Pergeseran Prinsip Dari Kerahasiaan Ke Arah Keterbukaan Putusan Arbitrase.

341

D. Pergeseran Prinsip Dari Kerahasiaan Ke Arah Keterbukaan Putusan Arbitrase.

Salah satu hal yang disepakati dalam klausula arbitrase adalah mengenai masalah kerahasiaan. Margaret L. Moses mengatakan bahwa meskipun kerahasiaan di nilai sebagai salah satu keuntungan arbitrase, beberapa aturan arbitrase mewajibkannya hanya pada petugas administratif dan arbiter, tetapi tidak bagi para pihak. 637 Kerahasiaan dalam arbitrase menjadi alasan penting mengapa kalangan pebisnis memilih arbitrase daripada litigasi. Berdasarkan survei dari School of International Arbitration di Queen Mary University London bahwa 638 sebanyak 84 pihak yang disurvei memilih arbitrase karena alasan kerahasiaan, namun dalam penelitian selanjutnya sebanyak 50 responden tidak percaya bahwa arbitrase bersifat rahasia karena tidak ada klausula khusus yang berlaku dalam aturan arbitrase atau perjanjian arbitrase dan 12 tidak mengetahui apakah arbitrase harus dirahasiakan. Kemudian jika salah satu pihaknya adalah negara maka 37 responden menyatakan kerahasiaan arbitrase akan berbeda ketika berhadapan dengan negara, karena negara memiliki suatu hal yang perlu dirahasiakan dan dipublikasikan. 639 Kerahasian secara umum dikenal sebagai manfaat utama dari arbitrase. Oleh karenanya secara umum diterima dan diatur diberbagai aturan maupun putusan melalui ICSID bahwa proses arbitrase adalah rahasia, namun terdapat juga putusan 637 Margaret L. Moses, The Principles and Practice of International Commercial Arbitration, New York : Cambridge University Press, 2008, hlm. 49. 638 Diakses dari http:www.arbitration.qmul.ac.ukresearch2010index.html. diunduh tanggal 13 Juni 2014. 639 Ibid. Universitas Sumatera Utara 342 yang menutupi kewajiban kerahasiaan sehingga seakan-akan rahasia namun membolehkan keterbukaan, misalnya sengketa Metalclad v. United Mexican States ICSID Case No. ARB AF971 yang menyatakan bahwa : 640 Though it is frequently said that one of the reasons for recourse to arbitration is to avoid publicity, unless the agreement between the parties incorporates such a limitation, each of them is still free to speak publicly of the arbitration. It may be observed that no limitation is written into su ch major arbitral texts … Terjemahan : Meskipun sering dikatakan bahwa salah satu alasan untuk memilih arbitrase adalah menghindari publisitas, kecuali kesepakatan antara pihak menggabungkan pembatasan seperti itu, masing-masing masih bebas untuk berbicara secara terbuka tentang arbitrase. Ini dapat di amati bahwa ada batasan tertulis dalam teks-teks utama arbitrase. Kerahasiaan yang dijaga dalam arbitrase oleh para pihak adalah : 1. Eksistensi sengketa yang dihadapi dan arbitrasenya. 2. Substansi proses termasuk bukti-bukti yang disampaikan selama proses arbitrase. 3. Seluruh atau sebahagian dari isi putusan. Menurut Julian 641 terdapat tiga hal prinsip objektif sebagai bentuk perlawanan terhadap publikasi putusan arbitrase, yaitu : 1. The privacy and confidentiality of the arbitration proceeding and award are fundamental to arbitration privasi dan kerahasiaan proses persidangan arbitrase dan putusan yang mendasari arbitrase. 2. As arbitration is a private system of dispute settlement, there is no purpose in publishing the decided awards, and karena arbitrase adalah sistem privat penyelesaian sengketa, tidak ada tujuan dalam publikasi putusan yang diputuskan, dan. 3. The diversity of national and international, commercial and economic factors, effectively nullifies the possibility of any one award indicating or establishing 640 Amy Edwards, “Confidentiality in Arbitration : Fact or Fiction?,” Westlaw Int. A.L.R, 2001, 4 3, hlm. 94-95. 641 Julian D.M. Lew, “The Case for the Publication of Arbitration Award,” dalam Jan C. Schultsz, op.cit., hlm. 224. Universitas Sumatera Utara 343 norms which could be relevant to or followef in subsequent cases keragaman faktor nasional dan internasional, komersial dan ekonomi, efektif membatalkan kemungkinan salah satu putusan yang menunjukkan atau menetapkan norma-norma yang relevan atau diikuti secara konsekuen pada sengketa berikutnya. Banyaknya kontroversi dalam masyarakat tentang kerahasiaan dan keterbukaan arbitrase menyebabkan hal tersebut perlu dibahas sebab perubahan hukum tersebut juga akibat perubahan masyarakat yang lebih menginginkan keterbukaan ketimbang kerahasiaan, hal mana sesuai pendapat W. Friedmann 642 bahwa “a crisis of society challenges the law more directly perhaps than any other branch of social activity.” Selanjutnya dikatakan Friedmann bahwa 643 “ Law must be stable and yet it cannot stand still. Hence all thinking about law has struggled to reconcile the conflicting demands of the need of stability and of the need of change ,” tentunya hukum tidak boleh konstan dan tidak mengikuti perkembangan masyarakat, masyarakat berubah dan hukum juga mengikuti. Kerahasiaan dianggap penting dalam arbitrase dengan berbagai alasan, antara lain bahwa : pertama, para pihak tidak ingin mempublikasikan dugaan-dugaan tertentu seperti itikad buruk, pernyataan yang keliru, masalah tidak berwenang, keadaan tidak mampu atas sumber ekonomi dan sebagainya. Kedua, para pihak arbitrase memang tidak menginginkan publisitas, khususnya jika para pihak terkait dalam sengketa lain dalam hal tuntutan dan pembelaan yang serupa. Ketiga, para pihak mungkin ingin menjaga kerahasiaan sehingga sulit secara umum atau 642 W. Friedmann, op.cit., hlm. 14. 643 Ibid., hlm. 32. Universitas Sumatera Utara 344 sebaliknya, dipaksa mengambil posisi yang tidak mungkin memenuhi jumlah tertentu jika arbitrase di buat lebih umum hal ini mungkin dikehendaki pemerintah yang dapat dipertanggungjawabkan pada pemilihnya. Keempat, kerahasiaan melindungi rahasia atau informasi bisnis yang sensitif dan rahasia dagang. 644 Namun David Kelly menganggap bahwa kurangnya publisitas sebagai bentuk kekurangan dari majelis arbitrase bagi bekerjanya sistem tersebut, karena dengan kurangnya publisitas maka secara umum tidak memberi manfaat kepada publik atas pertimbangan hukum yang mendasari putusan. 