Keterbukaan proses dan putusan arbitrase menarik partisipasi pihak ketiga.

239 Keterbukaan paling baik dalam mempromosikan prinsip demokrasi 455 karena dipengaruhi oleh publik, seperti pemegang saham atas suatu badan hukum yang diselenggarakan secara publik dan konsumen, sehingga memiliki suatu kesempatan untuk mengamati dan mengevaluasi akibat putusan dan menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi bagi pihak pemerintah yang termasuk di dalamnya atas tindakan yang telah dilakukan. 456 Publikasi putusan akan mempromosikan sistem pemerintahan yang baik kepada publik untuk tujuan observasi dan evaluasi atas tindakan pemerintahnya sebagai implementasi fungsi publik. 457 Sedikit pihak yang menolak bahwa keterbukaan itu baik secara umum, hal mana diperlukan untuk berfungsinya sarana demokratis yang mengatur hubungan kerjasama dalam sosial atau ekonomi, domestik maupun internasional. 458

5. Keterbukaan proses dan putusan arbitrase menarik partisipasi pihak ketiga.

Di awali dengan fondasi yang berdasarkan hukum internasional publik dan perjanjian yang kuat, arbitrase internasional ICSID menyediakan kerangka kerja tunggal yang solid bagi investor untuk mencari kompensasi melawan perilaku yang 455 Demokrasi modern memiliki prinsip nilai hukum sebagai berikut : “1 Moral rights for the individual, 2 Equality before the law, 3 Control of government by the people, 4 rule of law.” Lihat dalam W. Friedmann, Legal Theory, op.cit., hlm. 366. 456 Cindy B. Guys., op.cit., hlm. 136-137. 457 Delaney Magraw, “Procedural Transparency,” The Oxford Handbook of International Investment Law , 2008, hlm. 762. 458 Variasi tema keterbukaan telah diakui tidak hanya oleh pemikiran Barat termasuk Kant, Rousseau, Smith, Bentham, Hume, Foucault dan penerusnya ajarannya, tetapi juga oleh pemikiran klasik dalam confusianisme dan tradisi Yunani, lihat dalam Christopher Hood, David Heald, “Transparency, The Key To Better Governance?” Proceedings of The British Academy 135, Oxford : Oxford University Press, 2006. Universitas Sumatera Utara 240 salah dari suatu host state. Sebelum tahun 2006, meskipun tidak ada diatur mengenai kewajiban kerahasiaan, namun masih terdapat beberapa investor dan negara terkait yang membuat perjanjian mengenai kerahasiaan dalam Bilateral Investment Treaty BIT sebelum sengketa timbul. Kemudian pada tahun 2006 ICSID melakukan amandemen regulasinya mengenai : 459 1 the ability of non-parties to intervene in arbitration proceedings and attend hearings; 2 the public disclosure of ICSID awards; 3 the independence of arbiters and the fees arbiters can charge; and 4 the ability to use fast-track procedures to obtain interim relief and have groundless claims dismissed. Terjemahan : 1 kemungkinan pihak lain untuk ikut serta dalam proses arbitrase dan menghadiri pemeriksaan; 2 terbukanya untuk umum putusan ICSID ; 3 kemandirian arbiter dan biaya arbiter yang diberikan; dan 4 kemungkinan untuk menggunakan prosedur jalur cepat untuk mendapatkan tindakan sementara dan menghentikan klaim yang tidak berdasar. Sesuai amandemen Konvensi ICSID pada tahun 2006 maka ICSID memiliki kewenangan lain dalam hal ikut sertanya pihak lain dalam proses arbitrase suatu sengketa yaitu Aturan 37 Arbitration Rules yang menetapkan 3 tiga syarat yang harus dilakukan oleh pihak di luar sengketa untuk ikut serta dalam suatu sengketa. Pertama , ikut sertanya pihak luar dapat membantu majelis arbitrase untuk memutuskan fakta atau isu hukum yang berkaitan dengan proses arbitrase yang dilakukan dengan memberikan pandangan, pengetahuan tertentu atau wawasan yang berbeda dengan pihak yang bersengketa. Kedua, ikut sertanya pihak ketiga disesuaikan dengan ruang lingkup sengketa. Ketiga, pihak yang ingin ikut serta harus memiliki kepentingan dalam proses arbitrase tersebut. Hal tersebut serupa dengan 459 Andrew De Lotbiniere McDougall, “ICSID Amends Its Arbitration Rules.” Westlaw Int. A.L.R. 94, 2006, hlm. 119-122. Universitas Sumatera Utara 241 syarat-syarat masuknya pihak ketiga intervensi dalam suatu gugatan yang sedang berjalan yang diatur dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia. Diterimanya partisipasi pihak ketiga sebagai “amicus curiae” 460 ke dalam suatu sengketa arbitrase investasi menurut Buckley Blyschak 461 sebagai bentuk keseriusan ICSID menuju keterbukaan bahwa ICSID menunjukkan betapa seriusnya ICSID sekarang memberlakukan keterbukaan dan partisipasi pihak lain