75
menunjukkan bahwa ada korelasi negatif yang signifikan antara kelekatan ibu-anak dengan perilaku seksual pada remaja berusia 19
sampai 22 tahun. Kesimpulannya adalah semakin tinggi tingkat kelekatan terhadap ibu, maka semakin rendah keterlibatan remaja
dalam perilaku seksual. Akan tetapi, kekuatan hubungan ini tidak terlalu kuat walaupun signifikan. Korelasi semakin kuat apabila
koefisien korelasi mendekati -1 atau +1, sedangkan koefisien korelasi pada data ini hanya sebesar -0.184. Dengan demikian, hipotesis ketiga
dalam penelitian ini diterima bahwa kelekatan terhadap ibu memiliki korelasi negatif yang rendah dan signifikan dengan perilaku seksual
pada remaja akhir yaitu remaja yang berusia 19 sampai 22 tahun.
5. Deskripsi Data Penelitian
Di bawah ini merupakan tabel-tabel yang menyajikan data empiris dan data teoritis dari kelekatan terhadap ibu dan perilaku seksual pada
seluruh subjek, remaja yang berusia 10 sampai 18 tahun, dan remaja yang berusia 19 sampai 22 tahun.
Tabel 10 Data mean empiris dan mean teoritis pada skala IPPA-M dan Perilaku
Seksual pada seluruh subjek
Variabel Mean
N Empiris
Teoritis Kelekatan Terhadap Ibu
87.7 75
322 Perilaku Seksual
12.31 12
322
76
Tabel 11 Data mean empiris dan mean teoritis pada skala IPPA-M dan Perilaku
Seksual pada subjek berusia 10 sampai 18 tahun
Variabel Mean
N Empiris
Teoritis Kelekatan Terhadap Ibu
82.64 75
115 Perilaku Seksual
12.13 12
115 Tabel 12
Data mean empiris dan mean teoritis pada skala IPPA-M dan Perilaku Seksual pada subjek berusia 19 sampai 22 tahun
Variabel Mean
N Empiris
Teoritis Kelekatan Terhadap Ibu
90.51 75
207 Perilaku Seksual
12.41 12
207
Berdasarkan hasil analisis di atas, ditemukan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki kecenderungan untuk lekat dengan ibu dan juga
cenderung untuk terlibat dalam perilaku seksual. Hal ini ditunjukkan oleh nilai mean empiris yang lebih besar dari mean teoritis pada kedua variabel
baik pada remaja usia awal maupun remaja usia akhir.
E. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan, penelitian ini menunjukkan bahwa kelekatan ibu-anak tidak dapat menjadi prediktor
terhadap perilaku seksual pada remaja. Peneliti menyimpulkan bahwa hasil
77
tersebut dikarenakan salah satu dari tiga uji asumsi klasik yang peneliti lakukan gagal atau tidak memenuhi standar uji asumsi klasik dengan model
Ordinary Least Squares Ghozali, 2006. Menurut Gujarati dalam Gozali,
2006, ada beberapa asumsi utama yang harus terpenuhi untuk mendasari model regresi klasik menurut model Ordinary Least Squares. Asumsi-asumsi
utama tersebut diantaranya adalah model regresi harus linear, residual memiliki distribusi normal, dan data harus bersifat homoskesdatisitas.
