341
D. Pergeseran Prinsip Dari Kerahasiaan Ke Arah Keterbukaan Putusan Arbitrase.
Salah satu hal yang disepakati dalam klausula arbitrase adalah mengenai masalah kerahasiaan. Margaret L. Moses mengatakan bahwa meskipun kerahasiaan di
nilai sebagai salah satu keuntungan arbitrase, beberapa aturan arbitrase mewajibkannya hanya pada petugas administratif dan arbiter, tetapi tidak bagi para
pihak.
637
Kerahasiaan dalam arbitrase menjadi alasan penting mengapa kalangan pebisnis memilih arbitrase daripada litigasi. Berdasarkan survei dari School of
International Arbitration di Queen Mary University London bahwa
638
sebanyak 84 pihak yang disurvei memilih arbitrase karena alasan kerahasiaan, namun dalam
penelitian selanjutnya sebanyak 50 responden tidak percaya bahwa arbitrase bersifat rahasia karena tidak ada klausula khusus yang berlaku dalam aturan arbitrase
atau perjanjian arbitrase dan 12 tidak mengetahui apakah arbitrase harus dirahasiakan. Kemudian jika salah satu pihaknya adalah negara maka 37 responden
menyatakan kerahasiaan arbitrase akan berbeda ketika berhadapan dengan negara, karena negara memiliki suatu hal yang perlu dirahasiakan dan dipublikasikan.
639
Kerahasian secara umum dikenal sebagai manfaat utama dari arbitrase. Oleh karenanya secara umum diterima dan diatur diberbagai aturan maupun putusan
melalui ICSID bahwa proses arbitrase adalah rahasia, namun terdapat juga putusan
637
Margaret L. Moses, The Principles and Practice of International Commercial Arbitration, New York : Cambridge University Press, 2008, hlm. 49.
638
Diakses dari http:www.arbitration.qmul.ac.ukresearch2010index.html. diunduh tanggal 13 Juni 2014.
639
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
342 yang menutupi kewajiban kerahasiaan sehingga seakan-akan rahasia namun
membolehkan keterbukaan, misalnya sengketa Metalclad v. United Mexican States ICSID Case No. ARB AF971 yang menyatakan bahwa :
640
Though it is frequently said that one of the reasons for recourse to arbitration is to avoid publicity, unless the agreement between the parties incorporates such a
limitation, each of them is still free to speak publicly of the arbitration. It may be observed that no limitation is written into su
ch major arbitral texts … Terjemahan : Meskipun sering dikatakan bahwa salah satu alasan untuk memilih
arbitrase adalah menghindari publisitas, kecuali kesepakatan antara pihak menggabungkan pembatasan seperti itu, masing-masing masih bebas untuk
berbicara secara terbuka tentang arbitrase. Ini dapat di amati bahwa ada batasan tertulis dalam teks-teks utama arbitrase.
Kerahasiaan yang dijaga dalam arbitrase oleh para pihak adalah : 1.
Eksistensi sengketa yang dihadapi dan arbitrasenya. 2.
Substansi proses termasuk bukti-bukti yang disampaikan selama proses arbitrase. 3.
Seluruh atau sebahagian dari isi putusan.
Menurut Julian
641
terdapat tiga hal prinsip objektif sebagai bentuk perlawanan terhadap publikasi putusan arbitrase, yaitu :
1. The privacy and confidentiality of the arbitration proceeding and award are
fundamental to arbitration privasi dan kerahasiaan proses persidangan
arbitrase dan putusan yang mendasari arbitrase. 2.
As arbitration is a private system of dispute settlement, there is no purpose in publishing the decided awards, and
karena arbitrase adalah sistem privat penyelesaian sengketa, tidak ada tujuan dalam publikasi putusan yang
diputuskan, dan. 3.
The diversity of national and international, commercial and economic factors, effectively nullifies the possibility of any one award indicating or establishing
640
Amy Edwards, “Confidentiality in Arbitration : Fact or Fiction?,” Westlaw Int. A.L.R, 2001, 4 3, hlm. 94-95.
641
Julian D.M. Lew, “The Case for the Publication of Arbitration Award,” dalam Jan C. Schultsz, op.cit., hlm. 224.
Universitas Sumatera Utara
343 norms which could be relevant to or followef in subsequent cases
keragaman faktor nasional dan internasional, komersial dan ekonomi, efektif
membatalkan kemungkinan salah satu putusan yang menunjukkan atau menetapkan norma-norma yang relevan atau diikuti secara konsekuen pada
sengketa berikutnya.
Banyaknya kontroversi dalam masyarakat tentang kerahasiaan dan keterbukaan arbitrase menyebabkan hal tersebut perlu dibahas sebab perubahan
hukum tersebut juga akibat perubahan masyarakat yang lebih menginginkan keterbukaan ketimbang kerahasiaan, hal mana sesuai pendapat W. Friedmann
642
bahwa “a crisis of society challenges the law more directly perhaps than any other branch of social activity.” Selanjutnya dikatakan Friedmann bahwa
643
“ Law must be stable and yet it cannot stand still. Hence all thinking about law has struggled to
reconcile the conflicting demands of the need of stability and of the need of change ,”
tentunya hukum tidak boleh konstan dan tidak mengikuti perkembangan masyarakat, masyarakat berubah dan hukum juga mengikuti.
Kerahasiaan dianggap penting dalam arbitrase dengan berbagai alasan, antara
lain bahwa : pertama, para pihak tidak ingin mempublikasikan dugaan-dugaan tertentu seperti itikad buruk, pernyataan yang keliru, masalah tidak berwenang,
keadaan tidak mampu atas sumber ekonomi dan sebagainya. Kedua, para pihak arbitrase memang tidak menginginkan publisitas, khususnya jika para pihak terkait
dalam sengketa lain dalam hal tuntutan dan pembelaan yang serupa. Ketiga, para pihak mungkin ingin menjaga kerahasiaan sehingga sulit secara umum atau
642
W. Friedmann, op.cit., hlm. 14.
643
Ibid., hlm. 32.
