4
BAB II
Hukuman Mati dan Hak atas Peradilan Yang Adil
12
1. Standar Hak Atas Peradilan Yang Adil
Masyarakat internasional sebetulnya telah lama menyerukan dan mendorong penghapusan hukuman mati.
13
Tren penghapusan tersebut kemudian dituangkan dalam beberapa perjanjian- perjanjian Internasional maupun regional.
14
Pada 1997 dan 1998 Komisi HAM PBB menyerukan kepada semua negara yang belum menghapuskan hukuman mati untuk melakukan moratorium atas
eksekusi dengan tujuan untuk menghapuskan hukuman mati tersebut secara keseluruhan.
15
Hal ini kemudian dipraktikkan dalam beberapa Pengadilan Pidana Internasional yang tidak memasukkan
hukuman mati sebagai hukuman yang dijatuhkan.
16
Hal yang sama juga terjadi pada Statuta International Criminal Court ICC, yang tidak mengijinkan ICC memberlakukan hukuman mati.
Dalam konteks masih adanya negara-negara yang memberlakukan hukuman mati maka secara Internasional dikenal beberapa standar hukum yang harus dipenuhi. Diantaranya adalah jaminan
atas peradilan yang adil dan ketentuan legislasi yang tidak pula boleh berbenturan dengan prinsip Internasional. Ketentuan legislasi nasional setidaknya harus mengatur larangan-larangan akan
adanya aturan yang memberlakukan secara retroaktif hukuman mati, juga harus secara selektif mengkualifikasikan tindak pidana apa saja dan siapa saja yang boleh dan tidak boleh dijatuhi
hukuman mati. Selanjutnya, negara juga harus dan terpenting memastikan standar-standar hak atas peradilan yang adil dianut dalam regulasi nasional yang akan mempengaruhi praktik peradilan
terpidana mati. Berikut adalah gambaran ketentuan hak atas peradilan yang adil di Indonesia secara regulasi dikaitkan dengan standar internasional yang berlaku mengenai hak tersebut.
2. Tidak Ada Penerapan Retroaktif, namun Mengikuti Perubahan Undang-Undang
Asas non-retroaktif adalah aturan utama turunan asas legalitas dalam KUHP. Dalam hukum pidana, asas ini dicantumkan dalam pasal 1 ayat 1 KUHP
17
: Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang, yang ada terdahulu daripada
per uata itu . Selain dalam KUHP, larangan terhadap asas non-retroaktif diatur lebih tinggi dalam Pasal 28I Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945, yang berbunyi :
Hak u tuk hidup, hak u tuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum a g erlaku surut adalah hak asasi a usia a g tidak dapat dikura gi dala keadaa apapu .
12
Sumber utama Fair Trial, Amnesti Internasional, Volume 2 tahun 2014.
13
Lihat Pasal 6 6 ICCPR, Pasal 4 2 dan 43 Konvensi Amerika
14
Protokol Tambahan Kedua ICCPR, Konvensi Amerika tentang HAM dan Penghapusan Hukuman Mati, dan Protokol No.6 Konvensi Eropa melarang eksekusi dan mengharuskan penghapusan hukuman mati pada waktu
damai, Lihat Protokol Optional Kedua ICCPR, Protokol Konvensi Amerika tentang tentang HAM dan Penghapusan Hukuman Mati, Protokol No.6 Konvensi Eropa.
15
Resolusi 199712, Komisi HAM, ECN41997150, Resolusi 19888, Komisi HAM, Sesi ke-54 ECN.41998L.12
16
Bagi negara bekas Yugoslvia dan Rwanda, Dewan Keamanan PBB secara sengaja bahkan tidak memasukkan hukuman mati sebagai hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan yang berwenang, meski pengadilan-
pengadilan ini memiliki juridiksi atas kejahatan-kejahatan keji, seperti genosida, kejahatan kemanusiaan lain dan kejahatan perang, Lihat Resolusi Dewan Keamanan PBB No.825 tgl 23 Mei 1993 dan No.95 tgl 8
November 1994
17
Sebelumnya juga diarur di pasal 2 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie AB
5
Namun penyimpangan terhadap asas non-retroaktif sebetulnya juga diatur dalam KUHP. Pasal 1 ayat 2 KUHP menyebutkan bahwa suatu hukum yang lebih baru dapat berlaku surut, sepanjang hukum
yang baru itu lebih menguntungkan bagi tersangka daripada hukum yang lama. Ketentuan ini menyerupai ketentuan secara internasional, Pasal ini berlaku apabila seseorang dipidana dengan
hukum baru sebelum hakim menjatuhkan vonis. Selain pasal 1 ayat 2 KUHP, aturan retroaktif tersebut juga dianut dalam pasal 43 ayat 1 UU No.
