Persepsi siswa sma kelas XI IPA di Kabupaten Manggarai Propinsi Nusa Tenggara Timur terhadap mata pelajaran fisika.

(1)

Yohanes Egidius D. Poleng. 2016. Persepsi siswa SMA kelas XI IPA di kabupaten

Manggarai Propinsi Nusa Tenggara Timur terhadap mata pelajaran fisika. Skripsi.

Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa SMA kelas XI IPA di

kabupaten Manggarai propinsi NTT terhadap mata pelajaran fisika. Metode studi ini

adalah metode survei dengan sampel 602 (62 %) siswa pada 19 SMA dari populasi 969

siswa kelas XI IPA pada total 29 SMA. Data diambil tanggal 9 – 21 Mei 2016. Data

dianalisis dengan persentasi baik untuk tingkat persepsi dan sub-subaspek persepsi

maupun untuk tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran fisika.

Hasil dari studi ini adalah persepsi siswa terhadap pelajaran fisika berada di

kategori BAIK dengan Tingkat Persepsi = TP 74 %. Semua subaspek persepsi berada

pada kategori baik dengan TP yang bervariasi. Tingkat persepsi subaspek pengertian

12,95 %, pengalaman 10,44 %, strategi pembelajaran 8,56 %, emosi 6,16 %, perasaan

8,42 %, pandangan 18,28 % , dan penilaian 9,42 %. Persepsi siswa terhadap mata

pelajaran fisika menunjukkan bahwa mata pelajaran fisika dikategorikan cukup berguna

dengan tingkat kegunaan 64,4 %, sulit dengan tingkat kesulitan 90,6 % dan dikategorikan

tidak disukai dengan tingkat kesukaan 47,5 %. Kesimpulan studi ini bahwa persepsi

siswa SMA kelas XI IPA terhadap mata pelajaran fisika adalah BAIK. Mata pelajaran

fisika dinilai cukup berguna, sulit, dan tidak disukai oleh siswa SMA kelas XI IPA di

Manggarai.


(2)

Yohanes Egidius D. Poleng. 2016. The Perception of Senior High School students in

class XI of science Manggarai, East Nusa Tenggara toward physics. Thesis. Physics

Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education,

Faculty of Teacher Training and Education, Sanata

Dharma University,

Yogyakarta.

This research aims to gain the perception of Senior High School students in

science class grade XI in Manggarai, East Nusa Tenggara toward physics. The method is

the survey towards 602 (62%) students in 19 Senior High Schools. Which with the

population is 969 students in total 29 Senior High Schools. The data were gathered from

May 9 to 21, 2016. It was analyzed using the percentage for perception its sub aspects of

perception which consists of level in difficulty, preferences, and physics utility.

The result showed that students’ perception toward physics is good with the

amount is 74% TP (tingkat persepsi). The perception on all the sub aspects are good with

variety of amounts. On understanding it is in 12,95% TP, 10,44% TP on experience, and

8,56% TP on learning strategy. The perception on emotion aspect is in 6,16% TP, feeling

is in 8,42% TP, view is in 18,28% TP, and assesment is in 9,42% TP. It is concluded that

the perception of Senior High School student towards physics is good. The percentage

showed that the students of XI Senior High Schools in Manggarai perceive physics as a

difficult, less preferred but useful subject.


(3)

DI KABUPATEN MANGGARAI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TERHADAP MATA PELAJARAN FISIKA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun Oleh:

Yohanes Egidius D. Poleng

NIM: 091424045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untukOrangtuaku Bapak Aloisius Poleng dan Mama

Maria Henny Lion yang dengan susah payah membiayai hidup dan pendidikanku

selama ini. Persembahan ini sebagai bentuk penghormatan dan rasa terima kasihku

kepada mereka yang sangat kucintai. Karya ini juga kupersembahkan untuk

adik-adikku yang tercinta Yosef Venansius Alvian Poleng, Fridolin S.P.Alni Poleng, dan


(7)

(8)

(9)

Yohanes Egidius D. Poleng. 2016. Persepsi siswa SMA kelas XI IPA di kabupaten

Manggarai Propinsi Nusa Tenggara Timur terhadap mata pelajaran fisika.

Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa SMA kelas XI IPA di

kabupaten Manggarai propinsi NTT terhadap mata pelajaran fisika. Metode studi ini

adalah metode survei dengan sampel 602 (62 %) siswa pada 19 SMA dari populasi

969 siswa kelas XI IPA pada total 29 SMA. Data diambil tanggal 9 – 21 Mei 2016.

Data dianalisis dengan persentasi baik untuk tingkat persepsi dan sub-subaspek

persepsi maupun untuk tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran

fisika.

Hasil dari studi ini adalah persepsi siswa terhadap pelajaran fisika berada di

kategori BAIK dengan Tingkat Persepsi = TP 74 %. Semua subaspek persepsi berada

pada kategori baik dengan TP yang bervariasi. Tingkat persepsi subaspek pengertian

12,95 %, pengalaman 10,44 %, strategi pembelajaran 8,56 %, emosi 6,16 %,

perasaan 8,42 %, pandangan 18,28 % , dan penilaian 9,42 %. Persepsi siswa terhadap

mata pelajaran fisika menunjukkan bahwa mata pelajaran fisika dikategorikan cukup

berguna dengan tingkat kegunaan 64,4 %, sulit dengan tingkat kesulitan 90,6 % dan

dikategorikan tidak disukai dengan tingkat kesukaan 47,5 %. Kesimpulan studi ini

bahwa persepsi siswa SMA kelas XI IPA terhadap mata pelajaran fisika adalah BAIK.

Mata pelajaran fisika dinilai cukup berguna, sulit, dan tidak disukai oleh siswa SMA

kelas XI IPA di Manggarai.


(10)

Yohanes Egidius D. Poleng. 2016. The Perception of Senior High School students

in class XI of science Manggarai, East Nusa Tenggara toward physics. Thesis.

Physics Education Study Program, Department of Mathematics and Science

Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma

University, Yogyakarta.

This research aims to gain the perception of Senior High School students in

science class grade XI in Manggarai, East Nusa Tenggara toward physics. The

method is the survey towards 602 (62%) students in 19 Senior High Schools. Which

with the population is 969 students in total 29 Senior High Schools. The data were

gathered from May 9 to 21, 2016. It was analyzed using the percentage for perception

its sub aspects of perception which consists of level in difficulty, preferences, and

physics utility.

The result showed that students’ perception toward physics is good with the

amount is 74% TP (tingkat persepsi). The perception on all the sub aspects are good

with variety of amounts. On understanding it is in 12,95% TP, 10,44% TP on

experience, and 8,56% TP on learning strategy. The perception on emotion aspect is

in 6,16% TP, feeling is in 8,42% TP, view is in 18,28% TP, and assesment is in

9,42% TP. It is concluded that the perception of Senior High School student towards

physics is good. The percentage showed that the students of XI Senior High Schools

in Manggarai perceive physics as a difficult, less preferred but useful subject.


(11)

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan

RahmatNya, maka penelitian ini dapat diselesaikan tepat waktu. Judul penelitian ini

adalah Persepsi siswa SMA Kelas XI IPA di kabupaten Manggarai Propinsi Nusa

Tenggara Timur terhadap mata pelajaran fisika

Karya ilmiah ini terdiri dari 5 Bab yaitu Bab I tentang Pendahuluan yang

terdiri dari Latar belakang masalah, Masalah penelitian, Tujuan, dan Manfaat

penelitian; Bab II tentang Landasan teori yang terdiri dari Fisika, Persepsi,

Pembentukan persepsi siswa tentang pelajaran Fisika, Persepsi siswa tentang

pelajaran Fisika, dan Aspek-aspek persepsi siswa tentang pelajaran fisika; Bab III

tentang Metodologi penelitian yang terdiri dari Jenis penelitain, Tempat dan waktu

penelitian, Populasi dan sampel, Variabel penelitian, Instrumen penelitian, Metode

analisis data, dan Validitas instrumen; Baba IV Data, Data, Analisis data,dan

Pembahasan terdiri dari Persepsi siswa SMA kelas XI IPA terhadap pelajaran Fisika,

yang meliputi Aspek kognitif dan afektif dengan sub-subaspeknya masing-masing,

dan Persepsi siswa tentang mata pelajaran Fisika; dan Bab V tentang Penutup yang

memuat Kesimpulan dan Saran.

Penelitian ini dapat diselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, karena itu

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Sanata Dharma dan seluruh stafnya yang telah membantu

penulis dalam penyelenggaraan kuliah di Universitas ini.


(12)

stafnya yang juga telah membantu penulis selama kuliah di jurusan ini

4. Ketua Program studi pendidikan fisika dan seluruh stafnya yang telah dengan

berbagai cara membantu, mendidik, mengarahkan, dan memotivasi penulis untuk

menyelesaikan perkuliahan ini.

5. Dosen Pembimbing skripsi yang selalu mengarahkan, menasihati, dan

memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan kuliah dan skripsi ini.

6. Dosen Pembimbing Akademik yang selalu setia untuk membantu memotivasi

perkembangan kuliah dari penulis, sehingga perkuliahan ini dapat berjalan dengan

lancar.

7. Para dosen penguji skripsi yang telah menyempurnakan skripsi ini

8. Para dosen yang telah mengajar dan mendidik penulis selama kuliah di program

studi pendidikan Fisika ini.

9. Sdri. Fajrin Sarastisa Hia yang telah rela mengijinkan kuesionernya untuk dipakai

dalam penelitian ini.

10. Bapak Adrianus A. Empang,S.Sos selaku Kepala dinas PPO kabupaten Manggarai

dan Drs. Hilarius Jonta,MSi selaku Kepala Kantor Perijnan Satu Pintu kabupaten

Manggarai dan stafnya masing-masing yang telah memberikan ijin dan data

penelitian ini.

11. Para Kepala SMA lokasi penelitian yang telah membantu memberikan data dan

melancarkan pengambilan data di sekolahnya.


(13)

(14)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT...viii

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... ………..xv

DAFTAR GAMBAR ... ………xvii

DAFTAR LAMPIRAN... ………xx

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar belakang... 1

B. Masalah penelitian ... 4

C. Tujuan penelitian ... 4

D. Batasan masalah... 4

E. Manfaat penelitian ... 5

BAB II. LANDASAN TEORI... 6

A.

Fisika ... 6

B.

Persepsi... 10

1. Pengertian persepsi... 10

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi... 11

C.

Pembentukan persepsi siswa tentang pelajaran fisika ... 14

D.

Persepsi siswa tentang pelajaran fisika ... 15


(15)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 18

A.

Jenis penelitian ... 18

B.

Tempat dan waktu penelitian ... 18

C.

Populasi dan sampel ... 20

D.

Variabel penelitian ... 23

E.

Instrumen penelitian ... 23

F.

Metode analisis data ... 24

G.