645 Dengan bergesernya “kerahasiaan” sebagai daya pikat arbitrase menjadi lebih terbuka, tentu mengalami benturan dalam sistem hukum modern dan nilai budaya kerahasiaan yang telah ada sejak dahulu, bahkan masih berlaku hingga kini seperti di Jepang. Tentu saja tidak mudah untuk di ubah begitu saja, memerlukan proses dan waktu. Robert B. Seidman 646 menyebutnya sebagai “the law of nontransferability of law,” Friedman 647 mengatakan bahwa 644 Kerahasiaan dalam arbitrase dapat dinilai dengan berbagai alasan : First, parties to the arbitration may not wish to expose certain allegations to the public, e.g., allegations of bad faith, misrepresentation, incompetence, lack of adequate financial resources, etc. Second, parties to the arbitration may not want a “loss” publicized, especially if the party is involved in other cases with similar claims and defenses. Third, parties to an arbitration may want to take positions privately that would be difficult to take publicly or, conversely, may be forced to take positions they would not otherwise take to satisfy certain constituencies if the arbitration is made more public this may be especially true with governments who are answerable to their electorate. Fourth, confidentiality protects confidential or sensitive business information and trade secrets , dalam Cindy G. Buys, “The Tension Between Confidentiality and Transparency in International Arbitration, ” The American Review of International Arbitration , Vol. 142003, diakses dari http:srrn.com., hlm.123. 645 David Kelly, Ann Holmes, Ruth Hayward, op.cit., hlm. 87. 646 Dalam L.M. Friedman, The Legal System, A Social Science Perspective, New York : Russel Sage Foundation, 1975, hlm. 195. 647 Dalam Satjipto Rahardjo, Membangun dan merombak Hukum Indonesia Sebuah Pendekatan Lintas Disiplin, Yogyakarta : Genta Publishing, 2009, hlm. 8. Universitas Sumatera Utara 345 apabila terjadi perubahan dalam masyarakat, maka bidang hukum termasuk yang paling terkena oleh perubahan tersebut. Esni Warasih 648 mengatakan bahwa : Penerapan suatu sistem hukum yang tidak berasal atau ditumbuhkan dari kandungan masyarakat merupakan masalah, khususnya di negara-negara yang sedang berubah karena ketidakcocokan antara nilai-nilai yang menjadi pendukung sistem hukum dari negara lain dengan nilai-nilai yang dihayati oleh anggota masyarakat itu sendiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa lapisan pengambil keputusan umumnya menjatuhkan pilihannya kepada sistem hukum yang modern rasional, sementara hal tersebut tidak selalu sejalan dengan kesiapan masyarakat di dalam menerima sistem tersebut. Benturan ini terjadi dalam pergeseran antara kerahasiaan menjadi keterbukaan putusan sehingga diatur secara alternatif demi meminimalisir pertentangan pemakaiannya. Terbukti dengan begitu, jumlah sengketa yang dimintakan penyelesaiannya melalui ICSID semakin meningkat dan bahkan keterbukaan putusan lebih banyak digunakan mengingat manfaatnya yang lebih besar. Berkaitan dengan masalah publisitas putusan arbitrase, tentu terdapat beberapa pembenaran kebijakan yang mendukung kerahasiaan di satu sisi dan keterbukaan putusan di sisi yang lain. Putusan arbitrase yang dipublikasi pada dasarnya menjelaskan bahwa banyak aspek dari proses arbitrase, sehingga hal tersebut menjelaskan mengapa perlu dibedakan antara argumen yang mendukung kerahasiaan putusan arbitrase untuk melindungi kepentingan tertentu dari pihak yang bersengketa, dengan argumen yang mendukung kerahasiaan untuk mempertahankan arbitrase sebagai mekanisme penyelesaian sengketa murni. 648 Esmi Warasih, Pemberdayaan Masyarakat dalam Mewujudkan Tujuan Hukum Proses Penegakan Hukum dan Persoalan Keadilan , Pidato Pengukuhan Guru Besar, Semarang, 14 April 2001, hlm. 12 dalam Adi Sulistiyono, op.cit., hlm. 102. Universitas Sumatera Utara 346 Kerahasiaan putusan arbitrase bertujuan untuk melindungi kepentingan para pihak dalam arbitrase investasi karena mencegah agar segala sesuatu yang berhubungan dengan proses, diekspos kepada publik secara luas. Hal tersebut mencakup, misalnya a perilaku masa lalu dan kini suatu investor atau host state yang akan dipermasalahkan dalam arbitrase, b tuduhan ofensif dan defensif yang dibuat oleh salah satu pihak dalam proses arbitrase, dan c terdapat temuan fakta hukum oleh tribunal dalam mencapai keputusannya. Dengan demikian, dari perspektif para pihak yang bersengketa, menurut Federico Ortino 649 bahwa alasan untuk menjaga hal-hal rahasia adalah termasuk : 1. Untuk menghindari rasa malu dari pejabat pemerintah atau perusahaan. 2. Untuk menghindari kekhawatiran investor asing lainnya, yang mungkin berpikir untuk berinvestasi di host state tersebut, serta potensi pemegang saham tertentu terutama yang minoritas di perusahaan yang melembagakan arbitrase. 3. Untuk mengurangi kemungkinan investor lain mengajukan klaim serupa terhadap pemerintah host state. 4. Untuk mengurangi pengaruh eksternal langsung dan tidak langsung pada proses sehingga meningkatkan fleksibilitas dalam strategi arbitrase para pihak termasuk potensi yang lebih besar untuk solusi damai. 5. Untuk melindungi rahasia atau bisnis sensitif atau informasi pemerintah . Para pihak umumnya sengaja memilih arbitrase dengan alasan pokok karena proses arbitrase berlangsung secara tertutup sehingga mampu menghindarkan dari kemungkinan publikasi terhadap identitas para pihak, substansi sengketa, proses pemeriksaan dan isi putusan. Sidang terbuka untuk umum sebagaimana berlangsung di forum peradilan umum akan menimbulkan publikasi secara luas, sehingga 649 Federico Ortino, op.cit., hlm. 13. Universitas Sumatera Utara 347 dikkhawatirkan justru akan merusak reputasi para pihak yang berperkara dan berdampak pada “corporate image” para pihak yang bersengketa dimata masyarakat. 650 Kerahasiaan putusan arbitrase diperlukan untuk menjaga sifat murni penyelesaian sengketa arbitrase investasi itu sendiri. Pertama, publisitas putusan dapat memaksakan tanggung jawab majelis untuk membentuk badan hukum yang koheren, bukan hanya menyelesaikan sengketa tersebut sehingga akan meluas. Sedangkan kerahasiaan itu sendiri mencegah masuknya ketegangan antara kebutuhan untuk keadilan dalam sengketa tertentu dan kebutuhan untuk kepastian dan kaitan hukum secara luas dalam arbitrase investasi. Kedua, mengingat tidak adanya mekanisme peninjauan atas putusan investasi, putusan yang salah dapat diketahui publik dan mempengaruhi arbitrase berikutnya. Ketiga, jika publikasi dilakukan atas dasar kebijaksanaan, sirkulasi pemilihan putusan dapat memberikan pandangan yang menyimpang dari undang-undang investasi dan arbitrase karena hanya pandangan atau filsafat tertentu yang dapat diungkapkan dan tercermin dalam putusan tersebut kepada publik. 