14
satu mekanisme penting. Pada 2014, Mahkamah Konstitusi MK melalui putusannya No. 34PUU- XI2013
64
, merubah pengaturan PK dalam KUHAP. PK kemudian bisa diajukan lebih dari satu kali. Menurut MK, kebenaran materiil mengandung semangat keadilan sedangkan norma hukum acara
mengandung sifat kepastian hukum yang terkadang mengabaikan asas keadilan. MK mengatakan bahwa untuk alasan keadilan dalam perkara pidana, manakala ditemukan adanya keadaan baru
novum, maka pembatasan PK bertentangan dengan asas keadilan yang begitu dijunjung tinggi oleh kekuasaan kehakiman Indonesia untuk menegakkan hukum dan keadilan.
Namun, Mahkamah Agung akhirnya mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA No 7 Tahun 2014
65
untuk kemudian kembali melakukan pembatasan terhadap PK. Pada intinya SEMA 7 Tahun 2014 menegaskan bahwa permohonan peninjauan kembali atas dasar ditemukannya bukti
baru hanya dapat diajukan satu kali, sedangkan permohonan peninjauan kembali dengan dasar adanya pertentangan putusan dapat diajukan lebih dari satu kali.
Secara Internasional setiap orang yang didakwa dengan hukuman mati berhak untuk mengajukan upaya hukum ke pengadilan yang lebih tinggi.
66
Pelapor khusus PBB tentang Eksekusi diluar proses pengadilan, mendadak dan sewenang-wenang menyatakan bahwa dalam kasus-
kasus esar, proses pengadilan harus menjamin hak untuk mereview aspek-aspek faktual dan legal dari kasus tersebut
ke pengadilanyang lebih tinggi, yang terdiri dari hakim yang berbeda dari hakim yang menangani kasus itu sebelumnya.
67
5.5. Hak untuk Memohon Pengampunan dan Peringanan Hukuman
Ketentuan mengenai pengampunan dan peringanan hukuman diatur dalam pasal 14 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung.
68
Presiden juga dapat memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
69
Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan
oleh Presiden.
70
Pidana mati adalah satu satu putusan pemidanaan yang dapat diajukan grasi.
71
Presiden, atas kepentingan Negara, dapat memberi amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang telah melakukan sesuatu tindakan pidana. Presiden memberi amnesti dan abolisi ini setelah
mendapat nasihat tertulis dari Mahkamah Agung.
72
Secara Internasional, setiap orang yang diputus dengan hukuman mati berhak untuk memohon pengampunan dan peringanan hukuman. Hal ini dicantumkan secara jelas dalam Pasal 64 ICCPR
Setiap orang yang dijatuhi hukuman mati berhak untuk meminta Pengampunan dan Peringanan
63
Pasal 263 sampai dengan 269 KUHAP
64
Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi pada http:www.mahkamahkonstitusi.go.idputusanputusan_sidang_1651_3420PUU202013-telahucap-
6Maret2014.pdf
65
Lihat SEMA 7 Tahun 2014 pada http:bawas.mahkamahagung.go.idbawas_docdocsema_07_2014.pdf
66
Pasal 145 ICCPR, Pasal 82h Konvensi Amerika, Pasal 2 Protokol 7 Konvensi Eropa, Lihat Pasal 7a Piagam Afrika
67
Laporan Pelapor khusus PBB tentang eksekusi di luar proses pengadilan, mendadak dan sewenang-wenang, Dok.PBB ECN.4199760, paragraf 82
68
Pasal 14 ayat 1 UUD 1945
69
Pasal 14 ayat 2 UUD 1945
70
Pasal 1 angka 1 UU No. 5 Tahun 2010 tentang perubahan atas UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi UU Grasi
71
Pasal 2 ayat 2 UU Grasi
72
Pasal 1 Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 Tentang Amnesi dan Abolisi UU Amnesti dan abolisi
15
Hukuman atas hukuman tersebut. Amnesti, Pengampunan atau Keringanan atas Hukuman mati di u gki ka u tuk dika ulka u tuk se ua kasus.