dan ICSID bertanggung jawab tidak hanya untuk anggotanya, tetapi juga untuk perwakilan ICSID “because it indicates how seriously ICSID now treats transparency and public participation. ICSID acknowledges it is accountable not only to its members, but also to their constituencies”. Jadi sengketa investasi tidak hanya berdampak pada para pihak yang bersengketa namun juga berdampak kepada pihak lain baik langsung maupun tidak langsung. Amandemen tersebut sejalan dengan “Corresponding Provisions” dalam Pasal 53 ayat 3 ICSID Additional Facility Rules . Dimungkinkannya pihak yang bukan merupakan para pihak untuk ikut serta dalam proses arbitrase dan menghadiri proses hearing telah menjadi perdebatan yang panjang berkaitan dengan kepentingan non-pihak tersebut dalam suatu sengketa investasi. Hasil amandemen Aturan 37 ICSID Arbitration Rules mendukung ikut 460 Amicus curiae or “friend of the court” means a “person who is not a party to a lawsuit but who petitions the court or is requested by the court to file a brief in the action because that person has a strong interest in the subject matter ” , dalam Blacks Law Dictionary , 7th edn, Paul Minn : Thomson West, 2004, hlm.93. 461 Ross P. Buckley Paul Blyschak, “Guarding the Open Door : Non-Party Participation Before the International Centre fo Settlement of Investment Disputes, ” Banking Finance Law Review , Juni 2007, 22, 3, hlm. 365 Universitas Sumatera Utara 242 sertanya “amicus curiae” dalam arbitrase ICSID untuk kondisi tertentu, dengan cara mengajukan permohonan secara tertulis kepada majelis arbitrase dengan memberitahukan alasan dan kepentingannya untuk ikut serta dalam proses arbitrase di mana selanjutnya majelis akan memutuskan diterima atau tidak keikutsertaannya tersebut. yang menyatakan bahwa : 1 If the Tribunal considers it necessary to visit any place connected with the dispute or to conduct an inquiry there, it shall make an order to this effect. The order shall define the scope of the visit or the subject of the inquiry, the time limit, the procedure to be followed and other particulars. The parties may participate in any visit or inquiry Jika Pengadilan menganggap perlu untuk mengunjungi tempat yang terhubung dengan sengketa atau untuk melakukan penyelidikan di sana, itu akan mengakibatkan perintah untuk itu. Perintah juga harus menentukan ruang lingkup kunjungan atau subjek penyelidikan, batas waktunya, prosedur yang harus diikuti dan keterangan lainnya. Para pihak dapat berpartisipasi dalam setiap kunjungan atau penyelidikan. 2 After consulting both parties, the Tribunal may allow a person or entity that is not a party to the dispute in this Rule called the “non-disputing party” to file a written submission with the Tribunal regarding a matter within the scope of the dispute. In determining whether to allow such a filing, the Tribunal shall consider, among other things, the extent to which: Setelah berkonsultasi pada kedua belah pihak, majelis dapat memungkinkan orang atau badan yang bukan merupakan pihak yang bersengketa dalam Peraturan ini disebut non- disputing party untuk mengajukan pengajuan tertulis kepada majelis mengenai masalah dalam lingkup sengketa. Dalam menentukan apakah akan mengizinkan pengajuan tersebut, majelis harus mempertimbangkan, antara lain, sejauh mana: a the non-disputing party submission would assist the Tribunal in the determination of a factual or legal issue related to the proceeding by bringing a perspective, particular knowledge or insight that is different from that of the disputing parties pengajuan pihak lain itu akan membantu Majelis dalam penentuan isu faktual atau hukum yang terkait dengan persidangan dengan membawa perspektif, pengetahuan atau wawasan tertentu yang berbeda dari para pihak yang bersengketa; b the non-disputing party submission would address a matter within the scope of the dispute pengajuan pihak lain itu akan mengatasi masalah dalam lingkup sengketa; c the non-disputing party has a significant interest in the proceeding pihak lain itu memiliki kepentingan yang signifikan dalam proses persidangan. Universitas Sumatera Utara 243 The Tribunal shall ensure that the non-disputing party submission does not disrupt the proceeding or unduly burden or unfairly prejudice either party, and that both parties are given an opportunity to present their observations on the non-disputing party submission Majelis harus memastikan bahwa pengajuan pihak