Penerapan Prinsip Keterbukaan Atas Putusan Arbitrase ICSID Di Indonesia Dan Perbandingannya Dengan Beberapa Negara

(1)

PENERAPAN PRINSIP KETERBUKAAN

ATAS PUTUSAN ARBITRASE ICSID DI INDONESIA

DAN PERBANDINGANNYA DENGAN BEBERAPA NEGARA

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Ilmu Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Di Bawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara

Untuk Dipertahankan di Hadapan Sidang Terbuka Senat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURNANINGSIH AMRIANI

118101001 / S3

HK

PROGRAM DOKTOR (S-3) ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENERAPA PRINSIP KETERBUKAAN

ATAS PUTUSAN ARBITRASE ICSID DI INDONESIA

DAN PERBANDINGANNYA DENGAN BEBERAPA NEGARA

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor Dalam Bidang Ilmu Hukum

Pada Fakultas Universitas Sumatera Utara

Di Bawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara

Untuk Di Pertahankan Di Hadapan Sidang Terbuka Senat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURNANINGSIH AMRIANI

118101001/S3-HK

PROGRAM DOKTOR (S-3) ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEBARA PENGESAHAN

(Promosi Doktor)

Judul Disertasi : PENERAPAN PRINSIP KETERBUKAAN ATAS PUTUSAN ARBITRASE ICSID DI INDONESIA DAN PERBANDINGANNYA DENGAN BEBERAPA NEGARA

Nama : Nurnaningsih Amriani

Nomor Pokok : 118101001

Porgram : Doktor (S3) Ilmu Hukum Menyetujui Komisi pembimbing

(Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H) Promotor

(Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S) (Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum) Kopromotor Kopromotor

Ketua Dekan


(4)

KOMISI PENGUJI

Prof. Huala Adolf, S.H., LLM.,phD., FCBArd

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait,S.H, MLI


(5)

(6)

PENERAPAN PRINSIP KETERBUKAAN

ATAS PUTUSAN ARBITRASE ICSID DI INDONESIA

DAN PERBANDINGAN DENGAN BEBERAPA NEGARA

ABSTRAK Nurnaningsih Amriani1

Suhaidi2 Tan Kamello3

Runtung4

Kerahasiaan putusan arbitrase ICSID saat ini sudah mulai diterobos dengan keterbukaan putusan atas peluang yang diberikan oleh Pasal 48 ayat (5) Konvensi ICSID dan Aturan 48 ayat (4) ICSID Arbitration Rules. Keterbukaan putusan arbitrase ICSID diharapkan mencerminkan nilai kewajaran, keadilan, bermanfaat, memberikan perlindungan bagi investor dan host state, serta menciptakan kepastian hukum bagi para pihak. Oleh karena itu masalah pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : mengapa prinsip keterbukaan atas putusan arbitrase diperlukan dalam penyelesaian sengketa penanaman modal asing melalui ICSID antara investor dengan host state? Mengapa terjadi perbedaan penerapan prinsip keterbukaan atas putusan arbitrase ICSID di berbagai negara? Kemudian bagaimana penerapan prinsip keterbukaan dalam putusan arbitrase ICSID di Indonesia?.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mencakup asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum. Sifat penelitian ini adalah eksplanatif, deskriptif dan preskriptif. Penelitian eksplanatif akan menerangkan atau menguji aturan mengenai prinsip keterbukaan putusan ICSID. Penelitian deskriptif akan mengungkapkan mengenai prinsip keterbukaan putusan ICSID dan aturan yang berkaitan. Penelitian preskriptif digunakan untuk merencanakan suatu perubahan norma hukum dari kerahasiaan menjadi keterbukaan putusan arbitrase ICSID. Penelitian ini juga akan membandingkan antara penerapan prinsip keterbukaan putusan arbitrase ICSID di Indonesia dengan beberapa negara yaitu Malaysia, Singapura dan Jepang secara khusus dan negara lain yang termasuk anggota ICSID secara umum.

1

Hakim Pengadilan Negeri Binjai – Sumatera Utara.

2 Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

3

Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Sekretaris Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara serta Arbiter BANI.

4 Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(7)

Hasil penelitian disertasi membuktikan bahwa : Pertama, keterbukaan putusan arbitrase ICSID diperlukan daripada kerahasiaan putusan dengan beberapa alasan yaitu putusan arbitrase dapat menjadi preseden sehingga tercipta kepastian hukum, menciptakan perlindungan hukum, melindungi pelaksanaan putusan dan meminimalisir resiko mendatang, mewujudkan keadilan, prediktabilitas putusan, meningkatkan kualitas putusan dan rasionalitas sengketa, keterbukaan putusan sebagai bentuk perwujudan asas pemerintah yang baik (good governance), dapat menarik partisipasi pihak ketiga, dan membantu pengembangan ilmu pengetahuan dan membantu identifikasi aturan arbitrase investasi internasional. Kedua, aturan mengenai keterbukaan putusan arbitrase ICSID berbeda di beberapa negara anggota ICSID disebabkan oleh perbedaan sistem hukum yang dianut oleh negara yang berdaulat. Ketiga, publikasi putusan arbitrase ICSID di Indonesia tidak menimbulkan masalah, bahkan publikasi putusan membantu mewujudkan pelaksanaan asas pemerintahan yang baik (good governance).

Berdasarkan kesimpulan tersebut maka rekomendasi dari hasil penelitian disertasi ini adalah arbitrase investasi ICSID adalah menyangkut negara satu dengan negara lainnya sehingga investor dan negara lebih baik memperjanjikan keterbukaan putusan arbitrase karena lebih bermanfaat bagi negara. Selanjutnya agar terjadi unifikasi hukum atas keterbukaan putusan ICSID maka lebih baik jika dalam Konvensi ICSID diatur mengenai kewajiban publikasi putusan untuk mendukung keterbukaan putusan yang lebih luas sesuai amandemen Konvensi ICSID tahun 2006 dan Indonesia seyogyanya melakukan amandemen Undang-Undang Arbitrase dengan memisahkan antara arbitrase investasi dan komersial serta mengatur secara tegas mengenai publikasi putusan arbitrase ICSID dan menyusun regulasi investasi baru serta model BIT yang lebih menguntungkan Indonesia.


(8)

APPLICATION OF TRANSPARENCY

OF ICSID ARBITRATION AWARD IN INDONESIA AND ITS COMPARISON WITH SOME STATES

ABSTRACT

Nurnaningsih Amriani5 Suhaidi6

Tan Kamello7 Runtung8

Confidentiality of ICSID arbitral award is starting intruded by transparency award on the opportunity provided by Article 48 (5) of the ICSID Convention and Rule 48 (4) of the ICSID Arbitration Rules. Transparency of ICSID arbitration award is expected to reflect the value of fairness, justice, beneficial, providing protection for investors and the host state, and to create legal certainty for the parties. Therefore the core issues to be studied in this research are : why the principle of transparency arbitration award is required in foreign investment dispute settlement through ICSID between investors and the host state? Why the difference in the application of the principles of transparency on the ICSID arbitral awards in various countries? Then how the application of the principles of transparency in ICSID arbitration award in Indonesia?.

The method of research used is normative legal research that includes the principle of law, legal systematic, vertical and horizontal synchronization level, comparative law and legal history. The nature of this research is an explanative, descriptive and prescriptive. Explanative research or test rules will explain the transparency of ICSID award principles. Descriptive research will reveal the transparency of ICSID award principles and rules related. Prescriptive research is used to plan a change in the legal norms of confidentiality becomes transparency ICSID arbitration award. This study will also compare the application of the principle of transparency of the ICSID arbitral awards in Indonesia with several

5

Hakim Pengadilan Negeri Binjai – Sumatera Utara.

6 Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

7

Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Sekretaris Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara serta Arbiter BANI.

8 Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(9)

countries including Malaysia, Singapore and Japan in particular and other countries which are members of ICSID in general.

Dissertation research results prove that: Firstly, the transparency of the ICSID arbitration award is required rather than confidentiality award for several reasons that are arbitral award can be a precedent in order to create legal certainty, create legal protection, protecting the implementation of award and minimize future risks, embodies fairness, predictability of award, improve quality judgment and dispute rationality, the transparency of the award as a form of embodiment of the principles of good governance (good governance), can attract the participation of third parties, and assist the development of science and help identify the rules of international investment arbitration. Second, the rules regarding the transparency of the ICSID arbitral award is different in some countries members of ICSID is caused by differences in legal systems adopted by the sovereign state. Third, the publication of the ICSID arbitral awards in Indonesia doesn‟t pose a problem, even publications award helped bring about implementation of the principle of good governance (good governance).

Based on these conclusions, the recommendation of the results of this dissertation are the ICSID investment arbitration is concerned country to country and state so that investors better foretell transparency of arbitration award because it is more beneficial to the state. Furthermore, to enable the unification of the law on transparency of the ICSID award better if the ICSID Convention is set on the duty of publication award to support a wider transparency award of ICSID Convention, as amended in 2006 and Indonesia should amend the Arbitration Act with the split between investment and commercial arbitration and set firmly on the publication of the ICSID arbitration award and draw up new investment regulations and new BIT model which more profitable forIndonesia.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan dan dilimpahkan kepada Penulis sehingga disertasi ini dapat diselesaikan tepat waktu, teriring shalawat dan salam kepada junjungan besar kita Rasulullah Muhammad SAW.

Penyelesaian Program Studi Doktor Ilmu Hukum yang Penulis tempuh ini telah banyak mendapat bantuan dan dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Insya Allah segala sesuatu yang diberikan akan dibalas dengan kebaikan yang berlipat ganda oleh Allah SWT.

Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat dan amat terpelajar Prof. Dr. Suhaidi, SH.MH., selaku Promotor, beserta Prof.Dr. Tan Kamello, SH.MS., dan Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum., selaku Kopromotor yang telah penuh perhatian memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan motivasi serta saran dan kritik yang konstruktif kepada penulis untuk tercapainya hasil terbaik dari penulisan disertasi ini. Demikian juga ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat dan amat terpelajar Prof. Huala Adolf, SH.LLM.Phd.FCB(Arb)., selaku Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung sekaligus sebagai arbiter internasional, Prof.Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH.MLI., selaku Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Wakil Rektor IV Universitas Sumatera Utara serta Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum., selaku Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara selaku penguji disertasi penulis yang telah banyak memberikan kritik dan saran yang membangun dan memotivasi penulis guna lebih memperkaya isi disertasi penulis.

