Inkonsistensi Mahkamah Agung dan Masalah Peninjauan Kembali PK
43
...Berdasarka Yurisprude si Mahka ah Agu g Repu lik I do esia a g erlaku u u bahwa mengenai berat ringannyaukuran hukuman adalah menjadi wewenang Judex Facti,
uka e e a g Jude Juris tidak tu duk pada kasasi ... Dalam putusan tersebut, akhirnya Majelis Hakim MA mengabulkan permohonan Pemohon PK dan
menjatuhkan pidana 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan kurungan. Pemohon PK sebelumnya dipidana 15 tahun penjara dan denda Rp. 500 juta subsidair 4 bulan kurungan di
tingkat PN, lalu 18 tahun penjara dan denda Rp. 600 juta subsidair 6 bulan kurungan di tingkat Banding, dan di MA dijatuhi pidana mati. Hakim pada tingkat Peninjauan Kembali menilai tidak
seharusnya Judex Juris dalam hal ini Hakim tingkat Kasasi atau MA menjatuhkan pidana yang lebih berat.
Namun putusan MA yang menyatakan bahwa berat ringannya putusan bukan merupakan domain MA tidak berlaku dalam putusan MA lainnya. Dalam putusan No. 15 PKPid2004 dengan pemohon
PK bernama Raheem Agbaje Salami, MA pada tingkat Kasasi menjatuhkan pidana Mati, setelah sebelumnya di tingkat PN dan Banding Raheem Agbaje Salami dijatuhi pidana Seumur Hidup dan
Pidana 20 tahun penjara. Dalam permohonan PK nya, kuasa hukum Raheem Agbaje Salami menyatakan bahwa :
Bah a di dala perti a ga huku putusa Mahka ah Agu g ta ggal Nope
er 1999 No: 1195Pid1999 tersebut Mahkamah Agung TELAH MELAMPAUI BATAS
KEWENANGANNYA DAN TIDAK MENGURAIKAN SECARA TEGAS MENGAPA Mahkamah Agung merubah pidana penjara dari 20 tahun yang telah diputus oleh Pengadilan Tinggi Jawa
Timur pada tanggal 12 Juli 1999 No:160Pid1999PT.Sby, dengan PIDANA MATI, padahal perubahan pidana tersebut bukanlah menjadi kewenangan Hakim Agung tingkat Kasasi
dengan demikian Hakim Agung dalam pemeriksaan pada tingkat Kasasi dalam mengambil putusan telah bertentangan dengan pasal 30 Undang-Undang No 14 tahun I985 tentang
Mahkamah Agung
Dalam pertimbangannya, Hakim MA yang memeriksa PK Raheem Agbaje Salami menyatakan bahwa: Bah a alasa -alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena tidak termasuk dalam
salah satu alasan peninjauan kembali sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat 2 huruf a, da KUHAP...
Perbedaan pandangan ini juga terjadi dalam beberapa putusan lainnya, Dalam Putusan MA No. 1835 KPid2010 dengan terpidana mati Herri Darmawan Alias Sidong Bin Firdaus dan Putusan terhadap
Scott Anthony Rush terpidana mati dan pemohon PK pada putusan No. 28 PKPid.Sus2011, MA terkesan memberikan pertimbangan berbeda dalam hal usia dari terpidana mati. Keduanya dijatuhi
pidana mati sampai dengan tingkat MA, bedanya adalah dalam perkara Scott Anthony Rush, pertimbangan usianya yang masih 19 tahun dijatdikan salah satu pertimbangan untuk meringankan
pidananya menjadi seumur hidup, sedangkan dalam putusan Herri Darmawan Alias Sidong Bin Firdaus, usia 19 tahun tidak menjadi pertimbangan MA untuk meringankan putusan dari pidana
mati, meskipun dalam putusan tersebut telah terjadi dissenting opinion oleh Hakim Agung Surya Jaya.