lain tidak mengganggu persidangan atau membebani atau tidak adil yang merugikan salah satu pihak, dan bahwa kedua belah pihak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya atas ikut sertanya pihak lain itu. Selanjutnya, dengan tujuan yang sama dilakukan amandemen terhadap Aturan 32 ayat 2 ICSID Arbitration Rules 462 yang berbunyi bahwa “unless either party objects, ” majelis arbitrase setelah melakukan konsultasi dengan Sekretaris-Jenderal ICSID, mengizinkan ikut sertanya pihak selain para pihak untuk hadir dan mengamati seluruh proses dengar pendapat arbitrase. Sementara persetujuan secara eksplisit tidak diperlukan karena masing-masing pihak mempertahankan hak veto dengan cara keberatan terhadap pihak ketiga yang diizinkan untuk hadir. Berkaitan dengan aturan tersebut, sengketa Methanex 463 menggarisbawahi pentingnya masyarakat untuk mengomentari isu-isu yang mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung. Perkara ini adalah majelis pertama yang menarik para pihak atau pihak lain sebagai amicus curiae 464 untuk berpartisipasi dalam proses persidangan arbitrase. 462 Amandemen Aturan 32 ayat 2 ICSID Arbitration Rule 2006 : The Oral Procedure : “Unless either party objects, the Tribunal, after consultation with the Secretary-General, may allow other persons, besides the parties, their agents, counsel and advocates, witnesses and experts during their testimony, and officers of the Tribunal, to attend or observe all or part of the hearings, subject to appropriate logistical arrangements. The Tribunal shall for such cases establish procedures for the protection of proprietary or privileged information.” 463 Sengketa Methanex Corp. v. United States, Putusan Mahkamah Arbitrase terhadap permohonan pihak ketiga untuk ikut serta sebagai Amicus Curiae NAFTA Chapter 11 Arbitration Tribunal 15 Januari 2001, lihat juga dalam Methanex Corp. v. United States, Putusan Akhir NAFTA Chapter 11 Arbitration Tribunal 3 Agustus 2005, lihat juga Marie-Claire Cordonier, et.al. eds, Sustainable Development in World Investment Law, London : Kluwer, 2011, hlm. 195. 464 “Amicus curiae” adalah pihak ketiga yang bukan sebagai salah satu pihak dalam perkara dan memiliki kepentingan. Universitas Sumatera Utara 244 Selanjutnya perkara lain yang menerima masuknya pihak ketiga dalam proses arbitrase yaitu European Commission sebagai Amicus Curiae adalah dalam sengketa AES v. Hungary . 465 Diterimanya partisipasi pihak ketiga juga terdapat pada sengketa Pac Rim Cayman LLC v. Republic of El Salvador . 466 Demikian juga segketa The Rompetrol Group N.V. v. Romania. 467 Terbukanya masalah untuk menjadi bahan komentar publik, bahkan jika hal itu secara terbatas, majelis memastikan bahwa isu-isu tersebut didengar dan diketahui oleh investor. Peluang partisipasi pihak ketiga ini dimungkinkan karena adanya beberapa sengketa yang dianggap menyentuh kepentingan publik sehingga tidak dapat diselesaikan oleh hanya para pihak saja, misalnya sengketa di mana investor menentang kepatutan terhadap undang-undang atau kebijakan suatu negara yang berkaitan dengan krisis ekonomi atau investor melakukan monopoli sehingga sengketanya harus diperhitungkan. Demikian juga dengan aturan NAFTA yang membuka proses arbitrase yang menjadi perhatian publik dan memiliki pengaruh terhadap publik serta membolehkan hadirnya pihak ketiga sebagai “amicus curiae.” Hal tersebut akan mengakhiri sifat kerahasiaan arbitrase di masa mendatang dan 465 Lihat sengketa AES v. Hungary, Putusan Akhir, ICSID Case No. ARB0722, paragraph 7.6.6. 466 Lihat sengketa Pac Rim Cayman LLC v. Republic of El Salvador ICSID Case No. ARB0912, di mana terdapat undangan bagi pihak ketiga sebagai amicus curiae tanggal 02 Februari 2011, yang selanjutnya terbit aplikasi untuk izin masuknya amicus curiae pada tanggal 02 Maret 2011 sehingga terdapat ikut sertanya Amerika Serikat pada tanggal 20 Mei 2011 dan ikut sertanya Costa Rica pada tanggal 20 Mei 2011. 