41
menidentifikasi pelaku utama dalam suatu kejahatan. Namun dalam praktiknya, hukuman mati tetap dijatuhkan pada terpidana mati yang perannya sangat minim, bahkan tidak ikut dalam perencanaan
kejahatan tersebut. Menariknya, banyak pelaku utama yang justru masih DPO dan belum tertangkap. Dari 47 putusan terdapat 13 putusan yang menyatakan tersangka lain masih DPO, baik
sebagai pelaku utama atau masih belum diketahui perannya.
Dalam pengamatan ICJR, terdapat beberapa putusan yang terang-terang memposisikan terpidana mati bukan sebagai pelaku utama, sering kali hal ini diabaikan oleh Hakim dalam persidangan.
Hasilnya, dari 13 klaim mengenai masih adanya DPO atau setidak-tidaknya belum terungkapnya pelaku utama, Hakim tidak sekalipun melakukan pertimbangan terkait kondisi tersebut.
Dalam putusan Scott Anthony Rush, terpidana mati dan pemohon PK pada putusan No. 28 PKPid.Sus2011, baru pada tingkatan MA lah perannya yang hanya sebagai kurir dipertimbangkan
oleh majelis Hakim, sebelumnya dirinya dijatuhi pidana mati oleh hakim di tingkat pertama maupun banding.
Dalam Putusan PN Gunung Sitoli No. 08Pid.B2013PN-GS dengan terpidana mati bernama Yusman TelaumBanua, Hakim PN bahkan mempertimbangkan posisi terpidana mati yang hanya melakukan
perbantuan untuk membuang mayat, namun oleh Hakim PN dirinya dijatuhi pidana mati meskipun jaksa telah menuntut dengan pidana seumur hidup. Sedangkan pelaku utama masih DPO hingga hari
ini. Kasus dimana perencana utama masih DPO juga terjadi dalam Putusan PK No. 29 PKPID2009 dengan terpidana mati Ronald Sagala dan Nasib Purba Alias Boy AlIas Purba, Paulus Simanjuntak
yang sampai dengan putusan PK dibacakan belum tertangkap. Dalam kasus tersebut para terpidana mati kemudian menyerahkan diri karena mengaku hanya menerima ajakan dari Paulus Simanjuntak.
Dari memori PK keduanya, disebutkan bahwa bahkan setelah melakukan pembunuhan, keduanya diperintahkan lari oleh Paulus Simanjuntak, sedangkan Paulus Simanjuntak tetap tinggal dengan
tujuan tidak dicurigai sebagai pelaku pembunuhan. Dalam kasus lain, Markus Pata Sambo Alias Markus dengan putusan No. 79 PKPid2008, dalam
memori kasasinya memaparkan tentang ketidakseusain putusan yang menyidangkan 6 terdakwa lainnya secara terpisah. Dalam putusan Putusan Banding No.07PID2007PT Mks atas nama
Benediktus Budi Sopian alias Budi, yang juga terdakwa dalam kasus yang sama, menyatakan bahwa :
Tidak Dipertimbangkan Ada
13 Tidak Ada
34 5
10 15
20 25
30 35
40
DPO VS Pertimbangan Hakim
42
Me i a g, Bah a saksi Agusti us “a
o alias Agus de ga tegas e ataka ah a sebenarnya Saksilah Pelaku Tunggal dalam menghabisi nyawa dari diri kedua korban dan
anaknya Israel yang dilatar belakangi karena setiap ia menagih hutang Lk.Andarias korban, selalu dijawab tidak ada uang, jadi sama sekali bukan berlatar belakang Tanah
Tongkonan,hal itu hanya rekayasa polisi semata ; Putusan Banding No.07PID2007PT Mks Hal. ;
Dalam putusan tersebut kemudian terungkap bahwa pemohon PK Markus Pata Sambo Alias Markus, bukanlah pelaku utama. Kasus tersebut menjerat Pemohon PK Markus Pata Sambo Alias Markus,
Agustinus Sambo alias Agus dan Benediktus Budi Sopian alias Budi, bersama-sama melakukan pembunuhan berencana. Namun, dengan bukti yang sudah dilampirkan dengan adanya
ketidaksesuaian fakta dalam putusan, Hakim MA menolak untuk mengabulkan PK dari pemohon PK Markus Pata Sambo Alias Markus, dirinya tetap dijatuhi pidana mati.
Pada kasus lainnya, yaitu kasus narkotika, terdapat kasus Ranni Andriani alias Melisa Aprillia, dalam Putusan PK No. 11 PKPID2002, Pemohon PK Ranni Andriani alias Melisa Aprillia telah menyatakan
bahwa dirinya adalah kurir yang disuruh oleh Terdakwa lain dengan nama Ola dan dirinya pun pernah menggunakan Pasal 57 UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, yaitu pasal yang
memungkinkan dirinya sebagai Justice Collaborator, karena dirinya menungkapkan adanya jaringan pengedar narkotika yang menjerat dirinya sebagai kurir, namun fakta ini tidak dipertimbangkan oleh
Hakim pada tingkat PN sampai dengan Kasasi.