651 Selain itu, kerahasiaan seputar hasil arbitrase cenderung menimbulkan kecurigaan daripada menanamkan kepercayaan pada pemerintah host state serta investor. Dengan demikian, Kesatu, keterbukaan menghilangkan ketakutan dan tuntutan dari masyarakat sipil karena kaitan publik dengan putusan arbitrase investasi 650 Basuki Rekso Wibowo, “Prinsip-Prinsip Dasar Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Dagang Di Indonesia, ” Yuridika, Vol. 16, No. 6, Nopember-Desember 2001, hlm. 571. 651 Basuki Rekso Wibowo, ibid. Universitas Sumatera Utara 348 tersebut, dan Kedua, publikasi putusan arbitrase mempromosikan tata pemerintahan yang baik karena memungkinkan masyarakat luas untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pemerintah host state berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi publik. Hal tersebut berlaku sama dengan perilaku investor sebagai peningkatan tata kelola perusahaan yang tunduk pada pengawasan. Jika diambil pendapat antara kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan umum, maka meskipun berbagai argumen yang dikemukakan baik dalam mendukung kerahasiaan atau mendukung transparansi keputusan investasi, perbedaan penting antara dua kubu tersebut adalah pada sifat kepentingan yang dilindungi oleh kerahasiaan pada satu sisi dan transparansi di sisi lain. Dengan kata lain rezim kerahasiaan keputusan investasi memberikan prioritas kepada kepentingan tertentu dari kedua belah pihak pada sengketa alasan kepentingan pribadi, sementara rezim transparansi putusan investasi memberikan prioritas kepada kepentingan yang lebih luas dari beberapa stakeholder dalam hukum investasi internasional dan arbitrase kepentingan umum yang rasional. Hal ini melekat, sangat dalam pengertian kerahasiaan hanya dapat di akses oleh sejumlah orang yang berwenang dan transparansi tersedia untuk masyarakat umum . Sebagai contoh, seperti disebutkan di atas bahwa menjaga rahasia putusan akan menghindari rasa malu dari pejabat pemerintah atau perusahaan yang perilakunya menjadi pokok permasalahan dalam arbitrase atau akan meningkatkan fleksibilitas dalam strategi arbitrase para pihak. Dalam pengertian ini, kerahasiaan bertujuan untuk melindungi kepentingan yang sangat spesifik dari para pihak pada perselisihan. Dari perspektif yang berbeda, kerahasiaan putusan menekankan sifat Universitas Sumatera Utara 349 penyelesaian sengketa ketat murni arbitrase investasi, yang bertujuan hanya menyelesaikan sengketa antara kedua belah pihak. Di sisi lain, membuat putusan terbuka untuk publik akan meningkatkan kepastian dan prediktabilitas hukum investasi demi kepentingan umum dari semua pihak yang berkaitan dengan investasi dan akan meningkatkan pengertian, kepercayaan dan legitimasi sistem investasi di luar pihak termasuk masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini, transparansi bertujuan untuk melindungi kepentingan yang lebih luas dari beberapa stakeholder dalam regulasi investasi asing dan bukan hanya pada dua pihak yang bersengketa. Dari perspektif sifat arbitrase investasi, keterbukaan putusan menekankan kebutuhan untuk membangun sistem yang rasional berkaitan dengan hukum dan bukan hanya menyelesaikan sengketa antara investor asing tertentu dengan host state tertentu. Pada tingkat normatif, tampak ada konsensus yang berkembang pada kebutuhan untuk mendukung keterbukaan atas kerahasiaan putusan dalam arbitrase investor-negara. Hal ini terutama didasarkan pada sifat publik dari isu-isu yang dipertaruhkan dalam hukum investasi dan arbitrase. Berbeda dengan arbitrase komersial antara dua pihak swasta. Arbitrase investasi selalu melibatkan negara sebagai salah satu pihak yang bersengketa dan sengketa yang umumnya mengenai perilaku negara dengan hukum internasional yang tentunya putusan tersebut akan memiliki dampak langsung yang signifikan terhadap perilaku negara di masa yang akan datang serta berdampak pada anggaran nasional yang harus disediakan untuk itu. Universitas Sumatera Utara 350 Kemudian dalam perjanjian-perjanjian BIT terbaru maka akan nampak terlihat adanya pendekatan keterbukaan dibandingkan di masa yang lalu dengan tidak memperjanjikan tentang kewajiban kerahasiaan dan menyerahkan pada kebijakan arbitrase ICSID. 652 Kemudian berdasarkan data publikasi putusan pada sub bab sebelumnya maka terlihat adanya peningkatan publikasi putusan ICSID. Dengan demikian pada umumnya negara-negara di dunia tidak mengatur mengenai kewajiban kerahasiaan atas putusan arbitrase secara tegas, jika terdapat pengaturan kewajiban kerahasiaan, seringkali dibarengi dengan pengecualian untuk itu, hal tersebut juga dikatakan oleh Gerbay 653 bahwa : If one of the reasons parties choose arbitration is because it offers confidentiality, arbitrations are not automatically confidential, and the degree of confidentiality will depend on the legal framework applicable to the procedure of the arbitration, and in particular the institutional rules governing the arbitration if any and the express provisions in the parties‟ arbitration agreement Terjemahan : Jika salah satu alasan para pihak memilih arbitrase adalah karena tawaran kerahasiaan maka arbitrase tidak otomatis rahasia dan tingkat kerahasiaan akan tergantung pada kerangka hukum yang berlaku untuk prosedur arbitrase, dan khususnya aturan kelembagaan yang mengatur arbitrase jika ada dan ketentuan mengungkapkan dalam perjanjian arbitrase para pihak. Jadi, secara umum telah terjadi pergeseran dari kerahasiaan menjadi keterbukaan sebagaimana dijelaskan di atas. Terutama dengan aturan ICSID setelah amandemen tahun 2006 yang menjelaskan kewajiban mempublikasikan kutipan 652 Misalnya BIT antara Singapura dengan Jordania tahun 2004, Jepang dengan Jordania tahun 2003, Jerman dengan Cina tahun 2003, Inggris dengan Vanuatu tahun 2003, Belanda dengan Tajikistan tahun 2003, India dengan Indonesia tahun 2004 dan Switzerland dengan Azerbaijan tahun 2006, dalam Federico Ortino, op.cit., hlm. 7. 653 Remy Gerbay, “Confidentiality vs. Transparency in International Arbitration : The English Perspective, ” 2012, hlm. 6., diunduh dari http:papers.ssrn.comsol3papers.cfm?abstract_id=2134137. Universitas Sumatera Utara 351 putusan dari pertimbangan hukum Majelis. Bukti lain menandai adanya pergeseran ini adalah dalam sengketa Suez, Sociedad General de Aguas de Barcelona S.A. and Vivendi Universal S.A v. Argentine Republic ICSID Case No. ARB0319 yang memutuskan untuk menerima permintaan untuk transparansi dan menerima partisipasi pihak ketiga sebagai Amicus Curiae dalam putusan tanggal 19 Mei 2005 dan sengketa The Rompetrol Group N.V. v. Romania ICSID Case No. ARB063 putusan tanggal 14 Januari 2010. E. Peluang dan Hambatan Penerapan Prinsip Keterbukaan Putusan Arbitrase ICSID Berkaitan dengan Indonesia. Negara Indonesia sebagai negara hukum modern, bertujuan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, merata material dan spiritual, negara tidak hanya bertugas memelihara ketertiban masyarakat akan tetapi lebih luas daripada itu, yaitu berkewajiban turut serta dalam semua sektor kehidupan masyarakat, 654 terutama bidang pembangunan ekonomi. Hal ini juga telah diamanatkan dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar UUD 1945 tentang keikutsertaan negara 655 dalam segala sektor kehidupan masyarakat. 