commit to user 107
dalam sastra Melayu, maksudnya di sini pengaruh bahasa Arab dan sintaksis Melayu Ronkel dalam Siti Chamamah Soeratno, 1982:184.
d. Sarana Retorika
Sarana Retorika adalah tehnik pemakaian bahasa sebagai seni yang didasarkan pada suatu pengetahuan tersusun baik. Sarana retorika dipengaruhi
oleh dua aspek yaitu pengetahuan bahasa dan penggunaan bahasa yang baik Gorys Keraf, 2000:1.
1 Penguraian
Teks RM banyak menggunakan gaya penguraian. Gaya penguraian disebut juga dengan analitik, yaitu menguraikan gagasan yang terdapat dalam teks secara
terperinci. Gaya penguraian dalam teks RM terlihat pada kutipan berikut. …dengan menghadap akan kiblat yaitu dengan merupa akan rupa
syaikh dihadapnya itu. Dan rumah khalwat itu sekedar berdiri dan fana yang sekedar tiadalah dan lentang sekedar duduk itulah telah
berkata nabi kita Muhammad
shalla `l-
Lāhu ‘alaihi wa sallam karena nabi nankhalwat di jabal nur empat puluh hari dan malam
selama-[se]lamanya itu dan masa nan khalwat tiada memakan akan makanan segala-[se]gala. RM: 10
Sesuai dengan gaya penguraian tersebut, Risālah Majmu’. banyak
mempergunakan sarana retorika polisindeton. Polisindeton merupakan suatu gaya dengan cara beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu
sama lain dengan menggunakan kata penghubung Gorys Keraf, 1990:131. Pemakaian polisendenton pada teks RM ditunjukkan pada pengulangan kata dan
seperti di atas. Kutipan di atas menerangkan aktifitas ibadah Nabi Muhammad ketika berkhalwat di gua jabal nur selama empat puluh hari dalam khalwat
tersebut Nabi Muhammad tidak makan. Dengan demikian, kata dan dipakai untuk menjelaskan secara runtut perjalanan Nabi Muhammad selama berkhalwat.
commit to user 108
Selain menggunakan gaya penguraian polisendeton, teks RM juga menggunakan sarana retorika enumerasi. Enumerasi adalah pencacahan satu
persatu; penjumlahan KBBI III, 2007:304. Berkaitan dengan hal ini maka enumerasi adalah gaya bahasa yang disusun dengan memecahkan suatu hal atau
keadaan menjadi beberapa bagian agar maksudnya menjadi jelas.Sarana retorika enumerasi itu pada hakikatnya untuk menyangatkan suatu pernyataan. Pemakaian
sarana retorika enumerasi dalam teks RM ditandai dengan pemakaian kata pertama, kedua, ketiga yang dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut
Dan syarat masuk khalwat dalam khalwat itu empat perkara. Pertama mendahulukan akan masuk gurunya dengan air
sembahyang sunah dua rakaat oleh gurunya itu. Dan tatkala sudah sembahyang oleh syekh itu kemudian daripada sembahyang maka
yaitu memuja akan doa oleh syekhnya itu meminta rahmad daripada Allah taala dan daripada
Rasu lu `l-
Lāh dan pada segala aulia dengan syafaat segala zuhud-zuhud dan segala arif-arif [it].
Itulah sudah diperbuat[an] gurunya dan kemudian masuk muridnya kedalam khalwat syarat menghinakan dirinya itu pada Allah ta
ala dan pada syekh dengan merendahkan dirinya pada ketika itu. Dan kedua, syarat itu taubat daripada segala dosanya yakni
menangkal segala perbuatan yang di alam dunia ini karena dunia ini membawa kepada maksiat itu dan menangkal bagi akhirat. Dan
ketiga syarat ketiga masuk khalwat itu dengan bersembahyang sunah
istikharah dan
sembahyangsunah khalwat.
