69
Gambar 4 Uji linearitas dengan analisis grafik
Berdasarkan grafik scatterplot di atas, dapat dilihat bahwa persebaran data tidak menunjukkan pola non-linear. Pola non-linear
ditunjukkan dengan persebaran data yang membentuk pola U atau S Damanik 2014. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data antara
variabel kelekatan terhadap ibu dan perilaku seksual pada remaja memiliki hubungan dan pola yang linear.
3. Uji Homoskesdatisitas
Model regresi yang baik adalah model yang memiliki homoskesdatisitas residu. Peneliti menggunakan analisis grafik untuk
menguji homoskesdatisitas dengan melihat pola persebaran data. Jika persebaran data menunjukkan suatu pola tertentu, maka tidak ada
homoskesdatisitas atau disebut heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika pola persebaran data tidak menentu dan menyebar maka dapat dikatakan
homoskesdatisitas Ghozali, 2001.
70
Gambar 5 Uji homoskesdatisitas dengan analisis grafik
Berdasarkan scatterplot di atas, tampak bahwa persebaran data menunjukkan pola lurus dan tidak acak. Hal ini dapat diartikan bahwa uji
asumsi homoskesdatisitas ditolak karena data bersifat heteroskedastisitas. Untuk memperkuat hasil uji asmumsi, peneliti melakukan
perhitungan statistik homoskesdatisitas dengan menghitung nilai S pada uji S Statistik. Hasilnya adalah sebagai berikut :
Tabel 5 Nilai homoskesdatisitas pada uji statistik S
Nilai S dilihat pada nilai Sum of Squares yang dibagi 2, sehingga nilai S adalah 1.2475. Nilai S dianggap signifikan karena nilai chisquare
ANOVA
a
Model Sum of Squares
df Mean Square F
Sig. 1
Regression 2.495
1 2.495 2.237 .136
b
Residual 356.976 320
1.116 Total
359.471 321 a. Dependent Variable: u
71
dengan df = 1 lebih besar dibandingkan nilai S. Apabila nilai S signifikan, maka data dianggap bersifat heteroskedastisitas. Dengan kata lain, variasi
pada variabel dependen untuk setiap nilai dari variabel independen berbeda.
4. Uji Hipotesis
a. Uji Regresi Kelekatan Terhadap Ibu dengan Perilaku Seksual. Uji hipotesis dilakukan dengan analisis regresi menggunakan
program SPSS for Windows versi 22.0. Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya yaitu kelekatan
terhadap ibu dapat memprediksi perilaku seksual pada remaja. Pada analisis regresi, untuk dapat melihat hubungan antar variabel dan
seberapa besar sumbangan variabel bebas untuk memprediksi variabel tergantung, maka perlu dilihat beberapa hal, yaitu nilai standardized
coefficients β pada uji signifikansi parameter individual uji statistik
t dan besarnya koefisien determinansi R
2
. Berikut adalah hasil perhitungan regresi :
Tabel 6 Nilai Standardized Coefficients
β
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error
Beta 1 Constant
13.692 .993
13.789 .000 TS_IPPA_M
-.016 .011
-.078 -1.404 .161
72
Berdasarkan uji signifikansi parameter individual pada tabel 6, dapat dilihat bahwa nilai korelasi tidak signifikan. Hal ini dilihat dari
nilai signifikansi yang diperoleh dari nilai p = 0.161 dengan p0.05. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kelekatan
terhadap ibu dengan perilaku seksual. Tabel 7
Nilai koefisian determinansi
Tabel 7 menyajikan data seberapa besar sumbangan yang dapat diberikan variabel kelekatan ibu-anak untuk memprediksi perilaku
seksual. Besarnya sumbangan dapat dilihat pada nilai Adjusted R Square
R
2
. Adjusted R Square dinilai lebih sensitif terhadap perubahan varibel independen dibanding nilai R Square sehingga
dapat lebih menghasilkan prediksi yang akurat. Dapat dilihat bahwa kekuatan prediksi dari kelekatan ibu-anak terhadap perilaku seksual
sangat kecil Adjusted R
2
= 0.003. Kelekatan ibu-anak hanya memberikan kontribusi sebesar 0.3 persen untuk memprediksi
perilaku seksual pada remaja. Dengan demikian, hipotesis pertama peneliti ditolak karena nilai prediksi tidak memenuhi standar yang
baik yaitu nilai Adjusted R
2
mendekati 1.