654 Ibrahim R., Prospek BUMN dan Kepentingan Umum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1997, hlm. 1. 655 Alinea keempat UUD 1945 : “kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan keter tiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial …” dalam Berita Negara RI Tahun II No. 7 tanggal 15 Februari 1946 dan Lembar Negara RI No. 751959. Universitas Sumatera Utara 352 Pada Repelita pertama, dalam rangka memajukan kesejahteraan masyarakat, Pemerintah Indonesia telah mempromosikan Penanaman Modal Asing PMA dan sejauh ini telah sukses menarik perhatian dari beberapa negara maju seperti, Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Perancis, Inggris dan beberapa negara tetangga di Asia. Indonesia memahami bahwa program penanaman modal ini merupakan esensi terhadap perbaikan negara yang secara fisik telah mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyat. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam memiliki banyak tenaga kerja, potensi pasar yang menjanjikan, mengundang PMA dan ahli manajerial teknis internasional. Investasi dalam artian umum pada dasarnya merupakan tindakan yang baik karena itu berarti masyarakat telah berhasil menabung dan telah berhasil menetapkan penanaman tabungannya tersebut pada berbagai kegiatan usaha ekonomi. Namun sayangnya yang sekarang lazim diharapkan oleh berbagai negara berkembang adalah investasi asing karena ketidakmampuan masyarakat menabung. Investasi asing tentu saja mengandung berbagai resiko dalam implementasinya baik pengaruhnya terhadap sumber-sumber ekonomi negara maupun terhadap pangsa pasar domestik karena pada umumnya investasi juga dimaksudkan untuk mencari pasar di dalam negeri. 656 Umumnya suatu perjanjian investasi internasional antara suatu pemerintah yang berdaulat atau badan pemerintah dan suatu perusahaan milik asing ditujukan Bandingkan dengan Engelbrecht, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan RI, Jakarta : Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1989. 656 Gunarto Suhardi, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi, cet. 1, Yogyakarta : Universitas Atma Jaya, 2002, hlm. 50-51. Universitas Sumatera Utara 353 untuk pembangunan ekonomi terhadap sumber daya alam suatu pihak negara dengan bantuan finansial dan tehnologi dari pihak asing serta memanfaatkan tenaga kerja lokal dan bahan baku yang ada, seperti yang dikatakan Joy Cherian 657 bahwa “the role of foreign private investments in the process of economic development is an important ingredient in the progress of developing countries” peran investasi swasta asing dalam proses pembangunan ekonomi adalah unsur penting dalam kemajuan negara-negara berkembang. Banyak negara sedang berkembang menerima investasi asing untuk mencapai tujuan ekonominya sebagaimana dikatakan Jack N. Behrman 658 bahwa : Host governments, for their part, have attempted to induce foreign investors to enter their countries so as to accelerate growth, relieve unemployment, and help reconstruct depressed areas in the economy. The inducements have included low- cost loans, provisions of plant and land, low rentals, low-cost utilities grants, and assistance in labor training programs. Terjemahan : pemerintah tuan rumah, pada gilirannya telah berusaha untuk mendorong investor asing untuk masuk ke negaranya sehingga mempercepat pertumbuhan, mengurangi pengangguran, dan membantu merekonstruksi daerah tertinggal dalam perekonomian. Bujukan memasukkan pinjaman murah, ketentuan tanaman dan tanah, sewa rendah, biaya peralatan rendah, dan bantuan dalam program pelatihan tenaga kerja. Namun investasi juga menimbulkan konflik yang tentunya dapat diselesaikan melalui arbitrase ICSID jika disepakati kedua belah pihak. Indonesia telah menerbitkan peraturan, undang-undang serta hukum finansial aset dan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan PMA di mana ini merupakan 657 Joy Cherian, op.cit. hlm. 1. 658 Jack N. Behrman, U.S. International Business and Governments, new York : McGraw-Hill, Inc., 1971 , hlm. 5 sebagaimana dikutip dalam Joy Cherian, ibid., hlm. 10-11. Universitas Sumatera Utara 354 bagian yang tersalurkan paling banyak oleh perusahaan-perusahaan bisnis asing yang beroperasi secara utuh atau secara parsial di Indonesia. Indonesia bahkan mengizinkan perusahaan asing untuk tetap beroperasi di Indonesia dengan tetap tunduk di bawah hukum negara asalnya atau negara lainnya yang mana secara konsekuen, dengan adanya hukum dari beberapa negara ini menyebabkan sudut pandang hukum yang berbeda-beda dan terkadang berujung kepada suatu sengketa. Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Tentunya penyelesaian sengketa harus diselesaikan secara baik karena mempengaruhi sistem politik hukum selanjutnya, Stephen Golberg 659 menulis bahwa “though our representative democracy – with it separate levels and branches of government – is the foundation of our political system, we need to improve the ways in which we use it to resolve public disputes.” Buscaglia dan Ratliff 660 mengatakan bahwa perubahan yang dibutuhkan dalam hukum dan kerangka peradilan negara sedang berkembang seperti Indonesia sebelum dilakukan perombakan ekonomi adalah memberi kekuatan bagi sektor swasta untuk dapat benar-benar dianggap sebagai pengubah ekonomi, suatu sistem hukum pasar yang kompatibel mensyaratkan adanya jawaban atas pertanyaan : pertama, untuk apa hukum mempromosikan pembangunan ekonomi? Kedua, sejauh mana pembangunan ekonomi dipengaruhi jika aturannya jelas, diterapkan secara publik dan konsisten atau sebaliknya? Ketiga, bagaimana proyek investasi dipengaruhi oleh mekanisme penyelesaian konflik yang didasarkan oleh 659 Stephen B. Golberg, Frank E.A. Sander, Nancy H. Rogers, Alternative Dispute : Negotiation, Mediation and Other Process, second edition, London : Little Brown and Company, hlm. 338. 