467 Lihat sengketa The Rompetrol Group N.V. v. Romania ICSID Case No. ARB063, putusan tanggal 14 Januari 2010 yang memberi kesempatan partisipasi penasehat counsel. Universitas Sumatera Utara 245 menjadi trend arbitrase investasi internasional terbuka untuk umum demi tujuan pengawasan publik. Investor, negara dan khalayak umum memiliki kepentingan yang seimbang untuk mengetahui bagaimana majelis arbitrase bertindak dan proses arbitrase investor-negara serta bagaimana majelis menginterpretasikan penerapan hukum investasi internasional secara tekstual dalam praktek, di sinilah letak perspektif rule of law , akses terhadap keadilan dan pertanggungjawaban publik. Salah satu Majelis Arbitrase ICSID yang telah mengakui adanya kepentingan publik adalah sengketa Aguas Argentinas S.A., Suez, Sociedad General de Aguas de Barcelona SA and Vivendi Unibersal SA., v. The Argentina Republic 468 yang dalam pertimbangannya merespon petisi untuk transparansi dan mengizinkan partisipasi pihak ketiga sebagai “Amicus Curiae.” Namun demikian dengan diaturnya partisipasi pihak ketiga, maka majelis arbitrase harus memilah bahwa ikut sertanya pihak ketiga tersebut akan membantu dalam memutuskan fakta atau isu hukum sesuai lingkup sengketa, pihak ketiga itu memiliki kepentingan yang signifikan dalam sengketa dan pihak ketiga itu tidak akan mengganggu proses atau menyebabkan ketidakadilan bagi pihak lain, sehingga majelis arbitrase mampu melakukan seleksi dengan baik untuk membatasi jumlah partisipasi yang tidak betul-betul berkepentingan. Perubahan serupa juga dibuat 468 Sengketa Aguas Argentinas S.A., Suez, Sociedad General de Aguas de Barcelona SA and Vivendi Unibersal SA., v. The Argentina Republic ICSID Case No. ARB0319 , tanggal 19 Mei 2005, paragraph 19-23, diakses dari https:icsid.worldbank.orgICSIDFrontServlet?requestType=GenCaseDtlsRHactionVal=ListConclu ded Universitas Sumatera Utara 246 untuk “corresponding provisions” sesuai Pasal 41 ayat 3 ICSID Arbitration Additional Facility Rules yang bunyinya sama dengan Aturan 37 ICSID Arbitration Rules tersebut di atas. Kemudian terkadang informasi tentang proses arbitrase menyebabkan hal tersebut menjadi milik publik public domain meskipun tidak ada syarat formal untuk transparansi. Hal mana disebabkan karena salah satu pihak yang terlibat sengketa dapat secara sepihak membuka putusan arbitrase untuk mengumumkan haknya atau mengumumkan putusan arbitrasenya karena disyaratkan secara hukum, seperti kewajiban pelaporan atas anggaran pemerintah yang dikeluarkan dan harus dipublikasi sesuai aturan hukum domestik termasuk tuntutan pembayaran yang dijatuhkan melalui putusan atau berkaitan dengan pelaksanaan putusan arbitrase tersebut terhadap host state. Dalam perkembangan terbaru, terdapat sengketa yang tunduk pada ICSID Arbitration Additional Facility Rules maupun ICSID Conciliation Additional Facility Rules , di mana dalam aturan tersebut tidak ada diperintahkan dan juga tidak melarang dipublikasinya pembelaan para pihak, oleh karena sengketa tersebut menarik perhatian warga sipil secara luas, maka kemudian Majelis Arbitrase ICSID dalam sengketa Piero Foresti v. South Africa 469 memerintahkan para pihak untuk mengumumkan pembelaan para pihak secara tertulis kepada 5 lima pihak ketiga dari non-pemerintah yang terlibat sebagai “amicus curiae” meskipun pemohon 469 Putusan sengketa Piero Foresti and others v. The Republic of South Africa ICSID Case No. ARB AF0701 tanggal 4 Agustus 2010, paragraf. 27-29, yang mencatat bahwa : “however, that the disclosures never actually occurred, because the claimant opted to discontinue the claim befoe or rather than? releasing the details of its claim to the public.” Universitas Sumatera Utara 247 arbitrase keberatan. Dengan peluang ikut sertanya pihak ketiga tersebut ke dalam sengketa para pihak, membuktikan bekerjanya fungsi hukum melalui Konvensi ICSID. Keterbukaan dalam hukum investasi internasional telah muncul ke permukaan dalam waktu singkat. W. Friedmann 470 mengatakan bahwa kebebasan berkontrak dan melakukan investasi dalam masyarakat demokrasi yang modern adalah salah satu variasi metode alternatif dari aktifitas ekonomi dan di manapun akan menjadi hal yang memiliki variasi kontrol publik. Lincoln 471 menyatakan bahwa dalam demokrasi modern idealnya terdapat hak warga negara untuk berpartisipasi dalam pemerintahnya guna memperoleh pertanggung jawaban pemerintah. Dalam era sebelum adanya NAFTA, tampaknya keadilan adalah hal yang diimpikan dan keterbukaan dikesampingkan, namun saat ini dalam perjanjian investasi cenderung diperjanjikan tentang hal keterbukaan. Tentunya masyarakat internasional patut menghargai reformasi yang dilakukan oleh NAFTA dan ICSID karena saat ini putusan arbitrase investasi antara investor dengan negara menjadi lebih terbuka. ICSID telah merespon persepsi pemangku kepentingan stakeholder yang ada di dalamnya melalui legitimasinya dan menunjukkan respon kepada arbiter yang melakukan inovasi keterbukaan di masa yang lalu. 470 W. Friedmann, Legal Theory, op.cit., hlm. 380. 