STUDI PELAYANAN PUBLIK DI KECAMATAN PUHPELEM KAB PASCA PEMEKARAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG KABUPATEN WONOGIRI WILAYAH TAHUN 2002

(1)

DI KECAMATA

PASCA PE

UNI

TAN PUHPELEM KABUPATEN W

PEMEKARAN WILAYAH TAHUN

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Universitas Negeri Semarang

oleh

Fajar Tri Kuncoro 3211409006

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

NIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013

WONOGIRI

UN 2002


(2)

S

DI KECAMATA

PASCA PE

UNI

i

STUDI PELAYANAN PUBLIK

TAN PUHPELEM KABUPATEN W

PEMEKARAN WILAYAH TAHUN

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Universitas Negeri Semarang

oleh

Fajar Tri Kuncoro 3211409006

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

NIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013

WONOGIRI

UN 2002


(3)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:

Hari :

Tanggal :

Pembimbing I Pembimbing II

Rahma Hayati, S.Si., M.Si. Ariyani Indrayati, S.Si., M.Sc. NIP. 197206241998032003 NIP. 197806132005012005

Mengetahui, Ketua Jurusan Geografi

Drs. Apik Budi Santoso, M.Si. NIP. 196209041989011001


(4)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:

Hari :

Tanggal :

Penguji Utama

Drs. Saptono Putro, M.Si. NIP. 196209281990031002

Penguji I Penguji II

Rahma Hayati, S.Si., M.Si. Ariyani Indrayati, S.Si, M.Sc. NIP. 197206241998032003 NIP. 197806132005012005

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Dr. Subagyo, M.Pd.


(5)

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Agustus 2013

Fajar Tri Kuncoro


(6)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Lihatlah pada proses, bukan pada hasilnya (Penulis)

Semakin kita berkeringat banyak di masa damai, semakin kita berdarah sedikit di masa perang (Mario Teguh)

Man Jadda Wa Jada - Siapa yang bersungguh-sungguh, maka akan berhasil (Peribahasa Arab)

Teruntuk Orangtuaku, Kakak-kakakku, Generasi penerusku.


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat juga tuntunan-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Pelayanan Publik di Kecamatan Puhpelem Kabupaten Wonogiri Pasca Pemekaran Wilayah Tahun 2002”. Doa, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak membantu penulis dalam menyusun skripsi ini. Oleh karenanya, penulis mengucapkan terima kasih kepada sebagai berikut.

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. selaku Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Subagyo, M.Pd. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial.

3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si. sebagai Ketua Jurusan Geografi.

4. Drs. Saptono Putro, M.Si. sebagai penguji utama, terimakasih atas saran dan bimbingannya yang telah diberikan.

5. Rahma Hayati, S.Si., M.Si. sebagai dosen pembimbing I yang telah membimbing dan meluangkan waktu sampai terselesaikannya skripsi ini. 6. Ariyani Indrayati, S.Si., M.Sc. sebagai dosen pembimbing II yang telah

membimbing dan meluangkan waktu sampai terselesaikannya skripsi ini. 7. Bapak dan Ibu dosen, terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan

selama ini.

8. Seluruh pihak yang berada pada jajaran pemerintahan kecamatan maupun desa/kelurahan se-Kecamatan Puhpelem yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam pengumpulan data penelitian.


(8)

vii

9. Masyarakat pengguna pelayanan KK/KTP yang telah membantu dalam pengumpulan data penelitian.

10. Teman-teman yang membantu proses penelitian, Adimas dan Yopi yang telah sudi menemani selama di lapangan.

11. Bapak Padmono, Ibu Sukati, Mbak Wuri, Mas Nug dan partner spesial yang selalu mencurahkan kasih sayang dan doa dukungannya yang tak henti-hentinya.

12. Teman-teman geografi 2009 (khususnya Doli, Indah, Luqman, Pepi, Puji, Rima, dan Vina), adik-adik angkatan, dan teman-teman Kos Rimba yang selalu memberikan motivasi, bantuan, dan kebersamaannya.

13. Semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini memberikan manfaat dan kontribusi dalam bidang geografi pada khusunya dan semua pihak pada umumnya.

Semarang, Agustus 2013


(9)

viii SARI

Kuncoro, Fajar Tri. 2013. Studi Pelayanan Publik di Kecamatan Puhpelem Kabupaten Wonogiri Pasca Pemekaran Wilayah Tahun 2002. Skripsi, Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Rahma Hayati, S.Si., M.Si., Pembimbing II: Ariyani Indrayati, S.Si., M.Sc. Kata kunci: aksesibilitas wilayah; indeks kepuasan masyarakat; kinerja pelayanan KK/KTP; pelayanan KK/KTP

Pelayanan publik termasuk pula pelayanan KK/KTP yang prima, merupakan ekspektasi masyarakat pelanggan pelayanan tersebut, terlebih pada daerah otonom baru hasil pemekaran wilayah. Namun, masih dijumpai permasalahan kualitas pelayanan publik yang masih rendah. Sistem dan prosedur yang berbelit-belit serta kelambanan sumberdaya manusia dalam melayani masyarakat menjadi sorotan tersendiri terhadap pemerintahan daerah otonom baru. Penelitian ini bertujuan: (1) mengetahui tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan publik berupa pelayanan KK/KTP pasca pemekaran wilayah, (2) mengetahui tingkat kinerja pelayanan KK/KTP pasca pemekaran wilayah, dan (3) mengetahui indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan KK/KTP pasca pemekaran tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode survei. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat dengan umur lebih dari 17 tahun yang pernah mengurus KK/KTP di Kecamatan Puhpelem. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik acak sederhana sejumlah 150 responden. Pengukuran aksesibilitas dilakukan dengan membandingkan unsur jarak, waktu, dan biaya tempuh untuk menuju daerah induk dan daerah otonom baru. Penilaian kinerja pelayanan dilakukan dengan metode silang responden yaitu penilaian antar teman sejawat untuk selanjutnya dianalisis dengan analisis domain dan analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Data diambil dengan melakukan pengukuran fisik dan menggunakan kuesioner panduan wawancara dan angket.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat aksesibilitas terhadap pelayanan KK/KTP mengalami penghematan baik dari segi jarak, waktu, maupun biaya tempuh. Itu artinya tujuan pemekaran untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat tercapai. Tingkat kinerja pelayanan menunjukkan hal yang positif di mana secara umum menunjukkan kinerja yang baik. Indeks kepuasan masyarakat menunjukkan nilai IKM sebesar 73,5 yang artinya memiliki mutu pelayanan dengan nilai B dan kinerja pelayanan yang baik. Diharapkan, dari segi akses terhadap pelayanan publik, pemda setempat melakukan fasilitasi perbaikan infrastruktur jalan yang sudah mulai rusak. Kinerja pelayanan yang sudah baik untuk dipertahankan, dan yang masih kurang seyogyanya dilakukan peningkatan kualitas pelayanannya. Masyarakat setempat sebagai pengguna pelayanan jika ada keluhan dan kritikan untuk tidak sungkan melaporkannya demi kualitas pelayanan yang lebih baik.


(10)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ... vi

Sari ... viii

Daftar Isi... ix

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Batasan Operasional Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

2.1. Konsep Aksesibilitas ... 9

2.2. Konsep Kinerja ... 12

2.3. Penilaian dan Pengukuran Kinerja ... 15

2.4. Konsep Pelayanan Publik ... 18

2.5. Indeks Kepuasan Masyarakat ... 23

2.6. Diagram Alir Penelitian ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Pendekatan Penelitian ... 29

3.2. Obyek dan Lokasi Penelitian ... 29

3.3. Variabel Penelitian ... 29

3.4. Sumber Data Penelitian ... 32

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 32


(11)

x

3.7. Teknik Analisis Data ... 36

3.8. Sistematika Penulisan ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1. Hasil Penelitian ... 45

4.1.1. Gambaran Umum Wilayah ... 45

4.1.1.1. Sejarah Terbentuknya Kecamatan Puhpelem ... 45

4.1.1.2. Kondisi Geografis ... 51

4.1.1.3. Kondisi Demografi ... 54

4.1.1.4. Kondisi Sosial ... 57

4.1.1.5. Kondisi Pemerintahan ... 60

4.1.1.6. Kondisi Infrastruktur Jalan ... 61

4.1.2. Profil Responden Pelanggan Pelayanan KK/KTP ... 66

4.1.3. Pengukuran Aksesibilitas ... 69

4.1.4. Kinerja Pelayanan Administrasi Dasar KK/KTP ... 72

4.1.5. Penilaian Masyarakat Terhadap Pelayanan KK/KTP ... 83

4.2. Pembahasan ... 88

4.2.1. Tingkat Aksesibilitas Masyarakat Terhadap Pelayanan KK/KTP Pasca Pemekaran Wilayah ... 88

4.2.2. Tingkat Kinerja Pelayanan KK/KTP Pasca Pemekaran Wilayah .... 91

4.2.3. Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan KK/KTP ... 93

BAB V PENUTUP ... 96

5.1. Simpulan ... 96

5.2. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98


(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1. Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu

Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan ... 41

3.2. Tujuan Penelitian, Variabel, Teknik Perolehan Data, Sumber Data dan Teknik Analisis Data ... 43

4.1. Luas Wilayah dan Ketinggian Tiap Desa/Kelurahan ... 53

4.2. Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Lahan ... 53

4.3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tiap Desa/Kelurahan ... 54

4.4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 55

4.5. Kepadatan Penduduk per Km² Tiap Desa/Kelurahan ... 56

4.6. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 57

4.7. Jumlah Sekolah, Murid, dan Guru Menurut Jenjang Pendidikan ... 58

4.8. Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Kesehatan ... 59

4.9. Jumlah Pegawai di Kecamatan Puhpelem Berdasarkan Jenis Kelamin 61 4.10. Jumlah Responden Pelanggan Pelayanan KK/KTP Menurut Kelompok Umur ... 66