Validitas instrumen ... 30

BAB IV. DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Pelaksanaan penelitian ... 31

B. Data, analisis data, dan pembahasan... 33

1. Persepsi siswa SMA kelas XI IPA terhadap pelajaran fisika ... 34

1.1 Subaspek pengertian... 36

1.2 Subaspek pengalaman ... 38

1.3 Subaspek strategi pembelajaran ... 41

1.4 Subaspek emosi ... 44

1.5 Subaspek perasaan... 45

1.6 Subaspek pandangan ... 46

1.7 Subaspek penilaian ... 48

2. Persepsi siswa kelas XI IPA terhadap mata pelajaran fisika ... 52

BAB V. PENUTUP ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 76

DAFTAR ACUAN ... 77


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel :

1. Pengelompokkan aspek persepsi siswa yang diteliti... 17

2. Data populasi siswa SMA kelas XI IPA di kabupaten Manggarai ... 19

3. Sebaran anggota sampel siswa SMA kelas XI IPA di kabupaten Manggarai ... 22

4. Kisi-kisi kuesioner ... 24

5. Pemberian skor pada kuesioner untuk pernyataan negatif... 25

6. Pemberian skor pada kuesioner untuk pernyataan positif... 25

7.

Rentangan skor persepsi dan subaspek tentang pelajaran fisika

... 26

8. Form analisis data pengurutan mata pelajaran berdasarkan tingkat kesulitan ... 28

9. Form analisis data pengurutan mata pelajaran berdasarkan tingkat kesukaan... 28

10. Form analisis data pengurutan mata pelajaran berdasarkan tingkat kegunaan ... 29

11. Jadwal pengambilan data dan nama-nama enumerator... 32

12. Rerata skor, kategori, dan tingkat persepsi siswa SMA kelas XI IPA.... . 34

13. Kategori dan tingkat persepsi subaspek

pengertian, pengalaman, dan

strategi pembelajaran

per SMA ... 36

14.

Kategori dan tingkat persepsi subaspek emosi, perasaan,

pandangan, dan penilaian per SMA

... 43

15. Kategori dan tingkat persepsi sub-subaspek persepsi ... 51

16. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di SMAN Langke Rembong... 52

17. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di SMAN 2 Langke Rembong ... 53

18. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di SMA Setia Bhakti... 54

19.

Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di

SMA St.Fransiskus X...55

20. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di SMA St.Thomas Aquinas ... 56


(17)

22. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di SMA

Karya... 58 23. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di SMA

Bintang Timur... 59 24. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di SMAN 1

Ruteng... 60 25. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di SMA

St.Klaus... 61 26. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di SMA

Budi Dharma... 62 27. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di

SMAN 1 Satar Mese ... 63 28. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di

SMAN 2 Satar Mese ... 64 29. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di

SMAN 3 Satar Mese ... 65 30. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di

SMAN 1 Lelak... 66 31. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di

SMAN 1 Cibal ... 67 32. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di

SMAN 2 Cibal ... 68 33. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di

MAN Reok... 69 34. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran di SMA

St.Gregorius ... 70 35. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan 8 mata pelajaran pokok

SMA IPA ... 74 36. Kuesioner dan kunci jawaban ... 79 37. Nama responden, skor, jumlah skor, dan kategori persepsi siswa SMA

kelas XI IPA... 82 38. Kategori dan tingkat persepsi subaspek pengetahuan, pengalaman dan


(18)

41. Data subaspek emosi, perasaan, penilaian dan pandangan persepsi siswa per SMA... 148 42. Tingkat Kesulitan, Kesukaan, dan Kegunaan 8 Mata pelajaran pokok

SMA IPA ... 184 43. Nama responden, tingkat kesulitan, kesukaan, kegunaan dan nomor urut

mata pelajaran ... 185 44. Data guru fisika dan data Sekolah ... 208


(19)

Gambar:

1. Grafik tingkat kesulitan mata pelajaran fisika per SMA ... 71

2. Grafik tingkat kesukaan mata pelajaran fisika per SMA ... 72

3. Grafik tingkat kegunaan mata pelajaran fisika per SMA... 73

4. Foto siswa SMAN 1 Langke Rembong sedang mengisi kuesioner ...209

5. Foto siswa SMA Widya Bhakti sedang mengisi kuesioner ...210

6. Foto siswa SMAN 2 Langke Rembong sedangmengisikuesioner ...210

7. Foto siswa SMA Bintang Timur sedang mengisi kuesioner ...211

8. Foto siswa SMA Karya sedang mengisi kuesioner ...211

9. Foto siswa SMA St.Thomas Aquinas sedang mengisi kuesioner...212

10. Foto siswa SMA Setia Bhakti sedang mengisi kuesioner...212

11. Foto siswa SMA Setia Bhakti sedang mengisi kuesioner...213

12. Foto siswa SMA St.Fransiskus X. sedang mengisi kuesioner ...213

13. Foto siswa SMA St.Fransiskus X. sedang mengisi kuesioner ...214

14. Foto siswa SMA St.Klaus sedang mengisi kuesioner ...214

15. Foto siswa SMA Budi Dharma sedang mengisi kuesioner ...215

16. Foto siswa SMAN 1 Ruteng sedang mengisi kuesioner ...215

17. Foto siswa SMAN 1 Lelak sedang mengisi kuesioner ...216

18. Foto siswa SMAN 1 Cibal sedang mengisi kuesioner ...216

19. Foto siswa SMAN 2 Cibal sedang mengisi kuesioner...217

20. Foto siswa SMA St.Gregorius sedang mengisi kuesioner ...217

21. Foto siswa SMA St.Gregorius sedang mengisi kuesioner ...218

22. Foto siswa MAN Reo sedang mengisi kuesioner . ...218

23. Foto siswa SMAN 1 Satar Mese sedang mengisi kuesioner ...219

24. Foto siswa SMAN 2 Satar Mese sedang mengisi kuesioner...219


(20)

Lampiran:

1.

Kuesioner dan kunci jawaban... 79

2. Nama responden, skor, jumlah skor, dan kategori persepsi siswa

SMA kelas XI IPA ...82

3. Kategori dan tingkat persepsi subaspek pengetahuan, pengalaman dan

strategi pembelajaran per SMA

...110

4. Data subaspek pengetahuan, pengalaman dan strategi pembelajaran

per SMA

...111

5.

Kategori dan tingkat persepsi subaspek emosi, perasaan, penilaian dan

pandangan per SMA

...147

6.

Data subaspek emosi, perasaan, penilaian dan pandangan persepsi siswa

per SMA

...148

7. Tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan 8 mata pelajaran pokok

SMA IPA ...184

8. Nama responden, tingkat kesulitan, kesukaan, kegunaan, dan nomor

urut mata pelajaran ...185

9. Data guru fisika dan data sekolah...208

10. 4 – 10.25.Foto-foto siswa sedang mengisi kuesioner di setiap SMA..209

11. a.1. – 11.a.3. Surat ijin penelitian dari Universitas Sanata Dharma ....221

11.b.Surat ijin penelitian dari pemerintah daerah kabupaten

Manggarai...224

12. 1. – 12.19. Surat keterangan telah mengambil data penelitian ...226


(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran Ujian Nasional (UN) untuk SMA kelas XII IPA. Hal ini membuktikan bahwa mata pelajaran ini merupakan mata pelajaran inti dalam kurikulum pendidikan nasional. Oleh karena itu, setiap guru mata pelajaran fisika berusaha mengejar target pencapaian kurikulum untuk memperbanyak kelulusan siswanya. Dampaknya adalah waktu pelajaran lebih banyak dipakai untuk melatih siswa mengerjakan soal-soal UN; konsep-konsep fisika disajikan secara teori saja dengan menggunakan metode ceramah; laboratorium dan fasilitas praktikum mubasir karena tidak dipakai; suasana pembelajaran menjadi kurang demokratis, cenderung serius dan individual; dan meminta umpan balik atau tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran fisika pun diabaikan.

Fisika adalah bagian dari sains yang hakekat pembelajarannya berorientasi pada gejala dan perangai alam dan ditekankan pada aspek proses, produk, dan sikap sains. Bangunan ilmu fisika dalam peta konsep, dimulai dari kumpulan pengamatan gejala dan perilaku alam berdasarkan hasil pengamatan langsung di alam bebas, atau pengamatan tak langsung melalui rekayasa di laboratorium. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa mata pelajaran fisika adalah mata pelajaran yang sulit, karena selain kesulitan konsep-konsepnya juga kesulitan mempelajari model-model matematik sebagai simbol gejala dan perangai alam. Mata pelajaran


(22)

berkaitan dengan kehidupan praktis manusia juga sangat bermanfaat dalam membantu pengembangan bidang-bidang profesi seperti kedokteran, pertanian, rekayasa teknik (engineering), dll.

Tujuan pendidikan nasional telah menetapkan 3 aspek yang harus dicapai setelah proses pembelajaran yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan demikian, ketiga aspek tujuan pendidikan tersebut seharusnya diukur kualitasnya baik setelah pembelajaran selesai maupun dalam berbagai ujian. Ketiga aspek tujuan pendidikan ini sebenarnya sangat relevan dalam pengukuran kualitas bidang sains/fisika yaitu pengukuran aspek proses, produk, dan sikap.

Realitas yang terjadi, hanya aspek kognitif/produk saja yang selalu diukur/diuji kualitasnya selama ini, sementara kedua aspek afektif/sikap dan psikomotor/proses lainnya hampir tidak dilakukan karena berbagai alasan seperti terlalu subyektif, tidak ada alat ukur, keterbatasan waktu, dll.

Meskipun tidak melalui ujian formal di kelas, penulis mencoba menjawab masalah tersebut melalui penelitian tentang persepsi siswa SMA kelas XI IPA terhadap mata pelajaran fisika. Data tentang persepsi siswa ini perlu diketahui karena merupakan umpan balik atau tanggapan atau evaluasi terhadap proses pembelajaran fisika yang telah terjadi, sehingga guru fisika atau pihak terkait segera memperbaiki strategi pembelajaran yang dinilai kurang baik oleh siswa. Data penelitian ini hanya mencakup aspek kognitif dan afektif saja berupa sub-subaspeknya, sementara aspek psikomotor tidak menjadi masalah penelitian ini.

Penelitian tentang persepsi ini dilakukan pada siswa SMA kelas XI IPA karena merupakan kelas awal menuju kesuksesan UN. Sebab persepsi/pandangan


(23)

yang positif terhadap mata pelajaran fisika saat ini dapat dijadikan potensi untuk mempelajari fisika secara serius, menarik, dan menyenangkan, sebaliknya, persepsi siswa yang negatif saat ini dijadikan bahan evaluasi untuk sedini mungkin baik guru fisika maupun siswa untuk segera memperbaiki cara pembelajaran fisika-nya di sekolah.

Penelitian persepsi ini dilakukan pada SMA se-kabupaten Manggarai Propinsi Nusa Tenggara Timur, karena selain berdasarkan pada alasan-alasan di atas, juga karena sedikitnya siswa yang memilih jurusan IPA bahkan ada SMA yang tidak memiliki jurusan IPA. Data Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga kabupaten Manggarai (dinas PPO kabupaten Manggarai, 23 April 2016) menunjukkan bahwa dari 29 SMA di daerah ini terdapat 3 SMA yang tidak memiliki jurusan IPA, dan hanya 9 SMA yang memiliki jurusan IPA kelas XI dengan jumlah siswa > 40 siswa. Ada kesan dari siswa bahwa mata pelajaran fisika itu sulit, kurang disukai siswa, tidak demokratisnya guru dalam mengajar, dll. Semua fenomena ini mungkin menunjukkan bahwa betapa negatifnya tanggapan siswa terhadap mata pelajaran fisika di daerah ini.