9. Inkonsistensi Mahkamah Agung dan Masalah Peninjauan Kembali PK
Pasal 183 KUHAP berbunyi Haki tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
e ar terjadi da ah a terdak alah a g ersalah elakuka a
Pemaknaan pada Pasal 183 KUHAP mengikat bagi Hakim PN untuk memperhatikan alat bukti dan pembuktian diruang sidang sehingga menimbulkan keyakinannya. Penjatuhan pidana sepanjang
berat ringannya pidana merupakan tugas utama dari Judex facti yaitu pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding. Judex Facti berwenang untuk memeriksa fakta-fakta yang ada di ruang sidang
sehingga dapat menilai berat ringannya putusan yang dapat dijatuhkan pada terdakwa. Disisi lain, apabila kemudian dalam memeriksa fakta-fakta tersebut terjadi kesalahan penerapan
hukum, maka tugas pemeriksaan beralih ke tangan Judex Juris. Judex Juris berwenang untuk menilai penerapan hukum dari putusan-putusan hakim di tingkat PN dan Banding. Kasasi bertujuan untuk
mengoreksi terhadap kesalahan putusan dan pengadilan bawah, menciptakan dan membentuk hukum baru serta pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum.
83
Pandangan bahwa berat ringannya putusan merupakan domain dari Judex Facti digambarkan dalam Putusan MA No. 39 PKPid.Sus2011 dengan pemohon PK Hanky Gunawan Alias Hanky, dalam
pertimbangannya, Majelis Hakim MA yaitu M. Imron Anwari, Achmad Yamanie dan M. Hakim Nyak Pha, memberikan pertimbangan bahwa :
83
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP : Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, 2008. hlm 539
– 542.
43
...Berdasarka Yurisprude si Mahka ah Agu g Repu lik I do esia a g erlaku u u bahwa mengenai berat ringannyaukuran hukuman adalah menjadi wewenang Judex Facti,
uka e e a g Jude Juris tidak tu duk pada kasasi ... Dalam putusan tersebut, akhirnya Majelis Hakim MA mengabulkan permohonan Pemohon PK dan
menjatuhkan pidana 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan kurungan. Pemohon PK sebelumnya dipidana 15 tahun penjara dan denda Rp. 500 juta subsidair 4 bulan kurungan di
tingkat PN, lalu 18 tahun penjara dan denda Rp. 600 juta subsidair 6 bulan kurungan di tingkat Banding, dan di MA dijatuhi pidana mati. Hakim pada tingkat Peninjauan Kembali menilai tidak
seharusnya Judex Juris dalam hal ini Hakim tingkat Kasasi atau MA menjatuhkan pidana yang lebih berat.
Namun putusan MA yang menyatakan bahwa berat ringannya putusan bukan merupakan domain MA tidak berlaku dalam putusan MA lainnya. Dalam putusan No. 15 PKPid2004 dengan pemohon
PK bernama Raheem Agbaje Salami, MA pada tingkat Kasasi menjatuhkan pidana Mati, setelah sebelumnya di tingkat PN dan Banding Raheem Agbaje Salami dijatuhi pidana Seumur Hidup dan
Pidana 20 tahun penjara. Dalam permohonan PK nya, kuasa hukum Raheem Agbaje Salami menyatakan bahwa :
Bah a di dala perti a ga huku putusa Mahka ah Agu g ta ggal Nope
er 1999 No: 1195Pid1999 tersebut Mahkamah Agung TELAH MELAMPAUI BATAS
KEWENANGANNYA DAN TIDAK MENGURAIKAN SECARA TEGAS MENGAPA Mahkamah Agung merubah pidana penjara dari 20 tahun yang telah diputus oleh Pengadilan Tinggi Jawa
Timur pada tanggal 12 Juli 1999 No:160Pid1999PT.Sby, dengan PIDANA MATI, padahal perubahan pidana tersebut bukanlah menjadi kewenangan Hakim Agung tingkat Kasasi
dengan demikian Hakim Agung dalam pemeriksaan pada tingkat Kasasi dalam mengambil putusan telah bertentangan dengan pasal 30 Undang-Undang No 14 tahun I985 tentang
Mahkamah Agung
Dalam pertimbangannya, Hakim MA yang memeriksa PK Raheem Agbaje Salami menyatakan bahwa: Bah a alasa -alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena tidak termasuk dalam
salah satu alasan peninjauan kembali sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat 2 huruf a, da KUHAP...
Perbedaan pandangan ini juga terjadi dalam beberapa putusan lainnya, Dalam Putusan MA No. 1835 KPid2010 dengan terpidana mati Herri Darmawan Alias Sidong Bin Firdaus dan Putusan terhadap
Scott Anthony Rush terpidana mati dan pemohon PK pada putusan No. 28 PKPid.Sus2011, MA terkesan memberikan pertimbangan berbeda dalam hal usia dari terpidana mati. Keduanya dijatuhi
pidana mati sampai dengan tingkat MA, bedanya adalah dalam perkara Scott Anthony Rush, pertimbangan usianya yang masih 19 tahun dijatdikan salah satu pertimbangan untuk meringankan
pidananya menjadi seumur hidup, sedangkan dalam putusan Herri Darmawan Alias Sidong Bin Firdaus, usia 19 tahun tidak menjadi pertimbangan MA untuk meringankan putusan dari pidana
mati, meskipun dalam putusan tersebut telah terjadi dissenting opinion oleh Hakim Agung Surya Jaya.
Lebih jauh pandangan MA tentang hukuman mati menjadi hal yang menarik. Dalam beberapa putusan, MA menggunakan alasan konstitusional menjadi dasar MA untuk menganulir hukuman
mati terhadap seorang terdakwa atau terpidana mati. Namun inkonsistensi terhadap pemikiran ini terlihat ketika ada beberapa kasus lain yang justru menekankan bahwa hukuman mati masih