4.11. Jumlah Responden Pelanggan Pelayanan KK/KTP Menurut Jenis Kelamin ... 67

4.12. Jumlah Responden Pelanggan Pelayanan KK/KTP Menurut Pendidikannya ... 67

4.13. Jumlah Responden Pelanggan Pelayanan KK/KTP Menurut Mata Pencahariannya ... 68

4.14. Aksesibilitas Desa-desa ke Kantor Kecamatan Bulukerto ... 70

4.15. Aksesibilitas Desa-desa ke Kantor Kecamatan Puhpelem ... 71

4.16. Penghematan Jarak, Waktu, Biaya Tempuh Menuju Kantor Kecamatan Bulukerto-Kecamatan Puhpelem ... 72

4.17. Analisis Domain Kinerja Pelayanan KK/KTP ... 78

4.18. Jumlah Responden Tiap Desa/Kelurahan ... 84


(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Dimensi Kinerja ... 13

2.2. Diagram Alir Penelitian ... 28

4.1. Peta Wilayah Daerah Induk Pra Pemekaran Wilayah ... 47

4.2. Peta Wilayah Daerah Otonom Baru Pasca Pemekaran Wilayah ... 49

4.3. Struktur Organisasi Kantor Kecamatan Puhpelem ... 50

4.4. Kenampakan Daerah Perbukitan dan Berbukit ... 52

4.5. Infrastruktur Jalan Aspal ... 62

4.6. Infrastruktur Jalan Beton ... 63

4.7. Infrastruktur Jalan Makadam ... 63

4.8. Infrastruktur Jalan Campuran Beton dan Makadam ... 64

4.9. Infrastruktur Jalan Rusak ... 65

4.10. Pengukuran Jarak, Waktu, dan Biaya Tempuh ... 69

4.11. Loket Pendaftaran Pengurusan KK/KTP ... 73

4.12. Informasi Prosedur Pengurusan KTP ... 74

4.13. Informasi Prosedur Pengurusan KK ... 75

4.14. Proses Wawancara Dengan Petugas Pelayanan KK/KTP ... 76


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Instrumen Penelitian ... 99

2. Rekapitulasi Data Profil Responden ... 107

3. Pengolahan Data Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) ... 112

4. Daftar Responden Indeks Kepuasan Masyarakat ... 117

5. Perda No. 3/2002 Tentang Pembentukan Kecamatan Dalam Kabupaten Wonogiri ... 121

6. Berkas Surat Ijin Penelitian ... 144


(15)

1 1.1. Latar Belakang Masalah

Pemekaran wilayah terjadi pada suatu wilayah administratif yang disebut dengan daerah induk yang mengalami pemekaran sehingga menghasilkan daerah otonom baru. Dorongan akan terjadinya pemekaran tersebut dapat mengemuka salah satunya karena jauhnya pusat pelayanan publik oleh masyarakat setempat. Sehingga, jika hal itu permasalahannya maka tindakan untuk memekarkan suatu wilayah berpotensi untuk dilakukan. Namun, apakah tujuan dari pemekaran wilayah itu sendiri untuk mendekatkan pelayanan publik ke tengah-tengah masyarakat dapat tercapai?

Konsep pemekaran wilayah di dalam UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemekaran wilayah merupakan suatu proses membagi satu daerah administratif (daerah otonom) yang sudah ada menjadi dua atau lebih daerah otonom baru, di mana landasan pelaksanaannya didasarkan pada PP No. 129 Tahun 2000. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, disebutkan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat


(16)

setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada tahun 2008, BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) mengeluarkan sebuah hasil riset yang dilangsir atas kerjasamanya dengan United Nations Development Programme (UNDP) tentang “Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah” bahwa hampir menyeluruh kawasan pemekaran secara administratif di Indonesia, kecuali di Pulau Jawa dalam kurun waktu 5 tahun, Daerah Otonom Baru (DOB) secara kinerja pelayanan publik masih berada di bawah daerah Induk dan daerah Kontrol (Tarigan, 2010: 25).

Rilis terbaru “Evaluasi Kinerja Penyelenggara Pemerintahan Daerah” (EKPPD), Kemendagri, disebutkan ada 6 daerah otonom yang kinerjanya rendah. Permasalahannya terletak pada pengelolaan keuangan daerah yang bermasalah, aparatur daerah yang kurang berkualitas, tata kelola pemerintahan yang tidak transparan dan akuntabel, serta salah satunya kualitas pelayanan publik yang rendah (INA, 25 April 2012: 2).

Rendahnya kualitas pelayanan publik menjadi hal yang menjadi sorotan yang ranahnya ditujukan bagi pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, terlebih dalam hal ini adalah pemerintah daerah otonom baru hasil dari suatu pemekaran wilayah. Restorasi pelayanan publik merupakan harapan seluruh masyarakat, yang nyata-nyatanya tidak mengalami perubahan yang signifikan. Berbagai jenis pelayanan publik cenderung mengalami kemunduran dengan ditandai adanya penyimpangan pelayanan publik di tengah-tengah masyarakat. Hal-hal yang sering disoroti adalah sistem dan prosedur


(17)

pelayanan yang berbelit-belit dan kelambanan sumber daya manusia dalam melayani pelayanan publik tersebut.

Pelayanan publik merupakan hal yang paling mudah untuk mengukur suatu kinerja pemerintah daerah dalam melaksanakan fungsi-fungsinya. Semua itu bisa dilihat dari penilaian masyarakat yang dituangkan dalam tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik dari pemerintah setempat. Terlebih, ketika adanya keengganan dari masyarakat untuk berhubungan langsung dengan pemerintah daerah kaitannya dengan urusan pelayanan publik menjadi indikator bahwa kinerja pelayanan publik pemerintah daerah tersebut dapat dikatakan rendah. Menurut Safroni (2012: 15), dalam bidang pelayanan publik, upaya-upaya telah dilakukan dengan menetapkan standar pelayanan publik untuk mewujudkan pelayanan yang cepat, tepat, murah, dan transparan. Namun pada kenyataannya upaya tersebut belum banyak dinikmati masyarakat. Hal tersebut terkait dengan pelaksanaan sistem dan prosedur pelayanan yang kurang efektif, berbelit-belit, lamban, tidak merespon kepentingan pelanggan, dan lain-lain.

Lain daripada itu, seperti apa yang telah dikemukakan di awal, satu hal yang menjadi agenda akbar dalam setiap adanya pemekaran wilayah adalah untuk mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, sehingga masyarakat semakin mudah dan praktis untuk mendapatkan pelayanan publik. Disini bisa dijelaskan bahwa ada aspek keterjangkauan (aksesibilitas) di setiap adanya pemekaran dikaitkan dengan kemudahan akses terhadap pelayanan publik. Aspek keterjangkauan terhadap pelayanan publik tersebut dapat diukur dengan ukuran jarak, waktu, dan biaya tempuh untuk menuju pusat pelayanan publik tersebut.


(18)

Logikanya, dengan adanya pemekaran wilayah, maka akses terhadap pelayanan publik menjadi mudah mengingat didekatkannya pusat pelayanan publik tersebut.

Dalam ilmu geografi, yang menjadi obyek kajiannya adalah atmosfer, hidrosfer, litosfer/pedosfer, biosfer, dan antroposfer. Fenomena geosfer tersebut selanjutnya dilakukan analisis dengan salah satu maupun lebih pendekatan geografi. Pendekatan geografi ini adalah sebagai cara atau metode untuk memecahkan atau menjawab permasalahan atas fenomena-fenomena geosfer tersebut. Di dalam ilmu geografi dikenal dengan 3 pendekatan geografi, yaitu pendekatan keruangan (spatial approach), pendekatan kelingkungan (ecological approach), dan pendekatan kompleks wilayah (regional approach).

Pendekatan keruangan akan mencari pola hubungan, distribusi, maupun penyebarannya dalam suatu ruang. Pendekatan kelingkungan memasukkan aspek lingkungan sebagai tempat tinggal manusia dimana di dalamnya terdapat interaksi antar keduanya. Sedangkan, pendekatan kompleks wilayah memiliki ruang lingkup yang lebih luas di mana memasukkan aspek keruangan dan interaksi antara manusia dan lingkungannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan geografi secara keruangan (spatial approach) dan aspek aksesibilitas (keterjangkauan) terhadap lokasi pelayanan publik termasuk dalam pendekatan tersebut.

Kecamatan Puhpelem merupakan daerah otonom baru hasil pemekaran wilayah dari Kecamatan Bulukerto, terbentuk pada tahun 2002 dengan Perda No. 3/2002 tentang Pembentukan Kecamatan Dalam Kabupaten Wonogiri (lihat di lampiran 5). Tentunya, dari terbentuknya daerah otonom baru ini dapat dilakukan


(19)

tinjauan secara keruangan terhadap keterjangkauan (aksesibilitas) suatu pelayanan publik dengan menitikberatkan pada kemudahan akses pelayanan publik. Selain itu, juga muncul pertanyaan bagaimana kinerja pemerintah daerah setempat dalam melayani pelanggannya, dalam hal ini masyarakat setempat. Sederet penilaian dan tanggapan dari masyarakat mengenai sistem, kualitas, prosedur pelayanan, dan lain sebagainya menjadi salah satu tolok ukur untuk menilai kinerja pemerintah daerah dimana salah satu fungsinya sebagai pelayan publik (public service). Dari paparan di atas, sehingga memunculkan sebuah judul skripsi: Studi Pelayanan Publik di Kecamatan Puhpelem Kabupaten Wonogiri Pasca Pemekaran Wilayah Tahun 2002.

1.2. Perumusan Masalah

Mendasar pada latar belakang di atas, dipaparkan bahwa pemekaran wilayah menjadi suatu agenda yang bisa memberikan ekspektasi bagi masyarakat yang pada akhirnya dapat mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Akan tetapi, di lapangan terkadang ekspektasi tersebut kaitannya dengan pelayanan, baik dari kinerja pemerintah otonom baru maupun dari penilaian publik masih belum seperti apa yang diharapkan walaupun akses terhadap pelayanan publik tersebut sudah didekatkan ke tengah-tengah publik.

Berpijak dari hal-hal tersebut, muncul pertanyaan atas suatu problematik penelitian, di mana peneliti merumuskan masalah penelitian yakni kaitannya dengan aksesibilitas, kinerja, dan penilaian publik terhadap pelayanan publik sebagai berikut.


(20)

1. Seberapakah tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap lokasi pelayanan publik untuk pelayanan administrasi dasar di Kecamatan Puhpelem pra dan pasca pemekaran wilayah tahun 2002?