Selanjutnya penulis juga menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :


(11)

1. Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Subhilhar, Ph.D. dan mantan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M & H., M.Sc (C.T.M)., Sp. A(K)., atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk dapat mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum dan Ketua Program Studi Magister dan Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Suhaidi, SH.MH., atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk dapat mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan motivasi dalam setiap perkuliahan kepada penulis, terlebih kepada yang terhormat dan amat terpelajar Prof. Dr. Solly Lubis, SH., Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.MH., Prof. (EM) Dr. H. Lili Rasjidi, SH.S.Sos., LL.M., Prof. Hikmahanto Juwana, SH.,LLM.,Phd., Prof.Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH.MLI., Dr. Hasim Purba, SH.M.Hum., atas segala bantuan saran dan waktu yang diberikan untuk berdiskusi serta bantuan literatur dalam penulisan disertasi penulis.

4. Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Dirjen Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum), Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, Ketua Pengadilan Negeri Tebing Tinggi, dan Ketua Pengadilan Negeri Klas I-B Binjai yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada Penulis untuk melanjutkan kuliah pada jenjang Doktor (S-3) serta rekan hakim yang sangat memaklumi kesibukan penulis.

5. Prof. Dr. Basuki Rekso Wibowo, SH.MH., Kepala Puslitbang Mahkamah Agung R.I. sekaligus Guru Besar dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya atas segala dukungan, rekomendasi, bantuan doa, motivasi dan berbagai literatur yang diberikan kepada Penulis dalam penulisan disertasi ini.


(12)

6. Rekan-rekan Program Studi Doktor Ilmu Hukum angkatan 2011/2012, yaitu Rudi Haposan, SH.Mkn., Rizkan Zulyadi, SH.MH., Fuadi, SH.MH., Amrizal, SH.LLM., Dr. Maswar, SH.MH., Alm. Salahuddin, SH.MH., Maria Kaban, SH.MH., Zaedar, SH.MH., Dr.Feri Tanjung, SH.MKn., Shopia, SH.MH., Solistis PO. Dachi, SH.MH., Dr. Tommy Leonard, SH.MH., Noor Azizah, SH.MH., Mashudi, SH.MH., Fredi Siregar, SH.MH., Jafar, SH.MH.,serta angkatan lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang senantiasa berdiskusi dan bekerjasama dalam penyelesaian disertasi ini.

7. Seluruh staf pegawai pada Sekretariat Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam mengurus keperluan administrasi kampus.

8. Perpustakaan National University of Singapore (NUS), National Library of Singapore dan perpustakaan Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) atas fasilitas literatur disertasi yang diberikan.

9. Datuk Sundra Rajoo dari Kuala Lumpur Regional Commercial For Arbitration

(KLRCA), Mr. Lim Chee Wee selaku President of The Malaysian Bar, Tan Sri Dato‟ Seri MD Raus Bin Syarif selaku President Court of Appeal Malaysia, Assoc. Professor Tatsuya Nakamura, selaku General Manajer dari The Japan Commercial Arbitration Association (JCAA), Vivekanda N., dari Singapore International Arbitration Centre (SIAC) atas bantuan literatur, waktu untuk wawancara dan senantiasa menjawab email penulis berkaitan penulisan disertasi ini.

10.Assoc. prof. Dr. Zinatul Ashiqin Zainol (Ph.D) dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Assoc.Prof Dr. Rika Fatimah, P.L.ST.,MSc. (Ph.D) dan Dr. Ivan Lanovara Djafilus, S.T., MSc., (Ph.D) dari Thinksmart Teknosensa Yogyakarta dan Malaysia atas penerbitan tulisan penulis dalam bentuk proceeding.

11.International Journal of Advanced Studies in Humanities and Social Science


(13)

12.tentang garis besar disertasi ini dengan judul “Confidentiality versus Transparency of ICSID Arbitration Award : Sustainability of The Quality

Practice for Good‟s Governance and Investor to Support Public Accountability.”

13.Brawijaya International Journal, Kuala Lumpur International Business, Economic and Law Conference (Klibel-5) 2014, South East Asia Journal of Contemporary Business, Economics and Law (SEAJBEL), International Journal of Business, Economics and Law (IJBEL) Vol. 5, Issue 4, Dec 2014, dan The International Journal of Humanities & Social Studies, Vol. 3, Issue 1, January 2015, atas publikasi artikel penulis.

Ucapan terima kasih yang khusus dan tidak terhingga disampaikan kepada Ibunda Hj. Mariama, SH., yang sangat membanggakan, ibunda hebat dan tegar yang seorang diri telah membiayai, merawat, mendidik penulis beserta keempat abang penulis sejak kecil, selalu mendoakan dengan penuh kasih sayang yang tak terlukiskan dengan kata-kata, kepadanya derajat tertinggi akademik ini dipersembahkan dan kepada ayahanda Amir Saleh, BA., yang telah meninggalkan kami sejak kecil, sayangilah keduanya Ya Allah sebagaimana mereka menyayangiku sejak masih kecil.

Demikian juga kepada Ayah mertua H. Burhanuddin Sitorus dan Ibu Mertua Hj. Romah Br. Marpaung, mertua terbaik yang senantiasa mendoakan, menasehati, memperhatikan, serta mendukung Penulis baik secara moril maupun materiil untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S-3. Allah SWT telah memberikan mertua dengan kebaikan yang luar biasa, semoga Allah SWT selalu mencurahkan rahmat dan kasih sayangnya serta memberi umur panjang agar Penulis diberi kesempatan untuk membahagiakan dan membalas kebaikan Ibunda dan mertua Penulis.

Ucapan terima kasih tak terhingga dan teristimewa kepada Suami tercinta Irwansyah Putra Sitorus, SH.MH., yang telah sabar dan sangat pengertian mendorong dan menolong Penulis dalam menyelesaikan studi serta ada mendampingi saat duka


(14)

maupun suka, tanpa dukungan suami, penulis tidak akan tercatat sebagai mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum USU. Kepada ananda tercinta Bagis Farras Sitorus, disampaikan terima kasih atas pengertiannya, bantuannya setiap saat, kesabarannya menemani Mama kuliah dan mengetik disertasi setiap malam serta permohonan maaf setulusnya, karena selama menempuh studi ini, mungkin pernah terabaikan, kurang mendapat perhatian dan kasih sayang yang cukup, semoga menjadi anak yang sholeh. Demikian juga anak dalam kandungan penulis agar lahir dengan selamat dan sehat, menjadi anak-anak yang berguna bagi nusa dan bangsa serta semoga gelar akademik tertinggi juga dapat ananda raih.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga disampaikan pula kepada abangda yang telah menggantikan peran bapak bagi penulis yaitu : H. Sofyan Amry, SH., H. Irwan Amry, S.Sos., H. Setiawan Amry, SH., dan H. Darmawan Amry, SH., serta saudara ipar penulis yaitu Syahrijal Sitorus, SAg, Alinur Candra Sitorus, Spd.SH., Sri Suryada Sitorus, SHI, Sitiur Mala Sitorus, SH., dan Burroyah Khotimah Nur, terimakasih atas doa dan bantuannya selama ini.

Akhirnya penulis menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak yang telah memiliki andil dalam proses penelitian dan penyelesaian studi ini, semoga Allah SWT membalas amal baik bapak/Ibu sekalian.

Medan, April 2015 Nurnaningsih Amriani


(15)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN

KOMISI PENGUJI SURAT PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL DAN SKEMA ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... . 21

C. Tujuan Penelitian ... 22

D. Manfaat Penelitian ... . 22

E. Keaslian Penelitian ... 24

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ... 25

1. Kerangka teori ... . 25

2. Kerangka konsep ... ... 41

G. Metode Penelitian ... 45

1. Spesifikasi penelitian ... . 47

a. Jenis penelitian ... . 47

b. Sifat penelitian ... 48

c. Metode pendekatan... .. 49

2. Sumber bahan hukum ... ... 50

3. Teknik pengumpulan bahan hukum ... . 51


(16)

H. Asumsi ... 53

I. Sistematika Penulisan ... 55

BAB II PRINSIP KETERBUKAAN ATAS PUTUSAN ARBITRASE ICSID ANTARA INVESTOR ASING DENGAN HOST STATE A. Prinsip Keterbukaan ... ... 57

B. Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase ... 64

C. Kebebasan Berkontrak dan Batas Otonomi Para Pihak dalam Perjanjian Arbitrase ICSID untuk Menyepakati Keterbukaan Putusan ... 83

D. Lembaga ICSID ... 105

1. Sejarah ICSID ... ... 105

2. Kewenangan ICSID ... ... 112

3. Mekanisme penyelesaian sengketa melalui ICSID ... 130

E. Putusan Arbitrase ICSID ... 142

F. Keterbukaan Putusan Arbitrase Sesuai Konvensi ICSID ... 151

G.Alasan Perlunya Keterbukaan Putusan Arbitrase ICSID... 180

1. Putusan arbitrase ICSID sebagai preseden sehingga tercipta kepastian hukum ... 181

2. Keterbukaan putusan menciptakan perlindungan hukum bagi para pihak dan pelaksanaan putusan, meminimalisir resiko mendatang sehingga meningkatkan kepercayaan kepada arbitrase ... 203

3. Keterbukaan putusan mewujudkan keadilan, prediktabilitas putusan, meningkatkan kualitas putusan dan rasionalitas sengketa ... 219

4. Keterbukaan putusan sebagai bentuk perwujudan asas pemerintahan yang baik (good governance) ... 230

5. Keterbukaan putusan proses dan putusan arbitrase menarik partisipasi pihak ketiga ... 239

6. Keterbukaan putusan membantu pengembangan ilmu pengetahuan dan identifikasi aturan arbitrase investasi internasional ... 248


(17)

BAB III PENERAPAN PRINSIP KETERBUKAAN PUTUSAN

ARBITRASE ICSID DI INDONESIA DAN

PERBANDINGANNYA DENGAN BEBERAPA NEGARA A.Kedaulatan Negara dalam Menentukan Terbukanya Putusan Arbitrase .... 256 B.Penerapan Prinsip Keterbukaan Putusan Arbitrase Di Malaysia... 265 C.Penerapan Prinsip Keterbukaan Putusan Arbitrase Di Singapura ... 275 D.Penerapan Prinsip Keterbukaan Putusan Arbitrase Di Jepang... 281 E. Minat Pebisnis dalam Pemakaian Prinsip Keterbukaan Putusan dengan

Menggunakan ICSID Sebagai Wadah Penyelesaian Sengketa Arbitrase .. 292 F. Putusan Arbitrase ICSID yang Telah Dipublikasi dan Rahasia Sejak Tahun