Disamping itu, sepengetahuan penulis bahwa sampai saat ini belum ada data penelitian tentang persepsi siswa SMA kelas XI IPA terhadap mata pelajaran fisika di Manggarai, sehingga data penelitian ini diharapkan dapat mengubah pandangan siswa yang negatif terhadap mata pelajaran ini. Dengan demikian dapat meningkatkan jumlah siswa yang memilih jurusan IPA yang pada gilirannya dapat mengatasi kekurangan guru fisika di kabupaten Manggarai.


(24)

Untuk memenuhi tujuan tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan judul “Persepsi siswa SMA kelas XI IPA di kabupaten Manggarai propinsi Nusa Tenggara Timur terhadap mata pelajaran fisika”.

B. Masalah penelitian

Masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimanakah tingkat persepsi siswa SMA kelas XI IPA di kabupaten Manggarai propinsi Nusa Tenggara Timur terhadap mata pelajaran fisika?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sbb:

a. Untuk mengetahui kategori dan tingkat persepsi siswa SMA kelas XI IPA terhadap pelajaran fisika.

b. Untuk mengetahui kategori dan tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran fisika.

D. Batasan masalah penelitian

Masalah dari penelitian ini terbatas pada:

a. Persepsi siswa dari aspek kognitif dan afektif saja yang mencakup 7 subaspek yaitu pengertian, pengalaman, strategi pembelajaran, emosi, perasaan, pandangan, dan penilaian.

b. Persepsi atau wawasan siswa terhadap mata pelajaran fisika dilihat dari tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran fisika

c. Tujuh mata pelajaran pokok saja di kelas XI IPA tahun ajaran 2015/2016 sebagai pembanding yaitu hanya mata pelajaran matematika, biologi, kimia, bahasa Indonesia, bahasa inggris, agama, dan PKN.

d. Siswa SMA kelas XI IPA tahun ajaran 2015/2016.


(25)

E. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat baik untuk siswa, guru, sekolah. yayasan penyelenggara SMA, pemerintah, maupun untuk peneliti lebih lanjut.

a. Manfaat untuk siswa

Hasil penelitian ini merupakan bahan refleksi bagi siswa baik untuk mengubah cara pandang yang negatif terhadap mata pelajaran fisika maupun untuk mengubah perilaku, suasana, cara belajar fisika, serta untuk menjaga konsistensinya dalam memilih jurusan IPA.

b. Manfaat untuk guru

Hasil penelitian ini dapat dipakai oleh guru fisika, selain untuk mengubah strategi/metode pembelajaran fisika juga untuk mengubah suasana, sikap, dan perilakunya dalam proses pembelajaran fisika, sehingga mata pelajaran fisika menjadi tidak sulit, disukai, dan menyenangkan siswa.

c. Manfaat untuk sekolah, yayasan penyelenggara SMA, dan pemerintah Hasil penelitian ini dapat dipakai baik sebagai dasar pertimbangan dalam melengkapi fasilitas laboratorium pembelajaran fisika sekaligus peningkatan pemanfaatannya, maupun sebagai dasar pertimbangan dalam menerima guru fisika dan laboran yang berlatarbelakang ilmu fisika sekaligus upaya peningkatan profesionalismenya.

d. Manfaat untuk peneliti lebih lanjut

Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan dalam penelitian lebih lanjut terutama untuk penelitian yang sama setiap tahun ajaran baru.


(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Fisika

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains terdiri dari tiga cabang ilmu pengetahuan yaitu ilmu pengetahuan biologi, fisika, dan kimia. Ada beberapa definisi yang terkait dengan konteks penelitian ini. Menurut Carin & Sund (1989 : 4), sains adalah suatu cara berpikir, suatu cara memahami dunia, dan pada bagian yang sama mereka mendefinisikan bahwa sains adalah sistem untuk mengetahui atau memahami tentang alam melalui data yang dikumpulkan dengan observasi dan eksperimentasi yang terkontrol.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa di dalam sains terkandung tiga hal yaitu proses sains atau metode ilmiah dengan prosedur-prosedurnya; produk sains seperti fakta atau obyek dengan segala fenomenanya, konsep, prinsip, teori, dan hukum; dan terkandung sikap-sikap ilmiah sains seperti obyektif, jujur, skeptis, dll., sehingga Budi (1998 : 162) mengatakan bahwa kalau kita membicarakan sains, maka yang tergambar dalam pikiran minimal adalah produk, proses, dan sikap sains. Dengan kata lain, sains dipandang sebagai kesatuan proses, sikap, dan hasil.

Untuk mendapatkan obyek dan fenomenanya yang benar dan berguna sebagai produk sains, saintis perlu menggunakan metode ilmiah. Langkah-langkah metode ilmiah ini harus sistematis, runtut, konsisten, dan terkontrol ketat. Menurut Carin dan Sund (1989: 11) bahwa prosedur-prosedur ilmiah atau metode ilmiah meliputi langkah-langkah: 1) merumuskan masalah, 2) menyusun hipotesis, 3) melaksanakan eksperimen, 4) melakukan observasi atau pengamatan, 5) mengumpulkan dan menganalisis data, 6) mengulangi eksperimen untuk memverifikasi data, dan 7) membuat kesimpulan.

Terkait dengan metode ilmiah atau metode keilmuan sebagai proses sains, Mouly (1982: 90 dalam Sarkim, 1998: 133) mengatakan bahwa metode keilmuan masa kini adalah penggabungan antara metode induksi dan metode deduksi. Lebih


(27)

lanjut dijelaskannya bahwa “metode gabungan ini merupakan kegiatan beranting antara induksi dan deduksi, dimana seorang peneliti, mula-mula menggunakan metode induksi dalam menghubungkan pengamatan dan hipotesis. Kemudian secara deduktif, hipotesis ini dihubungkan dengan pengetahuan yang ada untuk melihat kecocokan dan implikasinya. Setelah melewati berbagai perubahan yang dinilai perlu, hipotesis ini kemudian diuji melalui serangkaian data yang dikumpulkan untuk menguji sah atau tidaknya hipotesis itu secara empiris. Metode kelimuan dalam sains disebutnya pula sebagai aspek proses sains yaitu metode memperoleh pengetahuan.

Setelah berbicara tentang proses sains, langkah berikutnya adalah berbicara tentang produk atau hasil dari proses sains. Setiap upaya manusia baik yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah maupun tidak, pasti ada produk-produk sebagai hasil akhirnya. Demikian halnya dengan upaya-upaya saintis dalam mendapatkan produk-produk ilmiah berupa fakta, konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum alam yang dipelajari kita sekarang ini. Fakta sebagai produk sains dapat berwujud benda, keadaan, kejadian atau peristiwa, sifat, ciri, dll. sebagai fenomena alam. Hasil-hasil proses ilmiah disebut sebagai aspek produk sains oleh Sarkim (1998: 129). Lebih lanjut dijelaskannya, bahwa pengetahuan, prinsip-prinsip, hukum-hukum, teori-teori itu adalah hasil rekaan atau buatan manusia dalam rangka memahami dan menjelaskan alam bersama dengan berbagai fenomena yang terjadi di dalamnya.

Fisika sebagai cabang dari IPA memiliki kekhasan untuk dikaji dan dikembangkan yang membedakannya dari kedua cabang ilmu biologi dan kimia. Fisika lebih menekankan pada mempelajari benda-benda mati dengan segala perubahannya yang bersifat sementara. Dengan demikian hal-hal yang dikaji adalah obyek atau benda, peristiwa, keadaan, sifat, ciri, dan atribut lainnya yang melekat pada benda yang juga menjadi obyek kajian dalam pelajaran fisika, penelitian, dan penerapannya untuk menghasilkan berbagai produk atau kepentingan praktis sains.


(28)

Fisika memiliki banyak fakta atau obyek atau materi dan energi dengan segala fenomenanya. Fisika juga memiliki sederetan panjang konsep seperti cahaya, lembab, getaran, elektron, kecepatan relatif, waktu paruh, momentum sudut, bilangan kuantum, dan sebagainya. Selain itu, dalam fisika juga terdapat prinsip-prinsip, sebagai contoh prinsip adalah logam akan memuai jika dipanasi, terdapat pula teori-teori misalnya teori gravitasi; dan juga terdapat hukum dalam fisika seperti hukum Newton, dll.

Konsep-konsep tersebut di atas dibangun dari fakta-fakta obyek alam yang relevan dan benar setelah diuji secara berulang dengan menggunakan metode ilmiah. Selanjutnya, konsep-konsep yang relevan dan benar diuji lagi secara berulang untuk membentuk prinsip-prinsip fisika. Prinsip-prinsip yang relevan dan benar ini diuji lagi untuk membentuk teori-teori, dan teori-teori yang relevan dan benar secara ilmiah diuji terus untuk membentuk hukum dalam sains. Secara struktural dan hirarkis, bangunan ilmu sains dibentuk mulai dari fakta-fakta – konsep – prinsip – teori – hukum. Khusus tentang teori, dikatakan bahwa ada tiga kriteria yang harus dipenuhi suatu teori dalam sains yaitu: 1) mampu menjelaskan fenomena yang telah diobservasi atau diamati, 2) mampu memprediksi fenomena yang akan terjadi, dan 3) dapat diuji dengan eksperimen sejenis (Carin dan Sund, 1989: 4 - 5; Sarkim, 1998: 129).

Pembicaraan terakhir adalah aspek sikap sains. Sikap yang dimaksudkan adalah sikap-sikap ilmiah yang diperoleh saintis setelah melaksanakan proses dan menghasilkan produk-produk ilmiah. Sikap-sikap (attitudes) ilmiah yang diperoleh adalah rasa keinginan-tahu (curiosity), sikap kerendahan hati (humility), sikap cenderung tidak percaya begitu saja atau sikap keraguan/ketidakpercayaan terhadap sesuatu atau sikap skeptis (skepticism); sikap terbuka terhadap pendapat orang lain (open-mindedness), sikap menghindari dogma atau penipuan, sikap positif terhadap kegagalan; dan sikap jujur atau obyektif (Carin dan Sund, 1989), dan ditambahkan oleh Sarkim (1998: 129) bahwa yang dimaksudkan dengan aspek sikap adalah berbagai keyakinan, opini, dan nilai-nilai yang harus dipertahankan oleh seorang ilmuwan khususnya ketika mencari dan


(29)

mengembangkan pengetahuan baru diantaranya tanggung jawab, rasa ingin tahu, disiplin, tekun, jujur, dan terbuka terhadap pendapat orang lain.

Dalam proses pembelajaran fisika di sekolah, pengujian secara ilmiah dengan langkah-langkah ilmiah akan muncul beberapa ketrampilan pada siswa yaitu ketrampilan proses, ketrampilan menyusun produk ilmiah, dan ketrampilan mengkomunikasikan temuannya kepada orang lain, dan muncul (ketrampilan dalam) sikap-sikap ilmiah. Apabila ketiga hal ini yang melatarbelakangi penyusunan strategi pengajaran guru fisika, maka bukan tidak mungkin pendidikan fisika kita akan melahirkan saintis-saintis baru dan jumlahnya banyak, akan melahirkan para praktisi fisika yang menerapkan ilmu fisikanya di masyarakat untuk berbagai kepentingan hidup, pelajaran fisika semakin menyenangkan, dan fisika tidak lagi dipandang sebagai ilmu yang sulit penuh dengan rumus-rumus dan soal-soal. Dengan kata lain, cara pandang yang negatif terhadap fisika secara perlahan hilang dan pada akhirnya akan banyak siswa yang berminat memilih jurusan IPA di SMA.