471 Ibid. hlm. 389. Universitas Sumatera Utara 248 6. Keterbukaan putusan membantu pengembangan ilmu pengetahuan dan identifikasi aturan arbitrase investasi internasional. Hukum dari waktu ke waktu mengalami perkembangan, hal ini merupakan suatu konsekuensi logis dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan hukum itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, hukum yang ada sekarang ini tidak muncul secara tiba-tiba begitu saja melainkan merupakan suatu hasil dari perkembangan itu sendiri. 472 Hukum investasi tentunya termasuk lingkup hukum yang turut mengalami perkembangan dan harus diikuti oleh produk hukum yang dihasilkan yang diketahui oleh publik karena terbuka untuk umum. Kewajiban kerahasiaan tidak diinginkan dalam suatu putusan arbitrase yang melibatkan salah satu pihaknya adalah negara karena akan menghilangkan pengetahuan publik dan informasi yang berkaitan dengan pemerintah dan perkara publik. 473 Dalam putusan memuat pertimbangan-pertimbangan majelis arbitrase yang menerapkan hukum dalam menyelesaikan sengketa para pihak. Bahkan dengan keterbukaan maka akan menjawab kebutuhan generasi mendatang sebagaimana dikatakan Marian 474 bahwa ”prosedural transparancy in investment arbitration guarantees that decisions reached by arbitral tribunals are sound for the development of legal resources to secure and se rve the needs of future generation” 472 Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Bandung : Alumni, 2004, hlm. 2. 473 Dalam sengketa The Loewen Group, Inc. and Raymond L. Loewen v. United States of America ICSID Case No. ARB AF983, Putusan tanggal 26 Juni 2003, diakses dari http:www.state.govdocumentsorganization3998.pdf. 474 Cornel Marian , “Sustainable Investment Through Effective Resolution of Investment Disputes – Is Transparency The Answer?,” Social Science Research Network SSRN, hlm. 4., diakses dari http:papers.ssrn.comsol3papers.cfm?abstract_id=2070676., pada tanggal 10 Desember 2013. Universitas Sumatera Utara 249 proses keterbukaan dalam arbitrase investasi menjamin bahwa keputusan yang di ambil oleh majelis arbitrase adalah untuk pengembangan sumber daya hukum untuk mengamankan dan melayani kebutuhan generasi masa depan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa sengketa yang diselesaikan melalui lembaga ICSID adalah sengketa yang melibatkan suatu negara sehingga arbitrase ini merupakan jenis arbitrase internasional yang bersifat publik dan putusan atas sengketanya cenderung akan mempengaruhi sebagian besar dari masyarakat sipil dibandingkan dengan arbitrase yang hanya melibatkan pribadi maupun swasta. Selain itu, putusan yang dihasilkan dari arbitrase publik akan menghendaki suatu perubahan dalam hukum dan prakteknya dalam suatu negara sebagai suatu hasil keputusan. Untuk memperluas bahwa arbitrase publik internasional dibuat lebih terbuka, keinginan demokratis dipertinggi karena publik memiliki kesempatan untuk mengamati jalannya proses dan mempertahankan tanggung jawab pemerintah atas tindakan pemerintah dengan adanya perhatian kepada arbitrase dan putusan arbitrasenya. Jika publik merasa tidak puas terhadap tindakan pemerintahnya, maka hal itu dapat ditunjukkan melalui berkurangnya suara pemilih bagi pembuat keputusan di masa pemilu mendatang. Hal tersebut yang menjadi perbedaan utama dengan arbitrase yang hanya melibatkan para pihak saja, karena akibat yang ditimbulkan hanya berdampak pada para pihak. Keterbukaan menunjukkan pentingnya informasi yang tidak hanya sebagai bentuk kewajiban internasional bagi investor asing berkaitan dengan hubungan antar Universitas Sumatera Utara 250 warga dan ruang lingkup kewenangan aturan domestik, tetapi juga sebagai bentuk integritas dan kemampuan sistem penyelesaian sengketa. Keterbukaan transparency adalah kebalikan dari tertutup non-transparency atau confidentiality, Julie A. Maupin 475 mendefinisikan non-transparency sebagai ”things the general public doesn‟t know” di mana terminologi ”public” menunjukkan bahwa setiap orang tidak dapat mengakses informasi yang bersangkutan secara bebas karena keistimewaannya, kerahasiaannya atau hubungan kontraktual yang melarangnya terbuka dan secara bebas dari tiap orang atau rekan bisnis dari orang yang ada dalam hubungan itu. Hal publik yang tidak memiliki hak untuk diketahui secara umum misalnya rahasia dagang, kerahasiaan informasi bisnis, rahasia negara, informasi yang dijaga khusus atau karena keistimewaan hukum lainnya, dan sebagainya. 