2. Bagaimanakah kinerja pelayanan publik untuk pelayanan administrasi dasar pada tahun 2012 di daerah tersebut pasca pemekaran?

3. Seberapakah tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik untuk pelayanan administrasi dasar di daerah tersebut semenjak adanya pemekaran tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Setelah dirumuskannya masalah penelitian, tentu saja ada hal yang akan dicapai atas problematik penelitan, ada jawaban yang diharapkan, untuk selanjutnya dapat didapatkan suatu simpulan atas problematik penelitian tersebut. Hal yang akan dicapai atau diharapkan tersebut tertuang dalam tujuan penelitian yang beranjak dari suatu problematik penelitian yang nantinya dapat disinkronkan untuk mendapatkan sebuah jawaban atas pertanyaan problematik penelitian.

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Mengetahui tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap lokasi pelayanan publik untuk pelayanan administrasi dasar di Kecamatan Puhpelem jika dibandingkan dengan daerah Induk pra dan pasca pemekaran wilayah tahun 2002.

2. Mengetahui tingkat kinerja pelayanan publik untuk pelayanan administrasi dasar pada tahun 2012 di daerah tersebut pasca pemekaran tersebut.


(21)

3. Mengetahui indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik untuk pelayanan administrasi dasar di daerah tersebut pasca pemekaran tersebut. 1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat atau kegunaan penelitian merupakan rumusan atas kelanjutan suatu tujuan penelitian. Harapannya setelah selesai diadakannya penelitian dan diperoleh hasil yang dicapai, seorang peneliti dapat menyumbangkan hasil itu khususnya kepada bidang pengetahuan yang digeluti demi kemajuan ilmu pengetahuan. Dengan diketahui tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian dapat dikategorikan menjadi 2 manfaat, yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut.

1. Manfaat secara teoritis, dapat dijadikan sebagai salah satu wahana dalam pengembangan ilmu pengetahuan geografi dalam bidang pengembangan wilayah, khususnya pemekaran wilayah.

2. Manfaat secara praktis, dapat dijadikan sebagai teknik evaluasi pemekaran wilayah dilihat dari tingkat aksesibilitasnya, kinerja pemerintah daerahnya, dan penilaian kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik atas daerah otonom baru.

1.5. Batasan Operasional Penelitian

Batasan operasional penelitian merupakan bagian dari penelitian yang digunakan untuk menjadikan fokus penelitian seorang peneliti dalam memecahkan problematik penelitian. Batasan operasional dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.


(22)

1. Dalam hal aksesibilitas pelayanan publik, yang dimaksud adalah tingkat kemudahan akses menuju lokasi pelayanan publik (Kantor Kecamatan Puhpelem) untuk pelayanan administrasi dasar pasca pemekaran dilihat dari aspek jarak, waktu, dan biaya tempuh jika dibandingkan sebelum terjadi pemekaran.

2. Kinerja adalah kinerja pelayanan publik sebagai suatu output, yang berarti hasil kerja yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah otonom baru dalam menjalankan tugasnya sebagai public service pasca terjadinya pemekaran wilayah tahun 2002 dengan melakukan penelitian tersebut pada tahun 2012. 3. Pelayanan publik adalah pelayanan administrasi dasar yang diberikan kepada

masyarakat berupa pelayanan KK dan KTP.

4. Dalam pengukuran indeks kepuasan masyarakat, masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat dengan umur ≥ 17 tahun, pernah mendapatkan pelayanan administrasi dasar yakni pengurusan surat KK dan KTP.


(23)

9

Kajian pustaka atau dapat disebut kajian literatur merupakan bagian dari kegiatan penelitian sebagai sebuah proses mencari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Kajian pustaka dapat menjadi pintu yang dapat membantu untuk memecahkan atas problematik penelitian. Selain itu, dapat juga dijadikan dasar dalam memunculkan argumentasi, perkiraan ataupun dugaan sementara tentang hasil suatu penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil pustaka atau literatur mengenai konsep aksesibilitas, kinerja, pelayanan publik, dan indeks kepuasan masyarakat sebagai berikut.

2.1. Konsep Aksesibilitas

Konsep aksesibilitas dapat dikatakan sebagai suatu keterjangkauan terhadap suatu lokasi jika dilihat dari tingkat kemudahannya pada suatu wilayah. Sehingga, suatu aksesibilitas erat kaitannya dengan kemudahan terhadap akses. Menurut Black (1981) dalam Miro (2005: 18), mendefinisikan aksesibilitas sebagai berikut.

1. Aksesibilitas merupakan suatu konsep yang menggabungkan (mengkombinasikan) sistem tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya, dimana perubahan tata guna lahan yang menimbulkan zona-zona dan jarak geografis di suatu wilayah atau


(24)

kota, akan mudah dihubungkan oleh penyediaan prasarana atau sarana angkutan.

2. Aksesibilitas dihubungkan dengan mudahnya suatu lokasi dihubungkan dengan lokasi lainnya lewat jaringan transportasi yang ada, berupa prasarana jalan dan alat angkut yang bergerak di atasnya.

Pandangan lain mengenai konsep aksesibilitas oleh Tamin (1997) dalam Miro (2005: 18), dikemukakan bahwa aksesibilitas merupakan suatu ukuran kemudahan dan kenyamaman mengenai cara lokasi petak (tata) guna lahan yang saling berpencar, dapat berinteraksi (berhubungan) satu sama lain. Mudah atau sulitnya lokasi-lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasinya, merupakan hal yang sangat subyektif, kualitatif, dan relatif sifatnya, yang artinya yang mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi orang lain. Selain itu, aksesibilitas juga memiliki makna sebagai kemudahan atau kesulitan dalam memperoleh/mencapai fasilitas layanan sosial, ekonomi, transportasi, dan lainnya/kebutuhan dasar (Oktaviana, Sulistio, dan Wicaksono, 2011: 182).

Tingkat aksesibilitas dikatakan rendah ataupun tinggi dapat dilihat dari beberapa faktor, dimana faktor-faktor tersebut sifatnya adalah kuantitatif. Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat aksesibilitas tersebut, Miro (2005: 19 – 20) mengemukakan sebagai berikut.

1. Faktor jarak tempuh, merupakan jarak fisik dua tata guna lahan (dalam kilometer). Jika kedua tata guna lahan mempunyai jarak yang berjauhan secara fisik, maka aksesnya dikatakan rendah, demikian pula sebaliknya. Tetapi,


(25)

faktor ini juga memperhatikan ada/tidaknya sarana dan prasarana transportasi yang melayaninya untuk melihat tingkat aksesibilitasnya.

2. Faktor waktu tempuh, dimana faktor ini sangat ditentukan oleh ketersediaan prasarana transportasi dan sarana transportasi yang dapat dihandalkan (reliable transportation system).

3. Faktor biaya/ongkos perjalanan, ikut berperan dalam menentukan mudah tidaknya antar dua tempat tujuan untuk dicapai yang dihubungkan dengan sarana dan prasarana transportasi.

4. Faktor intensitas (kepadatan) guna lahan, memiliki makna bahwa padatnya kegiatan pada suatu petak lahan yang telah diisi dengan berbagai macam kegiatan, akan berpengaruh pada dekatnya jarak tempuh berbagai kegiatan tersebut, dan secara tidak langsung, hal tersebut ikut mempertinggi tingkat kemudahan pencapaian tujuan.

5. Faktor pendapatan orang yang melakukan perjalanan, artinya orang akan mudah melakukan perjalanan jika ia didukung oleh kondisi ekonomi yang mapan, walaupun jarak perjalanan secara fisik jauh.

Sederet makna dari konsep aksesibilitas di atas, jika digeneralisasikan dapat berarti suatu kemudahan akses bagi individu dalam suatu wilayah untuk menuju suatu titik (point) lokasi dengan memanfaatkan sarana dan prasarana transportasi yang ada. Dalam hal pelayanan publik, aksesibilitas dapat dikatakan suatu kemudahan akses terhadap lokasi pelayanan publik berada untuk dijangkau masyarakat.


(26)

2.2. Konsep Kinerja

Konsep kinerja berdasarkan terminologinya memiliki macam-macam pengertian. Pengertian tersebut tergantung di mana hal tersebut ditempatkan. Menurut LAN, 1992 (dalam Amins 2012: 41), kinerja yang diterjemahkan dari Kosakata Bahasa Inggris performance, juga berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja, unjuk kerja, atau penampilan kerja. Pengertian tentang kinerja lainnya menurut para ahli dalam Amins (2012: 41 – 42) adalah sebagai berikut.

1. Menurut Gibson et. al. (1997), dikatakan bahwa kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Batasan tersebut mengandung makna bahwa kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik.

2. Menurut Rivai dan Basri (2005), bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama.

3. Menurut Wittaker (1997), kinerja juga merupakan alat ukur manajemen yang digunakan untuk menilai tingkat pertanggungjawaban seseorang dalam melakukan tugasnya.

4. Sedangkan menurut Harsey dan Blanchard (1988), menyatakan bahwa kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan.


(27)

Sementara menurut Robbins dalam Rivai dan Basri (2005), mengemukakan tentang dimensi kinerja sebagai fungsi interaksi kemampuan atau

ability (A), motivasi atau motivation (M), dan kesempatan atau opportunity (O), dan secara matematis dinyatakan Kinerja = f (A x M x O), yang artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi, dan kesempatan (Amins, 2012: 42).

Ability (A) adalah kemampuan untuk menetapkan dan atau melaksanakan suatu sistem pemanfaatan sumber daya dan teknologi secara efektif dan efisien guna mencapai hasil yang optimal. Motivation (M) adalah keinginan dan kesungguhan seorang pekerja untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik serta berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal. Opportunity (O) adalah kesempatan yang dimiliki oleh karyawan secara individu dalam mengerjakan, memanfaatkan waktu dan peluang untuk mencapai hasil tertentu.

