Active Coping Kesimpulan Umum
60
Dalam konteks terhadap stres, coping menggambarkan cara individu berinteraksi dengan stressor. Folkman, dkk dalam Lyons Chamberlain,
2006 mendefinisikan coping stres sebagai upaya yang melibatkan kognitif dan perilaku seseorang untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal dari situasi
yang melelahkan atau melebihi sumber daya orang tersebut. Lazarus dan Folkman dalam Lyons Chamberlain, 2006 membagi dua cara strategi
coping, yaitu coping yang berfokus pada masalah problem focused coping dan coping yang berfokus pada emosi emotional focused coping. Dalam
coping yang berfokus pada masalah seseorang biasanya berusaha untuk menekan atau mengurangi kondisi yang menyebabkan terjadinya masalah dan
meningkatkan sumber
dayanya untuk
menyelesaikan permasalahan.
Sedangkan, dalam coping yang berfokus pada emosi, seseorang biasanya menghindari suatu hal yang menyebabkan masalah dalam dirinya, sehingga ia
tidak menyelesaikan masalah melainkan hanya menghindari masalah. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya seperti yang
dilakukan Siregar 2004 mengenai faktor yang mempengaruhi pemberian ASI, faktor-faktor tersebut juga turut serta menjadi masalah yang dialami secara
nyata oleh keempat subjek. Seperti yang dialami oleh subjek pertama dan kedua, keduanya mengaku tidak ada tradisi menyusui dalam keluarganya. Hal
ini jika dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar 2004, bisa jadi terjadi akibat hubungan kerabat yang luas di daerah pedesaan menjadi
renggang setelah adanya perubahan struktur masyarkat dan keluarga. Keluarga pindah ke kota, sehingga tradisi tidak lagi diturunkan.
61
Keempat subjek juga merupakan ibu bekerja, sehingga sering keluar rumah. Meskipun demikian, keempat ibu ini seringkali tidak terdapat fasilitas
yang baik dan regulasi yang jelas mengenai peraturan menyusui eksklusif dari perusahaan tempat para subjek bekerja, sehingga subjek seringkali merasa
terhambat dan repot dalam memberikan ASI sambil bekerja. Hal ini terlihat ironis mengingat sudah adanya peraturan pemerintah nomor 33 tahun 2012.
Tentang pemberian ASI eksklusif yang secara jelas juga sebenarnya telah melindungi hak ibu bekerja untuk menyusui yang dapat dilihat pada pasal 30,
34, dan 35. Akan tetapi, ternyata praktek di lapangan tidak sesuai. Masih banyak perusahaan yang tidak menaati peraturan pemerintah tersebut.
Adanya anggapan bahwa memberikan susu botol kepada anak sebagai salah satu simbol bagi kehidupan tingkat sosial yang lebih tinggi, terdidik, dan
mengikuti perkembangan jaman juga dirasakan oleh ibu subjek pertama dan ibu mertua subjek kedua. Hal ini, menjadi tekanan sendiri bagi para subjek
didukung dengan banyaknya iklan yang menyesatkan dari produksi makanan bayi. Pengaruh melahirkan di rumah sakit atau klinik bersalin dirasakan oleh
hampir keempat subjek, hanya saja dengan pengalaman yang berbeda-beda. Pada subjek pertama, pihak rumah sakit seolah tidak mendukung keputusan
subjek memberi ASI eksklusif. Lain hal nya dengan yang dialami oleh subjek ketiga mendapat dukungan penuh dalam usaha memberikan ASI eksklusif oleh
pihak rumah sakit. Pada subjek keempat, tidak begitu terlihat apakah rumah sakit mendukung secara penuh usaha pemberian ASI eksklusif. Hal ini
dikarenakan proses IMD Inisasi Menyusui Dini tidak dilakukan oleh pihak