1972 Sampai Tahun 2013 ... 297

BAB IV PRINSIP KETERBUKAAN DI INDONESIA

A.Keterbukaan Putusan Arbitrase, Putusan Pengadilan dan Informasi

Publik ... 304 B.Sengketa Penanaman Modal Asing Di Indonesia ... 320 C.Prinsip Keterbukaan Putusan Pengadilan Di Indonesia ... 332 D.Pergeseran Prinsip Kerahasiaan Ke Arah Keterbukaan Putusan Arbitrase .. 341 E. Peluang dan Hambatan Penerapan Prinsip Keterbukaan Putusan Arbitrase

ICSID Berkaitan dengan Indonesia ... 351

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... 365 B.Saran ... 367 DAFTAR PUSTAKA


(18)

DAFTAR TABEL DAN SKEMA

Tabel 1 : Perbandingan Putusan Akhir yang Dipublikasi dan Rahasia

Tahun 2003-2007 ... 177

Tabel 2 : Perbandingan Putusan Akhir yang Dipublikasi dan Rahasia Tahun 2008-2013 ... 178

Tabel 3 : Daftar BIT Malaysia ... 269

Tabel 4 : Daftar BIT Singapura ... 278

Tabel 5 : Daftar BIT Jepang ... 287

Tabel 6 : Jumlah Sengketa yang Didaftarkan Sesuai Konvensi ICSID dan ICSID Additional Facility Rules Sejak Bulan Januari 1972 sampai Bulan Desember 2013 ... 297

Tabel 7 : Negara dan Jumlah Sengketa Arbitrase Melalui ICSID yang Dipublikasi dan Rahasia Sejak Tahun 1972 Sampai Tahun 2013 ... 298

Tabel 8 : Daftar BIT Indonesia ... 324

Skema 1 : Alur Kerangka Teori ... 40

Skema 2 : Konsep Prinsip Keterbukaan Atas Putusan Arbitrase ICSID Di Indonesia ... 44

Skema 3 : Hasil Penyelesaian Sengketa ... 80

Skema 4 : Proses Lahirnya Sengketa Investasi ... 136

Skema 5 : Langkah Penyelesaian Sengketa Melalui ICSID ... 137


(19)

DAFTAR SINGKATAN

BIT : Bilateral Investment Treaty

HIR : Het Herziene Indonesisch Reglement

ICSID : International Center for The Settlement of Investment Dispute JCAA : Japan Commercial Arbitration Association

KLRCA : Kuala Lumpur Regional Center for Arbitration. MIGA : Multinational Investment Guarantee Agency. RBG : Reglement Buitengewesten

RV : Reglement op de Rechtvordering

SIAC : Singapore International Arbitration Centre

UNCITRAL : United nations Conference on International Trade Law. UNIDROIT : International Institute for The Unification of Private Law. UUPMA : Undang-Undang Penanaman Modal


(20)

PENERAPAN PRINSIP KETERBUKAAN

ATAS PUTUSAN ARBITRASE ICSID DI INDONESIA

DAN PERBANDINGAN DENGAN BEBERAPA NEGARA

ABSTRAK Nurnaningsih Amriani1

Suhaidi2 Tan Kamello3

Runtung4

Kerahasiaan putusan arbitrase ICSID saat ini sudah mulai diterobos dengan keterbukaan putusan atas peluang yang diberikan oleh Pasal 48 ayat (5) Konvensi ICSID dan Aturan 48 ayat (4) ICSID Arbitration Rules. Keterbukaan putusan arbitrase ICSID diharapkan mencerminkan nilai kewajaran, keadilan, bermanfaat, memberikan perlindungan bagi investor dan host state, serta menciptakan kepastian hukum bagi para pihak. Oleh karena itu masalah pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : mengapa prinsip keterbukaan atas putusan arbitrase diperlukan dalam penyelesaian sengketa penanaman modal asing melalui ICSID antara investor dengan host state? Mengapa terjadi perbedaan penerapan prinsip keterbukaan atas putusan arbitrase ICSID di berbagai negara? Kemudian bagaimana penerapan prinsip keterbukaan dalam putusan arbitrase ICSID di Indonesia?.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mencakup asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum. Sifat penelitian ini adalah eksplanatif, deskriptif dan preskriptif. Penelitian eksplanatif akan menerangkan atau menguji aturan mengenai prinsip keterbukaan putusan ICSID. Penelitian deskriptif akan mengungkapkan mengenai prinsip keterbukaan putusan ICSID dan aturan yang berkaitan. Penelitian preskriptif digunakan untuk merencanakan suatu perubahan norma hukum dari kerahasiaan menjadi keterbukaan putusan arbitrase ICSID. Penelitian ini juga akan membandingkan antara penerapan prinsip keterbukaan putusan arbitrase ICSID di Indonesia dengan beberapa negara yaitu Malaysia, Singapura dan Jepang secara khusus dan negara lain yang termasuk anggota ICSID secara umum.

1

Hakim Pengadilan Negeri Binjai – Sumatera Utara.

2 Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

3

Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Sekretaris Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara serta Arbiter BANI.

4 Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(21)

Hasil penelitian disertasi membuktikan bahwa : Pertama, keterbukaan putusan arbitrase ICSID diperlukan daripada kerahasiaan putusan dengan beberapa alasan yaitu putusan arbitrase dapat menjadi preseden sehingga tercipta kepastian hukum, menciptakan perlindungan hukum, melindungi pelaksanaan putusan dan meminimalisir resiko mendatang, mewujudkan keadilan, prediktabilitas putusan, meningkatkan kualitas putusan dan rasionalitas sengketa, keterbukaan putusan sebagai bentuk perwujudan asas pemerintah yang baik (good governance), dapat menarik partisipasi pihak ketiga, dan membantu pengembangan ilmu pengetahuan dan membantu identifikasi aturan arbitrase investasi internasional. Kedua, aturan mengenai keterbukaan putusan arbitrase ICSID berbeda di beberapa negara anggota ICSID disebabkan oleh perbedaan sistem hukum yang dianut oleh negara yang berdaulat. Ketiga, publikasi putusan arbitrase ICSID di Indonesia tidak menimbulkan masalah, bahkan publikasi putusan membantu mewujudkan pelaksanaan asas pemerintahan yang baik (good governance).

Berdasarkan kesimpulan tersebut maka rekomendasi dari hasil penelitian disertasi ini adalah arbitrase investasi ICSID adalah menyangkut negara satu dengan negara lainnya sehingga investor dan negara lebih baik memperjanjikan keterbukaan putusan arbitrase karena lebih bermanfaat bagi negara. Selanjutnya agar terjadi unifikasi hukum atas keterbukaan putusan ICSID maka lebih baik jika dalam Konvensi ICSID diatur mengenai kewajiban publikasi putusan untuk mendukung keterbukaan putusan yang lebih luas sesuai amandemen Konvensi ICSID tahun 2006 dan Indonesia seyogyanya melakukan amandemen Undang-Undang Arbitrase dengan memisahkan antara arbitrase investasi dan komersial serta mengatur secara tegas mengenai publikasi putusan arbitrase ICSID dan menyusun regulasi investasi baru serta model BIT yang lebih menguntungkan Indonesia.


(22)

APPLICATION OF TRANSPARENCY

OF ICSID ARBITRATION AWARD IN INDONESIA AND ITS COMPARISON WITH SOME STATES

ABSTRACT

Nurnaningsih Amriani5 Suhaidi6

Tan Kamello7 Runtung8

Confidentiality of ICSID arbitral award is starting intruded by transparency award on the opportunity provided by Article 48 (5) of the ICSID Convention and Rule 48 (4) of the ICSID Arbitration Rules. Transparency of ICSID arbitration award is expected to reflect the value of fairness, justice, beneficial, providing protection for investors and the host state, and to create legal certainty for the parties. Therefore the core issues to be studied in this research are : why the principle of transparency arbitration award is required in foreign investment dispute settlement through ICSID between investors and the host state? Why the difference in the application of the principles of transparency on the ICSID arbitral awards in various countries? Then how the application of the principles of transparency in ICSID arbitration award in Indonesia?.

The method of research used is normative legal research that includes the principle of law, legal systematic, vertical and horizontal synchronization level, comparative law and legal history. The nature of this research is an explanative, descriptive and prescriptive. Explanative research or test rules will explain the transparency of ICSID award principles. Descriptive research will reveal the transparency of ICSID award principles and rules related. Prescriptive research is used to plan a change in the legal norms of confidentiality becomes transparency ICSID arbitration award. This study will also compare the application of the principle of transparency of the ICSID arbitral awards in Indonesia with several

5

Hakim Pengadilan Negeri Binjai – Sumatera Utara.

6 Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

7

Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Sekretaris Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara serta Arbiter BANI.

8 Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(23)

countries including Malaysia, Singapore and Japan in particular and other countries which are members of ICSID in general.

Dissertation research results prove that: Firstly, the transparency of the ICSID arbitration award is required rather than confidentiality award for several reasons that are arbitral award can be a precedent in order to create legal certainty, create legal protection, protecting the implementation of award and minimize future risks, embodies fairness, predictability of award, improve quality judgment and dispute rationality, the transparency of the award as a form of embodiment of the principles of good governance (good governance), can attract the participation of third parties, and assist the development of science and help identify the rules of international investment arbitration. Second, the rules regarding the transparency of the ICSID arbitral award is different in some countries members of ICSID is caused by differences in legal systems adopted by the sovereign state. Third, the publication of the ICSID arbitral awards in Indonesia doesn‟t pose a problem, even publications award helped bring about implementation of the principle of good governance (good governance).

Based on these conclusions, the recommendation of the results of this dissertation are the ICSID investment arbitration is concerned country to country and state so that investors better foretell transparency of arbitration award because it is more beneficial to the state. Furthermore, to enable the unification of the law on transparency of the ICSID award better if the ICSID Convention is set on the duty of publication award to support a wider transparency award of ICSID Convention, as amended in 2006 and Indonesia should amend the Arbitration Act with the split between investment and commercial arbitration and set firmly on the publication of the ICSID arbitration award and draw up new investment regulations and new BIT model which more profitable forIndonesia.


(24)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian terhadap penerapan prinsip keterbukaan atas putusan arbitrase

International Center for The Settlement of Investment Dispute (ICSID) di Indonesia dan perbandingannya dengan beberapa negara dirasakan penting, paling tidak didasarkan pada enam alasan, yaitu pertama, kerahasiaan (confidentiality) sebagai salah satu keunggulan penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak lagi dianggap penting dan saat ini sudah mulai diterobos dengan adanya penggunaan prinsip keterbukaan (transparency) berdasarkan peluang yang diberikan Pasal 48 ayat (5) Konvensi ICSID 19659 yaitu berupa peluang bagi Lembaga ICSID untuk mempublikasikan putusan atas kesepakatan para pihak.10 Kedua, beberapa negara seperti Indonesia dan Malaysia mengatur mengenai kewajiban kerahasiaan secara umum dalam aturan arbitrase berkaitan dengan putusan arbitrase, namun tetap mempublikasikan beberapa putusan arbitrase lembaga ICSID yang melibatkan negaranya. Ketiga, terdapat beberapa negara yang tidak mengatur mengenai kerahasiaan putusan arbitrase. Keempat, terdapat ketidaksinkronan antara prinsip kerahasiaan arbitrase yang dianut dengan realitas di lapangan, misalnya Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban kerahasiaan pada Pasal 27 Undang-Undang

9

Pasal 48 ayat (5) Konvensi ICSID 1965 menyatakan bahwa “The Centre shall not publish the award without the consent of the parties.”

