commit to user 38
38 hatilah bisa mengahayati segala rahasia yang ada dalam alam ghaib
dan puncaknya adalah penghayatan makrifat kesungguhan dalam beribadah pada zatullah. Kesungguhan dalam peribadatan, dalam
istilah barat disebut gnosis. Reynold berpendapat tentang gnosis sebagai berikut:
“Makrifat dalam pengertian sufisme adalah “gnosis” dari teori Hellenistik, yaitu pengetahuan langsung tentang
Tuhan berdasarkan atas wahyu atau petunjuk Tuhan. Ia bukanlah hasil atau buah dari proses mental, tetapi
sepenuhnya amat tergantung pada kehendak dan karunia Tuhan, yang akan memberikannya sebagai karunia dari-
Nya
” Reynold A. Nicholson, 1993: 68.
5. Aliran Tarekat Syattariah
Gerakan Sufi sebenarnya bermanfaat bagi dunia muslim dalam berbagai segi. Pada masa-masa kemunduran politik dan ekonomi 1500-1900, beberapa tarekat
sufi mengambil alih tugas dakwah Islam kepada seluruh manusia. Sementara ulama tradisonal umumnya jauh dari umat, lebih suka meneliti dan berdebat di
ruang tertutup, adalah kaum sufi yang berkelana sebagai pendakwah, mendistribusikan derma, dan memberi bimbingan spiritual di tempat terpencil
Yahya, 2007:387. Salah satu tarekat yang telah berhasil membangun moral umat manusia adalah tarekat Syattariyah.
Tarekat Syattariyah adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul di India pada abad ke 15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang mempopulerkan dan
berjasa mengembangkannya yaitu Abdullah asy-Syattar. Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania Asia Tengah dengan nama Isyqiyah,
commit to user 39
39 sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah. Kedua nama
ini diturunkan dari nama Abu Yazid al-Isyqi, yang dianggap sebagai tokoh utamanya. Tarekat Syattariyah berkembang dan memiliki banyak pengikut
namun, dalam perjalanan dakwahnya tarekat ini tidak menganggap dirinya sebagai cabang dari persatuan sufi mana pun Nogarsyah, 2004:441-443.
Tarekat Syattariyah dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh syekh Abdur Rauf Singkel 1615-1693, seorang ulama yang berasal dari singkel Aceh. Dia
turut mewarnai sejarah mistik Islam di Indonesia pada abad ke-17. Pada waktu melaksanakan ibadaah haji ia memperdalam ilmu tasawuf kepada banyak guru
diantaranya adalah Ahmad Qusasi dan dan Ibrahim al- Qur‟ani Sirojuddin
et.al
, 2003:1.
Sebagaimana halnya dengan tarekat-tarekat lain, Tarekat Syattariyah menonjolkan aspek zikir di dalam ajaranya. Para pengikut tarekat ini mencapai
tujuan-tujuan mistik melalui kehidupan yang sederhana zuhud. Syattariyah barangkali merupakan aliran sufi yang paling bercorak India,
karena dalam praktik ajaran ia menampakkan hampir seluruh karakteristik budaya India dan gagasan agama hindu, khususnya menyangkut ajaran normatif yoga
John. L. Esposito, 2002: 301. Snouck Hurgronje mengatakan bahwa selain bernama Syattariyah, tarekat
tersebut diberi nama pula tarekat kosasi Qusyayi, nama ini dihubungkan dengan nama tokoh tarekat tersebut yaitu syekh Ahmad Qusyayi dari Madinah. Salah
seorang murid Ahmad Qusyayi yang terkenal di Nusantara adalah Abdurrauf
commit to user 40
40 Assingkeli. Setelah syekh Abdurrauf memperoleh ijazah dari gurunya, lalu
dikukuhkan sebagai guru tarekat Syattariyah Istadiyantha, 2007:56. a.
Ajaran Tarekat Syattariyah Sebagaimana halnya dengan tarekat-tarekat lain, Tarekat Syattariyah
menonjolkan aspek zikir didalam ajarannya. Para pengikut tarekat ini mencapai tujuan-tujuan mistik melalui kehidupam asketisme atau zuhud.
Perkembangan mistik dalam tarekat ini ditujukan untuk mengembangkan suatu pandangan yang membangkitkan kesadaran akan kepasrahan hidup
kepada Allah SWT di dalam hati, tetapi tidak harus mencapai atau melalui tahap fana Sirojuddin
et.al
, 2003:2. Sebuah tarekat tentu saja memiliki pelatihan ibadah untuk mencapai
tujuan tasawuf. M. Zain Abdullah menjelaskan bahwa mujahadah, khalwat dan zikir sangat penting untuk terbukanya dinding pendapatan
hissi perasaan pancaindera yang lima dan terbukanya beberapa rahasia alam dari pekerjaan Allah Taala yang manusia lemah mendapatkannya
1991:60 Zikir dalam tarekat memiliki arti yang sangat penting. Dengan berzikir
seorang penganut tarekat akan senantiasa berada dalam penglihatan Allah. Zikir dalam Tarekat Syattariyah terbagi menjadi dalam tiga kelompok
yaitu : menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan keagungan-Nya, menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan
dengan keindahan-Nya, dan menyebut nama-nama Allah SWT yang merupakan gabungan dari kedua sifat tersebut Sirojuddin
et.al,
2003:2.
commit to user 41
41 b.
Syarat berzikir dalam Tarekat Syattariyah
Secara terperinci, persyaratan-persyaratan penting untuk dapat menjalani zikir di dalam Tarekat Syattariyah adalah sebagai berikut :
makanan yang dimakan haruslah berasal dari jalan yang halal, selalu berkata benar, rendah hati, sedikit makan dan sedikit bicara, setia terhadap
gurunya, konsentrasi hanya kepada Allah SWT, selalu berpuasa, berdiam diri dalam suatu ruangan yang gelap tetapi bersih, memisahkan diri dari
dalam kehidupan yang ramai, tidak egois dan penuh rela dalam menjalani ritual tarekat, makan dan minum dari pemberian pelayan, menjaga mata,
telinga,dan hidung dari melihat, mendengar, dan mencium segala sesuatu yang haram, membersihkan hati, mematuhi aturan-aturan yang terlarang
bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji, seperti menghias diri dan memakai pakaian yang berjahit Sirojuddin
et.al
, 2003:2-3. Untuk mencapai tujuan tasawuf, yaitu memperoleh hubungan dan
kedekatan rohaniah dengan Tuhan diperlukan jalan yang harus ditempuh dengan sungguh-sungguh. Sirojuddin
et.al
, mengatakan bahwa ada sepuluh aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat
syattariyah ini, yaitu tobat, tawakal, qana‟a,
huzlah
,
muraqabah
, zuhud, sabar, ridha, zikir dan
musyahadah
Sirojuddin
et.al
, 2003: 2. Mengenai zikir tarekat Syattariyah, Harun Nasution memberikan
pendapat bahwa bila kesadaran atau kesucian rohaniah meningkat, maka semakin singkat lafal zikir itu, dan bahkan pada suatu saat pada
puncaknya lafal itu sudah memenuhi hati. Itulah yang dinamakan fana,
commit to user 42
42 dimana kesadaran dirinya hilang dan hanya Allah yang diingat Harun
Nasution, 2002:1108.
D. Kerangka Berpikir