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .078
a
.006 .003
2.36960 1.856
73
b. Uji Korelasi Kelekatan Terhadap Ibu dengan Perilaku Seksual Pada Remaja yang Berusia 10 sampai18 Tahun.
Sebagai analisis tambahan, penulis melakukan uji korelasi antara variabel kelekatan terhadap ibu dengan perilaku seksual pada
remaja berusia 10 sampai 18 tahun. Hal ini bertujuan agar peneliti dapat mengetahui bagaimana hubungan variabel kelekatan ibu-anak
dengan perilaku seksual dan seberapa besar kekuatannya pada remaja dengan rentang usia yang lebih spesifik. Berikut adalah hasil
perhitungan korelasi dengan taraf signifikansi one tailed p0.01 : Tabel 8
Hasil korelasi kelekatan terhadap ibu dengan perilaku seksual pada remaja berusia 10 sampai 18 tahun
Berdasarkan tabel di atas, hasil uji korelasi menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0.104 dengan nilai p = 0.115. Data ini
menunjukkan bahwa ada tidak korelasi yang signifikan antara kelekatan terhadap ibu dengan perilaku seksual pada remaja berusia
10 sampai 18 tahun. Hal ini dikarenakan nilai signifikansi p tidak
Correlations
TS_PS TS_IPPAM
TS_PS Pearson Correlation
1 .118
Sig. 1-tailed .104
N 115
115 TS_IPPAM
Pearson Correlation .118
1 Sig. 1-tailed
.104 N
115 115
74
memenuhi standar taraf signifikansi one tailed yaitu p0.05. Dengan demikian, hipotesis kedua dalam penelitian ini ditolak.
c. Uji Korelasi Kelekatan Terhadap Ibu dengan Perilaku Seksual Pada Remaja yang Berusia 19 sampai 22 Tahun.
Sebagai analisis tambahan, penulis melakukan uji korelasi antara variabel kelekatan terhadap ibu dengan perilaku seksual pada
remaja yang berusia 19 sampai 22 tahun. Hal ini bertujuan agar peneliti dapat mengetahui bagaimana hubungan variabel kelekatan
ibu-anak dengan perilaku seksual dan seberapa besar kekuatannya pada remaja dengan rentang usia yang lebih spesifik. Berikut adalah
hasil perhitungan korelasi dengan taraf signifikansi one tailed p0.05:
Tabel 9 Hasil korelasi kelekatan terhadap ibu dengan perilaku seksual pada
remaja berusia 19 sampai 22 tahun
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, uji korelasi menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar -0.184 dengan nilai p = 0.004. Data ini
Correlations
TS_PS TS_IPPA_M
TS_PS Pearson Correlation
1 -.184
Sig. 1-tailed .004
N 207
207 TS_IPPA_M
Pearson Correlation -.184
1 Sig. 1-tailed
.004 N
207 207
. Correlation is significant at the 0.01 level 1-tailed.
75
menunjukkan bahwa ada korelasi negatif yang signifikan antara kelekatan ibu-anak dengan perilaku seksual pada remaja berusia 19
sampai 22 tahun. Kesimpulannya adalah semakin tinggi tingkat kelekatan terhadap ibu, maka semakin rendah keterlibatan remaja
dalam perilaku seksual. Akan tetapi, kekuatan hubungan ini tidak terlalu kuat walaupun signifikan. Korelasi semakin kuat apabila
koefisien korelasi mendekati -1 atau +1, sedangkan koefisien korelasi pada data ini hanya sebesar -0.184. Dengan demikian, hipotesis ketiga
dalam penelitian ini diterima bahwa kelekatan terhadap ibu memiliki korelasi negatif yang rendah dan signifikan dengan perilaku seksual
pada remaja akhir yaitu remaja yang berusia 19 sampai 22 tahun.
5. Deskripsi Data Penelitian
Di bawah ini merupakan tabel-tabel yang menyajikan data empiris dan data teoritis dari kelekatan terhadap ibu dan perilaku seksual pada
seluruh subjek, remaja yang berusia 10 sampai 18 tahun, dan remaja yang berusia 19 sampai 22 tahun.
