sebagaimana yang terdapat dalam kedua metafora yang telah disinggung sebelumnya.
Penelitian ini tidak membicarakan tentang pola pemertahanan bahasa yang terkait dengan bertahan, bergeser atau lenyapnya metafora bahasa tersebut,
sebagaimana penelitian-penelitian ekolinguistik yang pernah dilakukan oleh beberapa pakar ekolinguistik seperti Nelde Peter 1979, Haugen 1970,
Mufwene 2004. Penelitian ini hanya mengaji keterhubungan metafora yang menjadikan lingkungan alam sebagai ranah sumber atau unit dasar metafora
tersebut. Penelitian ini diarahkan kepada bentuk metafora yang menjadikan
lingkungan alam yaitu flora, fauna serta mineral dan kehidupan manusia sebagai referensi atau ranah sumber yang berada di dalam kognitif penutur bahasa tersebut
dipetasilangkan kepada manusia atau hewan sebagai tujuan atau ranah target. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rangsangan kepada peneliti linguistik
untuk mengarahkan fokus penelitian mereka ke bidang ekolinguistik, sebab ekolinguistik memiliki lahan yang masih luas untuk dikaji.
1.2 Rumusan Masalah
Hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian bergayut kepada hubungan linguistik dan ekologi dalam tataran bahasa yang bermuara kepada
metafora yang ada di Desa Trumon dalam semua aspek keberadaan dan penggunaannya.
1. Bagaimanakah pembentukan metafora yang digunakan berkaitan
dengan lingkungan alam Desa Trumon?
Universitas Sumatera Utara
2. Bagaimanakah klasifikasi metafora berdasarkan penggunaannya pada
komunitas bahasa di Desa Trumon? 3.
Bagaimanakah karakteristik metafora dikaitkan dengan lingkungan alam Desa Trumon?
1.3 Tujuan Penelitian Pada hakikatnya penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Menganalisis dan mendikripsikan keterkaitan lingkungan alam dalam
pembentukan metafora yang digunakan oleh komunitas bahasa di Desa Trumon.
2. Menganalisis dan mendiskripsikan klasifikasi metafora yang
digunakan oleh komunitas bahasa di Desa Trumon. 3.
Menganalisis dan menemukan karakteristik metafora yang dikaitkan dengan lingkungan alam Desa Trumon.
1.4 Manfaat Penelitian
Kajian ini perlu dan penting dilakukan atas dasar keilmuan untuk menunjukkan bahwa teori ekolinguistik tidak hanya dapat diaplikasikan kepada
penelitian yang berkaitan dengan kebertahanan ataupun ketergerusan unsur-unsur bahasa akibat pengaruh moderenisasi, etika antroposentris yang sangat bersifat
instrumentalis, dan perkembangan ilmu pengetahuan, serta perubahan ekosistem. Teori-teori tersebut tidak pula hanya dapat diterapkan dalam membahas isu
lingkungan berbentuk metafora ekosistem yang penah dilakukan oleh Haugen 1970, Fill dan Muhlhausler 1999, yang menjadikan lingkungan alam sebagai
Universitas Sumatera Utara
referensi atau ranah sumber dipetasilangkan kepada alam itu sendiri seperti, green house effect.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini dapat dirinci berikut ini:
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Diharapkan dapat menjadi salah satu bahan rujukan kajian bahasa Aceh
yang bergayut dengan ekologi atau ekosistem berikutnya. 2.
Diharapkan menjadi sumbangsih untuk kepustakaan kajian ekolinguistik. 3.
Diharapkan dapat memberi informasi tentang kajian metafora selanjutnya. 4.
Diharapkan menjadi bahan masukan untuk kajian yang relevan berikutnya. 5.
Diharapkan dapat diteruskan oleh peneliti lanjutan.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat Trumon agar
tetap menggunakan bahasanya yang metaforik dan menyayanginya. 2.
Diharapkan dapat memopulerkan kembali bentuk metafora bahasa lokal yang usang berkaitan dengan pelestarian lingkungan agar lebih dimengerti,
dipahami dan diminati oleh masyarakat tutur khususnya generasi muda penerus kesinambungan bahasa, budaya dan lingkungan.
3. Diharapkan dapat merangsang dan mendorong masyarakat tutur bahasa
Aceh di Desa Trumon, khususnya generasi muda untuk tetap menggali kekayaan ungkapan-ungkapan metafora dan memahami makna-makna
kiasan penuntun hidup sebagai khazanah kearifan budaya lokal. 4.
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk kurikulum muatan lokal Meuruno Bahasa Aceh di Desa Trumon khususnya.
Universitas Sumatera Utara
5. Penggalian pemahaman dan pemberdayaan khazanah kebahasaan bahasa
dan budaya. 6.
Diharapkan dapat memberikan fakta historis yang informatif bagi pengembangan dan pemulihan pelestarian lingkungan dalam pemanfaatan
dan pengembangan sumber daya kepariwisataan yang sekaligus akan menopang pertumbuhan ekonomi masyarakat.
1.5 Definisi Istilah
Beberapa istilah ataupun terminologi yang digunakan dalam penelitian ini, dibicarakan satu persatu berikut ini:
a. Ekolinguistik adalah kajian yang menyandingkan kajian linguistik
dengan ekologis. Kajian ini dapat pula didefinisikan sebagai sebuah kajian interaksi antara bahasa-bahasa dan lingkungannya
atau lingkungan tempat keberadaan bahasa itu digunakan, periksa Haugen 1972:323.
b. Parameter ekolinguistik menggambarkan dimensi keterkaitan
antara bahasa dengan lingkungan alam dan lingkungan sosial masyarakat atau masyarakat tutur, entitas yang biotik dan yang
abiotik, periksa Fill dan Muhlhausler 2001:1. c.
