Hak untuk menyelesaikan Proses Pengadilan tanpa Penundaan

12 Tahapan proses pemeriksaan Penahanan Perpanjangan oleh Dasar Hukum Lamanya Jumlah Penyidikan Penyidik Pasal 24 ayat 1 20 hari 60 hari Diperpanjang oleh JPU Pasal 24 ayat 2 40 hari Penuntutan Penuntut Umum Pasal 25 ayat 1 20 hari 50 hari Diperpanjang Ketua PN Pasal 25 ayat 2 30 hari Pemeriksaan di PN Hakim Pengadilan Negeri Pasal 26 ayat 1 30 hari 90 hari Diperpanjang Ketua PN Pasal 26 ayat 2 60 hari Pemeriksaan tingkat banding Hakim Pengadilan Tinggi Pasal 27 ayat 1 30 hari 90 hari Diperpanjang Ketua PT Pasal 27 ayat 2 60 hari Pemeriksaan tingkat kasasi Hakim Mahkamah Agung Pasal 28 ayat 1 50 hari 110 hari Diperpanjang Ketua MA Pasal 28 ayat 2 60 hari 400 hari 400 hari Selain dalam jangka waktu normal di atas, KUHAP juga masih memuat ketentuan pengecualian masa penahanan dalam hal seorang tersangkaterdakwa diancam dengan hukuman penjara 9 tahun ke atas termasuk pidana mati atau dalam hal tersangka atau terdakwa mengalami gangguan fisik atau mental yang berat sesuai dengan bukti keterangan yang diberikan dokter. Untuk kepentingan pemeriksaan, terhadap perkara yang memenuhi salah satu dari kriteria ini, penahanan bisa kembali diperpanjang selama masing-masing 2 x 30 hari untuk tiap-tiap tahap proses pemeriksaan. Dilihat dari ju lah hari ya g dite tuka dala perpa ja ga pe ge ualia i i, juga e uat waktu ya g panjang yakni selama 300 hari, sehingga jika dijumlahkan secara keseluruhan dengan masa penahanan secara normal di atas, maka seseorang berpotensi untuk ditahan selama 700 hari lamanya. Perpanjangan pengecualian 51 51 Pasal 29 KUHAP Tahapan Proses Pemeriksaan Diminta oleh Diberikan oleh Dasar Hukum Lamanya Penyidikan Penyidik Ketua PN Pasal 29 ayat 2 30 hari Penyidik Diperpanjang Ketua PN Pasal 29 ayat 2 30 hari Penuntutan Penuntut Umum Ketua PN Pasal 29 ayat 2 30 hari Penuntut Umum Diperpanjang Ketua PN Pasal 29 ayat 2 30 hari Pemeriksaan di PN Ketua PN Ketua PT Pasal 29 ayat 2 30 hari Diperpanjang Ketua PT Diperpanjang Ketua PT Pasal 29 ayat 2 30 hari Pemeriksaan tingkat banding Hakim MA Hakim MA Pasal 29 ayat 2 30 hari Diperpanjang Hakim MA Diperpanjang Hakim MA Pasal 29 ayat 2 30 hari Pemeriksaan tingkat kasasi Ketua MA Ketua MA Pasal 29 ayat 2 30 hari Diperpanjang Ketua MA Diperpanjang Ketua MA Pasal 29 ayat 2 30 hari 300 hari 13 Pada dasarnya hukum acara pidana di Indonesia memiliki asas utama peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan. KUHAP sebagai penjabaran asas peradilan yang cepat, tepat, dan biaya ringan, menyatakan bahwa tersangka dan terdakwa berhak segera mendapat pemeriksaan dari penyidik, segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik, segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum, dan berhak segera diadili oleh pengadilan. 52 Selain itu, jaminan kepastian waktu untuk banding sampai dengan kasasi juga diatur dalam pelimpahan berkas perkara banding oleh Pengadilan Negeri ke pengadilan tinggim yang harus sudah dikiri 14 hari dari ta ggal per ohonan banding. 53 Selanjutmya, 7 hari sesudah putus pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi harus mengembalikan berkas ke pengadilan negeri. 54 Pengaturan yang sama juga dijelaskan juga pada tingkat kasasi, dalam waktu 14 hari dari tanggal permohonan kasasi, Pengadilan Negeri harus sudah mengirimkan berkas perkara ke Mahkamah Agung untuk diperiksa dalam tingkat kasasi. 55 Berikutnya, 7 hari sesudah tanggal putusan, Mahkamah Agung harus sudah mengembalikan hasil putusan kasasi ke Pengadilan Negeri. Hanya saja, dalam KUHAP tidak diatur batas berapa lama waktu Hakim memeriksa perkara banding maupun kasasi, masalah yang sama juga tidak diatur dalam pemeriksaan PK, sehingga lamanya waktu sangat tergantung pada kinerja Hakim. Standar Internasional menegaskan bahwa proses pengadilan harus diselesaikan tanpa penundaan. 56 Ko ite HAM e yataka ahwa pada semua kasus, khususnya kasus-kasus besar, terdakwa berhak untuk diadili dan naik banding tanpa penundaaan. 57 Komite HAM menyatakan bahwa penundaan harus dianggap terlalu panjang untuk kasus besar: penundaan selama satu minggu antara penahanan dengan pemeriksaan terdakwa dipengadilan oleh hakim Pelanggaran Pasal 9 3 KOvenan Sipol, menahan terdakwa dalam tahanan selama 16 bulan 480 hari sebelum persidangan digelar Pelanggaran atas Pasal 93 KOvenan Sipol dan Penundaan selama 31 bulan 930 hari antara pengadilan dengan berakhirnya banding dismissal of the appeal.

