Walaupun teori yang demikian dapat dibuat, namun te- tap tidak mungkin menjadi ilmu hukum sebagaimana diyakini
oleh para pendukungnya. Kepercayaan tersebut hanya mungkin muncul jika seseorang mengidentikkan ilmu dengan ilmu alam
dan menempatkan masyarakat secara umum dan hukum seb- agai bagian dari alam. Maka kehidupan sosial juga harus dilihat
sebagai subyek dari hukum probabilitas. Walaupun jika terdapat kemungkinan mendeskripsikan fenomena hukum dengan cara
demikian, suatu ilmu hukum normatif sebagai analisis struk- tural hukum sebagai suatu sistem norma yang valid juga tetap
dapat dilakukan dan tidak dapat di kesampingkan.
392
2. Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Em- piris Deskriptif
Adalah salah untuk mengkarakteristikkan sociological jurisprudence
sebagai suatu disiplin yang empiris dan deskriptif berlawanan dengan normative jurisprudence sebagai sesuatu yang
preskriptif atau tidak empiris. Konotasi terma empiris terkait dengan pertentangan antara pengalaman dan metaisik. Suatu
deskripsi yang analitis dari hukum positif sebagai sistem norma yang valid tidak kurang empirisnya dibanding dengan ilmu alam
yang terbatas pada material yang diberikan oleh alam. Suatu teori hukum kehilangan karakter empirisnya dan menjadi metaf-
isik hanya jika pembahasannya melampaui hukum positif dan membuat pernyataan tentang sesuatu yang dianggap sebagai
hukum alam. Normative jurisprudence mendeskripsikan obyek tertentu yaitu norma, bukan pola perbuatan nyata. Peryataan
ilmu hukum, seperti ilmu alam, adalah pernyataan hipotesis umum. Perbedaannya terletak pada konsekuensi yang terkait
dengan kondisi, bukan sebab akibat.
393
3. Fungsi Prediksi dari Hukum: Suatu Kritik
Dengan mengasumsikan bahwa esensi hukum kausal untuk membuat prediksi, pendukung sociological jurisprudence
menyatakan bahwa adalah tugas yuris untuk memprediksi per- buatan anggota masyarakat sesuai dengan aturan yang riil se-
perti halnya isikawan memprediksi gerakan suatu badan sesuai hukum alam. T.H. Huxley mempercayai aturan hukum seperti
hukum alam. “Suatu hukum manusia law of men memberitahukan pada kita apa yang kita harapkan dilakukan oleh masyarakat dalam
kondisi tertentu; dan hukum alam memberitahu kita apa yang akan dilakukan obyek alam dalam kondisi tertentu. Masingmasing berisi
informasi buat intelektualitas kita.”
394
Terlihat meragukan apakah hukum alam laws of nature benar-benar mengimplikasikan prediksi kejadian masa depan,
di samping lebih memberikan penjelasan kejadian saat ini berdasarkan kejadian masa lalu. Prediksi semacam itu hanya
mungkin secara ilmiah yang didasarkan pada presuposisi bahwa yang lalu akan berulang di masa depan. Dengan hukum alam
laws of nature
, kita membuat pernyataan tentang pengalaman kita, dan pengalaman tersebut berdasarkan masa lalu, bukan
masa depan.
395
Ketika mengkarakteristikkan law of men sebagai per- nyataan tentang apa yang akan dilakukan masyarakat di masa
depan, Huxley tidak membayangkan hukum yang dibuat oleh otoritas hukum. Mereka tidak memberikan informasi bagi
pikiran kita, tetapi preskripsi terhadap keinginan kita, hal ini sama dengan gambaran ilmu hukum normatif, hanya saja ilmu
hukum normatif memberitahukan pada kita bukan apa yang akan dilakukan oleh masyarakat di masa depan tetapi apa yang
393
Ibid., hal. 163–64.
394
Ibid., hal. 165.
395
Ibid., hal. 165.
396
Ibid.
397
Ibid., hal. 165–166.
seharusnya dilakukan sesuai aturan hukum.
396
Pernyataan Huxley bahwa hukum alam laws of nature adalah bukan penyebab tatanan alam, tetapi hanya cara kita me-
mahami tatanan tersebut adalah benar. Namun Huxley secara salah melanjutkan: “Hukum alam laws of nature pada faktanya
seperti hukum di mana manusia membuat pedoman perbuatan mereka terhadap yang lainnya.”
Huxley mencampuradukkan confuses an- tara hukum sebagai noma hukum dengan aturan hukum yang
digunakan dalam bentuk deskriptif. Jika norma hukum yang ditetapkan oleh legislator memberikan sanksi, dan jika hukum
semacam itu menjadi isi dari kesadaran manusia, maka akan menjadi motif dari perbuatannya. Namun legislator mene-
tapkan norma hanya karena dia percaya bahwa norma-norma ini, sebagai motif dalam pikiran manusia, dapat mengikuti
perbuatan yang dikehendaki oleh legislator.
397
Hakim Oliver Wendell Holmes juga menyatakan bahwa adalah tugas dari ilmu hukum untuk memprediksikan apa yang
organ masyar akat, khususnya pengadilan, akan lakukan. Dei-
nisi hukumnya yang sungguh-sungguh merupakan deinisi ilmu hukum adalah: “Ramalan apa yang akan dilakukan oleh pengadilan
dalam kenyataan, dan tidak lebih dari itu adalah apa yang saya maksud dengan hukum
.” Dia mendeinisikan konsep konsep kewajiban dan hak sebagai berikut: “Hak dan kewajiban primer dengan mana
ilmu hukum disibukkan sendiri tidak lain adalah ramalan .” Hakim
B.N. Cardozo mendukung pandangan yang sama. Cardozo setuju dengan pernyataan Wu bahwa secara psikologis adalah
ilmu tentang prediksi par excellence.
398
Fakta bahwa suatu pengadilan memerintahkan sanksi tertentu terhadap individu yang didakwa melakukan delik
bergantung pada berbagai kondisi, tetapi khususnya pada ke- mampuan pengadilan menentukan bahwa individu melakukan
delik. Jadi keputusan pengadilan hanya dapat diprediksikan pada tingkat tertentu saja.
399
Deinisi Holmes tentang hukum sebagai ramalan apa yang akan dilakukan pengadilan, adalah hampir sejajar dengan kasus
di mana pengadilan bertindak sebagai legislator dan membuat hukum substantif untuk kasus yang tidak terikat oleh hukum
substantif yang sudah ada. Untuk memprediksi dengan tingkat probabilitis yang rasional apa yang akan dilakukan pengadilan
ketika bertindak sebagai legislator adalah sama tidak mungkin- nya impossible dengan memprediksi dengan tingkat probabilitis
yang rasional hukum apa yang akan diloloskan oleh legislatif.
400
J.W. Harris memahami argumen tersebut dengan menyatakan bahwa pernyataan dalam ilmu hukum tentang eksistensi aturan
tidak dapat diintepretasikan sebagai pernyataan tentang per- buatan masa lalu dari legislatif atau perbuatan masa depan dari
petugas hukum atau tentang kejadian lain.
401
4. Hukum Bukan Sebagai Suatu Sistem Doktrin “The- orems”