660 Edgardo Buscaglia William Ratliff, op.cit., hlm. 5. Universitas Sumatera Utara 355 putusan yang mengikat dari peradilan yang independen dan prosedur yang fair? Pada umumnya hukum dan sistem peradilan dalam ekonomi pasar harus melakukan : pertama, membangun aturan standar terhadap interaksi sosial, kedua, mengatur aturan tentang interaksi antara publik dan sektor swasta, ketiga, melaksanakan aturan tersebut melalui pengadilan, dan keempat, menyelesaikan konflik di antara individu dan kelompok. Sehubungan dengan kemungkinan sengketa yang muncul dari suatu hubungan hukum Indonesia dengan asing tersebut maka, dengan tetap memberlakukan BW sebagai Hukum Perdata, serta HIR dan BRV sebagai hukum, Priyatna Abdurrasyid 661 mengatakan bahwa : It is a fact, that Indonesia is sincere in the efforts to reconstruct and develop its country. Since 1967, at the beginning of the 1st Five Year Plan, Indonesia has promoted Foreign Investment and so far has successfully attracted considerable attention, especially from potential creditor countries such as the USA, Japan, West Germany, France, Britain, and from the neighboring Asian countries as well. We are aware that there foreign investment programs are essential for the recovery of our country and so physically able to serve the welfare of our people. Indonesia, which is rich in natural resources and raw materials, where manpower is in abundance and with promising market potential, invites foreign capital and international technical managerial expertise‟s. Indonesia has promulgated asset of financial and economic rules and regulations with the aim to encourage foreign capital investment and these are for the most part channeled through foreign business enterprises, whose operations wholly or partially take place in Indonesia. Indonesia even still permits foreign companies to carry out business in Indonesia and continue operating under the laws of their own or of other preferred countries; consequently, partly caused by various points of laws, the foreign business enterprises sometimes become entangled in disputes concerning their operation, among themselves or against nationals. 661 Dalam Priyatna Abdurrasyid, “Cooperation of The Indonesian National Board of Arbitration with Foreign Arbitration Tribunals”, dalam Arbitration in Indonesia and International Conventions on Arbitration , The Indonesian National Board of Arbitration BANI, Bandung: Alumni, 1979, hlm. 22. Universitas Sumatera Utara 356 Terjemahan : ini adalah fakta, bahwa Indonesia adalah tulus dalam upaya untuk merekonstruksi dan mengembangkan negaranya. Sejak tahun 1967, pada awal tanggal 1 Rencana Lima Tahun, Indonesia telah mempromosikan investasi asing dan sejauh ini telah berhasil menarik perhatian, terutama potensial dari negara- negara kreditor seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman Barat, Perancis, Inggris, dan dari negara-negara tetangga Asia juga. Disadari bahwa adanya program investasi asing sangat penting untuk pemulihan negara dan secara fisik mampu melayani kesejahteraan rakyat. Indonesia yang kaya akan sumber daya alam dan bahan baku, di mana tenaga kerja yang banyak dan dengan potensi pasar yang menjanjikan, mengundang modal asing dan keahlian teknis manajerial internasional. Indonesia telah mengumumkan aturan dan peraturan keuangan dan ekonomi dengan tujuan untuk mendorong penanaman modal asing dan ini adalah sebagian besar disalurkan melalui perusahaan bisnis asing, yang kegiatan usahanya seluruhnya atau sebagian berlangsung di Indonesia. Indonesia bahkan masih memungkinkan perusahaan asing untuk melakukan usaha di Indonesia dan terus beroperasi di bawah hukumnya sendiri atau negara lain yang lebih disukai; akibatnya, sebagian menyebabkan masalah diberbagai titik hukum, perusahaan bisnis asing kadang-kadang menjadi terjerat dalam sengketa mengenai kegiatannya, di antara para pihak sendiri atau terhadap warga negara. Prinsip hukum internasional di negara common law telah menjadikan asas hukum internasional menjadi bagian dari hukum nasionalnya “the principles of international law is part of the law of the land ”, di mana adaptasi konvensi internasional ke dalam hukum nasional ini amat penting bagi Indonesia sebagai negara berkembang karena dengan adaptasi ratifikasi maka akan memperoleh perlindungan hukum dalam hubungan antar bangsa, 662 s ebagai contoh adalah keikutsertaan Indonesia dalam meratifikasi konvensi-konvensi Internasional seperti Konvensi Washington, Konvensi New York, WTO dan sebagainya. 662 Zudan Arif Fakrulloh, Membangunan Hukum yang Berstruktur Sosial Indonesia Dalam kancah Trends Globalisasi, dalam Wajah Hukum Di Era Reformasi, Kumpulan Karya Ilmiah Menyambut 70 Tahun Prof.DR.Satjipto Rahardjo, Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 56. Universitas Sumatera Utara 357 Indonesia adalah negara yang memilih kecenderungan menganut teori hukum positif yang melihat hukum sebagai wujud perundang-undangan, mengikuti apa yang diatur dalam undang-undang. Hal tersebut sebagaimana pendapat Theo Huijbers 663 bahwa kesimpulan yang pertama dari pendekatan legal positivist ini ialah bahwa satu-satunya hukum yang diterima sebagai hukum merupakan tata hukum, sebab hanya hukum inilah yang dipastikan kenyataannya. Mahzab positivisme merupakan perkembangan lebih lanjut dari aliran empirisme yang didukung oleh para filsuf Inggris seperti Locke, Barkeley dan Hume. Empirisme menjadi sumber filosofis bagi positivisme yang di dalamnya memuat nilai-nilai dasar yang diambil dari tradisi ilmu alam yang menempatkan fenomena yang dikaji sebagai obyek yang dapat dikaji, dikontrol, digeneralisir sehingga ke depan bisa diramalkan. 664 Bidang yuridis di mata positivisme yuridis mendapatkan suatu tempat yang terbatas, yakni menjadi unsur negara. Wilayah hukum bertepatan dengan wilayah suatu negara. Hukum dalam arti yang sesungguhnya adalah hukum yang berasal dari negara dan yang dikukuhkan oleh negara. Hukum-hukum lain tetap dapat disebut hukum tetapi tidak mempunyai arti yuridis yang sesungguhnya. Itulah sebabnya, positivisme yuridis bertopang pada beberapa prinsip berikut ini : 665 Pertama, hukum sama dengan undang-undang, dasarnya ialah hukum muncul sebagai berkaitan dengan negara : hukum yang benar adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara. 663 Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Jakarta : Kanisius, 1993, hlm. 128. 