10


(25)

Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternative Penyelesaian Sengketa11 dan Pasal 14 ayat (5) Peraturan Prosedur Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)12 akan tetapi terdapat putusan arbitrase investasi yang melibatkan Indonesia atau badan pemerintah Indonesia yang diselesaikan melalui lembaga arbitrase ICSID yang dipublikasikan putusannya sedangkan peraturan tersebut adalah peraturan umum arbitrase. Kelima, terjadi pergeseran prinsip ketika non-litigasi berubah menjadi litigasi menyangkut permintaan pelaksanaan putusan dan upaya hukum pembatalan putusan arbitrase yang dengan adanya kedua hal tersebut mengakibatkan hilangnya sifat rahasia putusan arbitrase tersebut. Keenam, dengan keterbukaan (transparency) dalam arti publikasi putusan arbitrase ICSID, diharapkan putusan yang dihasilkan dapat mencerminkan nilai kewajaran, keadilan, dan bermanfaat serta menciptakan kepastian hukum (legal certainty, rechtszekerheid) bagi banyak pihak sehingga dapat memberikan perlindungan hukum bagi investor dan host state. Oleh karenanya prinsip keterbukaan putusan arbitrase memiliki peluang untuk diatur secara alternatif dalam amandemen undang-undang arbitrase mendatang.

Dalam hukum internasional publik, arbitrase sebagai suatu cara penyelesaian sengketa antara negara dengan investor secara damai sudah dikenal sejak zaman Yunani dan pada abad pertengahan berbagai unit politik telah di bentuk pada masa Kekaisaran Romawi, pada abad ke-12 dan ke-13 sering juga digunakan untuk

11

Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbirase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan bahwa semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup.

12 Pasal 14 ayat (5) Peraturan Prosedur BANI menyatakan bahwa semua pemeriksaan dilakukan secara tertutup.


(26)

menyelesaikan sengketa antara Kerajaan Italia dan sengketa antara kanton-kanton di Swiss yang berkembang hingga saat ini.13 Peran arbitrase sebagai lembaga penyelesaian sengketa dagang yang berskala internasional secara modern dikenal pada penghujung abad ke-18 yang ditandai dengan lahirnya Jay Treaty pada tanggal 19 November 1794 di mana perjanjian ini terjadi antara Amerika Serikat dan Inggris, melalui perjanjian ini terjadi perubahan mendasar tata cara penyelesaian sengketa dagang internasional yang sebelumnya diselesaikan melalui saluran diplomatik, kemudian berubah karakternya menjadi arbitrase internasional yang didasarkan pada tata cara yang sesuai dengan prinsip hukum (recht beginsel, legal principle) yang lama kelamaan berkembang dan diikuti oleh negara lain.14 Penyelesaian melalui saluran diplomatik sering mengecewakan karena penyelesaian cenderung dipengaruhi kepentingan politik sehingga dengan adanya Jay Treaty tersebut membentuk suatu institusi yang berbentuk campuran (mixed commissions) yang pada akhirnya menjadi cikal bakal arbitrase internasional dan nasional.15

Arbitrase di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut UU Arbitrase) yang merupakan cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan umum

13

L. Oppenheim, edited by Lauterpacht, International Law Disputes, War and Neutrality, vol. 2, Seventh Edition, (London : Longmans, 1952), hlm. 33, yang dikutip dalam Sri Setianingsih Suwardi, Penyelesaian Sengketa Internasional, (Jakarta : UI-Press, 2006), hlm. 39.

14 Nurnaningsih Amriani,

Mediasi - Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan,

cet ke-2 (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 21. Lihat penjelasan sengketanya dalam Sudargo Gautama, Indonesia dan Arbitrase Internasional, cet ke-2 (Bandung : Alumni, 1992), hlm. 435-443.

15 M. Yahya Harahap,

Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 226.


(27)

berdasarkan pada perjanjian tertulis dari pihak yang bersengketa. Arbitrase sebagaimana diungkapkan oleh Nolan-Haley16 bahwa :

Arbitration is the most formalized alternative to the court adjudication of dispute. In this process, disputing parties present their case to a neutral third party who is empowered to render a decision. Pragmatic and policy condiserations have led courts and legislatures to endorse arbitration as the preferred process in resolving a wide range of disputes.

(Terjemahan : Arbitrase merupakan alternatif penyelesaian sengketa yang paling formal untuk mengadili sengketa. Dalam proses ini, para pihak yang bersengketa menyerahkan sengketa kepada pihak ketiga yang netral yang berwenang memberikan suatu keputusan. Berkat dukungan pembuat undang-undang dan pertimbangan pragmatis maka arbitrase menjadi pilihan dalam proses penyelesaian sengketa secara luas).

Arbitrase memiliki beberapa keunggulan sehingga menjadi pilihan utama dalam perjanjian perdagangan. Arbitrase merupakan suatu metode penyelesaian sengketa yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa, karena keuntungan-keuntungan yang dimilikinya, yaitu bersifat rahasia, efektif serta merupakan metode penyelesaian sengketa bisnis internasional yang diterima secara umum.17 Gary Goodpaster, Felix O. Soebagjo dan Fatmah Jatim18 menyebutkan ada beberapa alasan memilih arbitrase yaitu :

16

Jacqueline M. Nolan-Haley, Alternative Dispute Resolution In a Nutshell, (St. Paul, Minnesota: West Publishing Company, 1992), hlm. 119.

17

Alan Redfern dan Martin Hunter mengatakan, “international commercial arbitration is a way

of resolving disputes which the parties choose for themselves. It is private, it is effective and in most parts of the world, it is now the generally accepted method of resolving international business

disputes,” sebagaimana tertulis dalam Alan Redfern and Martin Hunter, Law and Practice of International Commercial Arbitration, Third Edition, (London : Sweet & Maxwell, 1999), hlm. 1.

18Gary Goodpaster, Felix O Soebagjo, Fatmah Jatim, “

Tinjauan Terhadap Arbitrase Dagang

Secara Umum dan Arbitrase Dagang Di Indonesia” dalam Felix O. Soebagjo & Erman Rajagukguk (eds), Arbitrase di Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1995), hlm. 19-22. Pendapat lain dari Ridwan Khairandy mengatakan bahwa keuntungan yang dapat diambil oleh para pihak pengusaha dalam memilih arbitrase sebagai penyelesaian sengketanya adalah karena; pertama, netralitas dari dewan arbitrase yang dipilih, artinya tidak memiliki karakter nasional; kedua, pelaksanaan putusan


(28)

a. Kebebasan , kepercayaan dan keamanan. b. Keahlian (expertise).

c. Cepat dan hemat biaya d. Bersifat rahasia

e. Bersifat non-preseden f. Kepekaan Arbiter g. Pelaksanaan keputusan h. Kecenderungan yang modern.

Robert L. Bonn19 memberikan paparan tentang keuntungan menggunakan arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa investasi, bisnis, dan dagang internasional dengan mengatakan bahwa :

The increasingly widespread use of arbitration to handle contract related disputes could be explained by the advantages the system enjoys in comparison to court litigation, inter alia : (Semakin luasnya penggunaan arbitrase untuk menangani perselisihan kontrak dapat dijelaskan oleh keuntungan sistemnya dibandingkan dengan litigasi pengadilan, antara lain) :

1. The use of decision makers of arbitration disputes are experts in the subject matter in dispute. (Menggunakan pengambil keputusan sengketa arbitrase yang ahli sesuai dengan materi sengketa).

2. An arbitration hearing is more flexible than a court of law where expert testimony can only be introduced through the somewhat cumbersome system of expert witnesses. When this expertise is combined with the relative absence of restraints on the arbiter-especially in the area of evidence admitted to the forum, the manner in which he conducts the hearings. (Sidang arbitrase lebih fleksibel daripada pengadilan di mana pernyataan ahli hanya dapat diketahui arbitrase mungkin lebih bernilai dari pihak yang dimenangkan daripada putusan pengadilan karena cenderung siap untuk dilaksanakan berdasarkan Konvensi New York 1958; ketiga, penyelesaian sengketa melalui arbitrase sifatnya rahasia dan tidak terbuka untuk umum, seperti litigasi dalam pengadilan; keempat, para pihak dalam penyelesaian melalui arbitrase bebas untuk memilih prosedur penyelesaian sengketa tersebut; kelima, para pihak bebas untuk memilih anggota arbiter; keenam, keluwesan dalam prosedur arbitrase, artinya akan menghemat biaya; ketujuh, putusan arbitrase dapat disepakati sebagai putusan akhir dan mengikat yang artinya tidak dapat ditinjau lagi, dan kedelapan, para pihak memiliki keleluasaan untuk sepakat mengenai tempat di mana proses arbitrase tersebut akan dilakukan. Lihat dalam Ridwan Khairandy, Modul Hukum Investasi (Yogyakarta : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2006), hlm. 193.

19 Robert L. Bonn, “

Arbitration : An Alternative System for Handling Contract Related Disputes,” diambil dari Disertasinya yang berjudul, Commercial Arbitration: A Study in the Regulation of Interorganizational Conflict, Administrative Science Quarterly, Vol. 17, No. 2 (Jun., 1972), (New York : New York University, 1971), hlm. 257.


(29)

melalui sistem kesaksian yang cukup rumit. Ketika keahlian ini dikombinasikan dengan tidak adanya pembatasan tertentu pada arbiter terutama pada bukti yang diakui forum, sesuai etika pemeriksaan).

3. The lack of binding precedents of the system of arbitration shows flexibility in which, the public legal system does not enjoy. The principles guiding the dispute resolution process can thus rest on custom rather than on law, whether it be trade custom, as in commercial arbitration, or custom of the shop, as in labor arbitration. (Kurangnya preseden yang mengikat sistem arbitrase menunjukkan fleksibilitas, di mana tidak ada sistem hukum umum. Prinsip-prinsip proses penyelesaian sengketa dapat ditiadakan untuk hal tertentu, apakah itu kebiasaan perdagangan, seperti dalam arbitrase komersial, atau kebiasaan perusahaan seperti dalam arbitrase tenaga kerja).