Gambar 2.1. Dimensi Kinerja (Rivai dan Basri (2005) dalam Amins, 2012: 43) Suatu kinerja juga berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, namun juga dipengaruhi keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu. Ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Gibson et. al., 1995

KEMAMPUAN

MOTIVASI

KINERJA


(28)

(dalam Amins, 2012: 44 – 45) dengan model partner-lawyernya. Bahwa suatu kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor: 1) harapan mengenai imbalan; 2) dorongan; 3) kemampuan, kebutuhan dan sifat; 4) persepsi terhadap tugas; 5) imbalan internal dan eksternal; (6) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja. Dengan demikian, kinerja pada dasarnya ditentukan tiga hal, yaitu: (1) kemampuan, (2) keinginan, dan (3) lingkungan. Dikaitkan dengan peran individu dalam organisasi, kinerja adalah serangkaian perilaku atau kegiatan individu yang sesuai dengan harapan atau keinginan organisasi tempat ia bekerja (Arnold dan Feldman, 1986 dalam Amins, 2012: 45).

Menurut Amins (2012: 47), berdasarkan uraian tersebut dapat dinyatakan kinerja adalah sebagai ekspresi potensi berupa perilaku atau cara seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan suatu kegiatan atau tugas sehingga menghasilkan suatu produk yang merupakan wujud dari semua tugas dan tanggungjawab pekerjaan yang diberikan kepadanya. Oleh sebab itu, kinerja dapat diukur berdasarkan tiga aspek, yaitu perilaku dalam melaksanakan tugas, kegiatan atau cara untuk menghasilkan suatu hasil kerja, dan hasil kerja itu sendiri. Dengan kata lain, dapat dikatakan kinerja merupakan hasil, baik kuantitas maupun kualitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya.

Dari banyaknya definisi tentang konsep kinerja di atas, dapat ditarik simpulan bahwa kinerja adalah suatu capaian yang dapat dijadikan sebagai ukuran atas suatu keberhasilan pelaksanaan tugas didasarkan oleh tujuan dan sasaran kerja yang telah ditentukan di awal.


(29)

2.3. Penilaian dan Pengukuran Kinerja

Penilaian kinerja (performance appraisal) merupakan suatu proses yang dilakukan secara sistematis terhadap kinerja pegawai atau sumberdaya manusia berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan atau dibebankan kepada mereka. Termasuk di dalamnya mencakup penilaian terhadap seluruh kegiatan program dan proyek yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian, penilaian kinerja pada dasarnya merupakan salah satu faktor penting guna mengembangkan organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program penilaian prestasi kerja (Amins, 2012: 91).

Menurut Ivancevich, 2007 (dalam Amins, 2012: 91), penilaian kinerja merupakan aktivitas yang digunakan untuk menentukan pada tingkat mana seorang pekerja (dalam hal ini aparatur pemerintah) menyelesaikan pekerjaannya secara efektif (performance evaluation is the activity used to determine the extent to which an employee performs work activity). Implikasinya adalah penilaian kinerja terhadap pekerjaan pegawai diperlukan agar perilaku mereka dapat diarahkan guna melakukan pekerjaan dengan baik sehingga tercapailah tujuan organisasi.

Kaitannya dengan penilaian kinerja, Hayness, 1984 (dalam Amins, 2012: 95), menyatakan bahwa penilaian kinerja seseorang harus ditujukan pada empat komponen dasar, yaitu kuantitas, kualitas, biaya, dan waktu. Pendapat lain mengenai hal itu, masih dalam Amins (2012: 95), menyatakan bahwa sistem penilaian kinerja yang didesain dengan baik mempunyai lima karakteristik dasar, yaitu:


(30)

1. berkaitan langsung dengan tugas orang tersebut dan mengukur kemampuannya dalam melaksanakan tugas;

2. lengkap, karena mengukur semua aspek yang penting;

3. bersifat obyektif, karena benar-benar mengukur kinerja tugasnya; 4. berdasarkan standar kinerja yang diinginkan;

5. didesain untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan seseorang dan selanjutnya menjelaskan mengapa hal tersebut terjadi dan bagaimana mengatasinya.

Sedangkan menurut Hodgetts dan Kuratko, 1988 (dalam Amins, 2012: 96), menyatakan bahwa dimensi untuk melakukan penilaian kinerja pegawai adalah kuantitas pekerjaan (quantity of work), kualitas pekerjaan (quality of work), pengetahuan kerja (job knowledge), kreativitas (creativeness), kerjasama (cooperation), kemandirian (dependability), inisiatif (initiative), dan kualitas pribadi (personal qualities). Untuk selanjutnya, dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut.

a) Quantity of work adalah jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.

b) Quality of work adalah kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapan, yang mencakup akurasi kualitas pekerjaan (accuracy quality of work), kemampuan untuk mengkoordinir (ability to coordinate), kemampuan untuk menganalisis (ability to analyze), dan kemampuan untuk mengevaluasi (ability to evaluate).


(31)

c) Job knowledge adalah kejelasan pemahaman atau luasnya pengetahuan karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan dan keterampilan.

d) Creativeness adalah keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

e) Cooperation adalah kesediaan pegawai untuk melakukan kerjasama dengan orang lain atau sesama anggota dari organisasi.

f) Dependability adalah kesadaran yang dapat dipercaya pegawai dalam hak kehadiran, kesungguhan, kebersamaan dalam penyelesaian pekerjaan.

g) Initiative adalah semangat pegawai untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya.

h) Personal qualities adalah menyangkut kepribadian, keramahtamahan, kepemimpinan, dan integrasi pribadi.

Dalam suatu studi kinerja dibutuhkan pula suatu pengukuran kinerja, sebagai tolok ukur atas berhasil tidaknya suatu kegiatan mengacu pada tujuan dan sasaran kegiatan yang tertuang pada visi misi suatu pemerintahan. Pengukuran kinerja merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak (Amins, 2012: 97). Sedangkan dalam Nasir et. al. (2003: 9), pengukuran kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dengan demikian, dalam penerapannya akan membutuhkan suatu artikulasi yang jelas mengenai misi, tujuan dan sasaran yang dapat diukur, dan berhubungan dengan hasil program.


(32)

Pengukuran kinerja dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja kegiatan yang dilakukan dengan memanfaatkan data kinerja yang diperoleh melalui data internal yang ditetapkan oleh instansi maupun data eksternal yang berasal dari luar instansi. Pengukuran kinerja mencakup kinerja kegiatan yang merupakan tingkat pencapaian target (rencana tingkat capaian) dari masing-masing kelompok indikator-indikator sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen rencana kerja. Pengukuran tingkat pencapaian sasaran didasarkan pada data hasil pengukuran kinerja kegiatan (Amins, 2012: 98).

2.4. Konsep Pelayanan Publik

Pengertian pelayanan publik menurut UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Sedangkan menurut KEPMEN No. KEP/25/M. PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk selanjutnya unit pelayanan publik adalah unit kerja/kantor pelayanan pada instansi pemerintahan termasuk BUMN/BUMD dan BHMN, yang secara langsung maupun tidak langsung maupun tidak langsung memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan. Pemberi pelayanan publik adalah pegawai


(33)

instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, lembaga instansi pemerintah dan dunia usaha, yang menerima pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik.

Definisi pelayanan publik lainnya menurut KEPMENPAN No. 63 Tahun 2003 (dalam Safroni, 2012: 51), bahwa pelayanan publik diselenggarakan untuk pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintahan sebagai abdi masyarakat. Pelayanan publik prima dapat dinilai dari proses dan produk layanannya. Aspek proses meliputi SDM aparatur, mekanisme serta sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses. Sedangkan aspek produk layanan menyangkut jenis, kualitas, dan kuantitas produk layanan (Safroni, 2012: 50 – 51).

Suatu sistem kinerja pelayanan publik yang berkualitas merupakan menjadi hal yang utama dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat, sehingga ada kepuasan pelanggan (masyarakat) yang dicapai. Safroni (2012: 69) mengatakan bahwa pelayanan publik yang berkualitas didefinisikan sebagai sebuah kerangka yang memiliki ciri-ciri: 1) pelayanan yang bersifat anti birokratis; 2) distribusi pelayanan; 3) desentralisasi dan berorientasi kepada klien. Jenis-jenis pelayanan publik menurut KEPMENPAN No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik dikategorikan sebagai berikut.


(34)

1. Jenis Pelayanan Administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan/Penguasaan Tanah, dan sebagainya.

2. Jenis Pelayanan Barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.

3. Jenis Pelayanan Jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos, dan sebagainya.

Pada penelitian ini fokus pada pelayanan publik berupa jenis pelayanan administratif yaitu pelayanan KK/KTP, karena hakikat dari tujuan pemekaran wilayah yang melahirkan daerah otonom baru menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 2 Ayat 3 adalah salah satunya peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Konsekuensi logisnya, salah satunya adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat pengguna pelayanan tersebut.


(35)

Selain jenis pelayanan publik, terdapat pula asas pelayanan publik, prinsip pelayanan publik, dan standar pelayanan publik berdasarkan KEPMENPAN No. 63/KEP/M.PAN/7/2003. Asas pelayanan publik tersebut adalah sebagai berikut:

a) transparansi, yaitu bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti;

b) akuntabilitas, yaitu dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c) kondisional, yaitu sesuai dengan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tahap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas; d) partisipatif, yaitu mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan

pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat;

e) keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

f) kesamaan hak, yaitu tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi;

Prinsip pelayanan publik dapat dijabarkan sebagai berikut:

a) kesederhaan, yaitu prosedur publik yang tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan;


(36)

b) kejelasan, yaitu meliputi kejelasan persyaratan teknis dan administrasi pelayanan publik, unit kerja/pejabat publik, dan rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayarannya;

c) kepastian waktu, yaitu pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan;

d) akurasi, yaitu produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah; e) keamanan, yaitu proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman

dan kepastian hukum;

f) tanggungjawab, yaitu pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam melaksanakan pelayanan publik;

g) kelengkapan sarana dan prasarana, yaitu tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekmounikasi dan informatika (telematika);

h) kemudahan akses, yaitu tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika;

i) kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan, yaitu pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan yang ikhlas;

j) kenyamanan, yaitu lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat,


(37)

serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain.