Namun demikian, mungkin yang menjadi kendala sekarang ini adalah kurikulum pendidikan kita yang terpusat, membuat guru harus mengejar target penuntasan materi di akhir semester, karena terkait dengan keterbatasan waktu pelajaran dan terkait evaluasi pelajaran fisika di sekolah secara nasional. Satu-satunya jalan agar ketiga aspek sains di atas tidak hilang atau dikesampingkan dalam pembelajaran fisika di sekolah adalah semakin banyak pekerjaan rumah yang memungkinkan siswa melakukannya di luar jam sekolah secara kelompok.


(30)

B. Persepsi

1. Pengertian persepsi

Berdasarkan arti kata, perception = penglihatan atau tanggapan, daya memahami/menanggapi sesuatu (Echols dan Shadily, 2003: 424). Tentang persepsi, Walgito (2005: 99) mengatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra atau juga disebut proses sensoris. Namun, proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Lebih lanjut dikatakan Khairani (2013: 62), persepsi merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera.

Dengan kata lain, persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan mengintegrasikan dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu yaitu pikiran, perasaan, dan pengalaman akan ikut aktif dalam proses persepsi.

Dari uraian diatas dapat diartikan bahwa persepsi adalah proses yang diawali dengan penerimaan obyek atau stimulus atau rangsangan oleh indera seseorang kemudian diolah di otak untuk selanjutnya diberikan arti terhadap obyek, lalu direspon berupa tanggapan, pernyataan, tindakan, atau perasaan, dll. Tanggapan terhadap suatu stimulus dipengaruhi oleh perasaan, kemampuan berpikir, pengalaman-pengalaman, dan proses belajar individu. Persepsi seseorang terhadap stimulus yang diterimanya akan berbeda satu sama lain tergantung cara pandang orang terhadap obyek atau stimulus tersebut.


(31)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Menurut Khairani (2013: 63 - 65 ), ada dua faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor internal dan eksternal seperti berikut ini.

1). Faktor internal

Faktor internal yang dimaksudkan adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu yang mencakup beberapa hal antara lain:

a. Faktor fisiologis.

Informasi masuk melalui alat indra, selanjutnya informasi tersebut akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan arti terhadap lingkungan sekitarnya. Kapasitas indra untuk mempersepsi pada tiap orang berbeda-beda sehingga intrepretasi terhadap lingkungan juga berbeda. Kondisi fisiologis yang baik dalam arti kesehatan indra yang baik akan memperkuat kemampuan persepsi terhadap stimulus yang ditangkap, demikian juga sebaliknya. Individu memerlukan sejumlah energi untuk memperhatikan atau menfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang ada pada suatu obyek. Energi yang dikeluarkan setiap orang berbeda untuk mengartikan obyek yang berdampak pada perbedaan persepsi.

b. Minat

Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung seberapa banyak energi atau perceptual vigilance yang digerakan untuk mempersepsi. Setiap orang memiliki kecenderungan tertentu untuk memperhatikan tipe tertentu dari obyek, atau dapat dikatakan berdasarkan minat seseorang.

c. Kebutuhan yang searah

Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan dirinya. Dalam hal ini seseorang dapat melakukan persepsi apabila arti dari stimulus itu sesuai atau memberikan arti bagi dirinya.

d. Pengalaman dan ingatan


(32)

dalam arti luas. Semakin banyak pengalaman yang disertai kemampuan ingatan yang kuat semakin banyak pula elemen-elemen persepsi seseorang.

e. Suasana hati

Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang. Mood ini yang menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi, dan mengingat. Suasana hati yang baik akan mempengaruhi persepsi yang baik pula.

Berdasarkan beberapa faktor internal diatas dapat dikatakan bahwa faktor internal itu terkait dengan faktor psikologis individu yang cukup memberikan pengaruh terhadap persepsi. Faktor-faktor psikologis individu antara lain perasaan, pikiran, pengalaman, kerangka acuan, dan motivasi akan berpengaruh pada orang yang melakukan persepsi.

2). Faktor eksternal

Selain faktor internal individu yang mempengaruhi persepsi seperti diuraikan di atas, terdapat juga faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi. Faktor eksternal yang dimaksudkan lebih kepada karakteristik lingkungan dan obyek yang terlibat di dalamnya. Elemen-elemen ini dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana seseorang merasakannya atau menerimanya. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi seseorang sbb:

a. Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus, yaitu semakin besarnya hubungan suatu obyek, maka semakin mudah dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan melihat ukuran dari suatu obyek, individu akan mudah membentuk persepsi.

b.Warna dari obyek-obyek

Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih banyak akan lebih mudah dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan yang sedikit.


(33)

Stimulus luar yang penampilannya dengan latar belakang dan sekelilingnya yang sama sekali di luar sangkaan individu yang lain akan banyak menarik perhatian.

d. Intensitas dan kekuatan dari stimulus

Stimulus dari luar akan banyak memberi makna lebih, bila lebih sering diperhatikan dibandingkan yang hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu obyek yang dapat mempengaruhi persepsi.

e. Motion atau gerakan

Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap obyek yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibanding obyek yang diam.

Apabila kedua faktor internal dan eksternal diatas dihubungkan, maka obyek dan lingkungan sebagai faktor eksternal dan individu sebagai faktor internal. Keduanya saling berinteraksi dalam individu yang melakukan persepsi. Obyek sikap misalnya. Obyek ini akan dipersepsikan oleh individu dan hasil persepsinya diwujudkan dalam bentuk sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan.

Dalam berpersepsi, individu dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, proses belajar, dan cakrawalanya. Elemen pengalaman dan proses belajarnya dapat memberikan bentuk dan struktur terhadap obyek sikap yang dilihat. Sedangkan elemen pengetahuan dan cakrawalanya memberikan arti terhadap obyek sikap dan ini berkaitan dengan segi kognisi. Segi afeksi akan mengiringi hasil kognisi obyek sikap sebagai aspek evaluatif, yang dapat bersifat positif atau negatif. Hasil evaluasi dari aspek afeksi akan mengait segi konasi yaitu kesiapan untuk cenderung memberikan respon terhadap obyek sikap berupa kesiapan untuk bertindak atau untuk berperilaku. Keadaan lingkungan akan memberikan pengaruh baik terhadap obyek sikap maupun terhadap individu yang bersangkutan. Reaksi yang diberikan individu terhadap obyek sikap dapat bersifat positif tetapi dapat pula bersifat negatif.


(34)

C. Pembentukan persepsi siswa tentang pelajaran fisika

Persepsi setiap orang lebih merupakan proses pengorganisasian dan pengintegrasian stimulus atau konsep fisika yang diterima melalui panca indera: yaitu melalui mata sebagai alat penglihatan, telinga sebagai alat pendengaran, hidung sebagai alat pembauan, lidah sebagai alat pengecapan, kulit sebagai alat perabaan. Persepsi diawali dengan penerimaan stimulus oleh alat reseptor kemudian stimulus diteruskan ke pusat susunan saraf untuk diberikan arti atau untuk menyadari/mengerti tentang stimulus yang diterima (Walgito, 2005: 100; Khairani, 2013: 62).

Pandangan atau persepsi siswa SMA terhadap mata pelajaran fisika sebagai bagian dari IPA tentu berbeda antara siswa yang satu dan lainnya. Pandangan siswa bersifat subyektif tergantung seberapa besar keterlibatan pengetahuannya, pengalamannya, proses belajarnya tentang stimulus atau mata pelajaran fisika sebelumnya. Bentuk persepsi merupakan pandangan yang berdasarkan penilaian terhadap obyek. Persepsi yang terkait proses kognitif mencakup proses penafsiran obyek yang sangat terbatas untuk setiap individu. Tidak semua stimulus dapat dipersepsi, tetapi hanya stimulus-stimulus tertentu saja yang mampu dipersepsi yang mungkin memiliki relevansi dan bermakna bagi diri individu.

Mengacu kepada perbedaan kemampuan persepsi seseorang, maka persepsi dikelompokkan atas 2 sifat persepsi yaitu:

1. Persepsi positif

Persepsi positif adalah pandangan terhadap suatu obyek dan menuju pada suatu keadaan dimana subyek memberi tanggapan cenderung menerima obyek yang ditangkapnya sesuai dengan pribadinya.

2. Persepsi negatif

Persepsi negatif adalah pandangan terhadap suatu obyek dan menuju pada suatu keadaan dimana subyek memberi tanggapan cenderung menolak obyek yang ditangkapnya sesuai dengan pribadinya.


(35)

D. Persepsi siswa terhadap pelajaran fisika

Siswa dihadapkan dengan berbagai mata pelajaran di sekolah yang berguna untuk menambah wawasan, pengembangan ilmu, untuk kehidupan praktis sehari-hari bahkan untuk kepentingan masa depan mereka. Selain persepsi terhadap pelajaran fisika, terhadap semua mata pelajaran yang diterimanya disekolah pun penting untuk dipersepsi berdasarkan pengetahuan, pengalaman, proses belajar, dan cakrawala atau wawasan ilmu sebelumnya. Dengan menerima beberapa mata pelajaran ini membuat mereka membandingkan antara mata pelajaran, sehingga muncul tanggapan yang berbeda antara siswa. Ada tanggapan yang positif dan ada pula tanggapan yang negatif.

Khusus tanggapan terhadap pelajaran fisika, penulis mencoba menarik dari pengalaman sendiri waktu SMA 2005 – 2008 dan pengalaman waktu PPL di SMP Taman siswa Yogyakarta tahun 2013. Tanggapan negatif penulis terhadap pelajaran fisika ketika SMA adalah pelajaran fisika menyita waktu yang banyak karena guru memberikan banyak latihan soal-soal; guru terlalu serius, sulit senyum, dan kurang ramah dalam menjawab pertanyaan siswa; jarang sekali melakukan praktikum baik di laboratorium maupun di lapangan.

Sedangkan tanggapan siswa terhadap pelajaran fisika sewaktu PPL adalah sebagian besar siswa terutama murid laki-laki menanggapi pelajaran fisika secara negatif seperti memandang bahwa fisika itu sulit dalam memahami konsep; penuh dengan perhitungan dan soal-soal; rumus-rumusnya sulit dihafal, sangat membutuhkan ketelitian dibandingkan ilmu sosial. Namun demikian, masih ada sebagian siswa lainnya yang memberikan tanggapan yang positif terhadap pelajaran fisika seperti pelajaran fisika itu menyenangkan dan demokratis ketika siswa diajarkan dengan menggunakan media pengajaran oleh guru PPL.

Semua tanggapan siswa di atas dikemukakan berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan proses belajar yang ada pada diri siswa. Tanggapan atau persepsi yang positif siswa terhadap pelajaran fisika tentu berdampak pada kelancaran belajar atau pemahaman terhadap materi pelajaran fisika yang pada akhirnya


(36)

E. Aspek-aspek persepsi siswa tentang pelajaran fisika

Menurut Allport yang dikutip Mar’at (1991, dalam Rahmahana, 2010: 9) bahwa ada 3 komponen persepsi yaitu:

1. Komponen kognitif, yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut.

2. Komponen afektif

Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi, sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.

