2. Positive Reinterpretation and Growth
59
bentuk coping yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh banyak hal seperti
lingkungan, dukungan, tekanan, serta sumber daya yang dimiliki oleh masing- masing subjek. Seperti yang dikatakan Lazarus dalam Nairne, 2003 Individu
merasa stres tergantung bagaimana ia menginterpretasi suatu situasi yang dihadapinya. Stres merupakan hal yang bersifat subjektif atau tergantung pada
cara individu memahami dan memandangnya serta sumber daya yang dimiliki individu, sehingga tekanan yang dapat mempengaruhi para subjek hingga
merasa stres pun berbeda-beda. Hubungan stres dengan terganggunya praktek pemberian ASI eksklusif
dirasakan oleh keempat subjek. Keempat subjek mengaku harus menjaga dirinya tetap dalam kondisi tenang dan nyaman agar produksi ASI nya tidak
terhambat. Hal ini dapat terjadi karena stres dapat menghambat refleks hormon oksitosin. Hormon oksitosin berperan pada refleks pengeluaran ASI let down
reflex. Pelepasan oksitosin dihambat oleh katekolamin yang diproduksi jika ibu stres. Jika hormon oksitosin terhambat maka ASI yang keluar pun ikut
terhambat. Kondisi seperti ini jika terus berlangsung, dapat menghambat pengosongan payudara, sehingga lama kelamaan produksi ASI pun akan
berkurang dan semakin lama, bisa menghentikan ASI. Pengosongan payudara merupakan perangsangan diproduksinya ASI kembali. Maka, jika ASI semakin
sering dikeluarkan atau payudara semakin sering dikosongkan, ASI akan terus diproduksi dan begitu pula sebaliknya Lawrence, 2005. Coping stres yang
tepat, dapat membantu ibu untuk tetap dapat memberikan ASI dengan lancar dan baik kepada bayinya.
60
Dalam konteks terhadap stres, coping menggambarkan cara individu berinteraksi dengan stressor. Folkman, dkk dalam Lyons Chamberlain,
2006 mendefinisikan coping stres sebagai upaya yang melibatkan kognitif dan perilaku seseorang untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal dari situasi
yang melelahkan atau melebihi sumber daya orang tersebut. Lazarus dan Folkman dalam Lyons Chamberlain, 2006 membagi dua cara strategi
coping, yaitu coping yang berfokus pada masalah problem focused coping dan coping yang berfokus pada emosi emotional focused coping. Dalam
coping yang berfokus pada masalah seseorang biasanya berusaha untuk menekan atau mengurangi kondisi yang menyebabkan terjadinya masalah dan
meningkatkan sumber
dayanya untuk
menyelesaikan permasalahan.
Sedangkan, dalam coping yang berfokus pada emosi, seseorang biasanya menghindari suatu hal yang menyebabkan masalah dalam dirinya, sehingga ia
tidak menyelesaikan masalah melainkan hanya menghindari masalah. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya seperti yang
dilakukan Siregar 2004 mengenai faktor yang mempengaruhi pemberian ASI, faktor-faktor tersebut juga turut serta menjadi masalah yang dialami secara
nyata oleh keempat subjek. Seperti yang dialami oleh subjek pertama dan kedua, keduanya mengaku tidak ada tradisi menyusui dalam keluarganya. Hal
ini jika dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar 2004, bisa jadi terjadi akibat hubungan kerabat yang luas di daerah pedesaan menjadi
renggang setelah adanya perubahan struktur masyarkat dan keluarga. Keluarga pindah ke kota, sehingga tradisi tidak lagi diturunkan.