476 Jika dalam penerapan keterbukaan putusan diperdebatkan mengenai informasi yang perlu diketahui atau harus diketahui atau tidak perlu diketahui, maka khusus untuk putusan arbitrase ICSID, oleh karena menyangkut kepentingan investor suatu negara dengan negara lain yang didalamnya, maka putusan arbitrase ICSID termasuk dalam informasi yang ”harus diketahui” oleh publik dalam arti warga negara. Putusan arbitrase dan preseden jika dikaitkan dengan publikasi putusan arbitrase maka secara umum saling bertautan satu sama lain. Hal ini dapat di lihat 475 Julie A. Maupin, op.cit., hlm. 13. 476 Julie A. Maupin, ibid., Bandingkan dengan Peraturan Bapepam LK No. X.K.1 bahwa Keterbukaan Informasi yang harus segera diumumkan ke Publik adalah setiap perusahaan publik atau emiten yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif, harus menyampaikan kepada Bapepam LK dan mengumumkan kepada masyarakat secepat mungkin. Bandingkan juga dengan Undang- Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dalam Pasal 17 dan Pasal 18. Universitas Sumatera Utara 251 dalam putusan arbitrase terutama putusan Majelis Arbitrase ICSID yang telah dipublikasi yang mencantumkan pertimbangan yang turut membantu pembangunan hukum arbitrase internasional, sebagaimana dikatakan William W. Park, Presiden dari LCIA London Court of International Arbitration bahwa : 477 Standards articulated in published arbitral award, supplemented by scholarly comment, often provide intelectual coherence and practical merit for arbiters seeking guidance on questions related to non- signatories. Such ”transnational norms” reach for common sense notions of contract distinct from a governing law whose relevance depends on the story told by one side to the dispute. Their intelligent aplication can enhance the procedural predictability of international arbitration. Terjemahan : standar diartikulasikan dalam menerbitkan putusan arbitrase, dilengkapi dengan komentar ilmiah, sering memberikan koherensi intelektual dan praktek yang bermanfaat untuk arbiter dalam mencari petunjuk tentang pertanyaan yang terkait dengan non-penandatangan. norma transnasional meraih pengertian akal sehat kontrak yang berbeda dari hukum relevan yang mengatur tergantung pada kisah yang diceritakan oleh salah satu pihak yang bersengketa. Kemampuannya dapat meningkatkan prediktabilitas prosedural arbitrase internasional. Keterbukaan putusan paling baik dalam menyediakan kesempatan bagi praktisi dan akademisi untuk mengerti, menganalisa, mengkritik dan memperbaiki sistem penyelesaian sengketa pada pokok persoalan. Keterbukaan putusan juga memperkenankan para pihak arbitrase di masa yang akan datang untuk menilai bagaimana cara seorang arbiter menangani masalah sebelumnya yang diselesaikan melalui arbitrase dan apakah arbiter tersebut adalah orang yang pantas dipilih sebagai arbiter atas sengketa tertentu. 478 477 Horacio A. Grigera Naon and Paul E. Mason, International Commercial Arbitration Practice : 21 st Century Perspectives, United Kingdom : LexisNexis, 2011,  Sec.no.4.03. 478 Cindy B. Guys., op.cit., hlm. 136-137. Universitas Sumatera Utara 252 Keterbukaan putusan akan membantu para pihak untuk menilai dan menganalisa sengketa yang serupa dengan sengketa yang dialaminya. Dengan keterbukaan putusan maka akan menghasilkan lebih banyak konsistensi dan kemungkinan pada sistem arbitrase. Selain itu, meskipun tidak dikenal asas keputusan pengadilan yang mengikat preseden dalam Piagam Majelis Internasional, namun putusan majelis arbitrase ICSID mempunyai pengaruh yang besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai arbitrase investasi dan perkembangan hukum internasional pada umumnya. Terutama era globalisasi saat ini. Werner Menski 479 berpendapat bahwa informasi dan pengetahuan telah membentuk jalinan antara orang-orang di dunia, sekarang, keyakinan bahwa umat manusia bisa beralih menjadi sebuah komunitas universal, tengah terbentuk melalui proses-prose globalisasi dan pengetahuan teknologi. Pendapat lain berkaitan dengan putusan arbitrase secara umum, dijelaskan bahwa putusan tribunal arbitrase yang memuat pertimbangan hukum yang diterima di dalam masyarakat perdagangan intern asional akan menjadi sumber dari ”lex mercatoria” 480 dan untuk mendorong agar putusan arbitrase menjadi ”lex 479 Werner Menski, Perbandingan Hukum Dalam Konteks Global Sistem Eropa, Asia dan Afrika, Cetakan I, Bandung : Nusa Media, 2012, hlm. 10. 