3. Komponen konatif, yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya.

Peter dan Olson (2000: 37 - 38) mengemukakan bahwa afeksi dan kognisi adalah bentuk tanggapan psikologis lainnya yang dapat muncul dalam situasi tertentu. Afeksi (affect) mengacu pada tanggapan perasaan, sementara kognisi (cognition) terdiri dari tanggapan mental (pemikiran). Afeksi dan kognisi ditimbulkan oleh sistem afektif dan kognitif secara berurutan. Walaupun kedua sistem tersebut berbeda, namun saling terkait dan setiap sistem dapat mempengaruhi serta dipengaruhi oleh lainnya. Lebih lanjut, mereka mengatakan bahwa ada 4 jenis tanggapan afektif yaitu emosi, perasaan tertentu, suasana hati, dan evaluasi. Setiap jenis afeksi dapat melibatkan tanggapan positif atau negatif, misalnya, perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan; suasana hati dapat positif (santai) atau negatif (sedih); evaluasi terhadap produk atau konsep lainnya seringkali merupakan tanggapan afektif yang lemah yang diikuti oleh tingkatan gerakan yang rendah (kadangkala seseorang tidak merasakannya sama sekali).

Tentang aspek kognitif dijelaskan pula oleh Peter dan Olson (2000: 41 -43) bahwa umat manusia telah mengembangkan sistem kognitif sangat canggih yang mengungkapkan proses mental yang lebih tinggi untuk pengertian, penilaian, perencanaan, penetapan, dan berpikir.


(37)

 Pengertian – menginterpretasikan atau menetapkan arti aspek khusus lingkungan seseorang

 Penilaian – menetapkan apakah aspek lingkungan atau perilaku pribadi seseorang adalah buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan

 Perencanaan – menetapkan bagaimana memecahkan suatu permasalahan atau mencapai suatu tujuan

 Penetapan – membandingkan pemecahan suatu masalah dari sudut pandang sifat yang relevan dan mencari alternatif terbaik

 Berpikir – aktivitas berpikir yang muncul di sepanjang proses di atas. Berdasarkan penelaahan landasan teori dalam penelitian ini, maka penulis merumuskan sub-subaspek persepsi siswa terhadap pelajaran fisika untuk diteliti di lapangan (tabel 1).

Tabel 1. Pengelompokkan subaspek persepsi siswa yang diteliti

No. Subaspek yang diteliti dalam persepsi siswa tentang pelajaran fisika

1 Pengertian 2 Pengalaman

3 Strategi pembelajaran

4 Emosi

5 Perasaan

6 Pandangan


(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian untuk menggambarkan suatu obyek secara jelas, cermat, sistematis, dan akurat melalui data sampel dan populasi sebagaimana adanya dengan melakukan analisis dan membuat kesimpulan secara umum (Sugiyono, 1999; Suryabrata, 1983 dalam Hartanto, 2009). Tipe risetnya adalah survey-cross sectional dengan mengumpulkan data dari suatu sampel yang diambil dari suatu populasi yang telah ditentukan sebelumnya, informasi dikumpulkan pada satu waktu tertentu (Suparno, 2007).

Desain penelitian ini adalah survey yaitu model penelitian dengan menggunakan sampel untuk melihat secara langsung ide atau persepsi siswa secara alami. Dengan demikian penelitian ini tidak memiliki hipotesis untuk diuji, melainkan hanya menjelaskan adanya hubungan dan membuat ramalan untuk memperoleh makna dan implikasi. Data yang digunakan adalah data jawaban responden terhadap seperangkat pernyataan kuesioner yang disediakan.

B. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan April – Juni 2016. Studi ini dilakukan di kabupaten Manggarai propinsi Nusa Tenggara Timur dengan mengedarkan kuesioner kepada siswa. Menurut data dinas PPO kabupaten Manggarai (23 April 2016) bahwa di daerah ini terdapat 29 SMA dengan populasi 14.483 siswa dan jumlah siswa kelas XI IPA 969 siswa. Sekolah-sekolah tersebut tampak pada tabel berikut.


(39)

Tabel 2. Data populasi siswa SMA kelas XI IPA di kabupaten Manggarai

No. Nama SMA Kelas XI IPA 2015/2016

Rmbl Siswa Jml

L P

1 SMAN 1 Langke Rembong 4 44 112 156

2 SMAN 2 Langke Rembong 2 20 40 60

3 SMAN 1 Cibal 2 18 27 45

4 MAN Reok 2 14 30 44

5 SMAN 1 Satar Mese 1 14 13 27

6 MAN Langke Rembong 1 6 9 15

7 SMAN 1 Reok 1 9 15 24

8 St. Don Bosco 1 18 0 18

9 St. Thomas Aquinas 2 18 25 43

10 Widya Bakti 1 6 12 18

11 Karya 1 15 21 36

12 Bina Kusuma 1 7 9 16

13 St. Fransiskus X. 2 31 31 62

14 Bintang Timur 1 10 8 18

15 Setia Bakti 3 33 64 97

16 Primadona 0 0 0 0

17 St. Klaus 1 15 30 45

18 Budi Dharma 1 16 11 27

19 St.Gregorius 1 16 17 33

20 St. Maria Iteng 1 2 9 11

21 SMAN 1 Ruteng 1 15 16 31

22 SMALB Karya Murni 0 0 0 0

23 SMAN 1 Rahong Utara 2 14 34 48

24 SMAN 1 Lelak 1 6 20 26

25 SMAN 2 Satar Mese 1 4 11 15

26 SMAN 3 Satar Mese 1 10 14 24

27 SMAN 2 Rahong Utara 1 5 11 16

28 SMAN 2 Cibal 1 3 11 14

29 SMAN 2 Ruteng 0 0 0 0

Total 38 369 600 969

Sumber: Data dinas PPO kabupaten Manggarai, 23 April 2016

Ada 10 SMA yang tidak termasuk dalam lokasi sampel penelitian, yang terdiri dari 3 SMA yang tidak memiliki jurusan IPA seperti SMA Primadona,


(40)

Rahong Utara, SMAN 2 Rahong Utara, dan SMAN 1 Reok. Dengan demikian data diambil pada 6 kecamatan di kabupaten Manggarai.

Khusus tentang 19 SMA sampel, diperoleh data primer bahwa di SMA-SMA ini terdapat 36 % SMA yang berusia ≤ 9 tahun; 26 % SMA yang belum terakreditasi; dan 32 % SMA yang belum memiliki laboratorium. Data guru fisika juga memperlihatkan bahwa terdapat 21 % guru yang berusia ≤ 26 tahun; 37 % guru dengan lama mengajar ≤ 5 tahun; 21 % guru yang masih D3; 10 % guru yang bukan berspesialisasi ilmu fisika; 53 % guru swasta; dan 21 % guru kontrak dan honorer (lampiran 9). Dengan kata lain, mata pelajaran fisika pada beberapa SMA di Manggarai masih diajar oleh guru yang belum berpengalaman, berpendidikan D3, guru dengan spesialisasi lain, guru swasta, guru kontrak, dan guru honorer.

C. Populasi dan sampel

Populasi dari penelitian ini adalah semua siswa SMA kelas XI IPA pada 29 SMA di Manggarai dengan populasi 969 siswa T.A. 2015/2016. Jumlah anggota sampelnya 602 siswa atau 62 % siswa. Penarikan anggota sampel bervariasi. Ada sekolah yang jumlah sampelnya sama dengan jumlah populasi yaitu semua SMA yang jumlah anggota populasinya ≤ 60 siswa. Sampelnya ditarik secara populasi dan oleh Bungin (2005: 111) disebut sampel total. Ada juga sekolah yang jumlah populasi > 60 siswa, anggota sampelnya ditarik secara acak, sehingga sampelnya disebut sampel acak (random) dengan teknik mengundi (Bungin, 2005: 116-117) melalui langkah-langkah kerja sbb:

a. Jumlah anggota sampel sama dengan jumlah anggota populasi

Untuk SMA yang jumlah populasi siswanya ≤ 60 siswa, jumlah anggota sampel yang diambil adalah semua (100 %) siswa yang hadir saat pengambilan data penelitian. Dengan demikian, persentasi anggota sampel berbeda-beda setiap SMA. Anggota sampel pada 17 SMA ini langsung ditetapkan untuk mengisi kuesioner.


(41)

b. Jumlah anggota sampel berbeda dengan jumlah anggota populasi

Untuk SMA yang jumlah populasi > 60 siswa, anggota sampelnya diambil dengan langkah-langkah kerja sbb:

1. Mengacu kepada daftar hadir sekolah, penulis mencatat semua nama dan nomor urut siswa kelas XI IPA dalam satu rombongan belajar (rombel) pada dua SMA dengan masing-masing cara sbb:

1). Untuk SMAN 1 Langke Rembong, menarik 47 % (74 siswa) nama dari total 156 nama siswa kelas XI IPA dari 4 rombel untuk dijadikan anggota sampel. Setiap rombel terdiri dari 39 siswa. Ke4 rombel (IPA 1 -4) masing-masing diambil 20 siswa yaitu siswa yang bernomor urut ganjil 1 – 39 seperti nomor urut 1; 3; 5; …; 39 (jumlah 80 siswa untuk 4 rombel), namun ada 6 siswa bernomor ganjil yang tidak hadir saat pengambilan data. Dengan demikian, jumlah siswa yang diambil sebagai sampel hanya 74 siswa. Sebelum diundi, terlebih dahulu penulis menentukan nomor ganjil atau genap secara acak.

2). Untuk SMA Setia Bakti, ditarik 66 % (64 siswa) nama dari total 97 siswa pada 3 rombel (kelas XI IPA 1 - 3). Dua rombel (IPA 1 dan 2) masing-masing terdiri dari 32 siswa, dan 1 rombel (IPA 3) terdiri dari 33 siswa. Setiap nama siswa dalam 1 rombel ditulis pada kertas kecil kemudian digulung, lalu dimasukkan ke dalam botol kemudian digoyang merata. Diambil satu per satu sebanyak yang dibutuhkan. Nama-nama siswa dicatat sebagai anggota sampel. Perlakuan ini dibuat untuk masing-masing 3 rombel. Kelas XI IPA 1 dan 2 masing-masing-masing-masing diambil sebanyak 21 siswa (jumlah 42 siswa untuk 2 rombel) dan kelas XI IPA 3 diambil sebanyak 22 siswa. Jumlah anggota sampel menjadi 64 siswa.

2. Menetapkan dan mengumumkan nama-nama siswa yang masuk dalam anggota sampel.


(42)

4. Mengumpulkan siswa dalam dua rombel per SMA untuk mengisi jawaban-jawaban dalam pernyataan kuesioner dan form daftar mata pelajaran. Jumlah dan nama-nama siswa per SMA tampak pada lampiran 2 dan 8.

Dengan demikian subyek penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA T.A. 2015/2016 sebagai sumber data dan obyeknya adalah persepsi siswa terhadap mata pelajaran fisika. Sebaran lokasi kecamatan, nama sekolah, dan sampel penelitian tampak pada tabel berikut.

