47
b.3. Turning to Religion
Dalam situasi tertekan dan tidak tahu harus berbagi kepada siapa, subjek menggunakan bentuk coping turning to religion atau
kembali pada ajaran agama untuk mendapatkan kekuatan dan pikiran positif Carver, dkk, 1989. Sebagai contoh adalah ketika subjek
merasa tidak dapat berbagi kepada siapapun mengenai masalahnya karena ia merasa semua orang disekitarnya tidak dapat memahami
permasalahannya, subjek selalu membawa dalam doa tiap tekanan selama proses menyusui sambil bekerja. Seperti dapat dilihat dalam
kutipan wawancara berikut:
“Saya gak bisa sharing sama siapa-siapa. Karena… eeee… saya punya group temen deket gitu ya dari SMA. Tapi yang punya anak baru
saya. Jadi mau sharing, ya mungkin mereka mau dengerin tapi solusinya kan gak dapet. Saya mau sharing di tempat kerja yang punya anak baru
beberapa dan mereka mix sama formula…. Ya saya bingung juga kan mau sharing sama siapa. Mau sharing sama suami ntar malah bikin BT. Ya jadi
saya pikir, yaudahlah… gitu. Dibawa doa aja.”
WS2 B 85
3. Bentuk Coping Stres Subjek 3.
Secara umum subjek 3 menggunakan lima bentuk coping stres, yang dapat dibagi menjadi 3 bentuk coping stres berdasarkan klasifikasi strategi
problem focused coping atau coping yang berfokus pada masalah dan 2 bentuk coping stres berdasarkan klasifikasi strategi emotional focused
coping atau coping yang berfokus pada emosi. Berikut adalah gambaran bentuk coping stres yang digunakan oleh subjek 2 yang diurutkan
berdasarkan yang paling sering digunakannnya.
48
a. Problem Focused Coping
a.1. Active Coping
Bentuk coping stres yang sering subjek gunakan adalah active coping atau pengambilan langkah aktif untuk menghilangkan
tekanan, menghindari tekanan dan memperbaiki dampaknya Carver, dkk, 1989. Bentuk coping stres ini sering kali digunakan dalam
situasi harus segera mengambil langkah untuk mengusahakan pemenuhan kebutuhan ASI anaknya. Sebagai contoh, ketika sedang
berada di kantor. Demi memenuhi kebutuhan ASI anaknya, subjek harus mengatur waktu istirahat makan siangnya agar dapat
digunakan untuk memerah ASI. Hal ini dapat dibuktikan dari kutipan wawancara berikut:
“Pernah juga itu dulu sebelum hamil kan saya suka makan di luar. Makan di luar kan gak Cuma sekedar makan tapi juga makan waktu kan.
hehehe. Akhirnya saya gak udah gak makan di luar. Karena saya sadar diri. Saya kan juga pumping ambil waktu jam kerja. Dah akhirnya gak. Terus…
udah itu. Jadi… Tapi pekerjaan saya juga load-nya tinggi. Kalau misalnya lagi program banyak buat pelanggan, review nya kan ada di saya.
Seminggu kan bisa ada 3 program jalan. Otomatis kan saya bikin 3 program review. Pernah waktu itu saya sampai 2 hari gak mompa sama
sekali.
.”
WS3 B 43
Active coping juga dilakukan oleh subjek saat berusaha mengkomunikasikan waktu memerah ASI-nya kepada atasan agar
mendapat dukungan dan lebih leluasa untuk memompa ASI. Hal ini terlihat dari kutipan wawancara berikut:
“
Kemudian bos saya juga bilang waktu saya masuk “ee mas, saya mau… eee ini saya kan ASI, saya butuh waktu buat mompa. 2 kali. Tapi
saya mau coba 3 kali. Tapi kalau bisa saya coba 2 kali.” Terus dia nanya “emang sekali pompa butuh waktu berapa lama?” jadi dia nanya… dia
sudah beristri, tapi dia belum punya anak. Jadi dia nanya “emang sekali pompa butuh waktu berapa lama.” “gak tau sih mas, saya belum pernah