Universitas Sumatera Utara
344 sebaliknya, dipaksa mengambil posisi yang tidak mungkin memenuhi jumlah tertentu
jika arbitrase di buat lebih umum hal ini mungkin dikehendaki pemerintah yang dapat dipertanggungjawabkan pada pemilihnya. Keempat, kerahasiaan melindungi
rahasia atau informasi bisnis yang sensitif dan rahasia dagang.
644
Namun David Kelly menganggap bahwa kurangnya publisitas sebagai bentuk kekurangan dari majelis arbitrase bagi bekerjanya sistem tersebut, karena dengan
kurangnya publisitas maka secara umum tidak memberi manfaat kepada publik atas pertimbangan hukum yang mendasari putusan.
645
Dengan bergesernya “kerahasiaan” sebagai daya pikat arbitrase menjadi lebih terbuka, tentu mengalami benturan dalam
sistem hukum modern dan nilai budaya kerahasiaan yang telah ada sejak dahulu, bahkan masih berlaku hingga kini seperti di Jepang. Tentu saja tidak mudah untuk di
ubah begitu saja, memerlukan proses dan waktu. Robert B. Seidman
646
menyebutnya sebagai
“the law of nontransferability of law,” Friedman
647
mengatakan bahwa
644
Kerahasiaan dalam arbitrase dapat dinilai dengan berbagai alasan : First, parties to the arbitration may not wish to expose certain allegations to the public, e.g., allegations of bad faith,
misrepresentation, incompetence, lack of adequate financial resources, etc. Second, parties to the arbitration may not want a “loss” publicized, especially if the party is involved in other cases with
similar claims and defenses. Third, parties to an arbitration may want to take positions privately that would be difficult to take publicly or, conversely, may be forced to take positions they would not
otherwise take to satisfy certain constituencies if the arbitration is made more public this may be especially true with governments who are answerable to their electorate. Fourth, confidentiality
protects confidential or sensitive business information and trade secrets
, dalam Cindy G. Buys, “The Tension Between Confidentiality and Transparency in International Arbitration,
” The American Review of International Arbitration
, Vol. 142003, diakses dari http:srrn.com., hlm.123.
645
David Kelly, Ann Holmes, Ruth Hayward, op.cit., hlm. 87.
646
Dalam L.M. Friedman, The Legal System, A Social Science Perspective, New York : Russel Sage Foundation, 1975, hlm. 195.
647
Dalam Satjipto Rahardjo, Membangun dan merombak Hukum Indonesia Sebuah Pendekatan Lintas Disiplin,
Yogyakarta : Genta Publishing, 2009, hlm. 8.
Universitas Sumatera Utara
345 apabila terjadi perubahan dalam masyarakat, maka bidang hukum termasuk yang
paling terkena oleh perubahan tersebut. Esni Warasih
648
mengatakan bahwa : Penerapan suatu sistem hukum yang tidak berasal atau ditumbuhkan dari
kandungan masyarakat merupakan masalah, khususnya di negara-negara yang sedang berubah karena ketidakcocokan antara nilai-nilai yang menjadi
pendukung sistem hukum dari negara lain dengan nilai-nilai yang dihayati oleh anggota masyarakat itu sendiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa lapisan
pengambil keputusan umumnya menjatuhkan pilihannya kepada sistem hukum yang modern rasional, sementara hal tersebut tidak selalu sejalan dengan
kesiapan masyarakat di dalam menerima sistem tersebut.
Benturan ini terjadi dalam pergeseran antara kerahasiaan menjadi keterbukaan putusan sehingga diatur secara alternatif demi meminimalisir pertentangan
pemakaiannya. Terbukti dengan begitu, jumlah sengketa yang dimintakan penyelesaiannya melalui ICSID semakin meningkat dan bahkan keterbukaan putusan
lebih banyak digunakan mengingat manfaatnya yang lebih besar. Berkaitan dengan masalah publisitas putusan arbitrase, tentu terdapat beberapa pembenaran kebijakan
yang mendukung kerahasiaan di satu sisi dan keterbukaan putusan di sisi yang lain. Putusan arbitrase yang dipublikasi pada dasarnya menjelaskan bahwa banyak aspek
dari proses arbitrase, sehingga hal tersebut menjelaskan mengapa perlu dibedakan antara argumen yang mendukung kerahasiaan putusan arbitrase untuk melindungi
kepentingan tertentu dari pihak yang bersengketa, dengan argumen yang mendukung kerahasiaan untuk mempertahankan arbitrase sebagai mekanisme penyelesaian
sengketa murni.
648
Esmi Warasih, Pemberdayaan Masyarakat dalam Mewujudkan Tujuan Hukum Proses Penegakan Hukum dan Persoalan Keadilan
, Pidato Pengukuhan Guru Besar, Semarang, 14 April 2001, hlm. 12 dalam Adi Sulistiyono, op.cit., hlm. 102.
Universitas Sumatera Utara
346 Kerahasiaan putusan arbitrase bertujuan untuk melindungi kepentingan para
pihak dalam arbitrase investasi karena mencegah agar segala sesuatu yang berhubungan dengan proses, diekspos kepada publik secara luas. Hal tersebut
mencakup, misalnya a perilaku masa lalu dan kini suatu investor atau host state yang akan dipermasalahkan dalam arbitrase, b tuduhan ofensif dan defensif yang
dibuat oleh salah satu pihak dalam proses arbitrase, dan c terdapat temuan fakta hukum oleh tribunal dalam mencapai keputusannya. Dengan demikian, dari
perspektif para pihak yang bersengketa, menurut Federico Ortino
649
bahwa alasan untuk menjaga hal-hal rahasia adalah termasuk :
1. Untuk menghindari rasa malu dari pejabat pemerintah atau perusahaan.
2. Untuk menghindari kekhawatiran investor asing lainnya, yang mungkin
berpikir untuk berinvestasi di host state tersebut, serta potensi pemegang saham tertentu terutama yang minoritas di perusahaan yang melembagakan
arbitrase.
3. Untuk mengurangi kemungkinan investor lain mengajukan klaim serupa
terhadap pemerintah host state. 4.
Untuk mengurangi pengaruh eksternal langsung dan tidak langsung pada proses sehingga meningkatkan fleksibilitas dalam strategi arbitrase para pihak
termasuk potensi yang lebih besar untuk solusi damai. 5.