Tabel 3. Sebaran anggota sampel siswa SMA kelas XI IPA di kabupaten Manggarai

No. Nama SMA Sampel siswa

per kecamatan Jumlah siswa sampel

(siswa) (%)

Kecamatan Langke Rembong

1 SMAN 1 Langke Rembong 74 47

2 SMAN 2 Langke Rembong 50 100

3 Bintang Timur 18 100

4 Widya Bakti 16 100

5 Karya 21 100

6 St. Thomas Aquinas 39 100

7 Setia Bakti 64 66

8 St. Fransiskus X. 54 100

Kecamatan Ruteng

9 St. Klaus 36 100

10 Budi Dharma 17 100

11 SMAN 1 Ruteng 26 100

Kecamatan Lelak

12 SMAN 1 Lelak 19 100

Kecamatan Cibal

13 SMAN 1 Cibal 32 100

14 SMAN 2 Cibal 14 100

Kecamatan Reok

15 St.Gregorius 32 100

16 MAN Reok 35 100

Kecamatan Satar Mese

17 SMAN 1 Satar Mese 22 100

18 SMAN 2 Satar Mese 16 100

19 SMAN 3 Satar Mese 17 100


(43)

Pemilihan sekolah-sekolah yang menjadi sampel di atas dilakukan berdasarkan jumlah populasi siswa kelas XI IPA yang terbanyak. Sebab ada sekolah yang di dalam data Dinas PPO kabupaten Manggarai (23 April 2016) dicantumkan dengan jumlah siswa yang banyak, namun data faktual saat pengambilan data ternyata jumlah siswanya lebih sedikit akibat dari ada siswa yang pindah masuk atau keluar bahkan ada sekolah yang masih menggunakan data tahun ajaran sebelumnya.

D. Variabel penelitian

Variabel dari penelitian ini terdiri dari 3 variabel yaitu persepsi, siswa, dan mata pelajaran fisika. Persepsi adalah tanggapan atau pandangan siswa terhadap mata pelajaran fisika; siswa yang dimaksudkan adalah siswa SMA kelas XI IPA T.A 2015/2016; dan mata pelajaran fisika yang dimaksudkan adalah mata pelajaran fisika di sekolah masing-masing siswa.

E. Instrumen penelitian

Untuk mendapatkan data penelitian, digunakan instrumen yang sudah baku yang telah dibuat dan diuji oleh Mahasiswi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yaitu Sdri. Fajrin Sarastisa Hia di kabupaten Nias - Sumatra Utara. Atas ijin Sdri. Fajrin Sarastisa Hia dan dosen pembimbing skripsi dari penulis pada tanggal 13 April 2016, maka instrumen ini dapat dipakai di Manggarai sebagai pembanding. Instrumennya terdiri dari 36 nomor pernyataan kuesioner tentang persepsi siswa terhadap pelajaran fisika dan 3 nomor berupa form daftar 8 mata pelajaran tentang persepsi siswa terhadap mata pelajaran fisika.

Ke-3 nomor daftar mata pelajaran tersebut berisi daftar 8 mata pelajaran pokok SMA kelas XI IPA mulai dari mata pelajaran yang paling sulit sampai mata pelajaran yang paling mudah; mulai dari mata pelajaran yang paling disukai sampai mata pelajaran yang paling tidak disukai; dan berisi daftar mata pelajaran mulai dari mata pelajaran yang paling berguna sampai kepada mata pelajaran yang


(44)

Tabel 4. Kisi-kisi kuesioner

No Subaspek yang diteliti Nomor pernyataan dalam kuesioner

Jumlah nomor kuesioner

1 Pengertian 1; 2; 3; 7; 21; 31 6

2 Pengalaman 9; 10; 11; 12; 13; 14. 6

3 Strategi pembelajaran 17; 18; 24; 32. 4

4 Emosi 5; 19; 22. 3

5 Perasaan 6; 23; 26; 28. 4

6 Pandangan 4; 8; 15; 16; 20; 25; 27; 29.

8

7 Penilaian 30; 33; 34; 35; 36. 5

Jumlah 7 36 36

F. Metode analisis data

Data dianalisis dengan metode deskriptif yaitu menggunakan persentasi (%) (dengan bantuan Excel dan SPSS) dengan rumus distribusi frekwensi:

N = fx/N X 100 %: dimana N = jumlah kejadian, fx = frekwensi individu (Bungin, 2005: 182). Analisis data mengacu kepada jawaban responden dengan langkah-langkah kerja sbb:

a. Pengisian kuesioner, olah data, dan analisis data tentang persepsi siswa terhadap pelajaran fisika dengan langkah-langkah kerja sbb:

a). Pengisian kuesioner

Setiap item pernyataan terdiri dari 4 pilihan (option) jawaban siswa dan setiap nomor pernyataan diberi skor 1 - 4 dengan kategori Baik Sekali (BS), Baik (B), Kurang Baik (KB), dan Tidak Baik (TB) sebagai hasil konversi skor dari jawaban seperti pada form tabel 5 dan 6 di bawah ini.


(45)

Tabel 5. Pemberian skor pada kuesioner untuk pernyataan negatif

Pilihan jawaban Skor

Sangat Tidak Setuju 4

Tidak Setuju 3

Setuju 2

Sangat Setuju 1

Tabel 6. Pemberian skor pada kuesioner untuk pernyataan positif

Pilihan jawaban Skor

Sangat Tidak Setuju 1

Tidak Setuju 2

Setuju 3

Sangat Setuju 4

Siswa diminta untuk mengisi kolom jawaban dengan tanda centang (V) sesuai pendapatnya masing-masing.

b). Penyortiran data

Semua lembaran jawaban siswa diseleksi, yang tidak lengkap di buang. c). Pengolahan data

* Lembaran jawaban dibagi dalam 19 kelompok sesuai dengan SMA masing-masing, termasuk pengelompokkan form daftar mata pelajaran. * Menulis nama-nama siswa dan mencocokan jawaban dengan kunci

jawaban dengan memberikan skor kategori: BS = 4; B = 3; KB = 2; TB = 1.

* Membuat tabel data umum untuk menentukan kategori dan skor tingkat persepsi.

* Membuat tabel kategori dan rentangan skor per subaspek sesuai jumlah nomor pernyataan kuesioner masing-masing seperti pada tabel 7 di


(46)

* Membuat tabel data kategori dan tingkat persepsi sub-sub aspek per SMA

* Membuat tabel-tabel data rekapitulasi masing-masing untuk dimasukkan ke dalam tulisan utama sebagai hasil penelitian dan acuan analisis data. Tabel 7. Rentangan skor persepsi dan subaspek tentang pelajaran fisika

Kat egori Persepsi, Subaspek, jumlah nomor kuesioner, dan rent angan skor Persepsi Persepsi Emosi

St rat egi

Pembel. & Penilaian

Pengert ian

& Pandangn

Perasaan pengalaman

36 3 4 5 6 8

Baik Sekali 109 - 144 10 - 12 13 - 16 16 - 20 19 - 24 25 - 32

Baik 73 - 108 7 - 9 9 - 12 11 - 15 13 - 18 17 - 24 Kurang

Baik 37 - 72 4 - 6 5 - 8 6 - 10 7 - 12 9 - 16

Tidak

Baik 1 - 36 1 - 3 1 - 4 1 - 5 1 - 6 1 - 8

Berdasarkan tabel di atas, penulis membaginya atas 4 kelompok kategori persepsi yaitu: 1) Kelompok persepsi secara umum digunakan jumlah skor maksimal 144 (36 X 4) dengan rentangan jumlah skor 36 - 144 dari 36 nomor pernyataan; dan 2) Kelompok subaspek persepsi digunakan skor maksimal dan rentangan jumlah skor yang bervariasi dan dari nomor yang bervariasi pula seperti tabel 7 di atas. Oleh karena interval dari data di atas terlalu besar, maka perlu menggambarkan data dalam bentuk distribusi frekuensi grup atau interval.

Dalam menentukan interval, perlu diperhatikan catatan berikut (Suparno, 2011: 14):

1) Banyaknya interval adalah antara 7 - 20 saja. Bila datanya banyak, banyaknya interval dapat besar; bila datanya sedikit, banyaknya interval kecil saja.

2) Besar interval harus sama.

3) Besar interval = (Xt– Xr)/∑ interval. Biasanya dibulatkan ke atas. Xt= skor tertinggi, Xr= skor terendah.

4) Interval terbawah harus memuat skor terkecil; interval teratas harus memuat skor tertinggi.


(47)

Untuk kategori persepsi secara umum, data dianalisis dengan menjumlahkan skor kemudian dikonversi ke bentuk kualitatif berupa kategori persepsi (BS atau B atau KB atau TB). Sedangkan untuk tingkat persepsi, data dianalisis dengan menggunakan rumus frekwensi di atas. Dalam konteks penelitian ini, rumus tersebut di atas diubah menjadi: Tingkat persepsi = jumlah skor tercapai dibagi total skor maksimal dikali 100 %.

b. Pengisian urutan mata pelajaran, olah data, dan analisis data persepsi siswa tentang wawasan terhadap mata pelajaran fisika dengan langkah-langkah kerja sbb:

a). Pengisian urutan mata pelajaran

Siswa diminta menulis 8 mata pelajaran pokok secara berurut dari nomor 1-8 sesuai tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran seperti contoh format pada kuesioner. Ke-8 mata pelajaran yang ditulis siswa pada form data adalah urutan 1. matematika, 2. fisika, 3. biologi, 4. kimia, 5. bahasa indonesia, 6. bahasa inggris, 7. agama, dan 8. PKN. Siswa diminta menulis mata pelajaran mulai dari yang paling sulit atau paling disukai atau paling berguna.

b). Penyortiran data

Lembaran jawaban yang datanya tidak lengkap dibuang. c). Pengolahan data

* Diberikan angka/nomor urut untuk semua tingkatan sesuai kunci jawaban yaitu nomor 1 untuk mata pelajaran yang paling sulit, atau paling disukai atau paling berguna menurut siswa dan seterusnya sampai nomor urut 8 untuk mata pelajaran yang paling tidak sulit/mudah atau paling tidak disukai atau paling tidak berguna.

* Mencatat nama dan nomor urut jawaban siswa pada setiap kolom mata pelajaran seperti tabel 8 - 10 di bawah ini. Pada kolom mata pelajaran diisi dengan angka nomor urut sesuai pengisian siswa.


(48)

* Menganalisis data

Data dianalisis dengan menggunakan persentasi (%) dengan rumus distribusi frekwensi yang telah disebut di atas, dan dalam konteks data penelitian ini diubah menjadi: tingkat kesulitan atau kesukaan atau kegunaan mata pelajaran fisika = jumlah siswa yang memilih nomor urut tertentu dibagi total siswa dikali 100 %, kemudian dikonversi ke data kualitatif seperti sulit, suka, dan berguna untuk kemudian masing-masing diklasifikasi menjadi 3 subkategori lagi seperti yang akan dijelaskan di bawah ini.

Tabel 8. Form analisis data pengurutan mata pelajaran berdasarkan tingkat kesulitan

Nama Mata pelajaran

siswa Matematika Fisika Biologi Kimia

Bahasa Indonesia

Bahasa

Inggris Agama PKN

A B C D E Jumlah

Tabel 9. Form analisis data pengurutan mata pelajaran berdasarkan tingkat kesukaan

Nama Mata pelajaran

Siswa Matematika Fisika Biologi Kimia

Bahasa Indonesia

Bahasa

Inggris Agama PKN

A B C D E Jumlah


(49)

Tabel 10. Form analisis data pengurutan mata pelajaran berdasarkan tingkat kegunaan

Nama Mata pelajaran

siswa Matematika Fisika Biologi Kimia

Bahasa Indonesia

Bahasa

Inggris Agama PKN

A B C D E Jumlah

Untuk menentukan % tingkat kesulitan, kesukaan, dan kegunaan mata pelajaran fisika diantara mata pelajaran lainnya, terlebih dahulu penulis menetapkan masing-masing tingkatan dengan 2 kategori berdasarkan urutan mata pelajaran yang dipilih siswa yaitu nomor urut 1 - 4 dikategorikan sulit atau suka atau berguna, dan nomor urut 5 - 8 dikategorikan tidak sulit atau tidak disukai atau tidak berguna. Sehubungan dengan hal tersebut, maka data yang disajikan dalam tabel masing-masing tingkatan hanya dicantumkan 1 kategori per tingkatan yaitu sulit, suka, dan berguna.