Tabel 10 Data mean empiris dan mean teoritis pada skala IPPA-M dan Perilaku
Seksual pada seluruh subjek
Variabel Mean
N Empiris
Teoritis Kelekatan Terhadap Ibu
87.7 75
322 Perilaku Seksual
12.31 12
322
76
Tabel 11 Data mean empiris dan mean teoritis pada skala IPPA-M dan Perilaku
Seksual pada subjek berusia 10 sampai 18 tahun
Variabel Mean
N Empiris
Teoritis Kelekatan Terhadap Ibu
82.64 75
115 Perilaku Seksual
12.13 12
115 Tabel 12
Data mean empiris dan mean teoritis pada skala IPPA-M dan Perilaku Seksual pada subjek berusia 19 sampai 22 tahun
Variabel Mean
N Empiris
Teoritis Kelekatan Terhadap Ibu
90.51 75
207 Perilaku Seksual
12.41 12
207
Berdasarkan hasil analisis di atas, ditemukan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki kecenderungan untuk lekat dengan ibu dan juga
cenderung untuk terlibat dalam perilaku seksual. Hal ini ditunjukkan oleh nilai mean empiris yang lebih besar dari mean teoritis pada kedua variabel
baik pada remaja usia awal maupun remaja usia akhir.
E. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan, penelitian ini menunjukkan bahwa kelekatan ibu-anak tidak dapat menjadi prediktor
terhadap perilaku seksual pada remaja. Peneliti menyimpulkan bahwa hasil
77
tersebut dikarenakan salah satu dari tiga uji asumsi klasik yang peneliti lakukan gagal atau tidak memenuhi standar uji asumsi klasik dengan model
Ordinary Least Squares Ghozali, 2006. Menurut Gujarati dalam Gozali,
2006, ada beberapa asumsi utama yang harus terpenuhi untuk mendasari model regresi klasik menurut model Ordinary Least Squares. Asumsi-asumsi
utama tersebut diantaranya adalah model regresi harus linear, residual memiliki distribusi normal, dan data harus bersifat homoskesdatisitas.
Pada gambar 5, pola persebaran data yang ditunjukkan dalam scatterplot
menunjukkan pola lurus dan tidak acak. Hal ini menunjukkan pelanggaran
homoskesdatisitas, dengan
kata lain
data bersifat
heteroskedastisitas atau variasi pada variabel dependen untuk setiap nilai dari variabel independen berbeda. Artinya, ketika ada variasi lain dari perilaku
seksual pada remaja, maka kelekatan terhadap ibu memiliki skor prediksi yang berbeda untuk setiap variasi tersebut. Padahal, untuk menjadi prediktor
yang baik sebuah variabel harus dapat menjadi penjelas yang baik untuk setiap variasi dari variabel yang akan diprediksi. Ketika hal tersebut dicapai,
maka kemampuan model regresi dalam menerangkan variasi variabel dependenpun akan semakin baik sehingga daya prediksinya meningkat
Ghozali, 2006. Seberapa jauh pengaruh variabel penjelasindependen kelekatan terhadap ibu dalam menerangkan variasi dari variabel dependen
perilaku seksual terlihat pada tabel 6, yaitu pada nilai standardized coefficients
β. Nilai β untuk kelekatan ibu-anak hanya -0.078 dan tidak signifikan karena nilai p jauh diatas 0.05. Hal ini menjelaskan mengapa
78
model regresi pada penelitian ini tidak mampu menerangkan variasi dari variabel dependen sehingga nilai koefisien determinasi yang didapat pada
analisis regresi ini juga sangat rendah. Dengan kata lain, variabel kelekatan ibu-anak tidak mampu memprediksi perilaku seksual pada masa remaja.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Feeney, Peterson, Gallois, Terry 2000, dan Paulk Zayack 2013 yang menunjukkan
bahwa pola kelekatan dengan orang tua dapat memprediksi perilaku seksual yang berisiko pada remaja. Menarik untuk dibahas mengapa kelekatan
terhadap ibu tidak dapat memprediksi perilaku seksual pada masa remaja padahal penelitian lain menunjukkan pola kelekatan dengan orang tua dapat
memprediksi perilaku seksual yang berisiko pada remaja. Peneliti kemudian melakukan studi literatur terhadap dua penelitian tersebut untuk mengetahui
