Positive Reinterpret Kesimpulan Umum
61
Keempat subjek juga merupakan ibu bekerja, sehingga sering keluar rumah. Meskipun demikian, keempat ibu ini seringkali tidak terdapat fasilitas
yang baik dan regulasi yang jelas mengenai peraturan menyusui eksklusif dari perusahaan tempat para subjek bekerja, sehingga subjek seringkali merasa
terhambat dan repot dalam memberikan ASI sambil bekerja. Hal ini terlihat ironis mengingat sudah adanya peraturan pemerintah nomor 33 tahun 2012.
Tentang pemberian ASI eksklusif yang secara jelas juga sebenarnya telah melindungi hak ibu bekerja untuk menyusui yang dapat dilihat pada pasal 30,
34, dan 35. Akan tetapi, ternyata praktek di lapangan tidak sesuai. Masih banyak perusahaan yang tidak menaati peraturan pemerintah tersebut.
Adanya anggapan bahwa memberikan susu botol kepada anak sebagai salah satu simbol bagi kehidupan tingkat sosial yang lebih tinggi, terdidik, dan
mengikuti perkembangan jaman juga dirasakan oleh ibu subjek pertama dan ibu mertua subjek kedua. Hal ini, menjadi tekanan sendiri bagi para subjek
didukung dengan banyaknya iklan yang menyesatkan dari produksi makanan bayi. Pengaruh melahirkan di rumah sakit atau klinik bersalin dirasakan oleh
hampir keempat subjek, hanya saja dengan pengalaman yang berbeda-beda. Pada subjek pertama, pihak rumah sakit seolah tidak mendukung keputusan
subjek memberi ASI eksklusif. Lain hal nya dengan yang dialami oleh subjek ketiga mendapat dukungan penuh dalam usaha memberikan ASI eksklusif oleh
pihak rumah sakit. Pada subjek keempat, tidak begitu terlihat apakah rumah sakit mendukung secara penuh usaha pemberian ASI eksklusif. Hal ini
dikarenakan proses IMD Inisasi Menyusui Dini tidak dilakukan oleh pihak
62
rumah sakit dengan alasan proses melahirkan ceasar. Meski demikian, rumah sakit memberikan kesempatan bayi dan ibu dirawat dalam satu ruangan.
Keempat subjek tersebut membuktikan dengan melakukan coping stres yang tepat, subjek dapat mengatasi segala hambatan yang dihadapinya. Dengan
berbagi latar belakang, motivasi, fasilitas yang dimiliki, serta hambatan yang berbeda keempat subjek menunjukkan bahwa dirinya mampu mencapai
keberhasilan memerankan peran sebagai ibu bekerja yang juga memberikan ASI eksklusif kepada anaknya. Oleh karena itu, memahami coping stres
menjadi penting agar seseorang belajar dari pengalaman untuk mengatasi kesulitannya ataupun sekedar membantu mereka bertahan dalam kesulitan
Wade Tavris, 2009. Dalam penelitian ini, diperoleh juga data mengenai motivasi ibu untuk
menyusui eksklusif meskipun ia harus menyusui sambil bekerja. Ditemukan bahwa semakin kuat motivasi menyusuinya membuat ibu berusaha melakukan
segala bentuk coping stres untuk mengatasi hambatan yang dimilikinya. Seringkali, meskipun motivasinya kuat, ibu bekerja yang menyusui juga
terhambat dalam mengatasi stres-nya seperti yang dialami oleh subjek 2 yang tetap ingin memberikan ASI eksklusif di tengah stres menyusuinya. Namun, ia
bingung sekali bagaimana cara mengatasi stresnya dan kepada siapa ia dapat berbagi. Dalam situasi ini, dukungan dari petugas kesehatan dan konselor ASI
dirasa perlu untuk memberikan masukkan yang tidak hanya sebatas pengarahan tentang pentingnya memberikan ASI eksklusif dan bagaimana memerah ASI