Lebih jauh pandangan MA tentang hukuman mati menjadi hal yang menarik. Dalam beberapa putusan, MA menggunakan alasan konstitusional menjadi dasar MA untuk menganulir hukuman
mati terhadap seorang terdakwa atau terpidana mati. Namun inkonsistensi terhadap pemikiran ini terlihat ketika ada beberapa kasus lain yang justru menekankan bahwa hukuman mati masih
44
konstitusional di Indonesia. Dalam putusan Hanky Gunawan Alias Hanky, Hakim MA mempertimbangkan :
Bah a e dasari De laratio of Hu a Right arti le : e er o e has the right to life, li ert a d se urit of perso . Bah a setiap ora g erhak atas kehidupa , kebebasan
dan keselamatan sebagai individu. Hukuman MATI bertentangan dengan Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 dan
melanggar Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1989 tentang HAM yang berbunyi : Hak u tuk hidup, hak u tuk tidak disiksa, hak ke e asa pribadi, pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan dan oleh siapa pu .
Bahwa dengan adanya klausul tidak dapat dikurangi dalam keadaan dan oleh siapa pun dapat diartikan sebagai tidak dapat dikurangi, dan diabaikan oleh siapa pun termasuk
dalam hal ini oleh pejabat yang berwenang sekalipun, tidak terkecuali oleh putusan HakimPutusan Pengadilan.
Bahwa dengan adanya kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata oleh Majelis Hakim dalam tingkat Kasasi dalam memutus perkara No. 455 KPid.Sus2007 tanggal 28
November 2007 serta demi memenuhi Rasa Keadilan dan Hak Asasi Manusia, maka beralasan hukum apabila putusan Kasasi tersebut dibatalkan oleh Majelis Peninjauan
Kembali ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas menurut Majelis Peninjauan Kembali, terdapat cukup alasan untuk membatalkan putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia No.455 KPid.Sus2007, tanggal 28 November 2007 jo putusan Pengadilan Tinggi Surabaya No.256Pid2007PT.SBY., tanggal 11 Juli 2007 jo putusan
Pengadian Negeri Surabaya No.3412Pid.B2006PN.SBY., tanggal 17 April 2006 dan Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara tersebut ;
Pertimbangan atas dasar konstitusionalitas hukuman mati dan hak asasi manusia juga pernah digunakan dalam kasus lainnya, dalam putusan PK Hillary K. Chimezie dengan putusan No. 45
PKPid.Sus2009.
84
Dalam salah satu pertimbangannya di halaman 105 Majelis PK memberikan pertimbangan:
Bah a terlepas dari se ua uraia -uraian tersebut di atas, mengenai amar putusan Judex Juris terhadap Terdakwa Pemohon Peninjauan Kembali dengan berupa hukuman mati ,
majelis akan memberikan pertimbangan sebagai berikut : Bahwa hukuman mati sangat bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 28 A Undang-
Undang Dasar 1945 Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya selain itu bertentangan pula dengan Pasal 1 ayat 1 jo . Pasal 4 Undang-
Undang No.391999 tentang Hak azasi Manusia 10 Declaration of Human Right article 3:
e er o e has the right of life, li ert a d se urit of perso , arti a : setiap orang berhak atas kehidupa , ke e asa da kesela ata se agai i di idu ;
Dalam pertimbangan sebelumnya, Hakim MA mempertimbangkan bahwa dalam perkara tersebut terdapat dugaan penyiksaan serta rekayasa bukti yang dilakukan oleh penyidik. Dalam putusan
tersebut kemudian terjadi dissenting opinion oleh Hakim Agung Timur P Manurung, atas dasar ditemukannya bukti rekayasa kasus dan penyiksaan, Hakim Agung Timur P Manurung berpendapat
84
Arsil, Pembatalan Hukuman Mati oleh MA atas Dasar Inkonstitusionalitas Pidana Mati : Anotasi Atas Beberapa Putusan Penting Mahkamah Agung, LeIP, 2012.
45
bahwa pemohon PK harusnya dibebaskan dari seluruh dakwaan. Namun 2 orang hakim agung lainnya memutuskan untuk mengubah sanksi yang dijatuhkan kepada Terpidana mati dari pidana
mati menjadi 12 tahun penjara. Putusan PK ini diputus pada tanggal 6 Oktober 2010, hampir setahun sebelum putusan Hanky Gunawan, dengan ketua majelis yang sama dengan PK Hanky Gunawan,
yaitu Imron Anwari dan Timur P Manurung dan Suwardi sebagai anggota-anggota majelis.