Dan sembahyang sunah istikharah [i] itu lafalnya niat “
ushalli
raka’ati
sunata
`
l-istih
arah Lillahi ta ala” artinya” kusembahyangkan sunah
istikharah karena Allah ta‟ala. Dan dua rakaat kusembahyang kha
lwat dan lafal niatnya “ushalli raka’ati sunnata
khalwati lillahi ta ala Allahu Akba
artinya” kusembahyang sunah khalwat dua rakaat karena Allah ta ala dan pada sembahyang
istkharah itu pada rakaat yang pertama kemudian fatihah daripada fatihah itu memaca ayat
qulyāayyuha`l
-
kāfirūn hingga wa liya dīn
i
. Dan pada rakaat yang kedua kemudian daripada fatihah memuja
qul huwa `l-
lāhu hingga sudahnya. Keempat, syarat masuk dalam khalwat itu dengan niat yang sejati-sejati dengan
syuhūd kepada wujud Allah ta ala dan tiada mengingatlah wujud didirinya
melainkan dzat Allah akan kamu syuhūdnya dan jika sudah p.n.r.s
yang permulaan dengan
washitah
syaikh kepada kita maka yaitu berdzikirlah hari dan malam dan tiada berkata-[ber]kata dalam
khalwat dengan kata dunia melainkan dikatanya lā illāha illallāh
dengan lidah dan dengan hati ini. RM: 2-4
commit to user 109
Kutipan di atas menunjukkan adanya penguraian dari suatu hal. Hal yang dimaksud adalah berbagai syarat seorang salik masuk dalam khalwat. Macam-
macam syarat tersebut dijabarkan dalam empat hal. Keempatnya diuraikan secara terperinci dan jelas. Syarat pertama adalah menghormati gurunya sebagai seorang
pembimbing dalam berkhalwat. Bertobat dari segala dosa, baik dosa kecil dan besar menjadi syarat yang kedua. Selanjutnya, syarat ketiga adalah
bersembahyang sunah istikharah dan sunah khalwat. Sedangkan syarat terakhir adalah dengan berniat secara sungguh-sungguh dan senantiasa berzikir pada
Allah. Sarana retorika enumerasi itu pada hakikatnya untuk menyangatkan suatu
pernyataan. Oleh karena itu, teks Risālah Majmu’
,
banyak menggunakan gaya bahasa sarana retorika untuk menyangatkan dan menegaskan, di antaranya yaitu,
gaya penguraian, penguatan, penyimpulan, dan bahasa kiasan. 2
Penguatan Penggunaan gaya penguatan pada teks RM ditunjukkan pada penggunaan
dalil-dalil yang dicantumkan pada teks RM berasal dari hadis. Dalam hal ini, pendapat penulis teks dikuatkan dengan kutipan hadis yang dapat dilihat pada
kutipan sebagai berikut Allah wujud yang muthlak dan tiada merubah-merubah kepada
dunia segala-[se]gala dan apabila melihat dunia m.s.k.b.b bunyi sesuai sekalipun maka yaitu dinding-dinding Tuhan dengan dunia.
Dan apabila majāni dengan akhirat dan akhirat itu menilik pada
ketika suluk karena jadi dinding Tuhan dengan akhirat dan sekalian itu hijab dengan Tuhan firman Allah ta ala “
addunya h
arāmun ‘ala `l
-akhirati wa `l-ahi ratu h
arāmun ‘alā ahli `d
-
dunyā wahumā
h
arāma ni ‘alā ahli `l
-
Lahi ta’ala”
.
Katanya bermula dunia itu haram isinya orang yang berkehendak akan akhirat dan akhirat
itu haram isinya orang yang berkehendak akan dunia dan keduanya itu haram isinya orang yang berkehendak dzat Allah itulah semata-
commit to user 110
[se]mata itu haram akan keduanya pada ketika suluk. RM: 5
Kutipan tersebut menunjukkan adanya pendapat yang dikemukakan oleh penulis teks. Ia menyampaikan pendapatnya bahwa seseorang yang bersuluk
diharamkan atasnya keinginan untuk bersenang-senang di dunia. Dunia adalah ladang ibadah untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Pendapat penulis teks
tersebut dikuatkan dengan kutipan hadis qudsi. Penekanan tersebut dimaksudkan untuk menyangatkan betapa pentingnya sifat zuhud bagi salik. Selain itu gaya
penguatan pada teks RM ditunjukkan pada penggunaan dalil-dalil yang dicantumkan pada teks RM berasal dari lafal doa berbahasa Arab.