664 Satjipto Rahardjo, Membangun dan Merombak Hukum Indonesia Sebuah Pendekatan Lintas Disiplin, Yogyakarta : Genta Publishing, 2009, hlm. viii-x. 665 Bernard L. Tanya, dkk, Teori Hukum…, op.cit. hlm. 248. Universitas Sumatera Utara 358 Kedua, tidak terdapat suatu hubungan mutlak antara bidang yuridis dan moral. Ketiga, hukum itu tidak lain daripada hasil karya para ahli di bidang hukum. Keempat , hukum merupakan suatu “close logical system.” Peraturan-peraturan dapat di deduksikan disimpulkan secara logis dalam undang-undang yang berlaku tanpa perlu meminta bimbingan dari norma-norma sosial, politik dan moral. Pertentangan terhadap publikasi putusan arbitrase telah lama muncul di sana- sini dengan beberapa alasan utama yaitu kerahasiaan sebagai sifat dasar arbitrase, arbitrase adalah sistem penyelesaian sengketa privat dan publikasi putusan arbitrase akan menyebabkan kesesatan, hal mana diungkapkan oleh Julian D.M. Lew 666 seorang pengacara dalam tulisannya bahwa : Three principal objections are levvelled againts the publications of arbitration awards are : first, The privacy and confidentiality of the arbitration proceeding and award are fundamental to arbitration, second, as arbitration is a private system of dispute settlement, there is no purpose in publishing the decided awards, and third, the diversity of national and international, commercial and economic factors, effectively nullifies the possibility of any one award indicating or establishing norms which could be relevant to or followed in subsequent cases. Terjemahan : Tiga prinsip pokok yang diatur terhadap publikasi putusan arbitrase adalah : pertama, privasi dan kerahasiaan proses persidangan arbitrase dan putusan yang mendasari untuk arbitrase, kedua, karena arbitrase adalah suatu sistem penyelesaian sengketa privat maka tidak ada tujuan dalam memutuskan publikasi putusan, dan ketiga, keragaman faktor nasional dan internasional, komersial dan ekonomi, efektif membatalkan kemungkinan salah satu putusan yang menunjukkan atau menetapkan norma-norma yang bisa relevan dengan atau diikuti sengketa berikutnya. Jelas bahwa argumen dari pihak-pihak yang anti-publikasi putusan arbitrase adalah tidak beralasan karena pihak tersebut telah salah mengartikan makna publikasi 666 Jan C. Schultsz, op.cit., hlm.224-225. Universitas Sumatera Utara 359 tersebut dan tidak dapat membuktikan kebenarannya. Para Pihak mengartikan bahwa akibat publikasi putusan hanya akan membuat arbitrase terlihat bagi orang yang tidak mengenal mengenai prosedur rahasia arbitrase, padahal dengan adanya publikasi putusan maka akan menjawab kebutuhan akan objektifitas, memberi pengetahuan mengenai proses kerja arbitrase yang tidak memihak dan kebutuhan untuk mengetahui perkembangan arbitrase. Julian 667 di sisi lain juga menguraikan bahwa terdapat beberapa manfaat dari publikasi putusan arbitrase yaitu : a. Publication of awards will help identify the best forms of arbitratio publikasi putusan akan membantu mengidentifikasi bentuk terbaik arbitrase. b. Publication of awards will enable expertise of arbitration to be easily appreciated publikasi putusan akan memungkinkan keahlian arbitrase untuk dapat dengan mudah dihargai. c. Publication of awards will facilitate identification of areas in the arbitral process which require revision publikasi putusan akan memfasilitasi identifikasi lingkup dalam proses arbitrase yang membutuhkan perubahan. d. Publication of awards would lead to the development of an arbitral case law publikasi putusan akan mengarahkan pada pengembangan sengketa hukum arbitrase. e. Publication of awards will help arbiters determine the extent of their own jurisdiction publikasi putusan akan membantu arbiter menentukan tingkat kewenangannya sendiri. f. Publication of awards would indicate to both arbiters and contracting parties how the alternative conflict of law formulae have been applied, and the extent to which, in past cases, arbiters have directly applied a particular substantive law or rule to regulate specific types of arrangements and disputes publikasi putusan akan menunjukkan kepada pihak arbiter dan pihak yang terikat kontrak bagaimana formula alternatif hukum konflik telah diterapkan, dan sejauh mana dalam sengketa-sengketa di masa lalu, arbiter secara langsung menerapkan hukum substantif tertentu atau aturan untuk mengatur jenis-jenis pengaturan dan sengketa. g. Through the arbitral case law would make it easier for arbiters and parties to identify the relevant rules for the different aspects of international arbitration 667 Artikel dalam Jan C. Schultsz, op.cit., hlm. 226-231. Universitas Sumatera Utara 360 melalui sengketa hukum arbitrase akan memudahkan arbiter dan pihak untuk mengidentifikasi aturan yang relevan untuk aspek yang berbeda dari arbitrase internasional. Menurut Huala Adolf, 668 keuntungan dari publikasi putusan arbitrase adalah : 1. Masyakarat menjadi tahu apa yang sedang dan telah terjadi atau tengah berlangsung di ICSID : berapa kasus yang telah diselesaikan, siapa para pihak yang bersengketa dan duduk persoalannya dan bagaimana putusannya. Adanya publikasi ini tampaknya justru memiliki efek balik : kredibilitas lembaga arbitrase ICSID sendiri semakin positif. 2. Bagi arbitrator atau majelis arbitrase selanjutnya, putusan, putusan arbitrase yang telah dibuat sebelumnya, meskipun sifatnya tidak mengikat, dapat menjadi „guidance‟ arah atau pedoman tentang bagaimana penerapan hukum terhadap suatu sengketa. 3. Di mata masyarakat, publikasi putusan arbitrase memberi persepsi positif dan apresiasi lebih baik kepada arbitrase, bagaimana arbitrase membuat putusan terhadap sengketa, suatu putusan yang nota-bene dibuat oleh para ahli-ahli ternama di dunia yang duduk sebagai arbitrator. 4. Di mata pengamat hukum seperti ahli hukum arbitrase internasional, ahli hukum perdata internasional, hukum penanaman modal dan hukum internasional, publikasi putusan arbitrase memberi sumbangan penting tentang hukum arbitrase yang diterapkan dalam kenyataan, bagaimana proses arbitrase dalam praktek, yang penting adalah dapat menilai bagaimana hukum yang dipilih para pihak applicable law. 5. Di mata kalangan akademisi teoretisi, publikasi putusan arbitrase merupakan sumber kajian penting untuk melihat tidak saja bagaimana hukum itu diterapkan tetapi kajian terhadap bagaimana putusan dapat memberi gambaran mengenai perkembangan hukum internasional yang berkembang dengan progresif. Sedangkan menurut Huala Adolf 669 bahwa aspek negatif dari publikasi putusan tampaknya tidak ada, di mana minimal ada dua alasan untuk mendukung posisi ini yaitu : 668 Huala Adolf, Hukum Penyelesaian … , op.cit., hlm. 111. 