bagaimana ketidakcocokan hasil dapat terjadi. Peneliti menemukan bahwa ada sebuah kesamaan dalam penelitian
Feeney, Peterson, Gallois, Terry 2000, dan Paulk Zayack 2013. Kedua penelitian tersebut sama-sama melakukan prediksi kelekatan terhadap
perilaku seksual dengan setiap variabel memiliki lebih dari satu varian. Pada penelitian Feeney, Peterson, Gallois, dan Terry 2000, kelekatan dengan
orang tua dipecah menjadi beberapa variasi yaitu ketidaknyamanan terhadap kedekatan, kecemasan dalam realsi, sejarah kelekatan dan komunikasi tentang
seks. Sedangkan variabel perilaku seksual dipecah menajdi sexual self- efficacy, sexual locus of control
, dan sikap terhadap penggunaan kondom. Variabel-variabel tersebut kemudian dikorelasikan satu per satu. Hasilnya,
79
setiap variasi dari kelekatan memiliki hubungan dengan variasi dari perilaku seksual yang signifikan. Kekuatan hubungan tersebut dijadikan dasar untuk
menentukan bahwa kelekatan dapat menjadi prediktor untuk perilaku seksual. Senada dengan penelitian Feeney, Paulk Zayack 2013 juga melakukan hal
yang serupa yaitu memecah variabel kelekatan dan perilaku seksual menjadi beberapa variasi. Paulk Zayack 2013 memecah variabel kelekatan menjadi
kelekatan cemas dan kelekatan menghindar. Variabel perilaku seksual berisiko dipecah menjadi usia pertama kali melakukan seks, jumlah pasangan,
penggunaan kondom, dan tindakan-tindakan yang meningkatkan risiko dalam seks. Variabel-variabel tersebut kemudian diregresikan secara linear dan
hasilnya signifikan. Berdasarkan hasil studi literatur tersebut, peneliti menarik sebuah
kesimpulan lain bahwa jumlah variasi pada variabel bebas maupun variabel dependen yang diikutsertakan dalam analisis regresi, membawa pengaruh
yang signifikan terhadap daya prediksi yang dihasilkan. Dengan kata lain, pada penelitian ini, untuk memprediksi perilaku seksual pada remaja tidak
cukup hanya dengan menambah jumlah subjek dan melihat kelekatan ibu-anak saja, akan tetapi perlu melihat variasi lain dari kelekatan dengan ibu supaya
variabel kelekatan terhadap ibu dapat benar-benar memprediksi perilaku seksual pada masa remaja.
Kemudian, uji hipotesis yang kedua menunjukan bahwa tidak ada korelasi antara kelekatan terhadap ibu dengan perilaku seksual pada remaja
yang berusia 10 sampai 18 tahun. Peneliti melihat bahwa kegagalan hipotesis
80
disebabkan karena data yang diberikan subjek yang berusia 10 sampai 18 tahun terkait variabel perilaku seksual kurang valid. Melalui hasil pengamatan
ketika peneliti mengambil data penelitian, peneliti menemukan cukup banyak subjek yang memberikan respon negatif ketika mengisi skala perilaku seksual
terutama pada subjek SMP. Ekspresi mereka menunjukkan bahwa mereka enggan untuk memberikan jawaban jujur karena malu dan mereka
menganggap hal tersebut tidak pantas. Hal ini mengakibatkan ada subjek yang tidak mau mengisi skala atau subjek yang tidak jujur dan cenderung mengarah
pada jawaban yang sesuai dengan norma masyarakat social desirability. Dalam tabel 2 terlihat bahwa hanya dua data dari subjek SMP yang dapat
digunakan. Bahkan, di beberapa sekolah yang menjadi tempat pengambilan data penelitian, menolak untuk mengizinkan peneliti membagikan angket
penelitian apabila skala perilaku seksual tidak dihilangkan sehingga variasi subjek berkurang. Kejadian serupa ternyata juga dialami oleh peneliti lain
yang melakukan penelitian terkait perilaku seksual Viasti, 2014. Hal ini membuktikan bahwa seksualitas masih menjadi topik yang tabu untuk
diperbincangkan pada masyarakat di Indonesia. Padahal, berdasarkan deskripsi data terhadap variabel perilaku seksual diperoleh mean empirik yang
lebih besar dari mean teoritis. Hal ini berarti remaja di bawah 18 tahun memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku seksual.