Dan ketiga syarat ketiga masuk khalwat itu dengan bersembahyang sunah istikharah dan sembahyang sunah khalwat. Dan
sembahyang sunah istikharah [i] itu lafalnya niat “
ushalli
raka’ati
sunata
`
l-istih
arah Lillahi ta ala” artinya” kusembahyangkan sunah istikharah karena Allah ta‟ala. Dan dua rakaat
kusembahyang khalwat dan lafal niatnya “ushalli raka’ati sunnata
khalwati lillahi ta ala Allahu Akbar
a rtinya” kusembahyang sunah
khalwat dua rakaat karena Allah ta ala dan pada sembahyang istkharah itu pada rakaat yang pertama kemudian fatihah daripada
fatihah itu memaca ayat qulyāayyuha`l
-
kāfirūn hingga wa liya dīn
i
. Dan pada rakaat yang kedua kemudian daripada fatihah membaca
qul huwa `l-
lāhu hingga sudahnya. RM: 3
Pada kutipan di atas menunjukkan adanya pendapat yang dikemukakan penulis teks mengenai sembahyang sunah istikharah dan sunah khalwat. Pendapat
tersebut dikuatkan dengan mencantumkan lafal niat salat istikharah dan khalwat dalam bahasa Arab.
3 Retorika
Gaya retorika adalah gaya selayaknya orang yang berpidato yang memberi pesan kepada pembacanya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
Ketahui olehmu hai murid yang berkhalwat kembalilah diberinya itu khalwat ketahui olehmu hai salik syarat sempurna berkhalwat
commit to user 111
itu itu sepuluh perkara. Pertama tiada memakan kenyang-kenyang dan meminum air. Kedua tiada memakan yang sedap-sedap yakni
mengingat-ingat
…RM: 12
4 Simile
Bahasa kiasan atau perumpamaan
simile
adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat ekspilisit ialah
bahwa ia menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu yaitu kata-
kata:
seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana
Gorys keraf, 2000:138. Dalam teks RM terdapat bahasa kiasan hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut
Dan tarekat sufi itu mi[t]salnyaitu seperti bayang-bayang matahari di dalam air itulah seperti matahari. kelakuan bayang-bayangnya
itulah tarekat sufi karena itu tiada bercampur dengan yang lain. Kesembilan tiada di
qashd
mengikut akan Tuhan dan akan
Rasu lu `l-
Lāh melainkan yang berbuat dia iatah Allah ta ala dan selama belum fana maka yaitu salik itu jatuh melihat akan dirinya karena
salik itu
adam
pada wujudnya itu. RM: 14 Penggunaan kata seperti pada kutipan teks diatas menunjukkan bahwa teks
RM menggunakan gaya bahasa simile. Kutipan teks diatas menunjukkan bahwa tarekat sufi disamakan dengan bayang-bayang matahari di dalam air. Kutipan
diatas dengan menggunakan kata pembanding seperti ditujukan agar pembaca lebih mudah memahami teks RM dengan mengetahui contoh-contoh dari suatu
kejadian atau peristiwa yang diungkapkan penulis. 5
Metafora Metafora adalah memperbandingkan dua hal atau lebih secara implisit.
Gaya bahasa ini seperti simile akan tetapi perbandingan yang dilakukan tidak memakai kata-kata
seperti,bagai.
dan
umpama.
Pemakaian metafora pada teks RM dapat dilihat pada kutipan berikut
commit to user 112
Dan rupa a’yan tsābitah itu rupa ilmu Allah dan rupa ilmu Allah
dan rupa Allah itu rupa sifat
.