669 Huala Adolf, ibid., hlm. 111-112. Universitas Sumatera Utara 361 1. Publikasi putusan tidak memperlemah prinsip kerahasiaan arbitrase seperti yang telah dikenal umum. Kerahasiaan dalam ICSID telah diakui dan dihormati. Prinsip ini seolah didobrak. Persepsi ini tidak perlu, karena memang prinsip kebebasan dan kesepakatan para pihak dalam hal ini apakah akan tetap merahasiakan proses dan putusan arbitrase atau tidak, tetap berada di tangan para pihak, dan 2. Publikasi putusan tidak pula melanggar prinsip kerahasiaan dan kredibilitas nama baik para pihak seperti yang dikenal dalam hukum arbitrase umumnya. Sekali lagi, para pihak dapat saja untuk tidak mempublikasikannya. Tetapi yang terjadi adalah para pihak yang bersengketa umumnya justru tidak keberatan dipublikasi. Keputusan ini karena para pihak yang membawa sengketanya ke arbitrase ICSID adalah memang para pihak, terutama investor adalah investor yang bonafid. Syarat bonafiditas para pihak adalah syarat mutlak untuk dapat efektivitas suatu arbitrase. Kerahasiaan memang dianggap sebagai hal penting dalam proses arbitrase dan merupakan bagian dari klausula arbitrase sebagai konsekuensi dari perjanjian tanpa memperdulikan apakah klausula kerahasiaan telah diperjanjikan atau tidak. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Queen Mary College tegas menunjukkan bahwa 50 dari pengusaha yang diwawancarai menganggap arbitrase rahasia bahkan tanpa diatur dalam aturan arbitrase yang diadopsi atau dalam perjanjian arbitrase sekalipun, akan tetapi dari survei yang sama juga menyatakan bahwa dari 30 pengusaha yang diwawancarai percaya bahwa dengan tidak adanya kesepakatan tertulis dari para pihak maka arbitrase tidak bersifat rahasia. 670 Oleh karena itu, pada dasarnya baik undang-undang, aturan arbitrase, maupun perjanjian internasional tidak membahas kerahasiaan putusan arbitrase secara tegas. Meningkatnya jumlah publikasi putusan menyebabkan terjadi kecenderungan meningkatnya jumlah sengketa yang meminta diselesaikan melalui arbitrase ICSID. 670 Stefano Azzali, op.cit., hlm.xx. Universitas Sumatera Utara 362 Selanjutnya sistem yang lebih transparansi menjadi sumber informasi yang penting bagi para ahli dan peneliti untuk menjelaskan betapa banyak aspek bekerjanya arbitrase ICSID sehingga dapat dilihat saat ini telah banyak literatur, artikel, perjanjian yang memandu pihak-pihak dalam memilih arbiter, membuat klausula arbitrase yang baik dan sebagainya. Dengan kata lain, publikasi putusan menjadi semacam pembelajaran bagi publik mengenai arbitrase ICSID. Sebagaimana diketahui secara umum bahwa salah satu kekhususan dari arbitrase dibandingkan dengan litigasi adalah kerahasiaan. Tentunya dengan keterbukaan maka arbitrase akan kehilangan nilai kerahasiaan yang selama ini telah diketahui secara umum. Oleh karenanya menurut Cindy B. Guys 671 ada dua hal yang menjadi hambatan dalam penerapan prinsip keterbukaan dalam putusan arbitrase secara umum yaitu : Kesatu, jika para pihak yang terikat kontrak yang menentukan kerahasiaan pada hal tertentu dan pilihan tersebut tidak dipatuhi maka mengakibatkan arbitrase menjadi kurang diminati. Otonomi para pihak adalah salah satu hal penting dalam arbitrase sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dan pilihan yang dibuat oleh para pihak harus pula dihormati oleh arbiter, institusi arbitrase dan pengadilan. Kedua, kerahasiaan sebagai salah satu dari “prima facie” arbitrase yang membedakannya dari litigasi pengadilan, oleh karenanya dengan meningkatnya kehilangan sifat kerahasiaan arbitrase maka arbitrase kehilangan satu dari “keistimewaan khususnya dan menjadi lebih mirip litigasi.” Ketiga, membuat proses arbitrase yang lebih terbuka juga mengakibatkan kehilangan efisiensinya jika, sebagai 671 Cindy B. Guys, op.cit., hlm.138. Universitas Sumatera Utara 363 contoh, hal tersebut mengakibatkan adanya beberapa jenis partisipasi pihak ketiga dalam proses atau jika para pihak merasa ditekan untuk memberikan argumen tertentu yang mungkin lemah sehingga tidak memuaskan pihak tertentu yang mengamati proses. Situasi ini akan memperpanjang proses karena pihak lawan dan arbiter mungkin akan mengirim argumen tambahan. Sebaliknya, dengan keterbukaan maka akan menghasilkan keengganan para pihak untuk mengakui fakta tertentu atau untuk mengambil posisi tertentu karena ketakutannya pada reaksi publik. Akan tetapi sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa keterbukaan dapat memberi perlindungan bagi investor, dapat menimbulkan kepastian hukum, dan kepercayaan terhadap arbitrase sehingga menjadi alasan bagi investor untuk melakukan penanaman modal di negara berkembang. Dengan beberapa alasan, arbitrase cenderung akan tetap menjadi pilihan bagi kalangan pebisnis karena lebih memberikan kebebasan bagi para pihak, seperti yang dikatakan oleh Azikin Kusumah Atmadja 672 bahwa “arbitration is the business community‟s self regulatory practice of dispute settlement.” Pada dasarnya dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mengatur bahwa “semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup. ” Sedangkan undang-undang tersebut adalah peraturan arbitrase secara umum di Indonesia. Jelas bahwa mengenai putusan arbitrase tidak diatur adanya kewajiban 672 Z. Azikin Kusumah Atmadja, “Enforcement of Foreign Arbitral Awards,” dalam The Indonesian National Board of Arbitration ed, Arbitration In Indonesia and International Conventions on Arbitration, Bandung : Alumni, 1979, hlm. 13. Universitas Sumatera Utara 364 kerahasiaan sehingga wajar bila dalam pelaksanaan putusan, putusan arbitrase yang semula rahasia kemudian berubah menjadi terbuka. Belum adanya konsistensi hukum mengenai kerahasiaan dan terbukanya putusan arbitrase di Indonesia menjadi peluang bagi terbukanya putusan arbitrase ICSID di Indonesia dan memang kenyataannya putusan arbitrase ICSID yang melibatkan Indonesia, sebagian besar telah terbuka untuk umum. Dengan demikian, sistem hukum Indonesia yang cenderung positivisme dan mengatur mengenai kewajiban kerahasiaan arbitrase menjadi hambatan bagi penerapan prinsip keterbukaan putusan arbitrase ICSID. Namun jika kembali pada ratifikasi Konvensi ICSID di mana Indonesia telah meratifikasi secara keseluruhan konvensi tersebut maka serta merta mengikuti aturan konvesi ICSID yang memberi kebebasan para pihak untuk mempublikasikan atau menjaga kerahasiaan putusan arbitrase yang melibatkan Indonesia. Universitas Sumatera Utara 365 365

