorientasi pada obyek alam dan fenomenanya melalui eksperimentasi di laboratorium dan pengamatan lapangan dapat membuat siswa
kreatif berpikir dan mampu memodifikasi fenomena kepada pemecahan masalah- masalah alam yang nyata. Dampak dari penggunaan metode di atas menyebabkan
siswa bersemangat tinggi, rajin, dan merasa tertantang jika ada soal yang sulit dengan syarat guru perlu ramah dan demokratis dalam prosesnya. Dampak lain
adalah siswa dapat menghasilkan produk-produk sains Sarkim, 1998 dan
43
terampil baik dalam prosedur pelaksanaan eksperimen maupun terampil dalam menyusun laporannya, sehingga dapat menciptakan kreatifitas, tidak gampang
lupa, mampu mencocokannya dan menerapkannya dengan rumus-rumus, dan tumbuh sikap-sikap ilmiah, sehingga mata pelajaran fisika tidak lagi sulit dan
tidak disukai siswa seperti yang ditemukan dalam penelitian ini. Data tentang kategori dan tingkat persepsi dari ke-4 subaspek lain dari
persepsi seperti emosi, perasaan, pandangan, dan penilaian tampak pada tabel 14 berikut ini.
Tabel 14. Kategori dan tingkat persepsi subaspek emosi, perasaan, pandangan, dan penilaian per SMA.
No. Nama SMA
Emosi Perasaan
Pandangan Penilaian
Kate- T P
Kate- T P
Kate- T P
Kate- T P
gori gori
gori gori
1 SMAN 1 Langke Rembong
B 0.73
B 1.06
BS 2.29
B 1.12
2 SMAN 2 Langke Rembong
BS 0.57
B 0.75
BS 1.56
B 0.88
3 Setia Bhakti
B 0.41
BS 0.56
BS 1.18
B 0.60
4 St. Thomas Aquinas
B 0.69
B 0.95
BS 1.99
B 1.11
5 St. Fransiskus X.
B 0.51
BS 0.72
B 1.66
B 0.88
6 Widya Bhakti
B 0.15
B 0.23
B 0.48
B 0.24
7 Karya
B 0.21
BS 0.29
B 0.62
B 0.31
8 Bintang Timur
B 0.17
B 0.23
B 0.50
B 0.26
9 SMAN 1 Ruteng
B 0.26
B 0.33
B 0.79
B 0.40
10 St. Klaus
B 0.39
B 0.51
BS 1.12
B 0.55
11 Budi Dharma
B 0.15
B 0.22
B 0.48
B 0.23
12 SMAN 1 Satar Mese
BS 0.24
B 0.33
B 0.67
B 0.35
13 SMAN 2 Satar Mese
B 0.17
BS 0.22
B 0.46
B 0.22
14 SMAN 3 Satar Mese
BS 0.19
B 0.26
BS 0.53
B 0.27
15 SMAN 1 Lelak
B 0.20
BS 0.25
B 0.58
B 0.30
16 SMAN 1 Cibal
B 0.33
B 0.45
B 0.97
B 0.46
17 SMAN 2 Cibal
B 0.13
B 0.18
B 0.38
B 0.22
18 MAN Reok
B 0.31
B 0.45
B 1.03
B 0.49
19 St. Gregorius
B 0.33
B 0.42
BS 0.98
B 0.50
Total 6.16
8.42 18.28