85
Hal yang perlu diperhatikan adalah MA memberikan pertimbangan Inkonstitusional hukuman mati dalam Putusan PK Hanky Gunawan pada tanggal 16 Agustus 2011, dan sebelumnya dalam putusan
PK Hillary K. Chimezie pada tanggal 6 Oktober 2010 berbeda jauh dengan putusan PK MA pada 5 juli 2012 atas pemohon PK Very Idham H alias Ryan dengan putusan PK No. 25 PKPid2012 yang
berselang hanya sebelah bulan. Dalam putusan PK Very Idham H alias Ryan, MA menolak menganulir hukuman mati dirinya dengan alasan apapun, majelis hakim putusan tersebut terdiri dari Artidjo
Alkotsar sebagai ketua majelis dan Salman Luthan serta T. Gayus Lumbuun sebagai anggota majelisnya.
Penolakan Hakim MA terhadap pandangan bahwa hukuman mati adalah inkonstitusional dan melanggar hak asasi manusia tersebar dalam beberapa putusan. Dalam putusan PK No. 38
PKPid.Sus2011 dengan pemohon PK Myuran Sukumaran, MA menolak PK darinya dengan alasan bahwa hukuman mati masih dapat diberlakukan di Indonesia. Hal yang menarik adalah karena Hakim
dalam perkara Myuran Sukumaran yaitu M. Imron Anwari, Suwardi dan Achmad Yamanie adalah Hakim MA yang sama yang menganulir hukuman mati dengan alasan inkonstitusional dan melanggar
hak asasi manusia dalam Putusan PK Hanky Gunawan Hakim Agungnya adalah M. Imron Anwari, Achmad Yamanie dan M. Hakim Nyak Pha dan putusan PK Hillary K. Chimezie Hakim Agungnya
adalah M. Imron Anwari, Suwardi dan Timur P. Manurung. Dalam putusannya, Majelis Hakim MA menyatakan bahwa :
...Bah a alaupu dala Pasal a at U da g-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945 menyatakan hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang paling mendasar yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan dalam TAP MPR No. XVIIMPR1998
menyatakan bahwa hak asasi meliputi hak untuk hidup dan berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Sipil
dan Politik pada bagian III Pasal 6 ayat 1 menyatakan setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya, hak ini wajib dilindungi oleh hukum, tidak seorang
pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang, akan tetapi dalam ayat 2 menyatakan bahwa di negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, putusan
hukuman mati hanya dapat dijatuhkan terhadap kejahatan-kejahatan yang paling serius sesuai dengan hukum yang berlaku pada saat dilakukannya kejahatan tersebut
;... Keanehan ini ternyata tidak terjadi hanya dalam putusan PK Myuran Sukumaran, dalam putusan
lainnya juga terdapat kejanggalan terkait inkonsistensi Hakim MA. Dalam putusan PK No. 144 PKPid.Sus2011 dengan pemohon PK Okwudili Ayotanze. Hakim kemudian menolak permohonan
PK tersebut pada tanggal 4 Januari 2012, atau sekitar lima bulan setelah putusan Hanky Gunawan, dengan Majelis Hakim M. Imron Anwari, Suwardi, SH dan Achmad Yamanie. Lalu putusan Kasasi No.
1069 KPid2012 dengan terpidana mati Asep Dudung Budiman, tertanggal 8 Agustus 2012 atau kurang lebih setahun setelah putusan Hanky Gunawan. Asep Dudung Budiman dijatuhi hukuman
mati sampai dengan tingkat kasasi, meskipun menggunakan dasar kasasi yang sama yaitu hak asasi manusia, namun Hakim MA yang terdiri dari dua hakim agung yang sebelumnya dalam putusan
Hanky Gunawan menyatakan hukuman mati inkonstitusional, yaitu Hakim Nyak Pha dan Achmad Yamanie, memperkuat putusan Pengadilan sebelumnya dengan tetap menjatuhkan hukuman mati.
85
Ibid
46