Administrasi Peradilan Judicial killing hukuman mati demi keadilan Final I

47 e ataka , Per i taa pe i jaua ke ali atas suatu putusan tidak menangguhkan aupu e ghe tika pelaksa aa dari putusa terse ut ... Menimbang bahwa benar dalam ilmu hukum terdapat asas litis finiri oportet yakni setiap perkara harus ada akhirnya, namun menurut Mahkamah, hal itu berkait dengan kepastian hukum, sedangkan untuk keadilan dalam perkara pidana asas tersebut tidak secara rigid dapat diterapkan karena dengan hanya membolehkan peninjauan kembali satu kali, terlebih lagi manakala ditemukan adanya keadaan baru novum. Hal itu justru bertentangan dengan asas keadilan yang begitu dijunjung tinggi oleh kekuasaan kehakiman Indonesia u tuk e egakka huku da keadila ... Pertimbangan dalam putusan PK No. 45 PKPid.Sus2009 dan putusan MK No. 34PUU-XI2013 menunjukkan bahwa tujuan utama dari peradilan pidana adalah kebenaran materil sehingga alasan- alasan yang sifatnya administratif dan formil dapat dikesampingkan. Pada akhir 2014, MA akhirnya mengeluarkan SEMA 72014 yang pada intinya menegaskan bahwa permohonan peninjauan kembali atas dasar ditemukannya bukti baru hanya dapat diajukan satu kali, sedangkan permohonan peninjauan kembali dengan dasar adanya pertentangan putusan dapat diajukan lebih dari satu kali, dasar pijakan MA sudah bisa diduga yaitub alasan kepastian hukum. Bahwa lahirnya SEMA 72014 ternyata telah menimbulkan masalah yang jauh lebih rumit lagi. SEMA 72014 dianggap sebagai suatu bentuk ketidakpatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi, bahkan Mahkamah Konstitusi sendiri menganggap bawah kejadian ini merupakan suatu bentuk pembangkangan dari konstitusi. 86 Permohonan PK lebih dari satu kali dalam praktiknya ternyata juga dibutuhkan oleh terpidana mati, dalam putusan PK No. 108 PKPid2007 dengan pemohon PK Ibrahim Bin Ujang, MA menolok permohonan PK dari Ibrahim Bin Ujang dengan alasan bahwa ini kali kedua dirinya mengajukan PK. Dilain sisi juga masih terdapat putusan lain dimana hakim terlihat ragu dalam menjatuhkan pidana, dalam putusan PK No. 45 PKPid.Sus2009 dengan pemohon PK Hillary K. Chimezie, salah satu hakim agung, Timur P. Manurung meminta agar pemohon PK dibebaskan. Apabila melihat ketentuan SEMA 72014, maka Hillary K. Chimezie tidak dapat lagi mengajukan PK atas kasusnya yang bisa dianggap kontroversi, bahkan apabila dirinya mendapatkan novum lagi. Problem terkait PK tidak berhenti dimasalah pembatasan semata. Dalam SEMA 1 tahun 2012 SEMA 12012 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Dalam Perkara Pidana, yang pada intinya bahwa pengajuan PK harus dihadiri langsung oleh Pemohon PK dan tidak dapat diwakili oleh advokat atau penasehat hukumnya, dalam SEMA tersebut dinyatakan bahwa : ...Atas dasar kete tua terse ut di atas da juga kete tua Pasal a at DAN KUHAP, Mahkamah Agung menegaskan bahwa permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung hanya dapat diajukan oleh terpidana sendiri atau ahli warisnya. Permintaan peninjauan kembali yang diajukan oleh kuasa hukum terpidana tanpa dihadiri oleh terpidana harus dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dilanjutkan ke Mahka ah Agu g... SEMA 12012 menunjukkan bahwa alasan administratif dan formil masih menjadi pertimbangan utama dari MA. SEMA ini disinyalir keluar karena kontroversi dari PK yang diajukan oleh terpidana 86 Lihat