Mematuhi dan Mengaplikasikan Norma Hukum

harus mengeksekusi suatu sanksi dalam kasus norma pertama dilanggar. Norma yang pertama tergantung kepada norma kedua yang menetapkan sanksi. Hubungan antara norma primer dan sekunder dapat diekspresikan sebagai ketergantungan. 147 Norma kedua disebut sebagai norma primer primary norm dan norma pertama adalah norma sekunder secondary norm. 148 Ini adalah bentuk utama konstruksi norma hukum. 149 Norma sekunder memuat tindakan yang menurut tata hukum membawa konsekuensi suatu sanksi. Jika kita membuat konsep penunjang tentang norma sekunder, maka kebalikan dari delik terlihat sebagai lawful behavior, atau tindakan yang sesuai dengan norma sekunder, dan delik merupakan unlaw­ ful behavior , atau perbuatan yang bertentangan dengan norma sekunder. Ketika delik dideinisikan secara sederhana sebagai unlawful behavior , maka hukum dipahami sebagai suatu sistem dari norma sekunder. Namun hal ini tidak dapat dipertahankan jika kita memahami karakter hukum sebagai coercive order yang memberikan sanksi. Hukum adalah norma primer yang menen- tukan sanksi dan norma ini tidak bertentangan dengan delik yang dilakukan oleh subyek. Delik adalah kondisi spesiik dari sanksi. 150

2. Mematuhi dan Mengaplikasikan Norma Hukum

Hanya organ, secara terbatas, yang dapat mematuhi atau tidak mematuhi norma hukum, dengan mengaplikasikan atau tidak mengaplikasikan sanksi yang ditentukan. Sebagaimana biasa digunakan, kata mematuhi norma dan tidak mematuhi norma menunjuk pada tindakan subyek. Subyek dapat patuh atau tidak patuh hanya terhadap norma sekunder. Jika kita menyetujui model ekspresi umum terkait dengan subyek mematuhi atau tidak mematuhi hukum, maka dengan sendirinya menyatakan bahwa organ mengaplikasikan atau tidak mengaplikasikan hukum. Hanya dengan mengadopsi pembedaan terminologi semacam ini kita dapat melihat dengan jelas perbedaan antara hukum kaitannya dengan subyek deliquent dan kaitannya dengan organ. 151 Sepanjang hukum dipahami secara genuine, sebagai norma primer, hukum berlaku jika diapikasikan oleh organ, jika organ mengaplikasikan sanksi. Dan organ harus mengaplikasikan hukum khususnya dalam kasus di mana subyek tidak mematuhi hukum, yaitu kasus di mana sanksi dikenakan. Walaupun demikian, ada hubungan tertentu antara kepatuhan faktual dan aplikasi faktual dari hukum. Jika suatu norma hukum secara permanen tidak dipatuhi oleh subyek, maka mungkin juga tidak lagi diaplikasikan oleh organ. Maka keberlakuan hukum utama- nya diaplikasikan oleh organ tertentu, selanjutnya keberlakuan juga dapat berarti dipatuhi oleh subyeknya. 152 Menurut Hart, hal ini berarti tidak ada hukum yang melarang pembunuhan. Yang ada adalah hukum yang meme- rintahkan petugas untuk melaksanakan sanksi tertentu dalam kondisi tertentu terhadap seseorang yang melakukan pem- bunuhan. Dalam pandangan ini, yang biasanya disebut sebagai materi hukum sebagai pedoman untuk bertindak adalah suatu antecedent hal mendahului yang dibutuhkan atau klausa jika if­clause dalam suatu aturan yang ditujukan bukan kepada pelaku tetapi kepada petugas dan memerintahkannya untuk mengaplikasikan sanksi tertentu jika kondisi tertentu terpenuhi. Bentuknya adalah “jika sesuatu X terjadi, dilakukan, atau tidak dilakukan, maka dilaksanakan sanksi Y” . Klausul jika ini dapat dielaborasi dan diperluas hingga pada kewenangan pengadilan 151 Ibid., hal. 61. 152 Ibid., hal. 62. 148 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 60–61. 149 Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 30. 150 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 61. dan legislatif pun merupakan kondisi umum yang diperlukan untuk melaksanakan sanksi, atau sebagai antecedent dari if­clause. Maka aturan yang memberikan kekuasaan tertentu tersebut juga merupakan bagian tertentu dari hukum power­coverring rules as fragments of law. 153

3. Kritik terhadap Pendapat Austin