5.4. Hak untuk melakukan Upaya Hukum

Bagi terpidana mati, bagi semua putusan diberikan hak untuk mengajukan upaya hukum. Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali. 58 Indonesia membuka dua mekanisme upaya hukum, yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa terdiri dari upaya hukum banding 59 dan kasasi. Upaya hukum banding diajukan ke Pengadilan Tinggi, 60 sedangkan upaya hukum kasasi diajukan ke Mahkamah Agung. 61 Selain upaya hukum biasa, dikenal juga upaya hukum luar biasa. Terdiri dari Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum 62 dan PK 63 . Khusus untuk terpidana mati, maka PK merupakan salah 52 Pasal 50 KUHAP 53 Pasal 326 KUHAP 54 Pasal 234 ayat 1 KUHAP 55 Pasal 248 KUHAP 56 Pasal 93 dan 143c ICCPR, Pasal 71d Piagam Afrika, Pasal 75 dan 81 Konvensi Amerika, Pasal 53 dan 61 Konvensi Eropa 57 Mc.Lawrence v.Jamaica, Dok.PBB, CCPRC60D7021996, 29 September 1997, paragraf 5-6. 58 Pasal 1 angka 12 KUHAP 59 Pasal 67 KUHAP 60 Pasal 233 sampai dengan Pasal 243 KUHAP 61 Pasal 244 sampai dengan Pasal 258 KUHAP 62 Pasal 259 sampai dengan Pasal 262 KUHAP 14 satu mekanisme penting. Pada 2014, Mahkamah Konstitusi MK melalui putusannya No. 34PUU- XI2013 64 , merubah pengaturan PK dalam KUHAP. PK kemudian bisa diajukan lebih dari satu kali. Menurut MK, kebenaran materiil mengandung semangat keadilan sedangkan norma hukum acara mengandung sifat kepastian hukum yang terkadang mengabaikan asas keadilan. MK mengatakan bahwa untuk alasan keadilan dalam perkara pidana, manakala ditemukan adanya keadaan baru novum, maka pembatasan PK bertentangan dengan asas keadilan yang begitu dijunjung tinggi oleh kekuasaan kehakiman Indonesia untuk menegakkan hukum dan keadilan. Namun, Mahkamah Agung akhirnya mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA No 7 Tahun 2014 65 untuk kemudian kembali melakukan pembatasan terhadap PK. Pada intinya SEMA 7 Tahun 2014 menegaskan bahwa permohonan peninjauan kembali atas dasar ditemukannya bukti baru hanya dapat diajukan satu kali, sedangkan permohonan peninjauan kembali dengan dasar adanya pertentangan putusan dapat diajukan lebih dari satu kali. Secara Internasional setiap orang yang didakwa dengan hukuman mati berhak untuk mengajukan upaya hukum ke pengadilan yang lebih tinggi. 66 Pelapor khusus PBB tentang Eksekusi diluar proses pengadilan, mendadak dan sewenang-wenang menyatakan bahwa dalam kasus- kasus esar, proses pengadilan harus menjamin hak untuk mereview aspek-aspek faktual dan legal dari kasus tersebut ke pengadilanyang lebih tinggi, yang terdiri dari hakim yang berbeda dari hakim yang menangani kasus itu sebelumnya. 67

5.5. Hak untuk Memohon Pengampunan dan Peringanan Hukuman

Ketentuan mengenai pengampunan dan peringanan hukuman diatur dalam pasal 14 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. 68 Presiden juga dapat memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. 69 Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden. 70 Pidana mati adalah satu satu putusan pemidanaan yang dapat diajukan grasi. 71 Presiden, atas kepentingan Negara, dapat memberi amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang telah melakukan sesuatu tindakan pidana. Presiden memberi amnesti dan abolisi ini setelah mendapat nasihat tertulis dari Mahkamah Agung. 72 Secara Internasional, setiap orang yang diputus dengan hukuman mati berhak untuk memohon pengampunan dan peringanan hukuman. Hal ini dicantumkan secara jelas dalam Pasal 64 ICCPR Setiap orang yang dijatuhi hukuman mati berhak untuk meminta Pengampunan dan Peringanan 63 Pasal 263 sampai dengan 269 KUHAP 64 Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi pada http:www.mahkamahkonstitusi.go.idputusanputusan_sidang_1651_3420PUU202013-telahucap- 6Maret2014.pdf 65 Lihat SEMA 7 Tahun 2014 pada http:bawas.mahkamahagung.go.idbawas_docdocsema_07_2014.pdf 66 Pasal 145 ICCPR, Pasal 82h Konvensi Amerika, Pasal 2 Protokol 7 Konvensi Eropa, Lihat Pasal 7a Piagam Afrika 67 Laporan Pelapor khusus PBB tentang eksekusi di luar proses pengadilan, mendadak dan sewenang-wenang, Dok.PBB ECN.4199760, paragraf 82 68 Pasal 14 ayat 1 UUD 1945 69 Pasal 14 ayat 2 UUD 1945 70 Pasal 1 angka 1 UU No. 5 Tahun 2010 tentang perubahan atas UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi UU Grasi 71 Pasal 2 ayat 2 UU Grasi 72 Pasal 1 Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 Tentang Amnesi dan Abolisi UU Amnesti dan abolisi