MK Nilai MA Langgar Konsepsi Negara Hukum, Diakses pada http:www.hukumonline.comberitabacalt54aaac4f8e2fbmk-nilai-ma-langgar-konsepsi-negara-hukum 48 mati yang melarikan diri. 87 Masalahnya, SEMA 12012 kemudian tidak mempertimbangkan perihal terpidana mati atau pemohon PK lain yang memiliki kepentingan. Hadir sendiri dalam mengajukan PK tentu saja tidak mudah, melihat dari proses perizinan yang harus dilalui apabila misalnya pemohon PK adalah seorang terpidana, sehingga minimal membutuhkan izin keluar dari Lapas. Belum lagi apabila terpidananya adalah terpidana mati, yang kebanyakan akan dipindahkan ke Lapas di Nusa Kambangan, untuk bisa mengajukan PK dirinya harus mengakses Pengadilan Negeri tempatnya diadili, maka akan ada biaya yang sangat besar. Praktik biaya besar ini tentu saja bertentangan dengan asas biaya murah dalam peradilan pidana. Kehadiran SEMA 12012 juga menimbulkan tanda tanya besar terkait hak atas bantuan hukum. Kehadiran advokat, terutama bantuan hukum untuk orang miskin atau terpidana mati sangat penting, maka pembatasan terhadap hak dan kewenangan advokat adalah masalah besar. Lebih jauh melanggar hak atas bantuan hukum dan juga secara prinsip melanggar hak advokat yang dilindungi oleh UU untuk mewakili kliennya. Kehadiran advokat menjadi penting setidaknya untuk memberikan pemahaman kepada terdakwa atau terpidana mati terkait hak-hak nya, misalnya hak untuk mengajukan upaya hukum ke pengadilan. Dalam kasus Rusula Hia dan Yusman TelaumBanua, terpidana mati dalam putusan No. 07Pid.B2013PN-GS dan Putusan No. 08Pid.B2013PN-GS, tidak melakukan upaya hukum sama sekali, 88 kualitas dan kehadiran advokat menjadi alasan kuat mengapa keduanya tidak mengajukan upaya hukum. Masalah administrasi peradilan juga ditemukan dalam Putusan MA No. 554 KPid2009 dengan terpidana mati Mulyadi Dwi Asmono Als Acong Bin Fadilah dan Putusan MA No. 558 KPid2009 dengan terpidana mati Maulana Reza Alias Item Bin Nazarudin, MA menyatakan kasasi keduanya tidak dapat diterima, namun tidak diketahui mengapa keduanya terlambat dalam mengirimkan beras, sebab dalam putusan yang langsung menerima putusan PT adalah terpidana mati, tidak menyebutkan kehadiran advokat atau bantuan hukum lainnya. MA memberikan pertimbangan yang sama persis yaitu : ...Me i a g, ah a putusa Pe gadila Ti ggi terse ut telah di eritahuka de ga hadirnya Pemohon KasasiTerdakwa pada tanggal 19 Januari 2009 dan Pemohon KasasiTerdakwa mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 10 Februari 2009, akan tetapi memori kasasi yang memuat alasan-alasan permohonannya untuk pemeriksaan perkara tersebut dalam tingkat kasasi baru diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Depok pada tanggal 24 Februari 2009 jadi melewati tenggang waktu 14 empat belas hari, sebagaimana ditentukan dalam pasal 248 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Undang-Undang No: 8 Tahun 1981, oleh karena itu hak untuk mengajukan permohonan kasasi gugur, dan dengan demikian permohonan kasasi harus dinyatakan tidak dapat diteri a ;... 87 Lihat Sikap MA Terbelah Tentang Pengajuan PK oleh Advokat, Diakses pada http:www.hukumonline.comberitabacalt4b9a65f16afe3sikap-ma-terbelah-tentang-pengajuan-pk-oleh- advokat 88 Lihat Kejatisu Tunggu Upaya Hukum Dua Terpidana Mati Nias, Diakses pada http:www.posmetro- medan.comkejatisu-tunggu-upaya-hukum-dua-terpidana-mati-nias 49