4. Arbitration is economical because it can dispense with lawyers and expert witness fees (Arbitrase adalah ekonomis karena dapat mengesampingkan pengacara dan biaya saksi ahli).

5. Arbitration process is speedy and faster than national court, in which, its speed means that less time need be spent on particular cases and faster because crowded court dockets often result in delay (Proses arbitrase cepat dan lebih cepat daripada pengadilan nasional, di mana, cepat berarti lebih sedikit waktu yang perlu dihabiskan untuk sengketa-sengketa tertentu dan lebih cepat karena proses pengadilan sering mengakibatkan keterlambatan). 6. Arbitration provides secrecy since it is not a public forum and, unless

specifically requested by the parties themselves, neither records nor transcripts of hearings are maintained (Arbitrase menyediakan kerahasiaan karena bukan forum publik dan, kecuali secara khusus diminta oleh para pihak sendiri, baik catatan atau transkrip sidang dijaga).

7. Arbitration affords more certainty because of the absence of the possibility of legal appeal; and (Arbitrase memberi kepastian lebih karena adanya kemungkinan banding secara hukum; dan)

8. Arbitration is the maintenance of business relationships. Finally, many argue that due to its speed, economy, and flexibility, parties are able to maintain a business relationship, while they settle a dispute that has arisen between them

(Arbitrase adalah pemeliharaan hubungan bisnis. Akhirnya, banyak yang berpendapat bahwa kecepatan, ekonomi, dan fleksibilitas, para pihak mampu mempertahankan hubungan bisnis, sementara sengketa yang timbul diselesaikan di antara para pihak).


(30)

Carolyn Hotchkiss20 mengatakan bahwa arbitrase sebagai suatu forum yang lebih popular daripada forum litigasi, dengan keuntungan sebagai berikut :

The arbiters may or may not be lawyers: for example, a contruction contract dispute may have engineers arbiters. The arbitration process is likely to be faster than some litigation, especially in the United Stated. It may have a more streamlined process of getting to a hearing, especially when compared to the expensive and cumbersome discovery process in the United States. A major factor in favor of arbitration is its lack of publicity. Unlike court proceedings, which are open to the public and often result in published decisions, arbitration is a private process. The ultimate decision goes only to the involved parties. A business concerned about the public disclosure of confidential information will tend to try to resolve disputes through arbitration.

(Terjemahan : Para arbiter dapat berasal dari bidang hukum atau bukan : misalnya, perselisihan kontrak konstruksi mungkin memilih arbiter dibidang tehnik. Proses arbitrase mungkin akan lebih cepat daripada litigasi, terutama di Amerika Serikat. Arbitrase memiliki proses yang lebih efisien dalam hal dengar pendapat, terutama jika dibandingkan dengan proses mahal dan rumit di Amerika Serikat. Faktor utama dalam mendukung arbitrase adalah kurangnya publikasi. Tidak seperti proses pengadilan, yang terbuka untuk umum dan seringkali menghasilkan keputusan yang dipublikasi, arbitrase merupakan proses rahasia. Keputusan akhir hanya untuk pihak-pihak yang terlibat. Suatu usaha akan cenderung memilih arbitrase dalam penyelesaian sengketanya untuk menjaga informasi yang rahasia).

Streng dan Salacuse21 mengatakan arbitrase itu adalah suatu cara yang sudah tua usianya untuk menyelesaikan sengketa, cara mana telah dikenal oleh sebagian besar masyarakat dunia. Michael B. Metzger22 mengemukakan bahwa “As compared with the court system, the main advantages claimed for arbitration are : Quicker

20

Carolyn Hotchkiss, International Law For Business, (Singapore : McGraw-HILL International Editions, 1994), hlm. 155-156.

21 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono,

Hukum dan Lembaga Arbitrase di Indonesia,

(Jakarta : Komponen Hukum Ekonomi Elips Project, 1995), hlm. 1, dikutip dalam Rachmadi Usman,

Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm.110.

22 Michael B. Metzger, et.al.,

Business Law and Regulatory Environment : Concept and Cases,


(31)

resolution of dispute, Lower cost in time and money to the parties, and The availability of professional who are often expert in the subject matter of dispute.”

Beberapa keuntungan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dibandingkan dengan sistem pengadilan yaitu penyelesaian sengketa lebih cepat, biaya rendah dalam hal waktu dan uang, dan ketersediaan ahli yang profesional dalam sengketa. Selain itu, melalui arbitrase para pihak juga memiliki otonomi yang luas yaitu bebas menentukan isi perjanjian prosedur arbitrase dan pilihan forum sebagai implementasi asas kebebasan berkontrak (pacta sunt servanda).

Dari uraian tersebut, secara umum telah disepakati bahwa kerahasiaan (confidentiality) proses dan putusan arbitrase merupakan salah satu keuntungan utama dan alasan mengapa para pihak telah memilih arbitrase sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa, sebagaimana diungkapkan oleh F. De Ly23 bahwa ”there is a common agreement that arbitration is private and confidential and it is also widely assumed that confidentiality is one of the main advantages and reasons why the parties have chosen arbitration as the means of resolving disputes” (terdapat kesepakatan secara umum bahwa arbitrase bersifat pribadi dan rahasia serta diasumsikan secara luas bahwa kerahasiaan merupakan salah satu keuntungan utama dan alasan mengapa para pihak telah memilih arbitrase sebagai sarana penyelesaian sengketa). Akan tetapi kewajiban kerahasiaan secara internasional yang telah melekat pada arbitrase, saat ini sudah mulai diterobos dan mulai ditinggalkan dengan

23 F. De Ly, and others, eds., “Confidentiality in International Commercial Arbitration

,http://www.ila-hq.or/en/committees/index.cfm/cid/19, diakses tanggal 27 Februari 2013.


(32)

dianutnya prinsip keterbukaan (transparency) dalam bentuk publikasi putusan. Penerobosan prinsip tersebut terlihat salah satunya dalam Pasal 48 ayat (5) Konvensi ICSID dan Aturan 48 ayat (4) ICSID Arbitration Rules yang telah memberi peluang terutama kepada putusan arbitrase yang dapat dipublikasikan jika disepakati oleh para pihak.

Prinsip kerahasiaan (confidentiality) saat ini tidak lagi dipandang sebagai hal penting, pernyataan mana didasarkan oleh hasil penelitian yang dilakukan Richard Naimark dan Stephanie Keer24 yang mengambil populasi sampel terdiri dari pengacara dan para pihak yang menyelesaikan sengketa melalui American Arbitration Association (AAA), dengan kesimpulan bahwa kenyataannya, privasi atau kerahasiaan bukan salah satu dari aspek penting dalam arbitrase internasional komersial. Berdasarkan penelitian tersebut, sebagian besar peserta survei menulis bahwa kerahasiaan tidak lagi sebagai atribut penting dalam arbitrase. Atribut lain yang lebih penting adalah ditekankan pada kewajaran dan hasil yang adil, putusan mengenai biaya, finalitas putusan dan keahlian arbiter serta hal lain yang lebih penting dari kerahasiaan adalah hubungan yang berkelanjutan dengan pihak lawan.25

24Cindy G. Buys, “The Tensions Between Confidentiality

and Transparency in International Arbitration,Social Science Research Network International Journal, ssrn.com., hlm. 2., diakses tanggal 1 Januari 2013. Mengatakan bahwa “… in fact, privacy or confidentiality is not one of the most valued aspect of international commercial arbitration.”

25

Ibid. Lihat juga Stephen B. Golberg, Frank E.A. Sander, Nancy H. Rogers, Alternative Dispute : Negotiation, Mediatison and Other Process, Edisi kedua, (Boston Toronto London : Little Brown and Company, 1992), hlm. 119-221.


(33)

Survei lain yang dilakukan oleh Hong-Lin Yu26 bahwa hanya 32 negara27 dari 93 negara28 yang mengatur mengenai kewajiban kerahasiaan dalam peraturan arbitrase, mediasi atau konsiliasi dinegaranya termasuk Indonesia, 5 negara lainnya yaitu Austria, Ekuador, Inggris, Singapura, dan Venezuela hanya mengatur secara tidak langsung (indirect, implied) mengenai kewajiban kerahasian, dan 56 negara29 tidak mengatur mengenai kerahasiaan dalam penyelesaian sengketa arbitrase. Selanjutnya berdasarkan data publikasi lembaga ICSID, sejak tahun 1972 sampai dengan tanggal 31 Desember 2013 sebagian besar putusan telah dipublikasi,30 baik melalui website resmi lembaga ICSID, jurnal internasional maupun website resmi atau media pemberitaan negara masing-masing.31

26 Hong-Lin Yu, “Duty of Confidentiality : Myth and Reality

, Westlaw International Journal, C.J.1.2012, 31 (1), 68-88, , hlm. 3, diakses tanggal 2 Januari 2013.

27

Negara Aljazair, Australia, Belarus, Bermuda, Kosta Rika, Kroasia, Republik Ceko, Mesir, El Salvador, Perancis, Hongkong, India, Indonesia, Lativia, Lithuania, Maroko, Selandia Baru, Nikaragua, Nigeria, Panama, Peru, Rumania, Skotlandia, Slovenia, Spanyol, Taiwan, Uganda, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, Venezuela, Zambia, dan Belanda.

28

Negara Aljazair, Australia, Belarus, Bermuda, Costa Rica, Croatia, Republik Ceko, Mesir, El Salvador, Perancis, Hong Kong, India, Indonesia, Lativia, Lithuania, Maroko, Selandia Baru, Nikaragua, Nigeria, Panama, Peru, Rumania, Skotlandia, Slovenia, Spanyol, Taiwan, Uganda, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, Venezuela, Zambia, Belanda, Argentina, Antigua dan Barbuda, Bahrain, Bangladesh, Belgia, Brazil, Bulgaria, Kamboja, Kanada, Chili, Cina, Colombia, Cyprus, Denmark, Finlandia , Jerman, Yunani, Guatemala, Hungaria, Iran, Irlandia, Israel, Italia, Jepang, Yordania, Kenya, Kuwait, Lebanon, Luxemburg, Madagaskar, Mauritania, Mauritius, Meksiko, Norwegia, Oman, Pakistan, Paraguay, Polandia, Portugal, Qatar, Rusia, Arab Saudi, Serbia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Sri Lanka, Swedia, Swiss, Suriah, Thailand, Tunisia, Turki, Ukraina, Yaman, Yugoslavia, Zimbabwe, Austria, Ekuador, Inggris, Singapura, Venezuela.