Untuk melindungi rahasia atau bisnis sensitif atau informasi pemerintah
.
Para pihak umumnya sengaja memilih arbitrase dengan alasan pokok karena
proses arbitrase berlangsung secara tertutup sehingga mampu menghindarkan dari kemungkinan publikasi terhadap identitas para pihak, substansi sengketa, proses
pemeriksaan dan isi putusan. Sidang terbuka untuk umum sebagaimana berlangsung di forum peradilan umum akan menimbulkan publikasi secara luas, sehingga
649
Federico Ortino, op.cit., hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
347 dikkhawatirkan justru akan merusak reputasi para pihak yang berperkara dan
berdampak pada “corporate image” para pihak yang bersengketa dimata masyarakat.
650
Kerahasiaan putusan arbitrase diperlukan untuk menjaga sifat murni penyelesaian sengketa arbitrase investasi itu sendiri. Pertama, publisitas putusan
dapat memaksakan tanggung jawab majelis untuk membentuk badan hukum yang koheren, bukan hanya menyelesaikan sengketa tersebut sehingga akan meluas.
Sedangkan kerahasiaan itu sendiri mencegah masuknya ketegangan antara kebutuhan untuk keadilan dalam sengketa tertentu dan kebutuhan untuk kepastian dan kaitan
hukum secara luas dalam arbitrase investasi. Kedua, mengingat tidak adanya mekanisme peninjauan atas putusan investasi, putusan yang salah dapat diketahui
publik dan mempengaruhi arbitrase berikutnya. Ketiga, jika publikasi dilakukan atas dasar kebijaksanaan, sirkulasi pemilihan putusan dapat memberikan pandangan yang
menyimpang dari undang-undang investasi dan arbitrase karena hanya pandangan atau filsafat tertentu yang dapat diungkapkan dan tercermin dalam putusan tersebut
kepada publik.
651
Selain itu, kerahasiaan seputar hasil arbitrase cenderung menimbulkan kecurigaan daripada menanamkan kepercayaan pada pemerintah host state serta
investor. Dengan demikian, Kesatu, keterbukaan menghilangkan ketakutan dan tuntutan dari masyarakat sipil karena kaitan publik dengan putusan arbitrase investasi
650
Basuki Rekso Wibowo, “Prinsip-Prinsip Dasar Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Dagang Di Indonesia,
” Yuridika, Vol. 16, No. 6, Nopember-Desember 2001, hlm. 571.
651
Basuki Rekso Wibowo, ibid.
Universitas Sumatera Utara
348 tersebut, dan Kedua, publikasi putusan arbitrase mempromosikan tata pemerintahan
yang baik karena memungkinkan masyarakat luas untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pemerintah host state berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi
publik. Hal tersebut berlaku sama dengan perilaku investor sebagai peningkatan tata kelola perusahaan yang tunduk pada pengawasan. Jika diambil pendapat antara
kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan umum, maka meskipun berbagai argumen yang dikemukakan baik dalam mendukung kerahasiaan atau mendukung
transparansi keputusan investasi, perbedaan penting antara dua kubu tersebut adalah pada sifat kepentingan yang dilindungi oleh kerahasiaan pada satu sisi dan
transparansi di sisi lain. Dengan kata lain rezim kerahasiaan keputusan investasi memberikan prioritas kepada kepentingan tertentu dari kedua belah pihak pada
sengketa alasan kepentingan pribadi, sementara rezim transparansi putusan investasi memberikan prioritas kepada kepentingan yang lebih luas dari beberapa stakeholder
dalam hukum investasi internasional dan arbitrase kepentingan umum yang rasional. Hal ini melekat, sangat dalam pengertian kerahasiaan hanya dapat di akses
oleh sejumlah orang yang berwenang dan transparansi tersedia untuk masyarakat umum . Sebagai contoh, seperti disebutkan di atas bahwa menjaga rahasia putusan
akan menghindari rasa malu dari pejabat pemerintah atau perusahaan yang perilakunya menjadi pokok permasalahan dalam arbitrase atau akan meningkatkan
fleksibilitas dalam strategi arbitrase para pihak. Dalam pengertian ini, kerahasiaan bertujuan untuk melindungi kepentingan yang sangat spesifik dari para pihak pada
perselisihan. Dari perspektif yang berbeda, kerahasiaan putusan menekankan sifat
Universitas Sumatera Utara
349 penyelesaian sengketa ketat murni arbitrase investasi, yang bertujuan hanya
menyelesaikan sengketa antara kedua belah pihak. Di sisi lain, membuat putusan terbuka untuk publik akan meningkatkan kepastian dan prediktabilitas hukum
investasi demi kepentingan umum dari semua pihak yang berkaitan dengan investasi dan akan meningkatkan pengertian, kepercayaan dan legitimasi sistem investasi di
luar pihak termasuk masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini, transparansi bertujuan untuk melindungi kepentingan yang lebih luas dari beberapa stakeholder dalam
regulasi investasi asing dan bukan hanya pada dua pihak yang bersengketa.
Dari perspektif sifat arbitrase investasi, keterbukaan putusan menekankan kebutuhan untuk membangun sistem yang rasional berkaitan dengan hukum dan
bukan hanya menyelesaikan sengketa antara investor asing tertentu dengan host state tertentu. Pada tingkat normatif, tampak ada konsensus yang berkembang pada
kebutuhan untuk mendukung keterbukaan atas kerahasiaan putusan dalam arbitrase investor-negara. Hal ini terutama didasarkan pada sifat publik dari isu-isu yang
dipertaruhkan dalam hukum investasi dan arbitrase. Berbeda dengan arbitrase komersial antara dua pihak swasta. Arbitrase investasi selalu melibatkan negara
sebagai salah satu pihak yang bersengketa dan sengketa yang umumnya mengenai perilaku negara dengan hukum internasional yang tentunya putusan tersebut akan
memiliki dampak langsung yang signifikan terhadap perilaku negara di masa yang akan datang serta berdampak pada anggaran nasional yang harus disediakan untuk
itu.