5.6. Tidak Boleh dilakukan Eksekusi saat Proses Banding dan Permohonan Pengampunan
Pelaksanaan putusan pengadilan terdapat dalam Bab XIX tentang Pelaksanaan Putusan Pengadilan dan Bab XX tentang Pengawasan Dan Pengamatan Pelaksanaan Putusan Pengadilan KUHAP. Dalam
Pasal 270 KUHAP disebutkan b ahwa Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengrimkan salinan surat putusa kepada a. Berdasarkan ketentuan Pasal 270 KUHAP tersebut, maka dapat diambil
kesimpulan, hanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sajalah yang dapat dieksekusi oleh Jaksa. Sehingga ketentuan KUHAP telah menjamin bahwa dalam hal terdakwa yang
dituntut dengan pidana mati mengajukan upaya hukum, tidak dapat dilakukan eksekusi. Terkait permohonan grasi, aturan penundaan eksekusi mati apabila terpidana mengajukan grasi ke
Presiden diatur dalam Pasal 3 UU Grasi yang berbunyi :
Per oho a grasi tidak e u da pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana, kecuali dalam hal putusan p
ida a ati . Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 2 ayat 3 UU Grasi, permohonan grasi hanya dapat diajukan 1 kali atas
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Selain membatasi banyaknya jumlah permohonan, UU Grasi juga membatasi jangka waktu permohonan, permohonan grasi diajukan
paling lama dalam jangka waktu 1 tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
73
Hukuman mati hanya boleh dijatuhkan setelah diputus akhir oleh hakim pada pengadilan yang kompeten.
74
Eksekusi tidak boleh dilakukan apabila masih dalam proses banding atau berada dalam prosedur yang harus dijalankan berkaitan dengan permintaan pengampunan atau komutasi
hukuman tersebut.
75
Dewan Ekonomi dan Sosial PBB ECOSOC menyatakan segala informasi terkait upaya hukum dan permohonan pengampunan terpidana mati harus diinformasikan kepada pejabat
atau aparat negara yang terlibat dalam pengambilan keputusan atas hukuman mati, sehingga eksekusi tidak dapat dilakukan dalam hal terpidana mati sedang melakukan upaya hukum dan
permohonan pengampunan.
76
5.7. Waktu yang Cukup antara Putusan dengan Eksekusi
Terkait waktu yang cukup sebelum eksekusi mati, tidak ada pengaturan di Indonesia yang menjabarkan rentang waktu tersebut, hanya saja permohonan upaya hukum dan permintaan
pengampunan adalah salah satu alasan penundaan eksekusi mati.
Kondisi Indonesia tidak sesuai dengan Pelapor khusus PBB tentang eksekusi diluar Pengadilan, mendadak dan sewenang-wenang merekomendasikan periode sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum
hukuman mati dilaksanakan oleh pengadilan, ini dimaksudkan agar ada waktu yang cukup untuk persiapan upaya hukum dan permintaan petisi untuk peringanan Hukuman.
77
73
Pasal 7 ayat 2 UU Grasi
74
Pasal 62 ICCPR, Paragraf ke-5 Perlindungan atas Hukuman Mati, Pasal 42 Konvensi Amerika
75
Paragraf ke-8 Jaminan Perlindungan bagi Mereka yang Menghadapi Hukuman Mati, Pasal 46 Konvensi Amerika, Lihat Pasal 145 dan 64 ICCPR
76
Laporan Pelapor Khusus PBB tentang eksekusi diluar proses pengadilan, mendadak dan sewenang-wenang, Dok.PBB ECN.419964, pada hal.553 dan Resolusi ECOSOC 199615, diadopsi 23 Juli 1996
77
Laporan Pelapor Khusus PBB tentang eksekusi diluar pengadilan, mendadak dan sewenang-wenang, , paragraf 553