Selanjutnya untuk kesimpulan data, ke-3 kategori tersebut di atas masing-masing dibagi lagi ke dalam 3 subkategori berdasarkan urutan data % 8 mata pelajaran seperti mata pelajaran dengan urutan persentasi (%) nomor 1 dan 2 dikatakan sebagai mata pelajaran yang berguna (subkategori = sk1); nomor 3 dan 4 sebagai mata pelajaran yang cukup berguna (sk2); dan nomor urut ≥5 sebagai mata pelajaran yang tidak berguna (sk3). Demikian pula untuk tingkat kesukaan dan kesulitan mata pelajaran.


(50)

G. Validitas instrumen

Tes yang memiliki validitas ialah tes yang dapat mengukur sesuatu secara teliti dan tepat mengenai apa yang hendak diukur. Validitas tes dari penelitian ini adalah content validity (validitas isi), yaitu validitas tes yang isinya dengan tepat dan teliti mengukur isi dari domain yang mau dites (Suparno, 2007: 68). Isi dari semua pernyataan kuesioner mampu mengukur persepsi siswa terhadap mata pelajaran fisika. Dengan demikian maka isi dari instrumen yang teliti adalah instrumen yang berisi pelajaran fisika dan 8 mata pelajaran pokok di SMA IPA kelas XI. Instrumen terlampir (lampiran 1).


(51)

BAB IV

DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan penelitian

Data diambil setelah mendapat ijin dari ketua jurusan PMIPA - FKIP Universitas Sanata Dharma (lampiran 11a.1 - 11a.3) yang diikuti ijin dari pemerintah kabupaten Manggarai melalui kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu No:503/KPPTSP/826/IP/IV/2016 tanggal 30 april 2016 (lampiran 11b). Penulis mengambil data pada 19 SMA di kabupaten Manggarai. Setiap SMA, kepala sekolah memberikan surat keterangan telah mengambil data dengan nomor dan tanggal surat seperti terlampir (lampiran 12.1 - 12.19).

Pengambilan data dilaksanakan 9 – 21 Mei 2016 di kabupaten Manggarai propinsi NTT. Kabupaten ini terletak di bagian barat pulau Flores dan merupakan kabupaten induk setelah pemekaran 2 kabupaten baru yaitu kabupaten Manggarai Barat dan kabupaten Manggarai Timur. Kabupaten Manggarai terdiri dari 10 kecamatan yaitu kecamatan Langke Rembong, Satar Mese, Satar Mese Barat, Satar Mese Utara, Lelak, Wae Ri’i, Cibal, Cibal Barat, Reok, dan kecamatan Reok Barat. Di kabupaten ini terdapat 29 SMA yang tersebar pada 9 kecamatan.

Pengambilan data dibantu oleh guru fisika dan enumerator lainnya pada 19 SMA seperti tampak dalam foto (foto gambar 10.4 - 10.25). Data diambil mulai dari SMA St. Gregorius kecamatan Reok dan berakhir pada SMAN 1 kecamatan Satar Mese seperti terlihat pada tabel jadwal pengambilan data di bawah ini.


(52)

Tabel 11. Jadwal pengambilan data dan nama-nama enumerator

No Hari/tanggal No. Nama SMA Waktu

No.surat ket.

SMA Enumerator

1 Senin,

9-5-‘16 1 St. Gregorius 09.00 - 10.00

089/I 24.29 /SMA.GR

/SK/2016 B. Daman, A.Md Aloisius Poleng

2 MAN Reok 10.00 - 11.00 Tanpa nomor Nurdin ,A.Md

Aloisius Poleng

3

SMAN 1

Cibal 09.00 - 10.00 Tanpa nomor Theo P.Winansi,S.Pd

Aryanto Luput,S.E dan guru fisika lain

4

SMAN 2

Cibal 12.00 - 13.00 Tanpa nomor Yumita N.Malo,S.Pd

Aryanto Luput,S.E

2

Selasa,

10-5-‘16 5 Budi Darma 09.00 - 10.00 Tanpa nomor Gas Ndadut,S.Pt.

Bertolomeus Maruk

6 St. Klaus 12.00 - 13.00 Tanpa nomor Marsel Patut,S.Pd

Aloisius Poleng

7 Widya Bakti 08.45 - 10.00

1198/I 24.29/SMA

/WB/MN/2016 Dita Bamung,A.Md Aryanto Luput,S.E

8 Karya 11.00 - 12.00

3104/I.24.29 /SMA.Kry

/V/MN-2016 Thom Jeharu,A.Md Aryanto Luput,S.E

9

SMAN 1

Ruteng 09.00 - 10.00

596/I. 24.29 /SMAN.1.RA

/P.16/V/2016 Afriani B.Gany,S.Pd Aloisius Poleng Bertolomeus Maruk

3 Rabu,

11 - 5-‘16 10

St.Thomas

Aquinas 08.00 - 09.00

482/I.24.Aq/MN

/2016 Chris. M.Gambe,S.Pd

Aryanto Luput,S.E

11

SMAN 1

Lelak 08.00 - 09.00 Tanpa nomor Maria F.Luju,S.Pd

Aloisius Poleng

12

SMAN 2

Satar Mese 10.00 - 11.00 Tanpa nomor Vitus Sutanga,S.Pd


(53)

Tabel dilanjutkan

13

SMAN 3

Satar Mese 12.00 -13.00 Tanpa nomor Agustinus Pen,S.Pd

Aloisius Poleng

14 Bintang Timur 11.00 - 12.00

55/I

24.29/SMA-BT/MN/V/2016 Maria A.D.Eka,S.Pd

Aryanto Luput,S.E

4

Kamis,

12 - 5-‘16 15 Setia bakti 08.00 - 10.00

84/I 24.29//SN SB

/MN/2016 Yohana Bedo,S.Pd

Aloisius Poleng

16

SMAN 2

L.Rembong 08.00 - 10.00 Tanpa nomor Thres Kurniati,S.Pd

Aryanto Luput,S.E

17

SMAN 1

L.Rembong 11.00 - 13.00 Tanpa nomor Wens Jemarus,S.Pd

Aloisius Poleng Bertolomeus Maruk

5

Jumat,

13 -5-‘16 18 St. Fransiskus X. 11.00 - 12.00 Tanpa nomor Eauden Hadus,S.Pd

Aryanto Luput,S.E

6

Sabtu,

21-5-‘16 19

SMAN 1

Satar Mese 10.00 - 11.00 Tanpa nomor Rahma Hanifa,S.Pd

Kalis Waris,S.S

Data dari setiap SMA dikumpulkan dan disatukan 22 mei 2016 untuk diolah dengan menggunakan format:

1. Untuk data persepsi siswa SMA kelas XI IPA terhadap pelajaran fisika digunakan format seperti pada tabel 7 diatas,

2. Untuk persepsi siswa SMA kelas XI IPA terhadap mata pelajaran fisika digunakan format seperti tabel 8; 9; dan 10 diatas.

B. Data, analisis data, dan pembahasan

Hasil dari penelitian ini adalah berupa data penelitian yang diisi siswa pada 19 SMA. Data yang diambil adalah data persepsi siswa SMA kelas XI IPA terhadap pelajaran fisika dan data persepsi siswa SMA kelas XI IPA terhadap mata pelajaran fisika. Oleh karena itu, analisis data dan pembahasannya dilakukan secara berurutan seperti berikut ini.


(54)

1. Persepsi siswa SMA kelas XI IPA terhadap pelajaran fisika

Hasil pertama dari penelitian ini adalah data persepsi siswa SMA kelas XI IPA terhadap pelajaran fisika dengan kategori dan tingkat persepsi seperti terlampir (lampiran 2). Data ini terdiri dari 7 subaspek yang tersebar pada 19 SMA.

Untuk mendapatkan kategori dan Tingkat Persepsi (TP) per SMA, diperlukan data rerata jumlah skor, rerata skor per nomor kuesioner, dan total skor tercapai dari setiap SMA dan sub-subaspek untuk dibagikan dengan total skor maksimal 86.688 (tabel 37 lampiran 2 - 6) kemudian di kali 100 %. Data kategori dan tingkat persepsi per SMA tampak pada tabel 12 di bawah ini.

Tabel 12. Rerata skor, kategori, dan tingkat persepsi siswa SMA kelas XI IPA

No. Nama SMA Kate Tingkat

gori persepsi

(%)

1 SMAN 1 Langke Rembong B 9,09

2 SMAN 2 Langke Rembong B 6,49

3 St. Thomas Aquinas B 4,78

4 Setia Bhakti B 8,21

5 St. Fransiskus X. B 6,66

6 Widya Bhakti B 1,91

7 Karya B 2,53

8 Bintang timur B 2,06

9 SMAN 1 Ruteng B 3,15

10 St. Klaus B 4,53

11 Budi Dharma B 1,91

12 SMAN 1 Satarmese B 2,80

13 SMAN 2 Satarmese B 1,90

14 SMAN 3 Satarmese B 2,15

15 SMAN 1 Lelak B 2,35

16 SMAN 1 Cibal B 3,92

17 SMAN 2 Cibal B 1,57

18 MAN Reok B 4,01

19 St. Gregorius B 3,96

Total 74,21


(55)

Data tabel di atas menunjukkan bahwa semua SMA berkategori Baik (B). Tampak bahwa TP pada 19 SMA berada pada rentangan 1,57 - 9,09 % dengan total TP 74,21 % atau dibulatkan menjadi 74 %. Tampak juga bahwa ada 4 SMA (21,05 %) yang memiliki TP tinggi, tercatat dari SMA dengan TP tertinggi adalah SMAN 1 Langke Rembong (9,09 %), diikuti SMA Setia Bhakti (8,21 %), SMA St. Fransiskus X. (6,66 %), dan SMAN 2 Langke Rembong (6,49 %). Sementara TP terendah diperoleh SMAN 2 Cibal (1,57 %).

Kategori dan TP per SMA di atas perlu diketahui lebih lanjut tentang kategori dan TP per subaspek persepsi. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa persepsi dibagi 7 subaspek yaitu subaspek pengertian, pengalaman, strategi pembelajaran, emosi, perasaan, pandangan, dan penilaian. Data kategori dan TP subaspek pengertian, pengalaman, dan strategi pembelajaran tampak pada tabel 13 di bawah ini.