BAB V Problem Upaya Hukum dan Grasi

1. Situasi Fair Trial di Indonesia dan Regulasi di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang disorot dunia karena memberlakukan hukuman mati dengan kondisi regulasi dan praktik peradilan yang cukup buruk. Dalam beberapa situasi , Indonesia menyatakan bahwa hukum negara sudah cukup baik dan telah menerapkan prinsip-prinsip fair trial. ICJR mencatat bahwa beberapa isu terkait regulasi, kebijakan dan penanganan terpidana mati yang harus menjadi sorotan, yakni upaya hukum atas putusan pengadilan hukuman mati. Misalnya untuk persoalan Grasi dan Peninjauan Kembali, Pemerintah lebih memilih melakukan pembatasan untuk alasan kepastian hukum dan ketakutan banyaknya berkas yang menumpuk dari pada memastikan bahwa terpidana mendapat jaminan terkait hak atas keadilan Pemerintah Indonesia termasuk pula lembaga judikatif seperti MA terkesan masih mengedepankan masalah administratif belaku daripada persoalan keadilan materil, hal ini terlihat dari sekian banyak kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan.. Kondisi penanganan terhadap upaya hukum dan grasi para terpidana mati harus pula menjadi sorotan. Hal tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :

2. Peninjauan Kembali

Paska putusan Mahkamah Konstitusi MK No. 34PUU-XI2013 89 , pengaturan Peninjauan Kembali PK berubah dalam KUHAP, PK kemudian bisa diajukan lebih dari satu kali. Menurut MK, kebenaran materiil mengandung semangat keadilan sedangkan norma hukum acara mengandung sifat kepastian hukum yang terkadang mengabaikan asas keadilan. MK mengatakan bahwa untuk alasan keadilan dalam perkara pidana, manakala ditemukan adanya keadaan baru novum, maka pembatasan PK bertentangan dengan asas keadilan yang begitu dijunjung tinggi oleh kekuasaan kehakiman Indonesia untuk menegakkan hukum dan keadilan. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 34PUU-XI2013 yang mengubah kebiasaan hukum acara pidana selama ini mendapat tanggapan yang serius dari Kejaksaan Agung dan juga pemerintah. Kejaksaan Agung menilai putusan ini akan menghambat proses eksekusi mati terhadap beberapa terpidana karena terpidana tersebut akan mengajukan peninjauan kembali untuk kedua kalinya. Pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhi mengatakan bahwa putusan 89 Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi pada http:www.mahkamahkonstitusi.go.idputusanputusan_sidang_1651_3420PUU202013-telahucap- 6Maret2014.pdf 50 Mahkamah Konstitusi tersebut akan menciptakan ketidakpastian hukum dan mengusulkan untuk mengubah putusan tersebut. 90 Menindaklanjuti persoalan ini, Pemerintah, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung mengadakan pertemuan pada 9 Januari 2015 di Kantor Kementerian Hukum dan HAM. 91 Sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan polemik yang ada, Mahkamah Agung akhirnya mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA No 7 Tahun 2014 92 yang pada intinya menegaskan bahwa permohonan peninjauan kembali atas dasar ditemukannya bukti baru hanya dapat diajukan satu kali, sedangkan permohonan peninjauan kembali dengan dasar adanya pertentangan putusan dapat diajukan lebih dari satu kali. Lahirnya SEMA No 7 Tahun 2014 ternyata telah menimbulkan masalah yang jauh lebih rumit lagi. SEMA No 7 Tahun 2014 dianggap sebagai suatu bentuk ketidakpatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi, bahkan Mahkamah Konstitusi sendiri menganggap bahwa kejadian ini merupakan suatu bentuk pembangkangan dari konstitusi. Mahkamah Agung sendiri tetap pada keyakinannya bahwa SEMA No 7 Tahun 2014 diterbitkan untuk memberikan kepastian hukum, disamping ketentuan mengenai pembatasan pengajuan permohonan kembali yang hanya dapat dilakukan satu kali masih berlaku berdasarkan Pasal 24 ayat 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009. Terkait hal itu maka pada tanggal 17 April 2015, gabungan masyarakat sipil yang terdiri atas ICJR, Elsam, Imparsial, HRWG, LBH Masyarakat dan Setara Institute telah menyerahkan permohonan hak uji materi terhadap SEMA 72014 ke Mahkamah Agung, terkait pembatasan pengajuan Permohonan Kembali yang hanya dapat dilakukan satu kali atas dasar ditemukannya bukti baru atau novum. 93

3. Grasi

Kewenangan Presiden untuk memberikan Grasi diatur secara umum dalam Pasal 14 ayat 1 UUD 1945. Kewenangan ini kemudian diatur lebih lanjut mekanismenya dalam UU Grasi. Oleh karenanya, UU Grasi menjadi parameter untuk menilai tindakan Presiden Republik Indonesia dalam menggunakan kewenangan grasi-nya. Namun demikian, terdapat permasalahan fundamental dalam UU Grasi saat ini. Permasalahan timbul dikarenakan tidak adanya suatu ketentuan yang mewajibkan Presiden Republik Indonesia secara terang dan jelas untuk: 1 Mempertimbangkan masak-masak tiap permohonan grasi yang masuk, termasuk dalam hal ini untuk mempertimbangkan aspek dan karakteristik khusus dari tiap pemohon grasi; 2 Memberikan penjelasan yang layak dalam menerima maupun menolak permohonan grasi. Ketiadaan kaidah kewajiban dimaksud menciptakan suatu potensi besar untuk Presiden Republik Indonesia menyalahgunakan kewenangannya. Ia bisa saja menerima atau menolak permohonan 90 Putusan MK Soal PK Berkali-kali diubah ini kata Menko Tedjo, Lihat di http:news.detik.comread20150103162828279326710putusan-mk-soal-pk-berkali-kali-diubah-ini- kata-menko-tedjo 91 Bahas PK Lebih dari Sekali, Menkum HAM Undang Pakar, Lihat di http:www.jawapos.combacaartikel11252Bahas-PK-Lebih-dari-Sekali-Menkum-HAM-Undang-Pakar 92 Lihat SEMA 7 Tahun 2014 pada http:bawas.mahkamahagung.go.idbawas_docdocsema_07_2014.pdf 93 Koalisi Anti Hukuman Mati Gugat Surat Ederan MA terkait Pembatasan PK, Lihat di http:nasional.kompas.comread2015041712363731Koalisi.Anti.Hukuman.Mati.Gugat.Surat.Edaran.MA. Terkait.Pembatasan.PK