Uji hipotesis yang ketiga menunjukkan bahwa ada korelasi negatif antara kelekatan terhadap ibu terhadap perilaku seksual pada remaja yang
berusia 19 sampai 22 tahun. Hal ini mendukung penelitan dari Kobak, Herres,
81
Gaskins, Laurencau 2012. Remaja yang mengidentifikasi teman sebaya sebagai figur lekat utama cenderung terlibat dalam perilaku berbahaya dan
berisiko. Hal ini dikarenakan remaja kurang mendapat bimbingan dari orang tua Kobak, Herres, Gaskins, Laurencau, 2012 dan kerentanan remaja untuk
terlibat perilaku berisiko meningkat dalam konteks pertemanan Steinberg, 2007. Lebih jauhnya lagi, remaja yang mengidetifikasi pasangan sebagai
figur lekat sering membuat kesalahpahaman dalam menanggapi rasa cinta yang dalam untuk memelihara suatu ikatan. Akibatnya, kepercayaan remaja
terhadap bimbingan dari orang tua berkurang, relasi romantis yang dibangun lemah, dan rentan terlibat perilaku seksual Kobak, Herres, Gaskins,
Laurencau, 2012. Selain itu berdasarkan pengamatan peneliti, subjek remaja yang berusia diatas 18 tahun lebih mampu menjawab sesuai dengan keadaan
dirinya. Berbeda dengan subjek berusia dibawah 18 tahun yang menunjukkan respon negatif, subjek remaja yang berusia diatas 18 tahun lebih
menunjukkan keterbukaan diri ketika mengisi skala perilaku seksual sehingga data yang diberikan lebih valid dan mendukung hasil dari penelitian ini.
Disisi lain, peneliti mendapatkan hasil yang menarik bahwa tingkat kelekatan terhadap ibu justru meningkat pada remaja berusia 19 sampai 22
tahun begitu juga dengan keterlibatannya dalam perilaku seksual. Hal ini bertentangan dengan teori yang peneliti gunakan dalam penelitian ini.
Peneliti menduga bahwa orang tua juga perlu melakukan pengawasan terhadap anak remajanya agar kemungkinan terlibat perilaku menyimpang
rendah. Selain itu, sikap orang tua yang masih mentabukan perbincangan
82
terkait seksualiatas justru membuat jarak dengan anak sehingga tidak membetuk ikatan emosional yang baik dengan anak dan akhirnya mendorong
remaja untuk terlibat perilaku seksual. Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya
mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan Sarwono, 2011. Akan tetapi, ada pihak-pihak yang menganggap bahwa dengan pendidikan
seks, anak menjadi tahu terlalu dini dan karena dorongan seksual yang besar membuat anak menjadi ingin mencobanya. Pendidikan seks yang dimaksud
adalah pendidikan yang menyeluruh sehingga tidak hanya menjelaskan tentang seksualitas tetapi juga pendidikan mengenai moralitas, norma, dan
tanggung jawab terkait seksualitas. Berdasarkan penelitian ini juga dapat dilihat bahwa remaja rentan
terlibat perilaku seksual tidak terbatas pada rentang usia atau tingkat pendidikan tertentu. Dapat diartikan bahwa seiring bertambahnya
pengetahuan tidak membuat seseorang terhindar dari perilaku seksual dalam masa berpacaran. Media informasi seperti internet menjadi salah satu sumber
pengetahuan bagi remaja untuk mencari informasi tentang seks. Akan tetapi, remaja justru mencari informasi melalui situs-situs porno yang seharusnya
tidak dikunjungi remaja. Hal ini membuat remaja belajar hal yang keliru terkait seks dan akhirnya terjebak dalam perilaku seksual pada saat
berpacaran. Selain itu, pergaulan yang semakin bebas mungkin menjadi salah satu faktor kuat yang mendorong remaja terlibat perilaku seksual. Kebebasan
pergaulan antarjenis kelamin saat ini tidak mengenal usia atau tingkat
83
pendidikan dan sangat mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari terutama di kota-kota besar.
F. KETERBATASAN PENELITIAN
Peneliti menyadari bahwa peneltian ini tidak sempurna dan memiliki keterbatasan. Keterbatasan penelitian ini adalah kurangnya identifikasi
terhadap variabel lain yang memiliki keterkaitan pada variabel independen maupun dependen sehingga penelitian ini tidak dapat menggunakan analisis
multivariat yang mampu memberikan analisis lebih rinci dan akurat terkait hubungan antar variabel. Selain itu, banyaknya subjek yang tidak bersedia
mengisi skala perilaku seksual membuat jumlah variasi dari sampel populasi tidak seimbang sehingga tidak sesuai dengan harapan awal peneliti dan
hasilnya tidak dapat digeneralisasikan. Hal ini mungkin dikarenakan alat ukur yang digunakan peneliti untuk melihat perilaku seksual pada remaja kurang
dapat diterima oleh subjek pada penelitian ini.
84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, peneliti menarik kesimpulan bahwa :
1. Hipotesis pertama ditolak, kelekatan terhadap ibu tidak dapat memprediksi
perilaku seksual pada remaja. 2.
Hipotesis kedua ditolak, kelekatan terhadap ibu pada remja berusia 10 sampai 18 tahun tidak memiliki korelasi dengan perilaku seksual.
