Hukum Bukan Sebagai Suatu Sistem Doktrin “The- orems” Perbedaan Antara Pernyataan Ilmu Hukum Norma- tif dan Sosiologis

seharusnya dilakukan sesuai aturan hukum. 396 Pernyataan Huxley bahwa hukum alam laws of nature adalah bukan penyebab tatanan alam, tetapi hanya cara kita me- mahami tatanan tersebut adalah benar. Namun Huxley secara salah melanjutkan: “Hukum alam laws of nature pada faktanya seperti hukum di mana manusia membuat pedoman perbuatan mereka terhadap yang lainnya.” Huxley mencampuradukkan confuses an- tara hukum sebagai noma hukum dengan aturan hukum yang digunakan dalam bentuk deskriptif. Jika norma hukum yang ditetapkan oleh legislator memberikan sanksi, dan jika hukum semacam itu menjadi isi dari kesadaran manusia, maka akan menjadi motif dari perbuatannya. Namun legislator mene- tapkan norma hanya karena dia percaya bahwa norma-norma ini, sebagai motif dalam pikiran manusia, dapat mengikuti perbuatan yang dikehendaki oleh legislator. 397 Hakim Oliver Wendell Holmes juga menyatakan bahwa adalah tugas dari ilmu hukum untuk memprediksikan apa yang organ masyar akat, khususnya pengadilan, akan lakukan. Dei- nisi hukumnya yang sungguh-sungguh merupakan deinisi ilmu hukum adalah: “Ramalan apa yang akan dilakukan oleh pengadilan dalam kenyataan, dan tidak lebih dari itu adalah apa yang saya maksud dengan hukum .” Dia mendeinisikan konsep konsep kewajiban dan hak sebagai berikut: “Hak dan kewajiban primer dengan mana ilmu hukum disibukkan sendiri tidak lain adalah ramalan .” Hakim B.N. Cardozo mendukung pandangan yang sama. Cardozo setuju dengan pernyataan Wu bahwa secara psikologis adalah ilmu tentang prediksi par excellence. 398 Fakta bahwa suatu pengadilan memerintahkan sanksi tertentu terhadap individu yang didakwa melakukan delik bergantung pada berbagai kondisi, tetapi khususnya pada ke- mampuan pengadilan menentukan bahwa individu melakukan delik. Jadi keputusan pengadilan hanya dapat diprediksikan pada tingkat tertentu saja. 399 Deinisi Holmes tentang hukum sebagai ramalan apa yang akan dilakukan pengadilan, adalah hampir sejajar dengan kasus di mana pengadilan bertindak sebagai legislator dan membuat hukum substantif untuk kasus yang tidak terikat oleh hukum substantif yang sudah ada. Untuk memprediksi dengan tingkat probabilitis yang rasional apa yang akan dilakukan pengadilan ketika bertindak sebagai legislator adalah sama tidak mungkin- nya impossible dengan memprediksi dengan tingkat probabilitis yang rasional hukum apa yang akan diloloskan oleh legislatif. 400 J.W. Harris memahami argumen tersebut dengan menyatakan bahwa pernyataan dalam ilmu hukum tentang eksistensi aturan tidak dapat diintepretasikan sebagai pernyataan tentang per- buatan masa lalu dari legislatif atau perbuatan masa depan dari petugas hukum atau tentang kejadian lain. 401

4. Hukum Bukan Sebagai Suatu Sistem Doktrin “The- orems”

Jelas bahwa aturan yang sudah ada yang diaplikasikan pengadilan dalam keputusannya adalah bukan ramalan apa yang akan sesungguhnya dilakukan pengadilan. Aturan yang diap- likasikan hakim dalam suatu kasus konkret tidak memberitahu hakim bagaimana dia dalam kenyataannya akan memutuskan, tetapi bagaimana dia harus memutuskan. Makna subyektif suatu aturan yang diharapkan individu akan menyesuaikan perbua- 398 Ibid., hal. 166–167. 399 Ibid., hal. 167–168. 400 Ibid., hal. 168. 401 J.W. Harris, Op.Cit., hal. 34. 402 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 168–169. Harris menyebutnya sebagai reiikasi norma the reiication of norms, yaitu norma dilihat sebagai suatu entitas mandiri. Harris, Op.Cit., hal. 36. 403 Ibid., hal. 169. tannya, yang dia rasakan diwajibkan untuk melaksanakan atau mematuhi, hanya dapat berupa suatu keharusan ought, bukan sesuatu yang nyata is. Hal ini bisa dibandingkan dengan per- nyataan hukum alam laws of nature Jika suatu benda dipanaskan, maka mengembang tidak dapat dilaksanakan atau dipatuhi. Hanya preskripsi yang dapat dilaksanakan atau dipatuhi yaitu jika kamu ingin mengembangkan suatu benda, kamu harus memanaskannya . 402 Hukum yang diaplikasikan oleh pengadilan bukan per- setujuan ilmiah yang menggambarkan dan menjelaskan fakta aktual. Hukum bukan suatu sistem theorem yang merupakan produk pengetahuan ilmiah, tetapi seperangkat preskripsi yang mengatur perilaku subyek dan organ komunitas hukum, suatu sistem norma produk dari tindakan keinginan. 403