Dan rupa sifat itu rupa dzat Allah akan dia itulah dengan
I’tibar pada hakikat dengan Syūan dzat yakni kelakuan Dzat akan mahkluk. RM: 6
Rupa a‟yan tsābitah
,
dalam kutipan diatas dibandingkan dengan rupa ilmu Allah yang merupakan rupa zat Allah. Dengan demikian,
a‟yan tsābitah adalah perbandingan rupa Allah dengan
I‟tibar belajar akan hakikat ke esaan Allah.
6 Penyimpulan
Sarana retoris ini berupa gaya penyimpulan suatu uraian atau gagasan. Berikut kutipan yang memperlihatkan penggunaan gaya penyimpulan.
…….Dan apabila sampai sekalipun yaitu suluknya jua. Dan apabila hati akan salik itu maka yaitu tiada hati pada hakikat yaitu
memindah kepada kata
tafkiri
akhirat serta tuhan ’aza wa jala
itulah perintah sempurna khalwat. Dan jika salah satu daripada sepuluh syarat maka yaitu batal berkhalwat dan binasa suluknya itu
dan orang itu kembali kepada martabat awam. RM: 15
Kutipan di atas, penyimpulan suatu pernyataan ditandai dengan kata maka. Pernyataan sebelumnya yang menerangkan berbagai larangan ketika bersuluk
diakhiri dengan kesimpulan akibat yang harus diterima salik apabila melanggar larangan tersebut yaitu kembalinya salik ke martabat awam.
Sarana retoris penyimpulan dengan penggunaan kata maka dapat juga dilhat pada kutipan sebagai berikut
Abu bakar, hai Syaidina Abu bakar memakan pada sehari semalam segala makanan itu ia memadai dan yang lebih makan pada tiga
hari segala makan yaitu segera sampai suluk kepada maqām
baqa
dan jikalau dua kali memakan sehari semalam maka yaitu binasa juga akan khalwat dan lagi kembali kepada martabat awam akan
orang itu dan lagi maqām mubtadi akan ia. RM: 5
Kutipan di atas merupakan tanya-jawab antara Nabi Muhammad dan
commit to user 113
Sayidina Abu Bakar. Persoalan yang diungkap dalam tanya-jawab tersebut tentang khalwatnya Nabi Muhammad di Jabal Nur. Kata maka menjadi
penanda atas kesimpulan bahwa seseorang yang berkhalwat dan melanggar salah satu syarat berkhalwat dia akan kembali ke martabat awam menduduki
derajat
mubtad
ī,.
B. Analisis Isi Teks RM
1. Khalwat, Suluk, dan Zuhud Syarat Masuk Tarekat Syattariyah
Dalam dunia tasawuf bahwa seorang salik ketika menjalankan ibadahnya bertujuan untuk mencapai martabat dan derajat kesempurnaan atau yang biasa
dinamakan insan kamil. Insan kamil adalah sebutan dalam dunia tasawuf bagi mereka yang selalu berusaha menghindarkan syirik batin khafi agar sampai pada
suatu keadaan yang memungkinkan dapat mengenal cinta Allah yang melahirkan jiwa tauhid dan yang mendorong untuk melakukan ibadah dalam usahanya
mencapai tingkat hidup termulia di sisi Allah Ramli Harun,
et.al
. 1985:16. Jalan yang ditempuh seseorang untuk sampai ke tingkat tersebut dapat ditempuh dengan
jalan tarekat. Istilah tarekat secara terminologi memiliki arti jalan yang lurus, praktek tasawuf dan persaudaraan sufi.
Tarekat dalam perkembanganya merupakan sebuah organisasi sufi dengan seorang mursyid guru sebagai pucuk pimpinan tertinggi sekalgus sebagai
pembimbing ibadah kepada Allah. Salah satunya adalah tarekat Syattariyah dalam perjalanannya dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh syekh Abdur Rauf
Singkel 1615-1693, seorang ulama yang berasal dari singkel Aceh. Dia turut mewarnai sejarah mistik Islam di Indonesia pada abad ke-17. Pada waktu