(56)

Tabel 13. Kategori dan tingkat persepsi subaspek pengertian, pengalaman, dan strategi pembelajaran per SMA

No. Nama SMA Pengertian Pengalaman Strategi pemb.

kate- TP kate- TP kate- TP

gori (%) gori (%) gori (%)

1

SMAN 1 Langke

Rembong B 1.61 B 1.33 B 1.05

2

SMAN 2 Langke

Rembong B 1.08 B 0.91 B 0.73

3 Setia Bhakti B 0.82 B 0.65 B 0.56

4 St. Thomas Aquinas B 1.38 B 1.12 B 0.96

5 St. Fransiskus X. B 1.19 KB 0.95 B 0.79

6 Widya Bhakti B 0.33 KB 0.26 B 0.22

7 Karya B 0.46 KB 0.34 B 0.29

8 Bintang Timur B 0.38 KB 0.26 B 0.26

9 SMAN 1 Ruteng B 0.57 KB 0.42 B 0.37

10 St. Klaus B 0.76 B 0.70 B 0.50

11 Budi Dharma B 0.37 KB 0.28 B 0.21

12 SMAN 1 Satar Mese B 0.46 B 0.41 B 0.33

13 SMAN 2 Satar Mese B 0.33 B 0.27 B 0.22

14 SMAN 3 Satar Mese B 0.36 B 0.29 B 0.26

15 SMAN 1 Lelak BS 0.43 B 0.33 B 0.28

16 SMAN 1 Cibal B 0.70 B 0.57 B 0.44

17 SMAN 2 Cibal B 0.26 KB 0.23 B 0.18

18 MAN Reok B 0.75 KB 0.56 B 0.43

19 St. Gregorius B 0.71 B 0.56 B 0.45

Total B 12.95 B 10.44 B 8.56

Rerata B 0.68 B 0.55 B 0.45

Keterangan : BS = Baik Sekali ; B = Baik; KB = Kurang Baik ; TP = Tingkat Persepsi; rerata jumlah skor

kategori dan perhitungan TP dapat dilihat pada lampiran 3 dan 4.

Data tabel 13 di atas dapat dibahas per subaspek seperti berikut ini.

1.1. Subaspek pengertian

Data tabel 13 di atas menunjukkan bahwa secara rata-rata subaspek pengertian berada pada kategori B dengan total TP 12,95 %. Hal ini menunjukkan bahwa dari subaspek ini umumnya siswa memiliki persepsi yang positif terhadap pelajaran fisika. Hampir semua SMA yaitu ada 18 SMA (94,73 %) yang berkategori B dan hanya 1 SMA (5,27 %) yaitu SMAN 1 Lelak yang berkategori BS. Berarti, dari subaspek pengertian, semua siswa pada 19 SMA memiliki


(57)

pengertian/pengetahuan fisika yang cukup banyak untuk mempersepsikan fisika secara baik.

Ditunjukkan juga bahwa ada 10 SMA (52,63 %) yang memiliki TP < 0,68 % sebagai TP rerata dari subaspek pengertian ini. Ke-10 SMA tersebut adalah mulai dari SMA dengan TP terendah yaitu SMAN 2 Cibal (0,26 %) menyusul SMAN 2 Satar Mese dan Widya Bhakti masing-masing 0,33 %, SMAN 3 Satar Mese (0,36 %), Budi Dharma (0,37 %), Bintang Timur (0,38 %), SMAN 1 lelak (0,43 %), SMAN 2 Satar Mese dan Karya masing-masing (0,46 %), dan SMAN 1 Ruteng (0,57%).

Rendahnya TP subaspek ini membuktikan bahwa sebagian besar siswa dari 10 SMA ini masih berpandangan negatif terhadap pelajaran fisika. Hal ini menunjukkan bahwa siswa pada 10 SMA tersebut memiliki pengetahuan yang sedikit tentang pelajaran fisika. Sebaliknya sebagian besar siswa pada 9 SMA (47,37 %) lainnya berpandangan positif terhadap pelajaran fisika dan SMA yang mencapai TP tertinggi adalah SMAN 1 Langke Rembong (1,61 %).

Kategori dan TP subaspek pengertian ini hanya berada pada kategori B saja terkait dengan tepat/tidaknya jawaban atas 6 nomor pernyataan kuesioner. Ke-6 pernyataan kuesioner dari subaspek pengertian ini adalah: “Pelajaran fisika sama dengan matematika karena hanya menghitung; Orang yang pandai fisika adalah orang yang hafal rumus dan dapat menggunakannya; Belajar berarti menambah pengetahuan; Orang yang cerdas adalah orang yang mampu memecahkan persoalan yang dihadapinya; Orang yang cerdas adalah orang yang memiliki banyak pengetahuan; dan tugas utama guru adalah menambah pengetahuan para murid”.

Pernyatan-pernyataan subaspek pengertian seperti di atas cukup dimengerti oleh hampir semua siswa pada 19 SMA. Pelajaran fisika tidak sama dengan matematika karena menurut Carin dan Sund (1989) bahwa “sains/fisika adalah suatu sistem untuk memahami semesta melalui data yang dikumpulkan melalui oberservasi atau eksperimentasi yang terkontrol”. Belajar fisika selain belajar


(58)

harus mampu menggunakannya dan menerapkannya dalam memecahkan masalah hidup sehari-hari. Siswa yang demikian dapat dikatakan sebagai orang cerdas, dan untuk tujuan itulah guru fisika hadir dengan segala rancangan-rancangan eksperimentasi pembelajarannya di sekolah. Rumus-rumus dan soal-soal dalam fisika hanyalah bahasa simbolik untuk menggambarkan logika taat asas dari hukum-hukum alam yang terjadi (Tim PEKERTI Bagian MIPA, 2000).

Guru fisika mengajar bukan hanya menambah pengetahuan saja, tetapi lebih penting dari itu adalah mengajar untuk meningkatkan ketrampilan siswa baik dalam melaksanakan langkah-langkah metode ilmiah maupun dalam menyusun produk ilmiah secara sistematis. Efek samping dari metode pembelajaran eksperimen adalah munculnya sikap-sikap ilmiah pada siswa, termasuk sikap ingin tahu yang tinggi untuk memecahkan masalah hidup sehari-hari (Carin dan Sund, 1989; Sarkim, 1998).

1.2. Subaspek pengalaman

Data tabel 13 di atas menunjukkan bahwa subaspek pengalaman juga berada pada kategori B dengan TP 10,44 %. Hal ini membuktikan bahwa dari subaspek ini siswa memiliki pandangan yang positif terhadap pelajaran fisika. Meskipun demikian, masih ada 11 SMA (57,89 %) yang berkategori B dan 8 SMA (42,11 %) lainnya berkategori KB masing-masing dengan skor kategori 13 dan 14 dari 6 nomor kuesioner (tabel 7, lampiran 1; 3; dan 4). Subaspek ini berkategori B dengan rerata jumlah skor 15 yang merupakan rentangan skor minimal dari rentangan skor kategori B (15 - 19) (tabel 7 dan lampiran 3).

Berkaitan dengan data TP, terlihat bahwa rerata TP dari subaspek pengertian adalah 0,55 %. Berdasarkan rerata tersebut, tampak ada 10 SMA (52,63 %) yang memilki TP < 0,55 %. Ke-10 SMA dengan TP rendah ini tercatat mulai dari SMA yang memperoleh TP terendah yaitu SMAN 2 Cibal (0,23 %), menyusul Bintang Timur dan Widya Bhakti masing-masing 0,26 %, SMAN 2 Satar Mese (0,27 %), Budi Dharma (0,28 %), SMAN 3 Satar Mese (0,29 %), SMAN 1 Lelak (0,33 %), Karya (0,34 %), SMAN 1 Satar Mese (0,41 %), dan SMAN 1 Ruteng (0,42 %).


(59)

Mungkin sebagian siswa dari 10 SMA ini yang masih berpandangan negatif terhadap pelajaran fisika di Manggarai. Sedangkan 9 SMA lainnya memiliki pandangan yang positif terhadap pelajaran fisika dan SMA yang mencapai TP tertinggi adalah SMAN 1 Langke Rembong (1,33 %). Rendahnya TP atau masih negatifnya pandangan sebagian siswa terhadap pelajaran fisika dari subaspek pengalaman semakin membuktikan bahwa mereka memiliki pengalaman proses belajar fisika yang sedikit di sekolahnya.

Persepsi yang KB dari siswa SMA di atas terkait dengan 6 nomor pernyataan kuesioner berikut: “Belajar fisika merupakan kegiatan yang melelahkan dan tidak berguna; Agar dapat berhasil dalam pelajaran fisika yang terpenting adalah menghafalkan rumus-rumus; Memecahkan masalah pada soal fisika pada dasarnya mencari rumus yang tepat; Ketika menjelang ujian pelajaran fisika, yang terpenting dilakukan adalah menghafalkan contoh- contoh soal yang pernah dibahas dan dijelaskan oleh guru; Jika saya lupa suatu rumus tertentu untuk menyelesaikan soal ujian, maka tidak ada lagi hal yang dapat saya lakukan; Guru seharusnya lebih banyak melatih murid memecahkan masalah dan berpikir dari pada menambah pengetahuan siswa”.

Ada 5 pernyataan kuesioner di atas yang bersifat negatif yang seharusnya ditolak oleh siswa dengan mengatakan Sangat Tidak Setuju (STS) dan Tidak Setuju (TS). Adanya siswa yang mempersepsikan KB di atas mungkin karena rancangan strategi pembelajaran yang diterapkan adalah ceramah atau hanya belajar di kelas tanpa praktik laboratotrium dan pengalaman lapangan yang berorientasi belajar langsung obyek dan fenomena alam. Strategi pembelajaran ceramah di kelas dan terlalu berorientasi kepada target pencapaian kurikulum dengan membahas soal-soal ujian dapat menyebabkan siswa merasa lelah dan jenuh; merasa bahwa fisika itu tidak berguna karena sekedar mencari rumus-rumus tanpa pemahaman konsep; dan juga menyebabkan siswa hanya menghafal contoh-cotoh soal saja.


(60)

konsep sekaligus rumus-rumusnya dan menguasai berbagai materi dan perubahan-perubahannya di alam serta mampu menerapkannya dalam kehidupan praktis. Pemahaman konsep yang tepat dapat membantu baik untuk mengingatkan rumus-rumus, menjelaskan suatu soal secara naratif sesuai isi soal jika rumusnya lupa, mencocokan rumus dengan konsep soal (bukan mencari-cari rumus), maupun untuk memodifikasi konsep kepada hal-hal yang berguna dalam memecahkan masalah praktis sehari-hari.

Sementara pernyataan yang bersifat positif yang dinilai Sangat Setuju (SS) atau Setuju (S) adalah seperti pernyataaan kuesioner terakhir di atas. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pembelajaran sains yang sesungguhnya adalah guru seharusnya lebih banyak melatih murid memecahkan masalah dan berpikir daripada menambah pengetahuan siswa, karena strategi pembelajaran sains dengan metode eksperimen dapat menimbulkan kreativitas, penuh semangat, dan rasa senang pada siswa. Tentu guru harus lebih demokratis dalam proses pembelajarannya.

Jadi, rendahnya persepsi pada subaspek pengalaman di atas disebabkan oleh sedikitnya pengalaman proses belajar siswa yang berdampak pada lemahnya ingatan siswa, rendahnya kemampuan menerima dan bereaksi akan hal-hal yang terjadi dalam pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Khairani (2013) bahwa “pengalaman seseorang dapat tergantung pada sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian masa lampau untuk mengetahui suatu rangsangan dalam arti luas”. Lebih lanjut dikatakannya bahwa “semakin banyak pengalaman yang disertai kemampuan ingatan yang kuat semakin banyak pula elemen-elemen persepsi seseorang”. Pendapat ini bukan untuk menguatkan kebiasaan guru fisika yang menggunakan strategi pembelajaran ceramah atau sejenisnya di kelas.


(1)

238


(2)

239


(3)

240


(4)

241


(5)

242


(6)

243