5. Perbedaan Antara Pernyataan Ilmu Hukum Norma- tif dan Sosiologis

Untuk memprediksi apa yang akan dilakukan pengadilan, sociological jurisprudence harus mempelajari perbuatan aktual pengadilan untuk mendapatkan aturan riil yang secara aktual menentukan perbuatan pengadilan. Secara a priori mungkin yang didapatkan akan berbeda dengan norma umum yang dibuat oleh legislatif dan kebiasaan yang dijelaskan oleh nor­ mative jurisprudence dalam pernyataan keharusan. Berbeda tidak hanya dalam hal makna pernyataan, tetapi juga isinya. Tetapi perbedaan tersebut akan sangat jarang dan hanya dalam situasi tertentu karena fakta bahwa suatu aturan hukum diterima sebagai valid oleh normative jurisprudence hanya jika aturan tersebut secara keseluruhan berlaku, yaitu jika terdapat derajat probabilitas bahwa sanksi yang ditentukan oleh aturan akan benar-benar dijalankan dalam situasi yang telah ditentukan oleh aturan tersebut. 404 Seperti telah dikatakan bahwa fungsi legislatif tidak dapat diprediksikan. Fungsi dari suatu komunitas hukum hanya dapat diprediksi sepanjang telah ditentukan oleh aturan hukum dalam makna normative jurisprudence. Apa yang sociological jurisprudence dapat prediksi adalah secara mendasar hanya ke- berlakuan atau ketidakberlakuan aturan hukum. Keberlakuan bagaimanapun adalah hal yang esensial bagi validitasnya dan ketidakberlakuan untuk invaliditasnya menurut pandangan normative jurisprudence . 405 Apa yang akan diputuskan oleh hakim tertentu pada suatu kasus tertentu bergantung pada fakta aktual dari berbagai macam keadaan. Hingga saat ini kita masih tidak memiliki metode ilmiah untuk melengkapi investigasi situasi tersebut sehingga masih merupakan pertanyaan yang tidak dapat di- jawab. Alasan lainnya adalah bahwa tidak mungkin memberikan hakim suatu investigasi semacam itu sebelum mengumumkan keputusannya. Semua kekhususan kasus konkret, termasuk karakter hakim, disposisinya, ilosoinya, dan kondisi isiknya, adalah benar merupakan fakta yang esensial bagi pemahaman sesungguhnya terhadap rantai kausal. Tetapi hal-hal tersebut tidak penting untuk memperkirakan estimation probabilitas keputusan hakim di masa depan yang diminati oleh sociological jurisprudence . Pertanyaan yang relevan adalah apakah hakim akan menerapkan hukum dalam kasus konkret. Dan prediksi yang mungkin berdasarkan pengetahuan kita atas fakta adalah bahwa sepanjang keseluruhan tata hukum berlaku secara keseluru- han, probabilitas tertentu ada bahwa hakim akan benar-benar menerapkan hukum. 406 404 Ibid., hal. 169–171. 405 Ibid., hal. 172–173. 406 Ibid., hal. 173–174. 407 Ibid., hal. 174. Untuk menginvestigasi penyebab keberlakuan aturan hukum tertentu adalah masalah yang penting dalam sosiologi. Tetapi hampir tidak dapat ditentukan bahwa kita hari ini dalam posisi menyelesaikannya. Namun adalah mungkin berhasil menyelesaikan masalah sosiologi khususnya yang terkait de- ngan fenomena hukum. Jika kita menguji motif orang yang membuat, menerapkan, dan mematuhi hukum kita menjumpai dalam pikirannya ideologi tertentu di mana ide keadilan me- mainkan bagian yang esensial. Adalah tugas yang penting untuk menganalisis secara kritis ideologi ini untuk membangun suatu sosiologi keadilan. Masalah keadilan, secara alami, bersandar- kan pada kerangka normative jurisprudence yang melahirkan teori hukum positif; tetapi kepercayaan pada keadilan adalah subyek yang tepat bagi sociological jurisprudence; bahkan mungkin subyek khususnya. 407

6. Ilmu Hukum Sosiologis Mempresuposisikan Kon- sep Hukum Secara Normatif