3. Hipotesis ketiga diterima, kelekatan dengan ibu pada remaja berusia 19
sampai 22 tahun memiliki korelasi negatif terhadap keterlibatan remaja dalam perilaku seksual.
B. SARAN
1. Bagi Orang Tua
Kelekatan yang terbentuk dari kecil dengan orang tua, tidak hanya terbatas ibu, memiliki peran yang sangat besar bagi anak ketika
bertumbuh dewasa. Maka dari itu, kasih sayang, perhatian orang tua, pengawasan, dan komunikasi yang baik sangat dibutuhkan untuk
membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang positif dan mampu membangun relasi emosional yang baik dengan orang lain sehingga
terhindar dari perilaku seksual pada saat berpacaran. Selain itu, sangat
85
penting bagi orang tua untuk memberikan pendidikan seks sejak dini pada anak, sehingga anak dengan sendirinya mampu menjaga diri dalam
pergaulan atau berpacaran. 2.
Bagi Remaja Mengingat bahwa pada masa remaja pengaruh dari teman sebaya
dan pasangan menjadi lebih kuat, para remaja hendaknya lebih mawas diri terhadap dirinya dan pergaulan di sekitarnya. Selain itu, remaja
disarankan untuk tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang diperoleh dari sumber yang belum dapat dipercaya. Remaja diharapkan dapat
terbuka dan mampu mengkomunikasikan permasalahan yang ada dalam dirinya pada orang tua agar orang tua dapat memberikan bimbingan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan topik yang sama, peneliti mengharapkan agar para peneliti lain memperdalam
pengetahuannya mengenai kelekatan terhadap ibu dan perilaku seksual. Harapannya, penelitian selanjutnya dapat menemukan variasi variabel lain
terkait kelekatan terhadap ibu dan perilaku seksual. Peneliti juga menyarankan agar menggunakan analisis multivariat sehingga variasi dari
kelekatan terhadap ibu dan perilaku seksual dapat dihitung dengan lebih cermat dan menghasilkan data yang lebih baik. Selain itu, penelitian
selanjutnya diharapkan mampu menemukan metode atau alat ukur yang sesuai dengan budaya yang ada agar dapat diterima oleh subjek sehingga
menghasilkan respon yang lebih valid. Peneliti juga berharap data yang
86
didapat tersebut mampu memberikan pengetahuan yang lebih komprehensif mengenai hubungan kedua variabel tersebut. Peneliti juga
berharap penelitian selanjutnya dapat menyempurnakan penelitian- penelitian sebelumnya sehingga dapat memperluas ilmu pengetahuan
yang dapat bermanfaat bagi semua orang.
87
DAFTAR PUSTAKA
Ajidahun., B. O., Akoko, A. 2013. Sex Counselling and Its Impacts on Adolescents’ Moral Behavior. American International Journal Of Social
Science, 2.
Armsden, G. C., Greenberg, M. T. 2009. Inventory of parent and peer attachment IPPA
. Seattle, WA: University of Washington. Armsden, G. C., Greenberg, M. T. 1987. The Inventory of Parent and Peer
Attachment: Individual Differences and Their Relationship to Psychological Well-Being in Adolescence. Journal of Youth and
Adolescence , 165.
Aspy, C. B., Vesely, S. K., Oman, R. F., Rodine, S. Marshall, L., McLeroy, K. 2007. Parental Communication and Youth Sexual Behaviour. Journal of
Adolescence 30, 449
–466. Azwar, S. 2007. Dasar-dasar Psikometri. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
--------, S. 1999. Penyusunan Skala psikologi. Yogyakarta : Pustaka Belajar. --------, S. 2015. Penyusunan Skala psikologi : Edisi dua. Yogyakarta : Pustaka
Belajar. --------, S. 1995. Sikap Manusia dan Teori Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka
Belajar. Becnel, J. N. 2013
. Girls’ Pubertal Development : An Examination of Predictors and Trejactories. Arizona State University.
Biddlecom, A., Awusabo-Asare, K., Bankole., A. 2009. Role of Parents in Adolescent Sexual Activity And Contraceptive Use in Four African
Countries. International perspective on Sexual and Reproductive Health, 35.
Blake, S. M., Simkin, L., Ledsky, R., Perkins, C., Calabrese, J. M. 2001. Effects of a parent-child communications intervention on young adolescents
risk for early onset of sexual intercourse. Family planning perspectives, 52- 61.
Bukatko. D. 2008. Child And Adolescent Development A Chronological Approach. New York: Houghton Mifflin Company.