Pada gambar 5, pola persebaran data yang ditunjukkan dalam scatterplot
menunjukkan pola lurus dan tidak acak. Hal ini menunjukkan pelanggaran
homoskesdatisitas, dengan
kata lain
data bersifat
heteroskedastisitas atau variasi pada variabel dependen untuk setiap nilai dari variabel independen berbeda. Artinya, ketika ada variasi lain dari perilaku
seksual pada remaja, maka kelekatan terhadap ibu memiliki skor prediksi yang berbeda untuk setiap variasi tersebut. Padahal, untuk menjadi prediktor
yang baik sebuah variabel harus dapat menjadi penjelas yang baik untuk setiap variasi dari variabel yang akan diprediksi. Ketika hal tersebut dicapai,
maka kemampuan model regresi dalam menerangkan variasi variabel dependenpun akan semakin baik sehingga daya prediksinya meningkat
Ghozali, 2006. Seberapa jauh pengaruh variabel penjelasindependen kelekatan terhadap ibu dalam menerangkan variasi dari variabel dependen
perilaku seksual terlihat pada tabel 6, yaitu pada nilai standardized coefficients
β. Nilai β untuk kelekatan ibu-anak hanya -0.078 dan tidak signifikan karena nilai p jauh diatas 0.05. Hal ini menjelaskan mengapa
78
model regresi pada penelitian ini tidak mampu menerangkan variasi dari variabel dependen sehingga nilai koefisien determinasi yang didapat pada
analisis regresi ini juga sangat rendah. Dengan kata lain, variabel kelekatan ibu-anak tidak mampu memprediksi perilaku seksual pada masa remaja.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Feeney, Peterson, Gallois, Terry 2000, dan Paulk Zayack 2013 yang menunjukkan
bahwa pola kelekatan dengan orang tua dapat memprediksi perilaku seksual yang berisiko pada remaja. Menarik untuk dibahas mengapa kelekatan
terhadap ibu tidak dapat memprediksi perilaku seksual pada masa remaja padahal penelitian lain menunjukkan pola kelekatan dengan orang tua dapat
memprediksi perilaku seksual yang berisiko pada remaja. Peneliti kemudian melakukan studi literatur terhadap dua penelitian tersebut untuk mengetahui
bagaimana ketidakcocokan hasil dapat terjadi. Peneliti menemukan bahwa ada sebuah kesamaan dalam penelitian
Feeney, Peterson, Gallois, Terry 2000, dan Paulk Zayack 2013. Kedua penelitian tersebut sama-sama melakukan prediksi kelekatan terhadap
perilaku seksual dengan setiap variabel memiliki lebih dari satu varian. Pada penelitian Feeney, Peterson, Gallois, dan Terry 2000, kelekatan dengan
orang tua dipecah menjadi beberapa variasi yaitu ketidaknyamanan terhadap kedekatan, kecemasan dalam realsi, sejarah kelekatan dan komunikasi tentang
seks. Sedangkan variabel perilaku seksual dipecah menajdi sexual self- efficacy, sexual locus of control
, dan sikap terhadap penggunaan kondom. Variabel-variabel tersebut kemudian dikorelasikan satu per satu. Hasilnya,
79
setiap variasi dari kelekatan memiliki hubungan dengan variasi dari perilaku seksual yang signifikan. Kekuatan hubungan tersebut dijadikan dasar untuk
menentukan bahwa kelekatan dapat menjadi prediktor untuk perilaku seksual. Senada dengan penelitian Feeney, Paulk Zayack 2013 juga melakukan hal
yang serupa yaitu memecah variabel kelekatan dan perilaku seksual menjadi beberapa variasi. Paulk Zayack 2013 memecah variabel kelekatan menjadi
kelekatan cemas dan kelekatan menghindar. Variabel perilaku seksual berisiko dipecah menjadi usia pertama kali melakukan seks, jumlah pasangan,
penggunaan kondom, dan tindakan-tindakan yang meningkatkan risiko dalam seks. Variabel-variabel tersebut kemudian diregresikan secara linear dan
hasilnya signifikan. Berdasarkan hasil studi literatur tersebut, peneliti menarik sebuah
kesimpulan lain bahwa jumlah variasi pada variabel bebas maupun variabel dependen yang diikutsertakan dalam analisis regresi, membawa pengaruh
yang signifikan terhadap daya prediksi yang dihasilkan. Dengan kata lain, pada penelitian ini, untuk memprediksi perilaku seksual pada remaja tidak
cukup hanya dengan menambah jumlah subjek dan melihat kelekatan ibu-anak saja, akan tetapi perlu melihat variasi lain dari kelekatan dengan ibu supaya
variabel kelekatan terhadap ibu dapat benar-benar memprediksi perilaku seksual pada masa remaja.
Kemudian, uji hipotesis yang kedua menunjukan bahwa tidak ada korelasi antara kelekatan terhadap ibu dengan perilaku seksual pada remaja
yang berusia 10 sampai 18 tahun. Peneliti melihat bahwa kegagalan hipotesis