29 Negara Argentina, Antigua dan Barbuda, Bahrain, Bangladesh, Belgia, Brazil, Bulgaria, Kamboja, Kanada, Chile, Cina, Colombia, Cyprus, Denmark, Finlandia , Jerman, Yunani, Guatemala, Hungaria, Iran, Irlandia, Israel, Italia, Jepang, Yordania, Kenya, Kuwait, Lebanon, Luxemburg, Madagaskar, Mauritania, Mauritius, Meksiko, Norwegia, Oman, Pakistan, Paraguay, Polandia, Portugal, Qatar, Rusia, Arab Saudi, Serbia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Sri Lanka, Swedia, Swiss, Suriah, Thailand, Tunisia, Turki, Ukraina, Yaman, Yugoslavia, dan Zimbabwe.

30

https://icsid.worldbank.org/ICSID/FrontServlet?requestType=GenCaseDtlsRH&actionVal=Li stPending.

31http://icsid_worldbank.org/icsid/FrontServlet?requestType=GenCasePHSRH&actionVal=List Concluded, diakses pada tanggal 31 Mei 2014.


(34)

Di Indonesia, tidak ada pengecualian secara tegas dalam undang-undang untuk mengenyampingkan ketentuan prinsip kerahasiaan sebagaimana di Malaysia,32 dalam arti jika para pihak menghendaki putusan dipublikasikan maka para pihak sendirilah yang berhak mempublikasikan dan berada di luar kewenangan arbiter dan majelis arbitrase. Apabila arbiter atau majelis arbitrase melanggar ketentuan tersebut maka akan dianggap sebagai perbuatan yang melampaui kewenangan (manifestly exceede its power) dan dapat dikategorikan sebagai tindakan perbuatan melawan hukum (unlawfull conduct, onrechtmatige daad) atas alasan telah mencemarkan nama baik para pihak serta para pihak atau salah satu pihak dapat menuntut ganti rugi kepada para anggota arbiter melalui gugat perdata biasa berdasarkan gugatan perbuatan melawan hukum.33

Prinsip dalam hukum acara perdata umumnya menganut prinsip terbuka untuk umum, kecuali untuk perkara tertentu yang diatur oleh undang-undang sebagaimana dalam Pasal 29 RO (Reglement op de Rechterlijke Rechtsvordering) dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 sebagaimana telah diubah oleh Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (selanjutnya UU Kekuasaan Kehakiman).34 Prinsip terbuka untuk umum merupakan salah satu prinsip hukum acara perdata yang artinya bahwa setiap orang

32

KLRCA (Kuala Lumpur Regional Center for Arbitration) i-Arbitration Rules 2012, Rule 13 menyatakan bahwa : “Confidentiality : The arbitral tribunal, the parties and the KLRCA shall keep confidential all matters relating the arbitral proceedings. Confidentiality extends also to any award, except where its disclosure is necessary for purposes of implementation and enforcement.”

33

M. Yahya Harahap, Arbitrase.,Edisi Kedua, (Jakarta : Sinar Grafika, 2001), hlm. 253. 34 Pasal 13 ayat (1) UU Kekuasaan kehakiman menyatakan bahwa semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.


(35)

diperbolehkan hadir dan mendengar pemeriksaan di persidangan serta dapat mengetahui isi putusan berikut pertimbangan hakim kecuali perkara tertentu yang ditentukan oleh undang-undang. Meski demikian, pada tahap pembacaan putusan seluruhnya harus tetap terbuka untuk umum, padahal dalam putusan juga terangkum uraian proses pemeriksaan seperti keterangan saksi, fakta-fakta hukum dan pertimbangan hukum hakim.

Tujuan prinsip terbuka untuk umum menurut Sudikno adalah : 35

a. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dalam peradilan. b. Menjamin obyektifitas peradilan dengan mempertanggungjawabkan

pemeriksaannya ”fair”, tidak memihak serta putusan yang adil kepada masyarakat.

c. Secara formil membuka kesempatan untuk ”social control”.

Selain tujuan di atas, sifat terbukanya persidangan berperan dalam pembentukan hukum melalui yurisprudensi. Putusan hakim terutama pertimbangan hakim yang terbuka dapat dijadikan pedoman oleh hakim-hakim lain dalam menjatuhkan putusan.

Berbeda dengan pemeriksaan arbitrase secara internasional yaitu tentang sengketa penanaman modal antara investor asing dengan negara penerima modal

(host state) yang diselesaikan melalui lembaga arbitrase ICSID. Melalui lembaga ICSID, putusan dapat bersifat terbuka untuk umum dalam arti putusan dapat dipublikasi oleh lembaga arbitrase dengan syarat bahwa terdapat persetujuan dari kedua belah pihak untuk itu. Jadi, kerahasiaan dan keterbukaan bersifat alternatif,

35 Sudikno Mertokusumo,

Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi keenam (Yogyakarta : penerbit Liberty, 2002), hlm. 14.


(36)

dapat terbuka dan dapat bersifat tertutup atau rahasia sesuai dengan kesepakatan para pihak.

Sejalan dengan hal tersebut, terdapat kebijakan akses informasi Bank Dunia yang baru diberlakukan, yang memberikan akses terhadap semakin banyaknya informasi dibandingkan masa-masa sebelumnya, terutama mengenai kegiatan Dewan serta proyek-proyek yang sedang berjalan. Kebijakan yang disetujui oleh Dewan Direktur Eksekutif pada bulan November 2009, merupakan perubahan besar bagi Bank Dunia dan kebijakan ini sudah diakui oleh komunitas pembangunan sebagai pergeseran mendasar dalam pendekatan, yang menjadi standar bagi organisasi-organisasi internasional. Kebijakan ini didasarkan pada undang-undang informasi yang diadopsi oleh India dan Amerika Serikat sebagaimana diucapkan oleh Robert B. Zoellick, Presiden Bank Dunia36 bahwa ”kebijakan yang baru ini merupakan suatu perubahan besar bagi Bank Dunia terhadap pendekatan dalam keterbukaan informasi, transparansi, saling bagi pengetahuan dan akuntabilitas, publik sekarang mempunyai akses terhadap berbagai macam informasi yang jauh lebih luas daripada sebelumnya.

Adanya peluang penerapan prinsip keterbukaan secara alternatif bersama dengan prinsip kerahasiaan dalam lembaga arbitrase ICSID telah memberikan kekhususan dalam putusan arbitrase investor asing melawan pemerintah suatu negara karena dengan adanya peluang konsumsi publik atas putusan maka pemerintah

36“Bank Dunia Memperluas Akses Informasi untuk Publik

,” tanggal 1 Juli 2010, diakses dari

www.worldbank.org/in/country/indonesia/news/all?topic_exact=Development+Operations+%26Activi ties&qterm=&lang_exact=Bahasa%2520(Indonesian)&displayconttype_exact=Feature+Story, tanggal 10 Desember 2012.


(37)

maupun badan hukum swasta yang terlibat akan menanggung akibat berupa turunnya popularitas masing-masing jika terdapat kesalahan penerapan hukum yang berkaitan dengan tidak profesionalnya para pihak. Dengan keterbukaan, investor dan host state

dapat memperhatikan putusan terdahulu untuk mempertimbangkan hal-hal yang serupa di kemudian hari sehingga mengurangi jumlah sengketa yang timbul akibat investasi. Untuk itu suatu negara harus membuat kebijakan politik yang menguntungkan negaranya sebagaimana pendapat Sudarto37 bahwa proses politik mempengaruhi lahirnya suatu produk hukum.

Keterbukaan merupakan kunci lahirnya pertanggungjawaban (accountability). Melalui keterbukaan maka pembuat keputusan dalam hal ini arbiter dan lembaga arbitrase akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Secara konvensional, wujud keterbukaan adalah proses persidangan terbuka untuk umum dan pembacaan putusan yang terbuka untuk umum serta dapat di akses publik. Keterbukaan juga merupakan salah satu pilar utama dalam konsep tata pemerintahan yang baik (good governance). Ada 3 (tiga) hak publik yang relevan berkaitan dengan prinsip keterbukaan yaitu : 38

37

Menurut Sudarto, politik hukum adalah kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang dikandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Lihat Soedarto, Perkembangan Ilmu Hukum dan Politik Hukum, dalam Hukum dan Keadilan,

5 Januari - Februari 1979, hlm. 13-15. Sedangkan menurut Solly Lubis, politik hukum (legal policy/rechts politick) adalah kebijakan (policy) yang menetapkan sistem dan perangkat hukum yang akan berlaku dalam negara, dalam SollyLubis, Serba-Serbi Politik & Hukum (Jakarta : PT. Sofmedia, 2011), hlm. 52 dan kuliah Politik Hukum tanggal 3 November 2011.

38

Mahkamah Agung Republik Indonesia, SK KMA No. 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi Di Pengadilan, (Jakarta : Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2008), hlm. 9-10.


(38)

a. Hak publik untuk memantau dan mengamati perilaku pejabat publik. b. Hak publik atas informasi.

c. Hak untuk mengajukan keberatan.

Di Indonesia, arbitrase pertama kali dikenal ketika Pemerintah Belanda menjajah Indonesia yang saat itu meratifikasi Konvensi Jenewa 1927 tentang Pengakuan Arbitrase Asing.39 Selanjutnya dalam HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement)40 tidak mengatur mengenai arbitrase, karena HIR khusus untuk golongan Bumiputera dan Timur Asing termasuk Tionghoa. Tetapi HIR mengizinkan masyarakat Bumiputera dan Timur Asing untuk menyelesaikan sengketa melalui proses arbitrase, dengan catatan bahwa para pihak wajib mematuhi aturan-aturan yang digunakan oleh orang-orang Eropa, hal ini diatur dalam Pasal 377 HIR dan Pasal 705 RBg.41

Peraturan arbitrase yang demikian telah banyak merugikan penduduk pribumi Indonesia karena telah menimbulkan diskriminasi dan keadaan yang tidak adil. Kebijakan hukum yang membagi dua sistem hukum acara arbitrase menyebabkan lambatnya proses pendirian lembaga arbitrase di Indonesia, terbukti lembaga arbitrase nasional yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) baru didirikan pada tahun 1977 dan peraturan arbitrase nasional yang baru terbentuk tahun 1999 melalui UU

39 Sudargo Gautama,

Indonesia dan Arbitrase Internasional (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1992), hlm. 314.

40

Staatsblad 1941 : 44 41

Pasal 377 HIR / Pasal 705 RBg menyatakan bahwa jika orang Indonesia dan orang Timur Asing menghendaki perselisihan para pihak diputuskan oleh juru pisah maka para pihak wajib menuruti peraturan pengadilan perkara yang berlaku bagi Bangsa Eropa.