Sedangkan standar pelayanan publik dapat dijabarkan sebagai berikut:

a) prosedur pelayanan, yaitu prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan;

b) waktu penyelesaian, yaitu waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan;

c) biaya pelayanan, yaitu biaya/tarif termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan;

d) produk pelayanan, yaitu hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

e) sarana dan prasarana, yaitu penyediaan sarana dan prasarana yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik;

f) kompetensi petugas pemberi pelayanan, yaitu kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.

2.5. Indeks Kepuasan Masyarakat

Definisi Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) menurut KEPMENPAN No. KEP/25/M. PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam


(38)

memperoleh pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Untuk selanjutnya dijelaskan bahwa kepuasan pelanggan (masyarakat) adalah hasil pendapat dan penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh aparatur penyelenggara pelayanan publik.

Di dalam IKM terdapat unsur-unsur pelayanan publik dimana sebagai faktor atau aspek yang terdapat dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat sebagai variabel penyusunan indeks kepuasan masyarakat untuk mengetahui kinerja unit pelayanan. Unsur-unsur tersebut sebagaiamana tertuang dalam KEPMENPAN No. 25/KEP/M. PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, adalah sebagai berikut:

a) prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan;

b) persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administrasi yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; c) kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang

memberikan pelayanan (nama, jabatan, serta kewenangan dan tanggungjawabnya);

d) kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku;

e) tanggungjawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggungjawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan;


(39)

f) kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat;

g) kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan;

h) keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;

i) kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati;

j) kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;

k) kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;

l) kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

m) kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan;

n) keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.


(40)

2.6. Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian merupakan alur atau langkah-langkah dalam penelitian yang berisi simbol-simbol sebagai kerangka penelitian yang menggambarkan bagaimana penelitian tersebut akan dilakukan/dilaksanakan. Dalam penelitian yang bertemakan studi pelayanan publik pasca pemekaran di Kecamatan Puhpelem ini, terdapat 3 hal yang akan diteliti, yakni mengenai tingkat aksesibilitas terhadap pusat pelayanan publik untuk pelayanan administrasi dasar, kinerja pelayanan publik untuk pelayanan tersebut, dan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan tersebut.

Dalam diagram alir penelitian ini dijelaskan terdapat 3 variabel penelitian, yakni variabel aksesibilitas, kinerja pelayanan, dan kepuasan masyarakat. Variabel aksesibilitas memiliki varian yang terdiri dari: jarak, waktu, dan biaya. Variabel kinerja pelayanan memiliki varian untuk pelayanan administrasi dasar berupa: pelayanan KK dan KTP meliputi kedisplinan, tanggungjawab, keterampilan, etos kerja, keterbukaan, sikap, keadilan, kesediaan untuk dikritik, dan kesediaan menerima keluhan. Sedangkan untuk variabel kepuasan masyarakat memiliki varian yakni mulai dari prosedur pelayanan sampai keamanan pelayanan. Masing-masing variabel tersebut untuk selanjutnya dilakukan analisis, yaitu variabel aksesibilitas dilakukan analisis dengan teknis matriks, variabel kinerja pelayanan dengan teknik analisis reduksi, dan variabel kepuasan masyarakat dengan teknik analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Setelah diadakannya analisis terhadap ketiga variabel tersebut maka dilakukanlah


(41)

penarikan simpulan dengan metode logika deduktif. Berikut ini adalah diagram alir yang disajikan dalam penelitian ini (halaman 28).


(42)

Keterangan : = alur pemikiran = teknik analisis = penarikan simpulan

Gambar 2.2. Diagram Alir Penelitian Matrik

Variabel Kepuasan Masyarakat Pelayanan Publik

Variabel Aksesibilitas Variabel Kinerja Pelayanan Adm. Dasar

a. Jarak tempuh (range) (km) b. Waktu tempuh

(time) (jam) c. Biaya tempuh

(cost) (rupiah)

a. Kedisiplinan b. Tanggungjawab c. Keterampilan d. Etos kerja e. Keterbukaan f. Sikap g. Keadilan h. Kesediaan dikritik i. Kesediaan menerima keluhan

a. Prosedur pelayanan b. Persyaratan pelayanan c. Kejelasan petugas

pelayanan

d. Kedisiplinan petugas pelayanan

e. Tanggungjawab petugas pelayanan

f. Kemampuan petugas pelayanan

g. Kecepatan pelayanan h. Keadilan mendapatkan

pelayanan i. Kesopanan dan

keramahan petugas j. Kewajaran biaya

pelayanan k. Kepastian biaya

pelayanan l. Kepastian jadwal

pelayanan

m. Kenyamanan lingkungan n. Keamanan pelayanan Analisis

Domain

Analisis IKM Logika Deduktif


(43)

29 3.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data berupa angka, untuk selanjutnya dilakukan olah data dan dianalisis guna untuk mendapatkan suatu informasi ilmiah di balik angka-angka tersebut (Martono, 2011: 20). Sedangkan, metode survei adalah metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data berupa variabel, unit atau individu dalam waktu yang bersamaan. Variabel yang dikumpulkan dapat bersifat fisik maupun sosial (Tika, 2005: 6).

3.2. Obyek dan Lokasi Penelitian

Obyek pada penelitian ini adalah aksesibilitas pelayanan publik, kinerja pelayanan publik pada pemerintahan otonom baru, dan pelanggan (masyarakat) yang dilayaninya. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Puhpelem, yang menjadi daerah otonom baru atas pemekaran wilayah Induk Kecamatan Bulukerto.

3.3. Variabel Penelitian

Variabel penelitian menurut Sutrisno Hadi dalam Arikunto, 2006: 116 adalah sebagai gejala yang bervariasi, gejala tersebut adalah obyek penelitian. Pengertian lain tentang konsep variabel penelitian didefinisikan sebagai konsep yang memiliki variasi atau memiliki lebih dari satu nilai (Martono, 2011: 55).


(44)

Pada penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemudahan akses (aksesibilitas) pelayanan publik, tingkat kinerja pelayanan publik pada daerah otonom baru dari tingkat pelayananannya yang telah diberikan kepada pelanggan (masyarakat) dan melakukan analisis indeks kepuasan masyarakat atas pelayanan daerah otonom baru setempat yang telah diterima pelanggan (masyarakat).

1. Variabel analisis tingkat aksesibilitas pelayanan publik a) Jarak tempuh (range) (km)

b) Waktu tempuh (time) (jam) c) Biaya tempuh (cost) (rupiah)

2. Variabel analisis tingkat kinerja pelayanan publik

Variabel kinerja pelayanan publik dalam penelitian ini adalah pelayanan administrasi dasar oleh daerah otonom baru berupa pelayanan KK dan KTP. Unsur-unsur dalam variabel kinerja pelayanan publik untuk pelayanan administrasi dasar adalah sebagai berikut.

1) Kedisiplinan 2) Tanggungjawab 3) Keterampilan 4) Etos kerja 5) Keterbukaan 6) Sikap

7) Keadilan

8) Kesediaan untuk dikritik 9) Kesediaan menerima keluhan


(45)

3. Variabel Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam KEPMENPAN No. 25/KEP/M. PAN/2/2004, yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang relevan, valid, dan reliabel, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut.

1) Prosedur pelayanan 2) Persyaratan pelayanan 3) Kejelasan petugas pelayanan 4) Kedisiplinan petugas pelayanan 5) Tanggungjawab petugas pelayanan 6) Kemampuan petugas pelayanan 7) Kecepatan pelayanan

8) Keadilan mendapatkan pelayanan 9) Kesopanan dan keramahan petugas 10) Kewajaran biaya pelayanan 11) Kepastian biaya pelayanan 12) Kepastian jadwal pelayanan 13) Kenyamanan lingkungan 14) Keamanan pelayanan


(46)

3.4. Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian adalah subyek dari mana obyek dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini diklasifikasikan dalam dua kategori sebagai berikut.

1. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan langsung dari obyek penelitian, baik melalui observasi lapangan maupun kuesioner/angket atau wawancara langsung dengan responden dalam hal ini adalah Pemda sebagai pihak pemberi pelayanan dan pelanggan (masyarakat) setempat sebagai pihak yang dilayani yang berkaitan dengan pelayanan publik di Kecamatan Puhpelem. 2. Data sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari dokumen-dokumen atau

literatur yang dipublikasikan dalam lingkup Pemda setempat. 3.5. Teknik Pengumpulan Data

Salah satu bagian yang penting dalam penelitian adalah diperoleh data akurat, sehingga menghasilkan penelitian yang baik dan ilmiah. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Observasi

Teknik observasi dilakukan terhadap fenomena di lapangan yang bersifat non-intervensi. Pertimbangan digunakannya teknik ini adalah bahwa apa yang dikatakan sering kali berbeda dengan apa yang dilakukan. Sehingga perlu dilakukan pengecekan lapangan (terrestrial) secara langsung untuk memperoleh data. Teknik pengumpulan data dengan metode observasi ini ditujukan untuk memperoleh data pendukung untuk mencapai tujuan penelitian tentang tingkat


(47)

aksesibilitas pelayanan publik. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang jarak, waktu, dan biaya.

2. Wawancara (Interview)

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi (Sugiyono, 2009: 137 – 138). Teknik pengumpulan data dengan metode wawancara ini digunakan untuk memperoleh data pendukung untuk mencapai tujuan penelitian tentang kinerja pelayanan publik. Wawancara dilakukan kepada petugas pelayanan KK/KTP dan camat setempat di Kecamatan Puhpelem.

3. Angket

Angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Angket merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Selain itu, angket juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Angket dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos, atau internet (Sugiyono, 2009: 142). Teknik pemgumpulan data dengan metode angket ini digunakan untuk


(48)

memperoleh data pendukung untuk mencapai tujuan penelitian tentang tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang diterimanya.

4. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan metode dokumentasi tak kalah pentingnya dalam upaya pengumpulan data penelitian. Pada teknik pengumpulan data ini dilakukan pencarian data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, notulen, agenda, dan sebagainya. Teknik pemgumpulan data dengan metode dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data pendukung dalam penelitian tentang studi pelayanan publik secara menyeluruh.