Universitas Sumatera Utara
350 Kemudian dalam perjanjian-perjanjian BIT terbaru maka akan nampak terlihat
adanya pendekatan keterbukaan dibandingkan di masa yang lalu dengan tidak memperjanjikan tentang kewajiban kerahasiaan dan menyerahkan pada kebijakan
arbitrase ICSID.
652
Kemudian berdasarkan data publikasi putusan pada sub bab
sebelumnya maka terlihat adanya peningkatan publikasi putusan ICSID. Dengan
demikian pada umumnya negara-negara di dunia tidak mengatur mengenai kewajiban kerahasiaan atas putusan arbitrase secara tegas, jika terdapat pengaturan kewajiban
kerahasiaan, seringkali dibarengi dengan pengecualian untuk itu, hal tersebut juga dikatakan oleh Gerbay
653
bahwa : If one of the reasons parties choose arbitration is because it offers
confidentiality, arbitrations are not automatically confidential, and the degree of confidentiality will depend on the legal framework applicable to the procedure
of the arbitration, and in particular the institutional rules governing the arbitration if any and
the express provisions in the parties‟ arbitration agreement
Terjemahan : Jika salah satu alasan para pihak memilih arbitrase adalah karena tawaran kerahasiaan maka arbitrase tidak otomatis rahasia dan tingkat
kerahasiaan akan tergantung pada kerangka hukum yang berlaku untuk prosedur arbitrase, dan khususnya aturan kelembagaan yang mengatur arbitrase jika ada
dan ketentuan mengungkapkan dalam perjanjian arbitrase para pihak.
Jadi, secara umum telah terjadi pergeseran dari kerahasiaan menjadi keterbukaan sebagaimana dijelaskan di atas. Terutama dengan aturan ICSID setelah
amandemen tahun 2006 yang menjelaskan kewajiban mempublikasikan kutipan
652
Misalnya BIT antara Singapura dengan Jordania tahun 2004, Jepang dengan Jordania tahun 2003, Jerman dengan Cina tahun 2003, Inggris dengan Vanuatu tahun 2003, Belanda dengan
Tajikistan tahun 2003, India dengan Indonesia tahun 2004 dan Switzerland dengan Azerbaijan tahun 2006, dalam Federico Ortino, op.cit., hlm. 7.
653
Remy Gerbay, “Confidentiality vs. Transparency in International Arbitration : The English Perspective,
” 2012, hlm. 6., diunduh dari http:papers.ssrn.comsol3papers.cfm?abstract_id=2134137.
Universitas Sumatera Utara
351 putusan dari pertimbangan hukum Majelis. Bukti lain menandai adanya pergeseran
ini adalah dalam sengketa Suez, Sociedad General de Aguas de Barcelona S.A. and Vivendi Universal S.A v. Argentine Republic
ICSID Case No. ARB0319 yang memutuskan untuk menerima permintaan untuk transparansi dan menerima
partisipasi pihak ketiga sebagai Amicus Curiae dalam putusan tanggal 19 Mei 2005 dan sengketa The Rompetrol Group N.V. v. Romania ICSID Case No. ARB063
putusan tanggal 14 Januari 2010.
E. Peluang dan Hambatan Penerapan Prinsip Keterbukaan Putusan Arbitrase ICSID Berkaitan dengan Indonesia.
Negara Indonesia sebagai negara hukum modern, bertujuan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, merata material dan spiritual, negara tidak hanya
bertugas memelihara ketertiban masyarakat akan tetapi lebih luas daripada itu, yaitu berkewajiban turut serta dalam semua sektor kehidupan masyarakat,
654
terutama bidang pembangunan ekonomi. Hal ini juga telah diamanatkan dalam alinea keempat
Undang-Undang Dasar UUD 1945 tentang keikutsertaan negara
655
dalam segala sektor kehidupan masyarakat.
654
Ibrahim R., Prospek BUMN dan Kepentingan Umum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1997, hlm. 1.
655
Alinea keempat UUD 1945 : “kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
keter tiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial …” dalam
Berita Negara RI Tahun II No. 7 tanggal 15 Februari 1946 dan Lembar Negara RI No. 751959.
Universitas Sumatera Utara
352 Pada Repelita pertama, dalam rangka memajukan kesejahteraan masyarakat,
Pemerintah Indonesia telah mempromosikan Penanaman Modal Asing PMA dan sejauh ini telah sukses menarik perhatian dari beberapa negara maju seperti, Amerika
Serikat, Jepang, Jerman, Perancis, Inggris dan beberapa negara tetangga di Asia. Indonesia memahami bahwa program penanaman modal ini merupakan esensi
terhadap perbaikan negara yang secara fisik telah mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyat. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam memiliki
banyak tenaga kerja, potensi pasar yang menjanjikan, mengundang PMA dan ahli manajerial teknis internasional. Investasi dalam artian umum pada dasarnya
merupakan tindakan yang baik karena itu berarti masyarakat telah berhasil menabung dan telah berhasil menetapkan penanaman tabungannya tersebut pada berbagai
kegiatan usaha ekonomi. Namun sayangnya yang sekarang lazim diharapkan oleh berbagai negara berkembang adalah investasi asing karena ketidakmampuan
masyarakat menabung. Investasi asing tentu saja mengandung berbagai resiko dalam implementasinya baik pengaruhnya terhadap sumber-sumber ekonomi negara
maupun terhadap pangsa pasar domestik karena pada umumnya investasi juga dimaksudkan untuk mencari pasar di dalam negeri.
656
Umumnya suatu perjanjian investasi internasional antara suatu pemerintah yang berdaulat atau badan pemerintah dan suatu perusahaan milik asing ditujukan
Bandingkan dengan Engelbrecht, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan RI, Jakarta : Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1989.
656
Gunarto Suhardi, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi, cet. 1, Yogyakarta : Universitas Atma Jaya, 2002, hlm. 50-51.