26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM UU Pengadilan HAM yang menyebutkan :
Pela ggara hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini, diperiksa
da diputus oleh Pe gadila HAM ad ho Dasar keberlakuan secara surut UU Pengadilan HAM terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang
berat adalah penjelasan pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menegaskan bahwa:
Hak u tuk tidak ditu tut atas dasar huku a g erlaku surut dapat dike ualika dala hal pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang digolongkan ke dalam kejahatan terhadap
ke a usiaa . Masalahnya dalam UU Pengadilan HAM hukuman mati justru menjadi salah satu pidana pokok,
18
dan dapat pula dijtuhkan secara retroaktif. Hukuman mati tidak boleh diterapkan kecuali hukuman tersebut merupakan sebuah hukuman yang
diputuskan berdasarkan hukum untuk suatu kejahatan yang terjadi pada saat kejahatan itu dilakukan.
19
Dalam hal ini Pelapor Khusus PBB tentang eksekusi diluar hukum, mendadak atau sewenang-wenang menyatakan pendapatnya bahwa, Pasal 6 2 Kovenan Sipol tidak mengijinkan
adanya berlakunya kembali hukuman mati setelah dihapuskan dan adanya perluasan lingkup hukuman mati.
20
Termasuk Hukuman yang lebih berat dibanding dengan hukuman yang seharusnya diberlakukan tidak boleh dijatuhkan.
21
Namun, seseorang yang didakwa dengan tuduhan melakukan tindakan kejahatan harus merasakan pada waktu dilakukan perubahan undang-undang yang
memberlakukan hukuman yang lebih rendah.
22
Sehingga seseorang yang dijatuhkan hukuman mati harus mendapatkan manfaat atas hukuman yang lebih ringan jika hukum tersebut direformasi
diubah setelah putusan atas mereka dijatuhkan.
23
Konvensi Amerika secara tegas melarang negara memperluas penerapan hukuman mati atas tuduhan kejahatan
– pada saat negara tersebut menerapkan Konvensi tersebut. Konvensi ini juga melarang pemberlakuan kembali hukuman mati
jika negara tersebut telah menghapusnya.
24
3. Hukuman Mati dan Kejahatan Serius Tertentu
Undang-Undang pertama di Indonesia yang mencamtumkan pidana mati adalah KUHP. KUHP diterapkan di Indonesia pada masa kolonial belanda, tahun 1918. Belanda sendiri telah
menghapuskan hukuman mati dalam KUHP nya pada 1878, dan secara keseluruhan menghapuskan
18
Pasal 36, Pasal 37, Pasal 41, Pasal 42 ayat 3 UU Pengadilan HAM
19
Lihat Pasal 62 ICCPR, Paragraf 2 tentang perlindungan atas hukuman mati, Pasal 42 Konvensi Amerika, Pasal 2 1 Konvensi Eropa
20
Laporan Pelapor khusus tentang eksekusi di luar proses pengadilan, mendadak dan sewenang-wenang dalam misinya ke Amerika Serikat.Dok.PBB ECN.41998Add.3, 22 Jnuari 1998, paragraf ke-3.
21
Lhiat Pasal 11 Deklarasi Universal, Pasal 15 ICCPR, Pasal 9 Konvensi Amerika, Pasal 7 Konvensi Eropa, Pasal 7 Piagam Afrika
22
Pasal 151 ICCPR, Pasal 9 Konvensi Amerika
23
Paragraf ke-2 tentang Perlindungan dari Hukuman Mati Safeguards Guaranteeing Protection of the Rights of Those Facing the Death Penalty, E.S.C. res. 198450, annex, 1984 U.N. ESCOR Supp. No. 1 at 33, U.N. Doc.
E198484 1984 Selanjutnya disebut Jaminan Perlindungan bagi Mereka yang Menghadapi Hukuman Mati
24
Pasal 4 Konvensi Amerika, Lihat juga, Laporan Tahunan Pengadilan Inter-Amerika, Advisory Opinion OC-383, OASSer.LVIII.10 dok.13, 1984