3.6. Penentuan Sampel Penelitian

Penentuan sampel pada penelitian ini hanya berlaku untuk analisis indeks kepuasaan masyarakat dimana ditentukan jumlah responden yang representatif terhadap populasinya. Populasi termaksud adalah masyarakat dengan umur ≥ 17 tahun yang pernah diberikan pelayanan administrasi dasar berupa pelayanan KK dan KTP. Pada penelitian tentang tingkat aksesibilitas pelayanan publik dilakukan dengan observasi langsung di lapangan, sedangkan pada tingkat kinerja pelayanan publik sifatnya adalah menilai variabel-variabel yang telah ditentukan dalam penelitian ini untuk selanjutnya dilakukan interview ke pemerintah daerah otonom baru mengenai kinerja pelayanan publik untuk pelayanan administrasi dasar dengan menggunakan instrumen yang telah ditentukan indikator dan parameternya. Instrumen tersebut untuk selanjutnya ditujukan kepada petugas-petugas pelayanan untuk saling menilai sesama teman sejawat dan pimpinan pemerintah daerah setempat juga melakukan penilaian secara komprehensif


(49)

terhadap petugas pelayanan tersebut sebagai suatu bentuk cross check di Kecamatan Puhpelem yang berada di unit pelayanan KK dan KTP. Pengambilan sampelnya bersifat sampel jenuh, dimana semua populasi yang berada pada unit pelayanan tersebut dijadikan sampel.

Untuk analisis indeks kepuasan masyarakat, teknik pengambilan sampelnya menggunakan teknik probability sampling dengan menggunakan metode simple random sampling. Teknik probability sampling adalah teknik sampling yang memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Sedangkan metode

simple random sampling adalah metode penentuan sampel dengan mengambil anggota sampel dari populasi secara acak tanpa memperhatikan adanya strata. Peneliti menggunakan metode tersebut dikarenakan 2 alasan, yakni keterbatasan data dan bertumpu pada filosofi pelayanan publik di mana semua orang berhak mendapatkan pelayanan tersebut.

Populasi pada analisis indeks kepuasan masyarakat ini berjumlah 6070 subyek sesuai dengan data arsip pengurusan KK/KTP di Kantor Kecamatan Puhpelem selama kurun waktu tahun 2012. Pengambilan sampel di sini dilakukan dengan cara mengundi calon anggota sampel dari sejumlah populasi yang diambil dari masyarakat yang pernah mengurus surat KK dan atau KTP tersebut. Jadi, dalam penelitian tentang indeks kepuasan masyarakat ini diambil responden yang telah pernah mendapatkan dan/atau melakukan hal untuk dilayani pelayanan publik untuk pelayanan administrasi dasar berupa KK dan KTP dari Pemda Kecamatan Puhpelem. Sampel yang dijadikan responden pada penelitian ini


(50)

adalah sebanyak 150 responden dari keseluruhan jumlah populasi, mengacu pada KEPMEN No. 25/KEP/M. PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Dasar perhitungan jumlah responden tersebut adalah sebagai berikut.

(Jumlah unsur pelayanan + 1) x 10 = jumlah responden

(14+1) x 10 = 150 responden

3.7. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini terdapat 3 tahapan teknik analisis, yakni teknik analisis terhadap tingkat aksesibilitas pelayanan publik, tingkat kinerja pelayanan publik dan teknik analisis indeks kepuasan masyarakat.

1. Teknik analisis tingkat aksesibilitas pelayanan publik untuk pelayanan administrasi dasar

Teknik analisis pada tingkat aksesibilitas pelayanan publik ini, yakni dengan menggunakan observasi langsung mengenai jarak tempuh, waktu tempuh, dan biaya tempuhnya menuju pusat pelayanan publik untuk pelayanan administrasi dasar (ibukota kecamatan). Selanjutnya, variabel-variabel tersebut dimasukkan dalam matriks untuk dilakukan analisis dengan membandingkan tingkat aksesibilitas pada ibukotanya terdahulu (daerah Induk).


(51)

2. Teknik analisis tingkat kinerja pelayanan publik untuk pelayanan administrasi dasar

Teknik analisis yang digunakan dalam analisis kinerja pelayanan administrasi dasar (pelayanan KK/KTP) adalah memakai salah satu model analisis dari Spradley yaitu analisis domain. Dalam Prastowo (2011: 253), dijelaskan bahwa analisis domain adalah langkah analisis yang dilakukan setelah melalui suatu proses dari terjun ke obyek penelitian yang berupa situasi sosial (place, actor, dan activity), kemudian pelaksanaan observasi partisipan, pencatatan hasil observasi dan wawancara, serta melakukan observasi deskriptif. Analisis ini adalah untuk memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh tentang situasi sosial (obyek penelitian) yang diteliti.

Teknik tersebut jika diperlakukan dalam menganalisis kinerja pelayanan yaitu dengan melakukan kategorisasi terhadap ketiga unsur domain yang terdiri dari: cover term, included terms, dan semantic relationship. Cover term di sini adalah nama suatu variabel kinerja pelayanan; included terms adalah nama-nama suatu yang lebih rinci dari variabel yang dinilai; dan yang terakhir adalah mencari hubungan semantik antar variabel tersebut. Mencari hubungan ini merupakan hal yang penting untuk menemukan simpulan secara umum dari berbagai domain tersebut, dalam hal ini adalah variabel kinerja pelayanan KK/KTP).

3. Teknik analisis indeks kepuasan masyarakat (IKM)

Langkah-langkah penyusunan analisis kinerja pelayanan publik untuk pelayanan administrasi dasar KK/KTP dengan analisis IKM adalah sebagai berikut.


(52)

3.1. Tahap Persiapan

a. Penetapan Pelaksanaan

Dalam hal ini penyusunan “Analisis Kinerja Pelayanan Publik Untuk Pelayanan KK/KTP di Kecamatan Puhpelem Kabupaten Wonogiri melalui pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM).

b. Penyiapan Bahan 1. Angket

Dalam penyusunan IKM digunakan angket sebagai alat bantu pengumpulan data kepuasan masyarakat penerima pelayanan. Angket disusun berdasarkan tujuan survei terhadap tingkat kepuasan masyarakat. Bentuk angket sebagaimana terlampir.

2. Bagian Dari Angket

Bagian-bagian dalam angket telah ditentukan seperti dalam Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004, dimana angket dibagi menjadi 2 (dua) bagian sebagai berikut.

Bagian I : Identitas responden, yang meliputi nomor responden, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan pekerjaan utama.

Bagian II : Mutu pelayanan publik adalah pendapat penerima pelayanan yang memuat kesimpulan atau pendapat responden terhadap unsur-unsur pelayanan yang dinilai.

3. Bentuk Jawaban.

Bentuk jawaban pertanyaan dari setiap unsur pelayanan secara umum mencerminkan tingkat kualitas pelayanan, yaitu :


(53)

a) kategori tidak baik, diberi nilai 1; b) kategori kurang baik, diberi nilai 2; c) kategori baik, diberi nilai 3; dan d) kategori sangat baik, diberi nilai 4; 3.2. Penetapan Responden.

Responden dipilih secara acak sederhana yang ditentukan berdasarkan penerima pelayanan dalam cakupan wilayah unit pelayanan. Untuk memenuhi akurasi hasil penyusunan indeks, responden terpilih ditetapkan minimal 150 orang dari jumlah populasi penerima layanan, dengan dasar (“Jumlah unsur” + 1) x 10 = jumlah responden (14 +1) x 10 = 150 responden.

3.3. Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data a. Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang akurat dan obyektif, perlu ditanyakan kepada masyarakat terhadap 14 unsur pelayanan yang telah ditetapkan.

b. Pengisian Angket

Dilakukan dengan menyebar angket ke wilayah masyarakat responden dengan menitipkan angket di lingkup tiap-tiap desa/kelurahan melalui kepala desa/lurah.

3.4. Tahap Pengolahan Data a. Metode Pengolahan Data

Mengacu pada KEPMEN No. 25/KEP/M. PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, nilai IKM dihitung dengan menggunakan “nilai rata-rata tertimbang”


(54)

masing-masing unsur pelayanan. Dalam penghitungan indeks kepuasan masyarakat terhadap 14 unsur pelayanan yang dikaji, setiap unsur pelayanan memiliki penimbang yang sama dengan rumus sebagai berikut.

Bobot nilai rata-rata tertimbang = Jumlah bobot/Jumlah unsur

= 1 / 14 = 0,071

Untuk memperoleh nilai IKM unit pelayanan digunakan pendekatan nilai rata-rata tertimbang dengan rumus sebagai berikut.

IKM = (Total dari nilai persepsi per unsur / Total unsur yang terisi) x Nilai penimbang

Untuk memudahkan interpretasi terhadap penilaian IKM yaitu antara 25 – 100 maka hasil penilaian tersebut di atas dikonversikan dengan nilai dasar 25, dengan rumus sebagai berikut.


(55)

Tabel 3.1. Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan

Nilai Persepsi Nilai Interval IKM Nilai Interval Konversi IKM Mutu Pelayanan Kinerja Unit Pelayanan 1 1,00 – 1,75 25 – 43,75 D Tidak baik 2 1,76 – 2,50 43,76 – 62,50 C Kurang baik 3 2,51 – 3,25 62,51 – 81,25 B Baik 4 3,26 – 4,00 81,26 – 100,00 A Sangat baik Sumber :KEPMEN No. 25/KEP/M. PAN/2/2004

b. Perangkat Pengolahan

Data entri dan penghitungan indeks dilakukan dengan program komputer/sistem database. Data Isian angket dari setiap responden dimasukkan ke dalam formulir mulai dari unsur 1 ( U1) sampai dengan unsur 14 (U14). Langkah selanjutnya untuk mendapatkan nilai rata-rata per unsur pelayanan dan nilai indeks unit pelayanan adalah sebagai berikut.

1. Nilai rata-rata per unsur pelayanan

Nilai masing-masing unsur pelayanan dijumlahkan (kebawah) sesuai dengan jumlah kuesioner yang diisi oleh responden, kemudian untuk mendapatkan nilai rata-rata per unsur pelayanan, jumlah nilai masing-masing unsur pelayanan dibagi dengan jumlah responden yang mengisi. Untuk mendapatkan nilai rata-rata tertimbang per unsur pelayanan, jumlah nilai rata-rata per unsur pelayanan dikalikan dengan 0,071 sebagai nilai bobot rata-rata tertimbang.