Parameter keterhubungan atau parameter kesalingterhubungan interrelationship antara bahasa dengan kajian linguistiknya dan
lingkungan dengan kajian ekologi merupakan gambaran tentang hubungan timbal balik antara makhluk di lingkungan alam tersebut
dengan ekologinya ecoregion yang dapat terpantul pada metafora
Universitas Sumatera Utara
yang bernuansa isu lingkungan dikodekan ke dalam bahasa dalam jangkauan yang luas. Lihat Fill dan Muhlhausler 2001:1.
d. Parameter keberagaman diversity, keberagaman yang ada di
lingkungannya yaitu perbendaharan kosa kata sebuah bahasa terpancar dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial atau
lingkungan budaya tempat bahasa itu berada dan digunakan. Lingkungan fisik dimaksud merupakan lingkungan alam, geografi
yang menyangkut topografi seperti, iklim, biota, curah hujan, sedangkan lingkungan sosial dan lingkungan budaya berkaitan
dengan hubungan antara pikiran dan aspek kehidupan masyarakat tersebut seperti agama, etika, politik, seni dan lain sebagainya,
periksa Fill dan Muhlhausler 2001:2. e.
Parameter lingkungan environment adalah parameter yang menjelaskan adanya hubungan antara ekologi dengan spesies
hewan atau fauna dan tanaman atau flora, serta seluruh kandungan mineral yang berada di lingkungan ekologi tersebut, termasuk pula
ke dalamnya lingkungan fisik dan lingkungan sosial atau lingkungan budaya tempat sebuah bahasa berada dan digunakan.
f. Klasifikasi metafora; Metafora diklasifikasikan ke dalam beberapa
kategori, yaitu metafora berdasarkan tingkat konvensional, metafora berdasarkan fungsi kognitif, atau berdasarkan
pengalaman tubuh dan panca-indera, berikutnya metafora berdasarkan lingkungan alam, lihat Kovecses 2006:127-129
Universitas Sumatera Utara
g. Dimensi ideologis ideological dimension yaitu hal yang berkaitan
dengan pikiran manusia dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu yang terekam dalam kognitif, mental, ideologi, dan sistem
psikis, periksa Lindo dan Jeppe 2000:10. h.
Dimensi sosiologis sociological dimension yaitu hal yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat, termasuk ke
dalamnya adalah rasa saling mengenal, saling menyayangi, saling membenci, lihat Lindo dan Jeppe 2000:10.
i. Dimensi biologis biological dimensional yaitu sesuatu hal yang
berkaitan dengan kehidupan biota alam dan segala sesuatu yang terdapat dalam alam, termasuk ke dalamnya lingkungan alam dan
hidup berdampingan dengan spesies lain yaitu flora, fauna dan lainnya ecoregion, periksa Lindo dan Jeppe 2000:10.
j. Ranah sumber source domain yaitu pola acuan atau rujukan
dalam pembentukan metafora, periksa Kovecses 2006:117. k.
Ranah target target domain yaitu sasaran yang menjadikannya sebagai metafora, periksa Kovecses 2006: 117.
l. Pemetaan atau pemetaan silang ranah cross domain mapping,
yaitu transformasi dari ranah sumber kepada ranah target
dalam pembentukan metafora, periksa Kovecses 2006:117. m.
Pengalaman tubuh bodily experience atau pengalaman inderawi yaitu pengalaman empirik yang dialami oleh tubuh manusia dan
Universitas Sumatera Utara
juga yang dialami melalui inderawi manusia, periksa Kovecses 2006: 118.
n. Hubungan ontologis, merupakan interelasi yang melibatkan entitas
dalam dua ranah dan hubungan epistimik, melibatkan hubungan pengetahuan tentang kedua entitas tersebut, periksa Kovecses
2006:128.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Ekolinguistik
Kajian ekolinguistik yang pada awal kemunculannya dinamakan sebagai kajian ekologi bahasa merupakan paradigma baru yang berkaitan dengan
hubungan ekologi dan linguistik yang diprakarsai oleh Einar Haugen pada tahun 1970. Kajian ini menyandingkan kajian bahasa dengan ekologi yang dapat
didefinisikan sebagai sebuah kajian atas interaksi antara bahasa-bahasa dengan lingkungannya atau lingkungan tempat keberadaan bahasa itu digunakan, periksa
Haugen 1972:323. Pada hakikatnya Haugen berupaya menggunakan analogi dari ekologi dan
lingkungan dalam menciptakan metafora berupa metafora ekosistem yang ditujukan untuk menjelaskan hubungan dan interaksi bermacam-macam bentuk
bahasa yang ada di dunia. Dalam bentuk metafora tersebut Haugen membuat perbandingan antara ekologi dengan spesies hewan atau fauna dan tanaman atau
flora, serta seluruh kandungan mineral yang berada di lingkungan ekologi tersebut. Haugen juga menjelaskan hubungan kelompok komunitas pengguna
bahasa dan lingkungannya, baik lingkungan alam maupun lingkungan buatan, lihat Muhlhausler 1995 dalam Fill dan Muhlhausler 2001:1. Selanjutnya Fill
dan Muhlhausler 2001:2 menjelaskan bahwa Haugen berupaya menciptakan suatu studi ekologi dan bahasa dalam hubungannya dengan kognitif manusia pada
komunitas multilingual dengan keberagaman bahasa yang mereka miliki.
Universitas Sumatera Utara