Universitas Sumatera Utara
353 untuk pembangunan ekonomi terhadap sumber daya alam suatu pihak negara dengan
bantuan finansial dan tehnologi dari pihak asing serta memanfaatkan tenaga kerja lokal dan bahan baku yang ada, seperti yang dikatakan Joy Cherian
657
bahwa “the
role of foreign private investments in the process of economic development is an important ingredient in the progress of developing countries” peran investasi swasta
asing dalam proses pembangunan ekonomi adalah unsur penting dalam kemajuan negara-negara berkembang. Banyak negara sedang berkembang menerima investasi
asing untuk mencapai tujuan ekonominya sebagaimana dikatakan Jack N. Behrman
658
bahwa : Host governments, for their part, have attempted to induce foreign investors to
enter their countries so as to accelerate growth, relieve unemployment, and help reconstruct depressed areas in the economy. The inducements have included low-
cost loans, provisions of plant and land, low rentals, low-cost utilities grants, and assistance in labor training programs.
Terjemahan : pemerintah tuan rumah, pada gilirannya telah berusaha untuk mendorong investor asing untuk masuk ke negaranya sehingga mempercepat
pertumbuhan, mengurangi pengangguran, dan membantu merekonstruksi daerah tertinggal dalam perekonomian. Bujukan memasukkan pinjaman murah,
ketentuan tanaman dan tanah, sewa rendah, biaya peralatan rendah, dan bantuan dalam program pelatihan tenaga kerja.
Namun investasi juga menimbulkan konflik yang tentunya dapat diselesaikan melalui arbitrase ICSID jika disepakati kedua belah pihak.
Indonesia telah menerbitkan peraturan, undang-undang serta hukum finansial aset dan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan PMA di mana ini merupakan
657
Joy Cherian, op.cit. hlm. 1.
658
Jack N. Behrman, U.S. International Business and Governments, new York : McGraw-Hill, Inc., 1971 , hlm. 5 sebagaimana dikutip dalam Joy Cherian, ibid., hlm. 10-11.
Universitas Sumatera Utara
354 bagian yang tersalurkan paling banyak oleh perusahaan-perusahaan bisnis asing yang
beroperasi secara utuh atau secara parsial di Indonesia. Indonesia bahkan mengizinkan perusahaan asing untuk tetap beroperasi di Indonesia dengan tetap
tunduk di bawah hukum negara asalnya atau negara lainnya yang mana secara konsekuen, dengan adanya hukum dari beberapa negara ini menyebabkan sudut
pandang hukum yang berbeda-beda dan terkadang berujung kepada suatu sengketa. Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Tentunya
penyelesaian sengketa harus diselesaikan secara baik karena mempengaruhi sistem politik hukum selanjutnya, Stephen Golberg
659
menulis bahwa “though our representative democracy
– with it separate levels and branches of government – is the foundation of our political system, we need to improve the ways in which we use it
to resolve public disputes.” Buscaglia dan Ratliff
660
mengatakan bahwa perubahan yang dibutuhkan dalam hukum dan kerangka peradilan negara sedang berkembang
seperti Indonesia sebelum dilakukan perombakan ekonomi adalah memberi kekuatan bagi sektor swasta untuk dapat benar-benar dianggap sebagai pengubah ekonomi,
suatu sistem hukum pasar yang kompatibel mensyaratkan adanya jawaban atas pertanyaan : pertama, untuk apa hukum mempromosikan pembangunan ekonomi?
Kedua, sejauh mana pembangunan ekonomi dipengaruhi jika aturannya jelas,
diterapkan secara publik dan konsisten atau sebaliknya? Ketiga, bagaimana proyek investasi dipengaruhi oleh mekanisme penyelesaian konflik yang didasarkan oleh
659
Stephen B. Golberg, Frank E.A. Sander, Nancy H. Rogers, Alternative Dispute : Negotiation, Mediation and Other Process,
second edition, London : Little Brown and Company, hlm. 338.
660
Edgardo Buscaglia William Ratliff, op.cit., hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
355 putusan yang mengikat dari peradilan yang independen dan prosedur yang fair? Pada
umumnya hukum dan sistem peradilan dalam ekonomi pasar harus melakukan : pertama,
membangun aturan standar terhadap interaksi sosial, kedua, mengatur aturan tentang interaksi antara publik dan sektor swasta, ketiga, melaksanakan aturan
tersebut melalui pengadilan, dan keempat, menyelesaikan konflik di antara individu dan kelompok.
Sehubungan dengan kemungkinan sengketa yang muncul dari suatu hubungan hukum Indonesia dengan asing tersebut maka, dengan tetap memberlakukan BW
sebagai Hukum Perdata, serta HIR dan BRV sebagai hukum, Priyatna Abdurrasyid
661
mengatakan bahwa : It is a fact, that Indonesia is sincere in the efforts to reconstruct and develop its
country. Since 1967, at the beginning of the 1st Five Year Plan, Indonesia has promoted Foreign Investment and so far has successfully attracted considerable
attention, especially from potential creditor countries such as the USA, Japan, West Germany, France, Britain, and from the neighboring Asian countries as
well. We are aware that there foreign investment programs are essential for the recovery of our country and so physically able to serve the welfare of our people.
Indonesia, which is rich in natural resources and raw materials, where manpower is in abundance and with promising market potential, invites foreign
capital and international technical managerial expertise‟s. Indonesia has promulgated asset of financial and economic rules and regulations with the aim
to encourage foreign capital investment and these are for the most part channeled through foreign business enterprises, whose operations wholly or
partially take place in Indonesia. Indonesia even still permits foreign companies to carry out business in Indonesia and continue operating under the laws of their
own or of other preferred countries; consequently, partly caused by various points of laws, the foreign business enterprises sometimes become entangled in
disputes concerning their operation, among themselves or against nationals.
661
Dalam Priyatna Abdurrasyid, “Cooperation of The Indonesian National Board of Arbitration
with Foreign Arbitration Tribunals”, dalam Arbitration in Indonesia and International Conventions on Arbitration
, The Indonesian National Board of Arbitration BANI, Bandung: Alumni, 1979, hlm. 22.