2. Nilai indeks pelayanan

Untuk mendapatklan nilai indeks unit pelayanan, dengan cara menjumlahkan 14 unsur dari nilai rata-rata tertimbang.


(56)

3.5. Pengujian Kualitas Data.

Data pendapat masyarakat yang telah dimasukkan dalam masing-masing angket, disusun dengan mengkompilasikan data responden yang dihimpun berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan pekerjaan utama. Informasi ini dapat digunakan untuk mengetahui profil responden dan kecenderungan jawaban yang diberikan sebagai bahan analisa obyektivitas.

3.6. Laporan Hasil Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat.

Hasil akhir kegiatan penyusunan IKM pelayanan KK/KTP di Kecamatan Puhpelem ini disusun dengan materi utama sebagai berikut.

a. Indeks Per Unsur Pelayanan.

Berdasarkan hasil penghitungan IKM, jumlah nilai dari setiap unit pelayanan diperoleh dari jumlah nilai rata-rata setiap unsur pelayanan. Sedangkan nilai indeks komposit (gabungan) untuk setiap unit pelayanan, merupakan jumlah nilai rata-rata dari setiap unsur pelayanan, merupakan jumlah nilai rata-rata dari setiap unsur pelayanan dikalikan dengan penimbang yang sama yaitu 0,071.

b. Prioritas Peningkatan Kualitas Pelayanan.

Dalam peningkatan kualitas pelayanan, diprioritaskan pada unsur yang mempunyai nilai paling rendah, sedangkan unsur yang mempunyai nilai cukup tinggi harus tetap dipertahankan.


(57)

Tabel 3.2. Tujuan Penelitian, Variabel, Teknik Perolehan Data, Sumber Data, dan Teknik Analisis Data Tujuan

penelitian

Variabel Teknik

perolehan data

Sumber data Teknik

analisis data 1. Mengetahui

tingkat aksesibilitas

Jarak tempuh (km) Waktu tempuh (jam) Biaya tempuh (rupiah)

Observasi lapangan (pengukuran)

Data lapangan (terrestrial)

Matrik jarak Matrik waktu Matrik biaya 2. Mengetahui tingkat kinerja pelayanan publik

Pelayanan administrasi dasar, meliputi pelayanan KK dan KTP

(kesetiaan, prestasi kerja, tanggungjawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, dan prakarsa)

Wawancara Petugas pelayanan dan Camat Reduksi 3. Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik

Prosedur pelayanan, Persyaratan pelayanan, Kejelasan petugas pelayanan, Kedisiplinan petugas pelayanan, Tanggungjawab petugas pelayanan, Kemampuan petugas pelayanan, Kecepatan pelayanan, Keadilan mendapatkan pelayanan, Kesopanan dan keramahan petugas, Kewajaran biaya pelayanan, Kepastian biaya pelayanan, Kepastian jadwal pelayanan, Kenyamanan lingkungan, Keamanan pelayanan

Angket Pelanggan/konsumen pelayanan administrasi dasar, dalam hal ini masyarakat Kecamatan Puhpelem Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)


(58)

3.8. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dimaksudkan memberikan gambaran mengenai isi skripsi yang akan disusun. Isi tersebut terdiri dari 5 bagian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan batasan operasional penelitian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA meliputi konsep aksesibilitas, konsep kinerja, penilaian dan pengukuran kinerja, konsep pelayanan publik, dan indeks kepuasan masyarakat.

BAB III METODE PENELITIAN meliputi pendekatan penelitian, obyek dan lokasi penelitian, variabel penelitian, sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN berisi deskripsi hasil penelitian. BAB V PENUTUP meliputi saran-saran dan simpulan.


(59)

45 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Hasil Penelitian

Pada bagian sub-bab hasil penelitian ini berisikan informasi temuan lapangan yang dikumpulkan baik dari data primer maupun data sekunder. Selanjutnya, informasi-informasi tersebut disajikan dalam bentuk angka-angka, gambar, maupun tabel untuk dilakukan pembahasan lebih lanjut.

4.1.1. Gambaran Umum Wilayah

Gambaran umum wilayah di sini adalah gambaran kondisi wilayah di Kecamatan Puhpelem baik secara fisik maupun sosial budayanya berdasarkan temuan di lapangan. Kondisi tersebut meliputi sejarah terbentuknya kecamatan, kondisi geografis, kondisi demografi, kondisi sosial, kondisi pemerintahan, dan kondisi infrastruktur jalan.

4.1.1.1. Sejarah Terbentuknya Kecamatan Puhpelem

Kecamatan Puhpelem merupakan daerah otonom baru hasil pemekaran dari daerah induknya yakni Kecamatan Bulukerto. Kata “Puhpelem” berdasarkan informasi camat setempat diambil dari nama pohon mangga (dalam Jawa disebut

pelem) yang namanya poh. Pohon mangga tersebut dikatakan sebagai khasnya daerah tersebut yang berbentuk besar, rasanya masam dan pada waktu itu merupakan sebagai tempat istirahat atau bersantai oleh masyarakat sekitar. Dengan mengambil kata poh dan pelem tersebut, maka terbentuklah nama Kecamatan Puhpelem.


(60)

Saat sebelum terjadinya pemekaran wilayah, Kecamatan Puhpelem telah menjadi kecamatan pembantu Bulukerto, artinya pada saat itu sudah terdapat kantor pemerintahannya. Pembahasan soal usulan akan dibentuknya kecamatan baru melalui pemekaran wilayah ini menurut Bapak Agung Rahmat salah satu pegawai kantor Kecamatan Puhpelem saat diwawancarai mengatakan, bahwa hal tersebut sudah mengemuka sejak tahun 1980. Usulan tersebut berakar dari aspirasi masyarakat yang merasa adanya jarak yang jauh untuk menuju pusat pelayanan publik.

Dalam wawancaranya dengan Bapak Edy Cahyono (pegawai pelayanan KK/KTP) mengenai adanya usulan pembentukan kecamatan baru mengatakan, bahwa pihak pemerintah pusat pun mengamini hal tersebut melihat luasnya daerah induk pada saat itu yaitu Kecamatan Bulukerto. Kala itu, secara administratif daerah induk memiliki 16 desa/kelurahan dan ini dinilai terlalu sulit dalam pengelolaannya. Di samping karena wilayah yang terlalu luas, pengelolaan yang sulit, juga hal kondisi medan/morfologi daerah tersebut yang kasar. Maka untuk mencapai pusat pelayanan publik aksesnya tidak mudah. Selengkapnya, secara keruangan kondisi administrasi daerah induk saat sebelum adanya pemekaran wilayah tersebut digambarkan pada Gambar 4.1., (halaman 46). Pada Gambar 4.1. tersebut adalah peta wilayah daerah induk yang merupakan Kecamatan Bulukerto, ditunjukkan bahwa saat itu secara administratif memiliki 16 desa/kelurahan. Keenambelas desa/kelurahan tersebut adalah Desa Bulurejo, Desa Conto, Desa Domas, Desa Geneng, Kelurahan Bulukerto, Kelurahan Giriharjo, Desa Krandegan, Desa Nadi, Desa Ngaglik, Desa Nguneng, Desa Puhpelem, Desa Sugihan, Desa Sukorejo, Desa Tanjung, dan Desa Tengger.


(61)

(62)

Sementara itu, Camat Puhpelem, Bapak Agus Hendradi mengatakan, bahwa dengan melihat jauhnya akses ke pusat pelayanan publik ditambah adanya aspek pendukung seperti terdapatnya kantor pemerintahan, jumlah penduduk yang cukup, luas wilayah yang cukup luas, adanya pasar untuk aktivitas perekonomian, dan ketersediaan sarana dan prasarana, maka pembentukan kecamatan baru sebagai daerah otonom baru hasil dari pemekaran wilayah memang tepat untuk diusulkan pada saat itu. Untuk selanjutnya dilakukan pembahasan mengenai adanya pemekaran wilayah ini di tingkat DPRD.

Dasar hukum mengenai pembentukan Kecamatan Puhpelem adalah Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kecamatan Dalam Kabupaten Wonogiri (lihat di lampiran 5). Di dalam inkrah Perda tersebut diinformasikan bahwa terdapat penambahan kecamatan di Kabupaten Wonogiri yakni Kecamatan Puhpelem yang sebelumnya menjadi Kantor Pembantu Bulukerto (Pasal 2). Perda tersebut disahkan dan berlaku pada tanggal 27 Maret 2002. Tetapi, peresmian terbentuknya Kecamatan Puhpelem yaitu pada tanggal 2


(63)

Gambar 4.2. Peta Wilayah Daerah Otonom Baru Pasca Pemekaran Wilayah 47


(64)

Pada Gambar 4.2. di atas adalah peta wilayah daerah otonom baru yakni Kecamatan Puhpelem yang terbentuk pada tahun 2002 hasil dari pemekaran daerah induk Kecamatan Bulukerto. Pasca terjadinya pemekaran wilayah, Kecamatan Bulukerto secara administratif memiliki 10 desa/kelurahan dan Kecamatan Puhpelem memiliki 6 desa/kelurahan. Keenam desa/kelurahan tersebut adalah Desa Golo, Desa Sukorejo, Desa Tengger, Desa Nguneng, Kelurahan Giriharjo, dan Desa Puhpelem.

Sumber: Dokumentasi Lapangan, 26 Juni 2013

Gambar 4.3. Struktur Organisasi Kantor Kecamatan Puhpelem

Gambar 4.3. di atas adalah struktur organisasi kantor Kecamatan Puhpelem yang diambil melalui dokumentasi lapangan pada tanggal 26 Juni 2013. Secara struktural, kantor Kecamatan Puhpelem dipimpin oleh seorang camat yaitu Bapak Agus Hendradi yang dibantu oleh Bapak Bahari selaku sekretaris camat. Dalam menjalankan roda pemerintahan, kantor ini memiliki 4 seksi yaitu seksi tata pemerintahan, ketentraman dan ketertiban umum, pemberdayaan masyarakat dan desa, dan seksi kesejahteraan rakyat.