480 Lex mercatoria didefinisikan juga sebagai hukum kebiasaan komersial internasional international commercial customary law , misalnya Jan Ramberg menyatakan bahwa : ”lex mercatoria is defined as customary transnational law of international stricto sensu, rules and isntitution conceived by nations from which they taken to govern their international commercial relation which its position with respect to positive law could be looked at in two ways that lex mercatoria preceived and applied as a body of legal rules within the international community of merchants, or at least-so as not to prejudice the controverted existence of a legal order formed by this international community- within homogenous milieu of agents of international trade,” dalam Jan Ramberg, ”International Commercial Transactions,” ICC Kluwer Law International, Stockholm : Norstedts Juridik AB, November 1997, hlm. 17-24. Universitas Sumatera Utara 253 mercatoria” maka diperlukan publikasi dari putusan arbitrase yang juga akan memudahkan bagi arbiter dan para pihak untuk mengidentifikasi aturan yang relevan diberbagai aspek dalam perdagangan internasional, sebagaimana disarankan oleh Julian Lew 481 bahwa : The publication of arbitration awards would facilitate the development of the lex mercatoria into a coherent body of rules which, through the arbitral case-law, would make it easier for arbiters and parties to identify the relevant commercial rules for the different aspects of international trade. Terjemahan : P ublikasi putusan arbitrase akan memfasilitasi pengembangan “lex mercatoria” ke dalam aturan yang terkait, melalui sengketa hukum yang diselesaikan melalui arbitrase, akan memudahkan arbiter dan pihak untuk mengidentifikasi aturan komersial yang relevan untuk aspek yang berbeda dari perdagangan internasional. Hal tersebut tentu juga berkaitan dengan pengaruh era globalisasi yang menginginkan transparansi sebagai salah satu prinsip yang menunjang perkembangan hukum internasional secara umum dan arbitrase pada khususnya. Keterbukaan dalam arti publikasi putusan arbitrase menginginkan adanya publikasi lengkap, termasuk didalamnya pertimbangan-pertimbangan yang mendasari majelis dalam menjatuhkan putusan yang akan menunjukkan perkembangan dan konsistensi hukum arbitrase, hal mana dilakukan dengan cara mempublikasikan putusan dengan mengkaburkan identitas para pihak. 482 481 Taryana Soenandar, Prinsip-Prinsip UNIDROIT, Sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis International, Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2004, hlm. 29. 482 http:www.smany.orgsmasma-pubs.html . “when the ICC Secretariat publishes syntheses of ICC award for educational purposes, frequently in the ICC International Court of Arbitration Bulletin, reference is only made to docket number and the award is “sanitized” by removing the names of the parties and geographical and industrial facts which would risk identifying the case and its participants.” Universitas Sumatera Utara 254 Dengan demikian bahwa beberapa manfaat yang telah diuraikan di atas memperkuat alasan perlunya publikasi putusan arbitrase dengan tujuan transparasi putusan dalam rangka pembangunan dan perkembangan hukum arbitrase internasional khususnya penyelesaian sengketa investasi melalui Lembaga ICSID yang melibatkan negara dan warganegara lain. Sebagaimana uraian alasan perlunya keterbukaan putusan arbitrase ICSID tersebut maka diketahui bahwa alasan-alasan itu memberi perlindungan hukum bagi investor dan host state dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase ICSID. Manfaat dari keterbukaan putusan arbitrase ICSID tersebut dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut : 483 483 Derivasi dari skema “Quality Framework of Public Accountability for the Sustainability of Good Governance and Investor‟s Practice,” dalam Nurnaningsih Amriani P.L. Rika Fatimah, “Confidentiality versus Transparency of ICSID Arbitration Award : Sustainability of The Quality Practice for Good‟s Governance and Investor to Support Public Accountability,” International Journal of Advanced Studies in Humanities and Social Science , volume 2, Issue2, 2014, hlm. 228, diakses dari http:www.ijashss.com. Universitas Sumatera Utara 255 Universitas Sumatera Utara 256 256