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Penerapan prinsip arbitrase di indonesia dalam studi sengketa kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia (MNC TV): analisis putusan MA No. 862 K/Pdt/2013

11 60 165

PERANAN AMDAL DALAM PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA DAN PERBANDINGANNYA DENGAN BEBERAPA NEGARA ASIA TENGGARA.

5 146 1

PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL ASING ANTARA NEGARA DENGAN WARGA NEGARA ASING MELALUI ARBITRASE INTERNATIONAL CENTRE FOR SETTLEMENT OF INVESTMENT DISPUTES (ICSID ).

0 1 6

PENCABUTAN PENASEHAT HUKUM DALAM ARBITRASE DIKAITKAN DENGAN PUTUSAN MAJELIS ARBITRASE ICSID ATAS DASAR MEMBAHAYAKAN PERSIDANGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN ARBITRASE DI INDONESIA.

0 0 2

Pembatalan Putusan Arbitrase Internacional di Pengadilan Indonesia

0 1 17

BANDING ATAS PUTUSAN ARBITRASE DI INDONESIA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 224

Penerapan Prinsip Keterbukaan Atas Putusan Arbitrase ICSID Di Indonesia Dan Perbandingannya Dengan Beberapa Negara

0 2 35

BAB II PRINSIP KETERBUKAAN ATAS PUTUSAN ARBITRASE ICSID ANTARA INVESTOR ASING DENGAN HOST STATE H. Prinsip Keterbukaan - Penerapan Prinsip Keterbukaan Atas Putusan Arbitrase ICSID Di Indonesia Dan Perbandingannya Dengan Beberapa Negara

1 1 199

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Prinsip Keterbukaan Atas Putusan Arbitrase ICSID Di Indonesia Dan Perbandingannya Dengan Beberapa Negara

0 0 56

PENERAPAN PRINSIP KETERBUKAAN ATAS PUTUSAN ARBITRASE ICSID DI INDONESIA DAN PERBANDINGANNYA DENGAN BEBERAPA NEGARA DISERTASI

0 1 19