CAMAT

SEKCAM

KASUBAG

KASUBAG KASUBAG

KASI KASI KASI KASI


(65)

4.1.1.2. Kondisi Geografis

Kecamatan Puhpelem merupakan daerah otonom baru atas pemekaran wilayah daerah induk yaitu Kecamatan Bulukerto. Wilayah ini berada pada 07º42’ LS - 07º48’ LS dan 111º10’ BT - 111º15’ BT (dalam google maps). Dalam Kecamatan Bulukerto Dalam Angka 2012, Kecamatan Bulukerto merupakan daerah yang terletak di daerah pegunungan dan bebatuan yang memiliki luas daerah 4125,32 Ha. Secara administrasi, kecamatan induk ini memiliki 10 desa/kelurahan pasca terjadinya pemekaran wilayah. Kecamatan Bulukerto memiliki batas-batas wilayah, yaitu di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Magetan (Propinsi Jawa Timur), sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Purwantoro, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Slogohimo, dan di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Puhpelem.

Kecamatan Puhpelem merupakan salah satu kecamatan dari 25 kecamatan di Kabupaten Wonogiri. Secara geografis, wilayah ini berada pada koordinat 07º43’ LS - 07º48’ LS dan 111º12’ BT - 111º18’ BT (lihat di gambar 4.2.). Kecamatan Puhpelem terletak di ujung timur laut Kabupaten Wonogiri dengan kenampakan pegunungan dan berbukit-bukit dan bertanah subur yang cocok untuk pertanian baik lahan sawah maupun lahan tegalnya. Sebagian wilayahnya merupakan daerah yang berbatu dan hutan negara. Kecamatan Puhpelem memiliki batas wilayah sebagai berikut:

sebelah utara : Kabupaten Magetan Provinsi Jawa Timur; sebelah selatan : Kecamatan Purwantoro;

sebelah barat : Kecamatan Bulukerto; dan


(66)

Sumber: Dokumentasi Lapangan, 21 Juni 2013

Gambar 4.4. Kenampakan Daerah Pertanian dan Berbukit di Kecamatan Puhpelem

Gambar 4.4. di atas menunjukkan salah satu daerah di Kecamatan Puhpelem yang memiliki kenampakan berbukit dan diselimuti jenis penggunaan lahan pertanian. Kecamatan Puhpelem memiliki 6 desa/kelurahan dengan dengan luas wilayah 3.161,55 Ha. Desa terluas adalah Desa Golo dengan luas 657,53 Ha dan desa terkecil adalah Kelurahan Giriharjo dengan luas hanya 386,29 Ha. Sedangkan desa tertinggi adalah Desa Golo yang memiliki ketinggian 688 mdpl dan desa terendah adalah Desa Puhpelem dengan ketinggian 433 mdpl (Kecamatan Puhpelem Dalam Angka 2012, 2012: 1). Selengkapnya, data tentang ketinggian dapat dilihat pada Tabel 4.1., halaman 53.


(1)

DAFTAR RESPONDEN KEPUASAN MASYARAKAT KECAMATAN PUHPELEM

NO.

NAMA ALAMAT NO. NAMA ALAMAT

RESP. RESP.

1 Didik Nurwanto Golo 31 Suratno Tengger 2 Wagi Puhpelem 32 Parno Nguneng 3 Sarinem Tengger 33 Partarejo Tengger 4 Parti Tengger 34 Yuyun Sukorejo 5 Sri Lestari Sukorejo 35 Parni Sukorejo 6 Sriwiyadi Golo 36 Suwarno Puhpelem 7 Wiwik Widianingsih Tengger 37 Topik Nguneng 8 Waris Golo 38 Robingan Pendem, Nguneng 9 Juwanto Tengger 39 Fitriana Tengger

10 Muhadi Golo 40 Suratno Golo 11 Sarniati Puhpelem 41 Sri Rahayu Golo 12 Lanjar Sukorejo 42 Rakiman Golo 13 Sumaryono Golo 43 Yatmi Giriharjo 14 Sumarno Sukorejo 44 Jarwo Nguneng 15 Marni Golo 45 Katno Giriharjo 16 Lastri Nguneng 46 Ike Diastuti Giriharjo 17 Suroso Tengger 47 Heri Setyawan Giriharjo 18 Samino Puhpelem 48 Lamini Puhpelem 19 Warsono Warso Golo 49 Karimun Puhpelem 20 Wagiyem Golo 50 Sudarti Sumber, Nguneng 21 Prianto Nguneng 51 Harto Golo

22 Sugeng Riyadi Nguneng 52 Wiji Golo

23 Suyitno Tengger 53 Sarji Sempon, Golo 24 Sukamto Golo 54 Suwarno Krapyak, Tengger 25 Desi Puspitasari Giriharjo 55 Lilis S. Nguneng

26 Triyas Puhpelem 56 Maya Indriyatik Growong, Giriharjo 27 Wiratno Giriharjo 57 Edi Listiyanto Tengger

28 Sutrisno Giriharjo 58 Fitriyani Sayutan, Sukorejo 29 Rakiyem Nguneng 59 Miskun Puhpelem


(2)

NO.

NAMA ALAMAT NO. NAMA ALAMAT

RESP. RESP.

61 Martini Genengrejo, Sukorejo 93 Martono Giriharjo 62 Katiyem Sukorejo 94 Parni Golo 63 Eko Prasetyo Sukorejo 95 Giharsi Tengger 64 Purwati Sukorejo 96 Minem Golo 65 Rusmini Sukorejo 97 Paimin Golo 66 Agus Mustofa Sukorejo 98 Kastini Tengger 67 Painah Sukorejo 99 Marsi Tengger 68 Wijayanti Eka P. R. Sukorejo 100 Parni Tengger 69 Sarsono Sarmi Nguneng 101 Sriyanto Golo 70 Endang S. Nguneng 102 Narmin Tengger 71 Murti Nguneng 103 Sarni Golo 72 Ana Nguneng 104 Heru Dianto Tengger 73 Didik Sulityanto Nguneng 105 Paryono Golo 74 Kadiran Nguneng 106 Jarwanto Tengger 75 Sujiyem Tengger 107 Tukimun Giriharjo 76 Partun Golo 108 Ramlan Puhpelem 77 Puryani Nguneng 109 Murniati Giriharjo 78 Yahman Puhpelem 110 Suyatno Giriharjo 79 Saryono Nguneng 111 Sakiman Giriharjo 80 Warni Sukorejo 112 Suwarno Tengger 81 Sunarti Nguneng 113 Kasdi Giriharjo 82 Sardi Puhpelem 114 Tiran Giriharjo 83 Winarsih Nguneng 115 Suparmi Giriharjo 84 Sunarsi Tengger 116 Marno Tengger 85 Yato Tengger 117 Hariyanto Tengger 86 Pepi Nguneng 118 Tarnianto Tengger 87 Marijo Nguneng 119 Tariyem Giriharjo 88 Sarijem Golo 120 Kariyo Jepun Giriharjo 89 Karso Wiyono Golo 121 Yanto Giriharjo 90 Surip Golo 122 Darori Puhpelem 91 Wahyuni Golo 123 Misisnem Puhpelem 92 Nurul Khotimah Nguneng 124 Kelip Puhpelem


(3)

NO.

NAMA ALAMAT RESP.

125 Wagiyem Puhpelem 126 Sakat Golo 127 Agus Triyanto Puhpelem 128 Karmanto Puhpelem 129 Tarni-Ardiansyah Puhpelem 130 Watiyo Nguneng 131 Agus Rudianto Golo 132 Paino Golo 133 Riri Aris Kurniawan Puhpelem 134 Marni Puhpelem 135 Rusmini Nguneng 136 Suyat Golo 137 Lika Nurhayati Puhpelem 138 Fitri Tengger 139 Riyanto Wibowo Golo 140 Wiranto Golo 141 Sugeng Riyanto Golo 142 Yoko Nguneng 143 Endah Nguneng 144 Purwanto Budiyanto Golo 145 Karsi Tengger 146 Yardi Tengger 147 Wakiran Golo 148 Karmin Puhpelem 149 Taryono Tarmin Sukorejo 150 Warno Puhpelem


(4)

LAMPIRAN V:


(5)

Halaman pendopo Kecamatan Puhpelem


(6)

Ruang komputer pengurusan KK/KTP


Dokumen yang terkait

Konflik Pemekaran Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai (Studi Kasus:Konflik Horisontal yang Bersifat Laten di Desa Pagar Manik, Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai)

8 84 101

DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH KECAMATAN TERHADAP PELAYANAN PUBLIK (Kecamatan Pesanggrahan sebagai Kecamatan Induk dan Kecamatan Siliragung sebagai Pemekaran Wilayah di Kabupaten Banyuwangi)

0 5 2

DAMPAK PEMEKARAN KECAMATAN TERHADAP PELAYANAN PUBLIK (Studi Pada Kecamatan Kangayan, Sebagai Hasil Pemekaran Dari Kecamatan Arjasa Kabupaten Sumenep)

0 6 3

DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH PADA PELAYANAN PUBLIK DI KECAMATAN BINAKAL KABUPATEN BONDOWOSO

2 18 63

KUALITAS PELAYANAN PUBLIK PASCA PEMEKARAN KECAMATAN (Studi di Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung)

5 36 94

PENGARUH PEMEKARAN KECAMATAN TERHADAP PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PELAYANAN PUBLIK DAN KESEJAHTERAAN Pengaruh Pemekaran Kecamatan Terhadap Persepsi Masyarakat Tentang Pelayanan Publik dan Kesejahteraan Masyarakat : Studi di Kecamatan Ngusikan Kabupaten J

0 4 19

HUBUNGAN KEAKTIFAN KADER POSYANDU DENGAN PENGETAHUAN TENTANG PROGRAM POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUHPELEM KECAMATAN PUHPELEM KABUPATEN WONOGIRI.

0 2 6

ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN PUHPELEM KABUPATEN WONOGIRI.

0 0 18

DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PELAYANAN PUBLIK (STUDI PELAYANAN PUBLIK DALAM SEKTOR PENDIDIKAN PASCA PEMEKARAN WILAYAH DI KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD) | POLAKITANG | JURNAL EKSEKUTIF 2681 4947 1 SM

0 0 7

DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH KECAMATAN TERHADAP PELAYANAN PUBLIK : STUDI KASUS PEMEKARAN KECAMATAN KRANGGAN KOTA MOJOKERTO Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 12