(39)

Arbitrase karena kebutuhan mengenai arbitrase semakin diperlukan oleh para pelaku bisnis yang kemudian direspon oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang.

Secara internasional, salah satu lembaga arbitrase adalah International Center for The Settlement of Investment Dispute (ICSID) yang berfungsi menyelesaikan sengketa penanaman modal asing yang bernaung dan diprakarsai oleh Bank Dunia. Lembaga ini terbentuk berdasarkan Konvensi Washington atau World Bank Convention yang ditandatangani di Washington D.C. pada tanggal 18 Maret 1965 dan mulai berlaku pada tanggal 14 Oktober 1966 (disingkat Konvensi ICSID). Konvensi ICSID terbentuk sebagai akibat dari situasi perekonomian dunia pada era tahun 1950-1960 dan beberapa negara berkembang menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing yang berada di dalam wilayahnya. Tindakan ini mengakibatkan konflik-konflik ekonomi yang dapat berubah menjadi sengketa politik atau bahkan sengketa terbuka.42

Konvensi ICSID ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 16 Februari 1968 dan diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 tanggal 29 Juni 1968 tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warganegara Asing Mengenai Penanaman Modal yang mana ratifikasi ini merupakan cikal bakal peraturan tentang penanaman modal,43 dengan peraturan-peraturan

42

Huala Adolf, HukumEkonomi Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 315.

43

Selanjutnya lahir Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Terakhir kemudian lahir Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang mana dalam Pasal 38 mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Undang-Undang Nomor 11 Tahun


(40)

tersebut pula maka terdapat jaminan perlakuan yang adil bagi investor yaitu adanya jaminan bagi para investor berupa tidak akan diperlakukan sewenang-wenang, serta bertujuan untuk meyakinkan para investor asing bahwa pemerintah Indonesia selalu mengikuti aturan-aturan internasional dan setuju untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase.

Tujuan dari ratifikasi Konvensi ICSID sebagaimana dikatakan oleh Yahya Harahap44 adalah :

Untuk mendorong dan membina perkembangan penanaman modal asing atau

joint venture di Indonesia. Sebab dengan diakui konvensi tersebut oleh Pemerintah Indonesia, sedikit banyak akan memberi keyakinan kepada pihak pemodal asing bahwa sengketa yang timbul kelak dapat di bawa ke forum arbitrase atas kesepakatan para pihak. Penyelesaian sengketa yang timbul, tidak didasarkan pada ketentuan tata hukum Indonesia yang pada umumnya kurang dipahami, serta barangkali dianggap jauh tertinggal dan kurang sempurna menyelesaikan masalah-masalah yang berskala hubungan internasional.

Kemudian Ningrum Natasya Sirait45 mengatakan bahwa :

Pada saat ini tidak ada satupun negara yang terbebas dari permasalahan yang menyangkut politik, ekonomi, dan upaya demokratisasi, walaupun tingkat problematikanya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dari berbagai sistem ekonomi yang ada, maka setiap negara akan menerapkan sistem yang dianggap tepat dan sesuai dengan kepentingan nasional negara tersebut.

Sejalan dengan hal tersebut Pemerintah Indonesia menetapkan sistem hukumnya dengan memberi peluang untuk mengajukan sengketa kepada lembaga 1970 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan juga mencabut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

44

M. Yahya Harahap, Arbitrase, Op.Cit., hlm. 5-6

45 Ningrum Natasya Sirait, “Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional

, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Internasional, (Medan : USU, 2 September 2006), hlm. 1-2.


(41)

arbitrase internasional yaitu melalui Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya UU PMA) yang menyatakan bahwa dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak, dengan kata lain bahwa sengketa investasi diselesaikan melalui arbitrase ICSID jika disepakati. Aturan ini mendukung timbulnya beberapa sengketa arbitrase berkaitan dengan investor asing melawan Pemerintah Republik Indonesia antara lain : 46

1. PT. Amco Asia Corporation, Pan American Developtment Limited dan PT. Amco Indonesia v. Republik Indonesia (ICSID Case No. ARB/81/1).

2. Cemex Asia Holding Ltd. v. Republik Indonesia (ICSID Case No. ARB/04/3). 3. Churchill Mining and Planet Mining Pty Ltd, formerly v. Republic of Indonesia

(ICSID Case No. ARB/12/14 dan 12/40).

4. Government of the Province of East Kalimantan v. PT Kaltim Prima Coal and others (ICSID Case No. ARB/07/3).

5. Churchill Mining and Planet Mining Pty Ltd, formerly v. Republic of Indonesia

(ICSID Case No. ARB/12/40 dan 12/14).

6. Rafat Ali Rizvi v. Republik Indonesia (ICSID Case No. ARB/11/13).

yang merupakan sengketa-sengketa yang disepakati oleh para pihak untuk dimintakan penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase ICSID.

46 Lihat juga http://www.prioritasnews.com/2012/07/10/gertak-churchill-di-meja-arbitrase/, diakses tanggal 1 Desember 2012.


(42)

Penanaman modal asing tidak dapat di lihat lepas daripada peranannya di dalam pembangunan ekonomi dan rencana pembangunan (economic planning), karena penanaman modal asing hanya merupakan salah satu faktor dalam usaha pembangunan ekonomi. Berkaitan dengan hal ini Sunarjati Hartono47 menyitir pendapat Stanley D. Metzger bahwa “involves nothing less than the transformation of

a society and its economy,” sebagaimana dikemukakan juga oleh Richard N. Gardner bahwa “I don‟t see how we can solve any one of these problems unless we solve the

other two, in recent years we have sometimes failed, because we fragmented them artificially”. Kedua pendapat tersebut menjelaskan bahwa perubahan masyarakat dan ekonomi banyak melibatkan penanaman modal sehingga masalah yang timbul dalam penanaman modal tidak dapat dipisahkan penyelesaiannya dengan masalah pembangunan ekonomi, jika diselesaikan secara terpisah maka akan menimbulkan kegagalan seperti yang terjadi beberapa tahun terakhir.

Salah satu faktor yang berkaitan dengan penanaman modal asing adalah mengenai kepastian hukum dan mekanisme penyelesaian sengketa di Negara Indonesia yang mana dinilai kurang menguntungkan investor. Keluhan utama investor asing menurut Mochtar Kusumaatmadja48 adalah masalah kepastian hukum di mana undang-undang tidak jelas dan saling bertentangan. Senada dengan hal

47 C.F.G. Sunarjati Hartono,

Beberapa Masalah Transnasional Dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia, (Bandung : Bina Tjipta, 1972), hlm. 1 sebagaimana dikutip dari Stanley D. Metzger & John Carey (ed.), Law and Policy Making For Trade Among “Have” and “Have-not” Nations, 2nd.ed (New York : Oceana Publications, Inc., 1968), hlm. 5.

48 Mochtar Kusumaatmadja,

Investasi di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan Pelaksanaan Perjanjian Hasil Putaran Uruguay, Jurnal Hukum No. 5, Vol.3, 1996, hlm. 6.


(43)

tersebut, Erman Rajagukguk49 menyatakan bahwa ketidakpastian hukum akan berpengaruh pada perekonomian, di mana tidak adanya kepastian hukum akan mengakibatkan terpuruknya kegiatan investasi khususnya investasi asing yang tentu saja akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi bangsa dan Negara Indonesia. Oleh karenanya demi menciptakan iklim investasi yang “favourable

maka salah satu hal yang perlu diperbaiki adalah mekanisme penegakan hukum dan penyelesaian sengketa khususnya di bidang perdagangan dan penanaman modal melalui arbitrase yaitu tentunya melalui hukum positif yang ada. Untuk mencapai hal tersebut, salah satunya dengan penyelesaian sengketa arbitrase investasi yang terbuka yang diharapkan akan memberikan perlindungan hukum bagi investor dan negara tempat melakukan investasi (selanjutnya disebut host state).

UU PMA memang telah mengatur mengenai prinsip keterbukaan, namun tidak serta merta jelas mengelaborasikan dengan ketentuan arbitrase pada umumnya terutama dengan lembaga arbitrase ICSID yang khusus menyelesaikan sengketa mengenai penanaman modal asing. Padahal, prinsip keterbukaan atas putusan sengketa arbitrase yang diharapkan dapat mencerminkan setidak-tidaknya kepastian hukum adalah hal yang baru sehingga menarik untuk diteliti dan dianalisis yang selanjutnya disusun dalam bentuk disertasi dengan judul ”Penerapan Prinsip Keterbukaan Atas Putusan Arbitrase ICSID Di Indonesia dan Perbandingannya dengan Beberapa Negara.

49


(1)

Http://icsid.worldbank.org/ICSID/FrontServlet , diakses tanggal 2 Maret 2013. Http://www.worldbank.org/in/country/indonesia/news/all?topic_exact=Development

+Operations+%26Activities&qterm=&lang_exact=Bahasa%2520(Indonesian) &displayconttype_exact=Feature+Story, Bank Dunia Memperluas Akses Informasi untuk Publik, tanggal 1 Juli 2010, diakses tanggal 10 Desember 2012.

Http://www.prioritasnews.com/2012/07/10/gertak-churchill-di-meja-arbitrase/, diakses pada tanggal 1 Desember 2012.

https://icsid.worldbank.org/ICSID/FrontServlet?requestType=GenCaseDtlsRH&actio nVal=ListPending.

http://icsid_worldbank.org/icsid/FrontServlet?requestType=GenCasePHSRH&action Val=ListConcluded,

http://www.britannica.com/EBchcked/topic/930705/judicial-settlement.com., tanggal 31 Desember 2013

Http://icsid_worldbank.org/icsid/FrontServlet?requestType=GenCasePHSRH&action Val=ListConcluded, diakses tanggal 2 Januari 2013.

http://icsid.worldbank.org/ICSID/&gt, diakses tanggal 30 Desember 2013

https://icsid.worldbank.org/ICSID/FrontServlet?requestType=CasesRH&reqFrom=M ain&actionVal=ViewAllCases., diakses tanggal 31 Desember 2013.

http://investmentpolicyhub.unctad.org/IIA/CountryBits/97#iiaInnerMenu, diakses tanggal 2 Februari 2015.

ICC, ICC Arbitration Rules of 1998, dalam

http://www.iccwbo.org/uploadedFiles/Court/Arbitration/other/rules_arb_engli sh.pdf, diakses 20 Januari 2014.

ICC, www.iccwbo.org/Products-and-Services/Arbitration-and-ADR/Arbitration/Introduction-to-ICC-Arbitration/Statistics/, diakses tanggal 30 Desember 2013

ICC, www.iccwbo.org/Products-and-Services/Arbitration-and-ADR/Arbitration/Introduction-to -ICC-Arbitration/Statistics/, diakses tanggal 30 Desember 2013.