Universitas Sumatera Utara
356 Terjemahan : ini adalah fakta, bahwa Indonesia adalah tulus dalam upaya untuk
merekonstruksi dan mengembangkan negaranya. Sejak tahun 1967, pada awal tanggal 1 Rencana Lima Tahun, Indonesia telah mempromosikan investasi asing
dan sejauh ini telah berhasil menarik perhatian, terutama potensial dari negara- negara kreditor seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman Barat, Perancis, Inggris,
dan dari negara-negara tetangga Asia juga. Disadari bahwa adanya program investasi asing sangat penting untuk pemulihan negara dan secara fisik mampu
melayani kesejahteraan rakyat. Indonesia yang kaya akan sumber daya alam dan bahan baku, di mana tenaga kerja yang banyak dan dengan potensi pasar yang
menjanjikan, mengundang modal asing dan keahlian teknis manajerial internasional. Indonesia telah mengumumkan aturan dan peraturan keuangan dan
ekonomi dengan tujuan untuk mendorong penanaman modal asing dan ini adalah sebagian besar disalurkan melalui perusahaan bisnis asing, yang kegiatan
usahanya seluruhnya atau sebagian berlangsung di Indonesia. Indonesia bahkan masih memungkinkan perusahaan asing untuk melakukan usaha di Indonesia dan
terus beroperasi di bawah hukumnya sendiri atau negara lain yang lebih disukai; akibatnya, sebagian menyebabkan masalah diberbagai titik hukum, perusahaan
bisnis asing kadang-kadang menjadi terjerat dalam sengketa mengenai kegiatannya, di antara para pihak sendiri atau terhadap warga negara.
Prinsip hukum internasional di negara common law telah menjadikan asas hukum internasional menjadi bagian dari hukum nasionalnya
“the principles of international law is part of the law of the land
”, di mana adaptasi konvensi internasional ke dalam hukum nasional ini amat penting bagi Indonesia sebagai
negara berkembang karena dengan adaptasi ratifikasi maka akan memperoleh perlindungan hukum dalam hubungan antar bangsa,
662
s
ebagai contoh adalah keikutsertaan Indonesia dalam meratifikasi konvensi-konvensi Internasional seperti
Konvensi Washington, Konvensi New York, WTO dan sebagainya.
662
Zudan Arif Fakrulloh, Membangunan Hukum yang Berstruktur Sosial Indonesia Dalam kancah Trends Globalisasi,
dalam Wajah Hukum Di Era Reformasi, Kumpulan Karya Ilmiah Menyambut 70 Tahun Prof.DR.Satjipto Rahardjo, Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2000,
hlm. 56.
Universitas Sumatera Utara
357 Indonesia adalah negara yang memilih kecenderungan menganut teori hukum
positif yang melihat hukum sebagai wujud perundang-undangan, mengikuti apa yang diatur dalam undang-undang. Hal tersebut sebagaimana pendapat Theo Huijbers
663
bahwa kesimpulan yang pertama dari pendekatan legal positivist ini ialah bahwa satu-satunya hukum yang diterima sebagai hukum merupakan tata hukum, sebab
hanya hukum inilah yang dipastikan kenyataannya. Mahzab positivisme merupakan perkembangan lebih lanjut dari aliran empirisme yang didukung oleh para filsuf
Inggris seperti Locke, Barkeley dan Hume. Empirisme menjadi sumber filosofis bagi positivisme yang di dalamnya memuat nilai-nilai dasar yang diambil dari tradisi ilmu
alam yang menempatkan fenomena yang dikaji sebagai obyek yang dapat dikaji, dikontrol, digeneralisir sehingga ke depan bisa diramalkan.
664
Bidang yuridis di mata positivisme yuridis mendapatkan suatu tempat yang terbatas, yakni menjadi unsur negara. Wilayah hukum bertepatan dengan wilayah
suatu negara. Hukum dalam arti yang sesungguhnya adalah hukum yang berasal dari negara dan yang dikukuhkan oleh negara. Hukum-hukum lain tetap dapat disebut
hukum tetapi tidak mempunyai arti yuridis yang sesungguhnya. Itulah sebabnya, positivisme yuridis bertopang pada beberapa prinsip berikut ini :
665
Pertama, hukum sama dengan undang-undang, dasarnya ialah hukum muncul sebagai berkaitan
dengan negara : hukum yang benar adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara.
663
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Jakarta : Kanisius, 1993, hlm. 128.
664
Satjipto Rahardjo, Membangun dan Merombak Hukum Indonesia Sebuah Pendekatan Lintas Disiplin,
Yogyakarta : Genta Publishing, 2009, hlm. viii-x.
665
Bernard L. Tanya, dkk, Teori Hukum…, op.cit. hlm. 248.
Universitas Sumatera Utara
358 Kedua,
tidak terdapat suatu hubungan mutlak antara bidang yuridis dan moral. Ketiga,
hukum itu tidak lain daripada hasil karya para ahli di bidang hukum. Keempat
, hukum merupakan suatu “close logical system.” Peraturan-peraturan dapat
di deduksikan disimpulkan secara logis dalam undang-undang yang berlaku tanpa perlu meminta bimbingan dari norma-norma sosial, politik dan moral.
Pertentangan terhadap publikasi putusan arbitrase telah lama muncul di sana- sini dengan beberapa alasan utama yaitu kerahasiaan sebagai sifat dasar arbitrase,
arbitrase adalah sistem penyelesaian sengketa privat dan publikasi putusan arbitrase akan menyebabkan kesesatan, hal mana diungkapkan oleh Julian D.M. Lew
666
seorang pengacara dalam tulisannya bahwa : Three principal objections are levvelled againts the publications of arbitration
awards are : first, The privacy and confidentiality of the arbitration proceeding and award are fundamental to arbitration, second, as arbitration is a private
system of dispute settlement, there is no purpose in publishing the decided awards, and third, the diversity of national and international, commercial and
economic factors, effectively nullifies the possibility of any one award indicating or establishing norms which could be relevant to or followed in subsequent
cases.
Terjemahan : Tiga prinsip pokok yang diatur terhadap publikasi putusan arbitrase adalah : pertama, privasi dan kerahasiaan proses persidangan arbitrase
dan putusan yang mendasari untuk arbitrase, kedua, karena arbitrase adalah suatu sistem penyelesaian sengketa privat maka tidak ada tujuan dalam memutuskan
publikasi putusan, dan ketiga, keragaman faktor nasional dan internasional, komersial dan ekonomi, efektif membatalkan kemungkinan salah satu putusan
yang menunjukkan atau menetapkan norma-norma yang bisa relevan dengan atau diikuti sengketa berikutnya.