BAB III PENERAPAN PRINSIP KETERBUKAAN

PUTUSAN ARBITRASE ICSID DI INDONESIA DAN PERBANDINGANNYA DENGAN BEBERAPA NEGARA

A. Kedaulatan Negara dalam Menentukan Terbukanya Putusan Arbitrase

Dokumen yang terkait

Penerapan prinsip arbitrase di indonesia dalam studi sengketa kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia (MNC TV): analisis putusan MA No. 862 K/Pdt/2013

11 60 165

PERANAN AMDAL DALAM PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA DAN PERBANDINGANNYA DENGAN BEBERAPA NEGARA ASIA TENGGARA.

5 146 1

PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL ASING ANTARA NEGARA DENGAN WARGA NEGARA ASING MELALUI ARBITRASE INTERNATIONAL CENTRE FOR SETTLEMENT OF INVESTMENT DISPUTES (ICSID ).

0 1 6

PENCABUTAN PENASEHAT HUKUM DALAM ARBITRASE DIKAITKAN DENGAN PUTUSAN MAJELIS ARBITRASE ICSID ATAS DASAR MEMBAHAYAKAN PERSIDANGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN ARBITRASE DI INDONESIA.

0 0 2

Pembatalan Putusan Arbitrase Internacional di Pengadilan Indonesia

0 1 17

BANDING ATAS PUTUSAN ARBITRASE DI INDONESIA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 224

Penerapan Prinsip Keterbukaan Atas Putusan Arbitrase ICSID Di Indonesia Dan Perbandingannya Dengan Beberapa Negara

0 2 35

BAB II PRINSIP KETERBUKAAN ATAS PUTUSAN ARBITRASE ICSID ANTARA INVESTOR ASING DENGAN HOST STATE H. Prinsip Keterbukaan - Penerapan Prinsip Keterbukaan Atas Putusan Arbitrase ICSID Di Indonesia Dan Perbandingannya Dengan Beberapa Negara

1 1 199

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Prinsip Keterbukaan Atas Putusan Arbitrase ICSID Di Indonesia Dan Perbandingannya Dengan Beberapa Negara

0 0 56

PENERAPAN PRINSIP KETERBUKAAN ATAS PUTUSAN ARBITRASE ICSID DI INDONESIA DAN PERBANDINGANNYA DENGAN BEBERAPA NEGARA DISERTASI

0 1 19