(2)

UNCTAD, “Latest Developments in Investor-State Dispute Settlement,” 2009, http://unctad.org/en/Docs/webdiaeia20103_en.pdf, diakses 22 Januari 2014.

http://akbarkurnia.blogspot.com/2011/12/penyelesaian-sengketa-penanaman-modal.html., diakses tanggal 3 Februari 2013.

http://en.wikipedia.org/wiki/Tranparency_(humanities), diakses tanggal 12 April 2014.

http://icsid_worldbank.org/icsid/FrontServlet?requestType=GenCasePHSRH&action Val=ListPending, diakses tanggal 31 Desember 2013.

http://www.unctadxi.org/templates/DocSearch_779.aspx, diakses tanggal 15 April 2014.

http://italaw.com/investmenttreaties.htm., diakses tanggal 15 April 2014. http://en.wikipedia.org/wiki/Open_government

http://www.smany.org/sma/sma-pubs.html.

http://www.state.gov/documents/organization/3998.pdf.

http://www.arbitration.qmul.ac.uk/research/2010/index.html. diakses tanggal 13 Juni 2014.

https://icsid.worldbank.org/ICSID/FrontServlet?requestType=ICSIDPublicationsRH &actionVal=ViewBilateral&reqFrom=Main

https://icsid.worldbank.org/ICSID/FrontServlet.

https://icsid.worldbank.org/ICSID/FrontServlet?requestType=GenCaseDtlsRH&actio nVal=ListConcluded

http://www.ustr.gov/new/fta/Singapore/final.htm

http://www.unctadxi.org/templates/DocSearch.aspx?id=779 http://www.unctadxi.org/templates/DocSearch.aspx?id=779

https://icsid.worldbank.org/ICSID/FrontServlet?requestType=ICSIDDocRH&action Val=CaseLoadStatistics, diakses tanggal 30 Juni 2014.


(3)

https://icsid.worldbank.org/ICSID/FrontServlet?requestType=CasesRH&actionVal=S howHome&pageName=MemberStates_Home

https://icsid.worldbank.org/ICSID/FrontServlet?requestType=GenCaseDtlsRH&actio nVal=ListPending

http://www.asil.org/ilib/Enron.pdf

https://icsid.worldbank.org/ICSID/FrontServlet?requestType=GenCaseDtlsRH&actio nVal=ListConcluded

www.kantei.go.jp/foreign/policy/sihou/law032004_e.html.

https://icsid.worldbank.org/ICSID/FrontServlet?requestType=GenCaseDtlsRH&actio nVal=ListPending

http://homepage3.nifty.com/Prof_K_Iwasaki/lawdb/japan/dispute/disp3-en.html. www.investmentpolicyhub.unctad.org/IIA/CountryBits/105#IiaInner/Menu. www.investmentpolicyhub.unctad.org/IIA/CountryBits/127#IiaInner/Menu. www.investmentpolicyhub.unctad.org/IIA/CountryBits/190#IiaInner/Menu.

G. Putusan Majelis Arbitrase ICSID :

AAPL v Sri Lanka, (ICSID Case No. ARB/87/3), tanggal 27 Juni 1990.,

AES v. Hungary, Putusan Akhir, (ICSID Case No. ARB/07/22) tanggal 23 September 2010.

Agip v. Congo, (ICSID Case No. ARB/77/1), tanggal 30 November 1979.

Aguas Argentinas S.A., Suez, Sociedad General de Aguas de Barcelona SA and Vivendi Unibersal SA., v. The Argentina Republic (ICSID Case No. ARB/03/19) , tanggal 19 Mei 2005

Amco Asia Corporation and others v. Republic of Indonesia (ICSID Case No. ARB/81/1), ICSID ad hoc Committee, tanggal 16 Mei 1986.


(4)

Apotex Holding Inc., and Apotex Inc., v. United States of America (ICSID Case no. ARB(AF)/12/1), tanggal 24 Juli 2012.

Biwater Gauff v. Tanzania, (ICSID Case No. ARB/05/22) tanggal 24 Juli 2008. Cemex Asia Holdings Ltd v. Republic of Indonesia (ICSID Case No. ARB/04/3),

tanggal 23 Februari 2007.

CMS Gas Transmission Company v. Argentine Republic, 2005, (ICSID Case No. ARB/01/8), tanggal 12 Mei 2005.

Churchill Mining and Planet Mining Pty Ltd., Formerly v. Republic of Indonesia (ICSID Case No. ARB/12/40 dan ARB/12/14), tanggal 12 Mei 2014.

Churchill Mining and Planet Mining Pty Ltd., Formerly v. Republic of Indonesia (ICSID Case No. ARB/12/14 dan ARB/12/40), tanggal 24 Februari 2014. ConocoPhilips Petrozuata B.V., ConocoPhilips Hamaca B.V. and ConocoPhilips

Gulf of Paria B.V., v. Bolivarian Republic of Venezuela ((ICSID Case No. ARB/07/30), tanggal 10 Maret 2014

El Paso Energy International vs Argentine Republic (ICSID Case No. ARB/03/15), tanggal 27 April 2006.

Emilio Agustin Maffezini (Argentina) v. Kingdom of Spain, (ICSID Case No. ARB/97/7), tanggal 9 November 2000.

Government of the Province of East Kalimantan v. PT. Kalitim Prima Coal and others (ICSID Case No. ARB/07/3), tanggal 28 Desember 2009.

Holiday Inn S.A., and others v. Morocco (ICSID Case No. ARB/72/1), tanggal 13 Januari 1972.

Kardassapolous and Fuchs v. Georgia, Putusan akhir, (ICSID Case No. ARB/05/18) dan (ICSID Case No. ARB/07/15), tanggal 3 Maret 2010.

Malaysian Historical Salvors, SDN, BHD v. Malaysia (ICSID Case No. ARB/05/10), tanggal 17 Mei 2007

Maritime International Nominees Establishment (MINE) v. Guinea (ICSID Case No. ARB/84/4), tanggal 22 Desember 1989.


(5)

Metalclad Corporation v. United Mexican States, 2000, (ICSID Case No. ARB (AF)/97/1), tanggal 30 Agustus 2000.

Methanex Corp. v. United States (NAFTA Chapter 11 Arbitration Tribunal), tanggal 9 Maret 2004.

Mobile TeleSystems OJSC v. Replic of Uzbekistan (ICSID Case No. ARB(AF)/12/7). Mobil v. Bolivarian Republic of Venezuela (ICSID Case No. ARB/07/27), tanggal 10

Juni 2010.

Mondev International Ltd. v United States of America, (ICSID Case No ARB/99/2), tanggal 11 Oktober 2002.

Murphy Exploration and Production Company International v. Republic of Ecuador (ICSID Case No.ARB/08/4), tanggal 15 Desember 2010.

MTD Equity Sdn. Bhd. and MTD Chile S.A. v. Republic of Chile (ICSID Case No. ARB/01/7), tanggal 25 Mei 2004,

Occidental Exploration and Production Company v. Ecuador, (ICSID Case No. ARB/06/11), tanggal 1 Juli 2004 dan 5 Oktober 2012.

Pac Rim Cayman LLC v. Republic of El Salvador (ICSID Case No. ARB/09/12), tanggal 02 Februari 2011.

Phoenix Action Ltd. v. Czech Republic, (ICSID Case No. ARB/06/5), tanggal 15 April 2009.

Piero Foresti and others v. The Republic of South Africa (ICSID Case No. ARB (AF)/07/01), tanggal 4 Agustus 2010.

Rafat Ali Rizvi v. Republic of Indonesia (ICSID Case No. ARB/11/13), tanggal 16 Juli 2013.

RSM Production Corporation and Others v. Grenada (ICSID Case No. ARB/10/6).

Saipem v People‟s Republic of Bangladesh (ICSID Case No. ARB/05/7).

Southern Pacific Properties (Middle East) Limited v. Arab Republic of Egypt (ICSID Case No. ARB/84/3), putusan tentang yurisdiksi , 3 ICSID Rep 142/3, tanggal 14 April 1988.


(6)

Tecmed v United Mexican States, (ICSID Case No. ARB(AF)/00/2), tanggal 29 Mei 2003

The Loewen Group, Inc. and Raymond L. Loewen v. United States of America (ICSID Case No. ARB (AF)/98/3), tanggal 26 Juni 2003.

The Rompetrol Group N.V. v. Romania (ICSID Case No. ARB/06/3), tanggal 14 Januari 2010.

Waste Management v. Mexico (ICSID Case No. ARB(AF)/98/2), tanggal 30 April 2004.


Dokumen yang terkait

Penerapan prinsip arbitrase di indonesia dalam studi sengketa kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia (MNC TV): analisis putusan MA No. 862 K/Pdt/2013

11 60 165

PERANAN AMDAL DALAM PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA DAN PERBANDINGANNYA DENGAN BEBERAPA NEGARA ASIA TENGGARA.

5 146 1

PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL ASING ANTARA NEGARA DENGAN WARGA NEGARA ASING MELALUI ARBITRASE INTERNATIONAL CENTRE FOR SETTLEMENT OF INVESTMENT DISPUTES (ICSID ).

0 1 6

PENCABUTAN PENASEHAT HUKUM DALAM ARBITRASE DIKAITKAN DENGAN PUTUSAN MAJELIS ARBITRASE ICSID ATAS DASAR MEMBAHAYAKAN PERSIDANGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN ARBITRASE DI INDONESIA.

0 0 2

Pembatalan Putusan Arbitrase Internacional di Pengadilan Indonesia

0 1 17

BANDING ATAS PUTUSAN ARBITRASE DI INDONESIA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 224

Penerapan Prinsip Keterbukaan Atas Putusan Arbitrase ICSID Di Indonesia Dan Perbandingannya Dengan Beberapa Negara

0 2 35

BAB II PRINSIP KETERBUKAAN ATAS PUTUSAN ARBITRASE ICSID ANTARA INVESTOR ASING DENGAN HOST STATE H. Prinsip Keterbukaan - Penerapan Prinsip Keterbukaan Atas Putusan Arbitrase ICSID Di Indonesia Dan Perbandingannya Dengan Beberapa Negara

1 1 199

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Prinsip Keterbukaan Atas Putusan Arbitrase ICSID Di Indonesia Dan Perbandingannya Dengan Beberapa Negara

0 0 56

PENERAPAN PRINSIP KETERBUKAAN ATAS PUTUSAN ARBITRASE ICSID DI INDONESIA DAN PERBANDINGANNYA DENGAN BEBERAPA NEGARA DISERTASI

0 1 19