Jelas bahwa argumen dari pihak-pihak yang anti-publikasi putusan arbitrase
adalah tidak beralasan karena pihak tersebut telah salah mengartikan makna publikasi
666
Jan C. Schultsz, op.cit., hlm.224-225.
Universitas Sumatera Utara
359 tersebut dan tidak dapat membuktikan kebenarannya. Para Pihak mengartikan bahwa
akibat publikasi putusan hanya akan membuat arbitrase terlihat bagi orang yang tidak mengenal mengenai prosedur rahasia arbitrase, padahal dengan adanya publikasi
putusan maka akan menjawab kebutuhan akan objektifitas, memberi pengetahuan mengenai proses kerja arbitrase yang tidak memihak dan kebutuhan untuk
mengetahui perkembangan arbitrase. Julian
667
di sisi lain juga menguraikan bahwa terdapat beberapa manfaat dari publikasi putusan arbitrase yaitu :
a. Publication of awards will help identify the best forms of arbitratio publikasi
putusan akan membantu mengidentifikasi bentuk terbaik arbitrase. b.
Publication of awards will enable expertise of arbitration to be easily appreciated
publikasi putusan akan memungkinkan keahlian arbitrase untuk dapat dengan mudah dihargai.
c. Publication of awards will facilitate identification of areas in the arbitral
process which require revision publikasi putusan akan memfasilitasi
identifikasi lingkup dalam proses arbitrase yang membutuhkan perubahan. d.
Publication of awards would lead to the development of an arbitral case law publikasi putusan akan mengarahkan pada pengembangan sengketa hukum
arbitrase. e.
Publication of awards will help arbiters determine the extent of their own jurisdiction
publikasi putusan akan membantu arbiter menentukan tingkat kewenangannya sendiri.
f. Publication of awards would indicate to both arbiters and contracting parties
how the alternative conflict of law formulae have been applied, and the extent to which, in past cases, arbiters have directly applied a particular substantive
law or rule to regulate specific types of arrangements and disputes publikasi
putusan akan menunjukkan kepada pihak arbiter dan pihak yang terikat kontrak bagaimana formula alternatif hukum konflik telah diterapkan, dan
sejauh mana dalam sengketa-sengketa di masa lalu, arbiter secara langsung menerapkan hukum substantif tertentu atau aturan untuk mengatur jenis-jenis
pengaturan dan sengketa.
g. Through the arbitral case law would make it easier for arbiters and parties to
identify the relevant rules for the different aspects of international arbitration
667
Artikel dalam Jan C. Schultsz, op.cit., hlm. 226-231.
Universitas Sumatera Utara
360 melalui sengketa hukum arbitrase akan memudahkan arbiter dan pihak untuk
mengidentifikasi aturan yang relevan untuk aspek yang berbeda dari arbitrase internasional.
Menurut Huala Adolf,
668
keuntungan dari publikasi putusan arbitrase adalah : 1.
Masyakarat menjadi tahu apa yang sedang dan telah terjadi atau tengah berlangsung di ICSID : berapa kasus yang telah diselesaikan, siapa para
pihak yang bersengketa dan duduk persoalannya dan bagaimana putusannya. Adanya publikasi ini tampaknya justru memiliki efek balik : kredibilitas
lembaga arbitrase ICSID sendiri semakin positif.
2. Bagi arbitrator atau majelis arbitrase selanjutnya, putusan, putusan arbitrase
yang telah dibuat sebelumnya, meskipun sifatnya tidak mengikat, dapat menjadi „guidance‟ arah atau pedoman tentang bagaimana penerapan
hukum terhadap suatu sengketa. 3.
Di mata masyarakat, publikasi putusan arbitrase memberi persepsi positif dan apresiasi lebih baik kepada arbitrase, bagaimana arbitrase membuat putusan
terhadap sengketa, suatu putusan yang nota-bene dibuat oleh para ahli-ahli ternama di dunia yang duduk sebagai arbitrator.
4. Di mata pengamat hukum seperti ahli hukum arbitrase internasional, ahli
hukum perdata internasional, hukum penanaman modal dan hukum internasional, publikasi putusan arbitrase memberi sumbangan penting
tentang hukum arbitrase yang diterapkan dalam kenyataan, bagaimana proses arbitrase dalam praktek, yang penting adalah dapat menilai bagaimana
hukum yang dipilih para pihak applicable law.
5. Di mata kalangan akademisi teoretisi, publikasi putusan arbitrase merupakan
sumber kajian penting untuk melihat tidak saja bagaimana hukum itu diterapkan tetapi kajian terhadap bagaimana putusan dapat memberi
gambaran mengenai perkembangan hukum internasional yang berkembang dengan progresif.
Sedangkan menurut Huala Adolf
669
bahwa aspek negatif dari publikasi putusan tampaknya tidak ada, di mana minimal ada dua alasan untuk mendukung posisi ini
yaitu :
668
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian … , op.cit., hlm. 111.
669
Huala Adolf, ibid., hlm. 111-112.
Universitas Sumatera Utara
361 1.
Publikasi putusan tidak memperlemah prinsip kerahasiaan arbitrase seperti yang telah dikenal umum. Kerahasiaan dalam ICSID telah diakui dan
dihormati. Prinsip ini seolah didobrak. Persepsi ini tidak perlu, karena memang prinsip kebebasan dan kesepakatan para pihak dalam hal ini apakah
akan tetap merahasiakan proses dan putusan arbitrase atau tidak, tetap berada di tangan para pihak, dan
2. Publikasi putusan tidak pula melanggar prinsip kerahasiaan dan kredibilitas
nama baik para pihak seperti yang dikenal dalam hukum arbitrase umumnya. Sekali lagi, para pihak dapat saja untuk tidak mempublikasikannya. Tetapi
yang terjadi adalah para pihak yang bersengketa umumnya justru tidak keberatan dipublikasi. Keputusan ini karena para pihak yang membawa
sengketanya ke arbitrase ICSID adalah memang para pihak, terutama investor adalah investor yang bonafid. Syarat bonafiditas para pihak adalah syarat
mutlak untuk dapat efektivitas suatu arbitrase.
