commit to user 121
menumbuhkan cinta pada Allah melebihi segala cintanya pada mahkluk ciptaan Allah murād.
jalan kasyaf kepada haq Ta ala yaitu dengan himah hati kepada wujud alam nur
syuhūd itulah permaianan jalan salik dengan tafakur kepada yang
ma’āni pada Allah Ta ala dan murād tafakur itu karena tiada wujud ku melainkan hanya yang ada wujud
Allah.RM: 8 Setiap tarekat memiliki permisalan tersendiri tentang sifat Allah, hal ini
juga dimiliki oleh tarekat Syattariyah, Wujud Allah dimisalkan dalam insan manusia yang tampak secara maknawiyah. Ada enam nur cahaya sifat Allah
yang diibaratkan pada insan manusia, yaitu nur hayun hidup pada ruh, nur „alam pada hati, nur murid pada fuad akal, nur qādir pada tubuh, nur samī‟ pada
telinga, nur bashīr pada mata, dan mutakalim pada lidah. Kuasa Allah pada manusia yang disebut tsābitah menjadikan insan senantiasa ingat pada Allah.
Dapat dikatakan bahwa insan manusia yang selalu ingat pada Allah maka perbuatan dan segala sikap hidupnya memancarkan cahaya dan reperesentasi dari
sifat Allah. Berikut kutipannya dalam teks RM Bermula yang ada wujud Allah pada tubuh yaitu insan itu dengan
madhhār sifat maknawiyah pada tubuh insan yaitu nur
hayun
pada ruh kita dan nur „alam pada hati kita dan nur murid pada
fuad
kita dan nur
qādir pada tubuh kita dan nur samī’ pada telinga kita dan nur
bashīr pada mata kita dan
mutakalim
pada lidah kita bagaimananya itu tiada wujud ku. Dan tetap
tsābitlah perbuatan kita perbuatan hak ta ala [ak]akan dia “lā fi’lu `l
-laz
ī illa af’ali `l
-
lah” artinya tiada perbuatan mereka itu melainkan hanya perbuatan wujud RM: 9
3. Syarat Baiat dan Talkin Terhadap Guru
Dalam menjalani kehidupan tasawuf, seorang salik harus senantiasa dibimbing oleh seorang guru. Dijelaskan di atas bahwa seorang guru merupakan orang yang
benar-benar suci lahir dan batinnya, Hal ini dapat dilihat dari segi bagaimana guru
commit to user 122
atau syekh tersebut berhubungan dengan manusia dan berhubungan dengan Allah Swt. Seorang guru tidak saja merupakan seorang pemimpin yang mengawasi
murid-muridnya dalam kehidupan lahir dan pergaulan sehari-hari, agar tidak menyimpang daripada ajaran
–ajaran Islam dan terjerumus ke dalam maksiat, berbuat dosa besar atau dosa kecil, yang harus ditegurnya, tetapi ia merupakan
pemimpin kerohanian yang tinggi sekali kedudukannya dalam tarekat. Ia merupakan perantaraan dalam ibadat antara murid dan Tuhan Aboebakar Atjeh,
1989: 79. Syarat salik dalam berbaiat dan talkin terhadap gurunya dalam tarekat
Syattariyah ketika berdoa harus menghadap kiblat sebelum berdoa kepada Allah, terlebih dahulu membayangkan rupa syekh atau guru yang membimbingnya
dalam berkhalwat. Menghadirkan guru ketika hendak berzikir merupakan hal terpenting dalam bertarekat, selain sebagai perantara berhubungan dengan Tuhan,
hal tersebut sebagai salah satu unsur terjadinya peristiwa-peristiwa tarekat untuk mencapi kesempurnaan hakekat. Berikut kutipannya dalam teks RM
Dan syarat mengambil itu baiat dan talkin daripada syekh kepada murid petunjuk syekh pada murid dengan yakin seperti baiat akan
syekh kepada murid itulah kepada perbuatan tarekat ini kepada murid yang perbuat dengan begini akan seperti duduk dalam
khalwat menghadap akan kiblat yaitu dengan merupa akan rupa syaikh dihadapnya itu RM: 9-10
4. Peristiwa Khalwatnya Nabi Muhammad di Jabal Nur Sebagai Suri
Tauladan bagi penganut Tarekat Syattariyah.
Penganut tarekat melakukan khalwat atau mengasingkan diri ke tempat yang sepi bertujuan untuk melatih diri mendekatkan diri kepada Allah. Selama
dalam khalwat, seseorang tidak boleh memakan sesuatu yang bernyawa seperti
commit to user 123
daging, ikan, telur, dan sebagainya. Salik senantiasa dalam keadaan suci, dan dilarang banyak bercakap-cakap. H. Fuad Said berpendapat bahwa sepanjang
hidupnya, Nabi Muhammad pernah berkhalwat di Gua Hira sampai datang perintah untuk berdakwah, Hadis Nabi yang membicarakan khalwat adalah
“
Diberi kesenangan kepada Nabi Saw, untuk menjalani khalwat di Gua Hira, maka beliiau mengasingkan diri didalamnya, yakni beribadat beberapa malam
yang berbilang-bilang
”.Hr. Bukhari dalam H. Fuad Said,1996:80. DI dalam teks RM juga dikisahkan bagaimana Nabi Muhammad dan Syaidina
Abu Bakar berkhalwat di gua jabal nur selama empat puluh hari. Saat berkhalwat Syaidina Abu Bakar mengajukan pertanyaan kepada Nabi Muhammad bahwa
dirinya ingin melihat Tuhan yang menciptakan bumi dan seisinya. Jawaban Nabi Muhammmad atas pertanyaan Syaidina Abu Bakar adalah agar menjaga perut
agar selalu puasa dikarenakan dengan puasa maka dapat mengekang hawa nafsu dunia dan terlebih lagi dapat menjalankan puasa daud. Apabila seseorang dapat
menjalankan persyaratan tersebut maka akan sampailah ia pada makam yang telah tetap pada diri seseorang tentang hakikat Allah maqam baqa, tetapi apabila ia
gagal dalam pelaksanaanya maka kembalilah ia pada martabat awam. Dalam kalangan sufi, orang yang berada dalam martabad awam baru belajar dikatakan
sebagai mubtadī orang sufi yang berada pada tataran permulaan. Berikut teks
RM yang mengemukakan hal tersebut Dan kemudian sudah daripada berkhalwat maka berkata Abu bakar
pada Nabi hai ya
Rasu lu `l-
Lāh pada Sayidina Abu Bakar hai Abu bakar kami kehendak bertemu dengan Tuhan dan lagi kehendak
melihat Tuhan. Dan sudah kabar nabi itu maka yaitu meminta Sayidina Abu Bakar pada Nabi ya
Rasu lu `l-
Lāh aku kehendak berkhalwat seperti kata itu betapa tiada kuasa menahan akan
makanan hai ya
Rasu lu `l-
Lāh maka jawab
Rasu lu `l-
Lāh itu pada AbuAbu bakar, hai Sayidina Abu bakar memakan pada sehari
commit to user 124
semalam segala makanan itu ia memadai dan yang lebih makan pada tiga hari segala makan yaitu segera sampai suluk kepada
maqām
baqa
dan jikalau dua kali memakan sehari semalam maka yaitu binasa juga akan khalwat dan lagi kembali kepada martabat
awam akan orang itu dan lagi maqām
mubtadi akan ia. RM: 11-12
5. Zikir