Kerahasiaan memang dianggap sebagai hal penting dalam proses arbitrase dan merupakan bagian dari klausula arbitrase sebagai konsekuensi dari perjanjian tanpa
memperdulikan apakah klausula kerahasiaan telah diperjanjikan atau tidak. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Queen Mary College tegas menunjukkan
bahwa 50 dari pengusaha yang diwawancarai menganggap arbitrase rahasia bahkan tanpa diatur dalam aturan arbitrase yang diadopsi atau dalam perjanjian arbitrase
sekalipun, akan tetapi dari survei yang sama juga menyatakan bahwa dari 30 pengusaha yang diwawancarai percaya bahwa dengan tidak adanya kesepakatan
tertulis dari para pihak maka arbitrase tidak bersifat rahasia.
670
Oleh karena itu, pada dasarnya baik undang-undang, aturan arbitrase, maupun perjanjian internasional tidak
membahas kerahasiaan putusan arbitrase secara tegas. Meningkatnya jumlah publikasi putusan menyebabkan terjadi kecenderungan
meningkatnya jumlah sengketa yang meminta diselesaikan melalui arbitrase ICSID.
670
Stefano Azzali, op.cit., hlm.xx.
Universitas Sumatera Utara
362 Selanjutnya sistem yang lebih transparansi menjadi sumber informasi yang penting
bagi para ahli dan peneliti untuk menjelaskan betapa banyak aspek bekerjanya arbitrase ICSID sehingga dapat dilihat saat ini telah banyak literatur, artikel,
perjanjian yang memandu pihak-pihak dalam memilih arbiter, membuat klausula arbitrase yang baik dan sebagainya. Dengan kata lain, publikasi putusan menjadi
semacam pembelajaran bagi publik mengenai arbitrase ICSID. Sebagaimana diketahui secara umum bahwa salah satu kekhususan dari
arbitrase dibandingkan dengan litigasi adalah kerahasiaan. Tentunya dengan keterbukaan maka arbitrase akan kehilangan nilai kerahasiaan yang selama ini telah
diketahui secara umum. Oleh karenanya menurut Cindy B. Guys
671
ada dua hal yang
menjadi hambatan dalam penerapan prinsip keterbukaan dalam putusan arbitrase
secara umum yaitu : Kesatu, jika para pihak yang terikat kontrak yang menentukan kerahasiaan pada hal tertentu dan pilihan tersebut tidak dipatuhi maka mengakibatkan
arbitrase menjadi kurang diminati. Otonomi para pihak adalah salah satu hal penting dalam arbitrase sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dan pilihan yang
dibuat oleh para pihak harus pula dihormati oleh arbiter, institusi arbitrase dan pengadilan. Kedua, kerahasiaan sebagai salah satu dari
“prima facie” arbitrase yang membedakannya dari litigasi pengadilan, oleh karenanya dengan meningkatnya
kehilangan sifat kerahasiaan arbitrase maka arbitrase kehilangan satu dari “keistimewaan khususnya dan menjadi lebih mirip litigasi.” Ketiga, membuat proses
arbitrase yang lebih terbuka juga mengakibatkan kehilangan efisiensinya jika, sebagai
671
Cindy B. Guys, op.cit., hlm.138.
Universitas Sumatera Utara
363 contoh, hal tersebut mengakibatkan adanya beberapa jenis partisipasi pihak ketiga
dalam proses atau jika para pihak merasa ditekan untuk memberikan argumen tertentu yang mungkin lemah sehingga tidak memuaskan pihak tertentu yang mengamati
proses. Situasi ini akan memperpanjang proses karena pihak lawan dan arbiter mungkin akan mengirim argumen tambahan. Sebaliknya, dengan keterbukaan maka
akan menghasilkan keengganan para pihak untuk mengakui fakta tertentu atau untuk mengambil posisi tertentu karena ketakutannya pada reaksi publik. Akan tetapi
sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa keterbukaan dapat memberi perlindungan bagi investor, dapat menimbulkan kepastian hukum, dan kepercayaan
terhadap arbitrase sehingga menjadi alasan bagi investor untuk melakukan penanaman modal di negara berkembang. Dengan beberapa alasan, arbitrase
cenderung akan tetap menjadi pilihan bagi kalangan pebisnis karena lebih memberikan kebebasan bagi para pihak, seperti yang dikatakan oleh Azikin Kusumah
Atmadja
672
bahwa “arbitration is the business community‟s self regulatory practice
of dispute settlement.” Pada dasarnya dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mengatur bahwa “semua
pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup. ”
Sedangkan undang-undang tersebut adalah peraturan arbitrase secara umum di Indonesia. Jelas bahwa mengenai putusan arbitrase tidak diatur adanya kewajiban
672
Z. Azikin Kusumah Atmadja, “Enforcement of Foreign Arbitral Awards,” dalam The Indonesian National Board of Arbitration ed, Arbitration In Indonesia and International Conventions
on Arbitration, Bandung : Alumni, 1979, hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
364 kerahasiaan sehingga wajar bila dalam pelaksanaan putusan, putusan arbitrase yang
semula rahasia kemudian berubah menjadi terbuka. Belum adanya konsistensi hukum mengenai kerahasiaan dan terbukanya putusan arbitrase di Indonesia menjadi peluang
bagi terbukanya putusan arbitrase ICSID di Indonesia dan memang kenyataannya putusan arbitrase ICSID yang melibatkan Indonesia, sebagian besar telah terbuka
untuk umum. Dengan demikian, sistem hukum Indonesia yang cenderung positivisme dan
mengatur mengenai kewajiban kerahasiaan arbitrase menjadi hambatan bagi penerapan prinsip keterbukaan putusan arbitrase ICSID. Namun jika kembali pada
ratifikasi Konvensi ICSID di mana Indonesia telah meratifikasi secara keseluruhan konvensi tersebut maka serta merta mengikuti aturan konvesi ICSID yang memberi
kebebasan para pihak untuk mempublikasikan atau menjaga kerahasiaan putusan arbitrase yang melibatkan Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
365
365
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN