BAB VI METODE PENELITIAN
Kajian ini merupakan kajian ekolinguistik yang difokuskan kepada metafora konseptual dengan mengaitkan dan memuat unsur ekologi yaitu flora
dan fauna yang berada dalam kognitif manusia yang direkam secara verbal. Penelitian ini akan menempuh tiga tahapan yaitu pengumpulan data,
analisis data dan penyajian hasil analisis data, lihat Mahsun2005:74.
4.1 Pendekatan dan Metode
Pendekatan dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif atau deskriptif kualitatif. Menurut Miles dan Huberman
1992:1 pendekan kualitatif merupakan metode yang tepat untuk penelitian ilmu- ilmu sosial tertentu terutama pada bidang Antropologi, Sejarah dan Ilmu Politik.
Linguistik sebagai ilmu sosial juga berpeluang menggunakan metode ini dalam penelitian bahasa. Lebih lanjut Miles dan Huberman 2007:1-2 menjelaskan data
kualitatif lebih merupakan wujud kata-kata dari pada deretan angka-angka, merupakan sumber dari deskripsi yang luas, dan memiliki landasan yang kuat dan
kokoh yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pendapat yang sama juga dipaparkan oleh Moleong 2001:2-3, bahwa
pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh holistik. Oleh sebab itu, pengisolasian individu atau organisasi tidak
dibenarkan. Pendekatan ini secara fundamental bergantung pada pengamatan
Universitas Sumatera Utara
terhadap manusia dalam lingkungannya sendiri, dalam bahasanya dan atau dalam peristilahannya.
Pendekatan kualitatif cenderung mengarah kepada sekitar penelitian dalam konteks sosial, dengan tidak melibatkan variabel dan hipotesis penelitian pada
kajiannya. Kajian metafora yang dilakukan ini tidak melibatkan variabel dan hipotesis. Kajian metafora merupakan kajian di bawah payung ekolinguistik yang
melibatkan parameter dan teori-teori ekolinguistik, disandingkan dengan teori linguistik kognitif berkaitan dengan terminologi ranah sumber dan ranah target,
serta pemetaan silang.
4.2 Lokasi Penelitian
Dipilihnya Desa Trumon sebagai lokasi penelitian dengan memerhatikan beberapa alasan dan pertimbangan keilmuan. Pertama, desa ini masih berada
dalam lingkungan alam ekologi yang masih menyimpan kekayan flora dan fauna hutan yang sangat cocok untuk kajian ekolinguistik. Kedua, masyarakat desa
Trumon merupakan masyarakat bilingual dalam repertoar bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Aceh mendominasi ranah penggunaan
bahasa dalam hubungan interaksi intra etnik. Dalam interaksi antaretnik masyarakat tutur menggunakan bahasa Indonesia, ataupun bahasa Aceh
bercampur dengan bahasa Indonesia sebab banyak di antara masyakakatnya yang tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia secara aktif. Ketiga, masih adanya
generasi tua yang dapat dijadikan informan dan tersedianya kumpulan hadih maja ungkapan-unkapan yang berhubungan dengan lingkungan alam. Dari dalam
materi tersebut dapat dibedah metafora yang berhubungan dengan lingkungan
Universitas Sumatera Utara
alam. Selanjutnya, lingkungan buatan yaitu puing istana kerajaan Trumon dapat pula dijadikan pertimbangan historis dan budaya yang terkait dengan bahasanya.
Penelitian dilakukan di empat kampung yang berdekatan yaitu Keude Trumon, Kreung Batee, Gampong Teungoh dan Panton Bilee. Dipilihnya keempat
kampong tersebut dalam penelitian sebab mayoritas masyarakat di keempat kampung tersebut adalah suku Aceh. Berikut gambaran demografi yang
ditampilkan adalah lokasi, suku dan bahasa. Peta wilayah penelitian terlampir di lampiran 6.
4.2.1 Lokasi dan Demografi Tabel 4.1 Sebaran Suku
NO
Lokasi Suku
Total Aceh
Jawa Alas
Dll
Jumlah Jumlah
Jumlah Jumlah
1 Keude trumon
698 84,7
46 5,58
23 2,79
57 0,12
824
2 Gampong
Teungoh
601 89,3
29 4,3
10 1,48
33 4,9
673
3 Panton Belee
634 94,76
13 1,94
- 22
3,28 669
4 Kreung Bate
500 96,71
17 3,28
- -
517
Sumber: Profil Kecamatan Trumon Tahun 2010
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Penggunaan Bahasa
NO
Lokasi Penggunaan Bahasa
Total Aceh
Jawa Gayo
Dll
Jumlah Jumlah
Jumlah Jumlah
1 Keude trumon
698 84,7
46 5,58
23 2,79
57 0,12
824
2 Gampong
Teungoh
601 89,3
29 4,3
10 1,48
33 4,9
673
3 Panton Belee
634 94,76
13 1,94
- -
22 3,28
669
4 Kreung Bate
500 96,71
17 3,28
- -
- -
517
Sumber: Profil Kecamatan Trumon Tahun 2010
Desa Trumon juga memiliki keunikan dalam hal penggunaan metafora bahasanya yang hanya dipakai di daerah itu saja. Tidak dapat dipungkiri
terdapatnya beberapa metafora yang sama digunakan di desa lain, namun metafora yang demikian tidak dijadikan data penelitian.
4.2.2 Sejarah Desa Trumon
Desa Trumon teletak di bagian tenggara kabupaten Aceh Selatan. Trumon merupakan kota kecamatan yang sebagian daerah terdiri atas tanah
gambut di rawa payau. Di rawa tanah gambut ini tumbuh liar pohon nipah dan hidup berkembang biak satwa rawa , ular, belut, ikan, dan ada pula buaya.
Sebagian areal lainnya adalah sawah dan hutan aneka tanaman. Di pohon-pohon besar di tengah hutan Trumon banyak bersarang lebah. Dikarenakan banyaknya
lebah di daerah ini Trumon terkenal sebagai penghasil lebah yang berkualitas
dan terkenal di Aceh. Saat ini madu lebah menjadi ikon daerah ini.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Trumon tempo dulu merupakan kaum migrasi dari ujung utara Pulau Sumatera yang terkenal saat itu sebagai Kuta Raja yang kemudian
bernama Banda Aceh. Kemudian mereka mendirikan sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Trumon. Dahulu kala di daerah Aceh Selatan banyak berdiri
kerajaan- kerajaan, namun kesemua kerajaan ini tidak menyisakan puing istana kecuali Kerajaan Trumon. Puing istana Trumon dapat dijadikan saksi bisu
sejarah kejayaan kerajaan tersebut.
Kerajaan Trumon berdiri kira-kira tahun 1780 dan berakhir tahun1942 ketika Jepang mulai menjajah Indonesia. Ahmad 1992:269-271 menjelaskan,
masa kejayaan Kerajaan Trumon sejak tahun 1810 sampai tahun 1884, namun puncak kejayaan kerajaan tersebut pada 1824 sampai 1843. Kehidupan rakyat
makmur dan pelabuhan dipadati oleh kapal dari negara asing yang melakukan transaksi bisnis hasil bumi kerajaan ini. Di sekitar tahun-tahun inilah kerajaan
Trumon sudah dapat membeli armada perang Aceh untuk membendung penyerangan tentara Belanda yang ingin menguasai daerah itu. Pemerintah
Belanda sangat berkeinginan menguasai daerah ini disebabkan oleh kekayaan alamnya seperti, cengkeh, nilam dan pala. Pala dari daerah ini sangat terkenal
mutunya hingga ke seluruh jagat raya. Sejak saat itu hingga kini pala merupakan tanaman primadona di wilayah ini. Semua komoditas ini merupakan incaran
Belanda.
Ketika tampuk kuasa dipegang oleh Teuku Raja Batak, Kerajaan Trumon berhasil membangun benteng pertahanan Kuta Tambak dan Kuta Batee.
Pada era itu juga Trumon berjaya mencetak mata uang sendiri sebagai alat tukar
Universitas Sumatera Utara
yang sah. Dua jenis mata uang dicetak saat itu dengan nilai nominal setengah dan satu sen. Uang tersebut bergambar ayam jantan yang terbuat dari tembaga
untuk nominal setengah sen dan terbuat dari logam biasa untuk nominal satu
sen.
Saat itu Kerajaan Trumon juga sudah memiliki dua jenis bendera, satu bernama Alam Peudang yang terbuat dari kain putih yang di tengah-tengahnya
dilukis gambar pedang dan dikibarkan setiap hari kerja. Sedangkan bendera yang satu lagi benama Alam Keuramat. Bendera ini terbuat dari kain kuning
berlambang setangkai bunga yang berada di tengah-tengahnya. Bendera ini dipercayai oleh masyarakat Trumon memiliki nilai magis dan dianggap sebagai
bendera pusaka dari kayangan. Upacara pengibaran bendera Alam Keuramat hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti pada setiap bulan Jumadil
Akhir. Pelaksanaan upacara dipimpin langsung oleh raja. Tujuh hari sebelum upacara pengibaran bendera dilaksanakan, rakyat dihimbau untuk menanam
pohon tebu pula tubee dan menghiasi pekarangan rumah dengan gapura. Selama tujuh hari tersebut setiap malamnya diadakan pesta jamuan makan dan
pagelaran tari-tarian. Sebelum pengibaran bendera terlebih dahulu dilakukan
penembakan meriam ke udara sebanyak tujuh kali.
Di tahun 1942 kerajaan diruntuhkan oleh Jepang dan tahun berikutnya Jepang membangun lapangan terbang tempur seluas lebih kurang tiga kilometer
berbentuk bujur sangkar. Pada saat itu semua kekayaan bumi Trumon dikuasai Jepang. Rakyat menjadi budak di negeri sendiri. Secara kerja paksa rakyat
membangun lapangan terbang, membuat jalan raya menembus hutan, menggali
Universitas Sumatera Utara
parit-parit kuro-kuro. Sepanjang pantai dipagari dengan kawat berduri. Menurut Ahmad 1992:275, pada waktu itu rakyat berkeluh kesah dengan
untaian kalimat berbentuk puisi seperti berikut ini:
Cantek Bate ‘korek api dari batu’ Ija kulit kaye ‘kain dari kulit kayu’
Penajoh sage ‘makan sagu’ Peunyaket tite ‘menderita penyakit kutu’
Saat ini peninggalan Kerajaan Trumon masih tersisa berupa puing-puing benteng Kuta Bate. Di dalamnya terdapat puing istana raja, dan bangunan
tempat menyimpan dokumen dan barang penting lainnya. Di dalam benteng ini masih terdapat enam pucuk meriam yang terbuat dari besi dan enam pucuk
terbuat dari tembaga berasal dari Portugis. Luas bangunan benteng berkisar enam puluh kali enam puluh meter dengan tebal sekitar satu meter dan tinggi
empat meter. Selain bangunan, masih ditemukan kompleks pemakaman raja yang luasnya sekitar lima belas meter dan tinggi bangunan sekitar satu setengah
meter. Batu nisan terbuat dari batu ukir. Hingga saat ini peninggalan sejarah tersebut tidak dirusak ataupun digeser oleh masyarakat desa.
Dapat dikatakan masyarakat Desa trumon masih sangat mencintai lingkungan alamnya. Bukti nyata yang dapat dibanggakan adalah masih
terawatnya kawasan hutan lindung yaitu kawasan hutan Cagar Alam Leuser yang mendapatkan pengakuan internasional dan perlindungan hukum. Hutannya
yang masih rimba belantara menyimpan flora langka yang tumbuh secara liar. Fauna, aneka satwa yang hidup liar juga terekam secara leksikal dalam bahasa
Aceh. Habitat liar ini tetap dijaga kelangsungan hidupnya oleh pemerintah setempat. Semua ini dapat dijadikan wisata ilmiah untuk kemajuan semua
Universitas Sumatera Utara
bidang ilmu pengetahuan. Paru-paru alam di kawasan ini masih mampu bekerja dengan sempurna memelihara kesinambungan kesehatan ekologi dan ekosistem.
Hidup berdampingan dengan alam menjadi bagian harmonisasi kehidupan masyarakat Aceh Selatan pada umumnya dan khususnya masyarakat Desa
Trumon.
4.2.3 Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Trumon
Masyarakat Desa Trumon merupakan masyarakat homogen, suku Aceh dan semuanya beragama Islam. Setiap kegiatan dalam menjalani hidup
bermasyakat, masyarakat Trumon menganut faham gotong royong. Mereka sangat memperhatikan kebersamaan melalui ungkapan jaroe uneun tak, jaroe
wie tarek tangan kanan memotong atau membelah tangan kiri menarik. Maksud dari ucapan ini adalah satu imbauan kepada semua warga untuk saling
membantu dan saling bahu-membahu dalam mengerjakan sesuatu. Dengan adanya kerjasama, semua pekerjaan dapat dikerjakan dengan mudah. Mereka
juga berusaha menjaga lingkungan ekosistem, sebagai contoh mereka berusaha menahan diri untuk tidak membuka ladang pertanian baru dengan cara
menebang hutan. Semua kegiatan sosial dilakukan ataupun diputuskan melalui musyawarah MAA Majelis Adat aceh yang telah bertukar namanya dari
LAKA Lembaga Adat Kebudayaan Aceh melalui SK Kepala Daerah NAD. Setiap ketentuan ataupun hukum sosial diputuskan melalui musyawarah MAA
dan akan selalu di junjung tinggi oleh masyakakat setempat. Sebelum memulai suatu pekerjaan atau kegiatan sosial, biasanya
dilakukan kenduri yang diisi pula dengan kegiatan peusijuek terlebih dahulu.
Universitas Sumatera Utara
Peusijuek adalah satu acara adat yang dilaksanakan dalam rangkaian seremonial sosial, seperti acara tepung tawar pada masyarakat Melayu. Upacara yang lazim
dilakukan adalah kanduri blang atau treun u blang turun ke sawah, kanduri treun u laut kenduri turun ke laut, senujuh, treun tanoh, Kanduri blang atau
treun u blang adalah upacara yang dilakukan setiap kali sebelum petani memulai penanaman padi. Memulai penanaman padi dilakukan serentak oleh
semua petani. Upacara ini dilangsungkan di sawah. Panganan untuk kenduri ini biasanya dimasak di sawah secara bergotong royong. Mereka menyembelih
hewan seperti ayam, kambing, lembu atau kerbau. Jika ayam yang disembelih, maka seekor ayam untuk satu keluarga. Seekor kambing untuk satu kampong
sedangkan seekor kerbau atau lembu untuk satu desa keseluruhan. Semua bahan makanan dibeli atau disediakan oleh para petani secara bergotong royong
Kanduri blang bertujuan agar tanah subur, padi tidak diganggu hama dan hasil panen melimpah ruah. Sebelum menentukan hari pelaksanaan kenduri ini
terlebih dahulu teungku imum melihat bintang dilangit untuk mengetahui waktu yang tepat untuk mengawali turun ke sawah dan waktu untuk mengadakan
kenduri ini. Apabila waktu sudah diketahui maka teungku imum akan memanggil keujreun blang, yaitu seseorang yang mengurus segala sesuatu yang
berkenaan dengan kegiatan di sawah. Setelah terjadi kesepakan penetuan waktu yang tepat untuk acara ini maka keujreun blang akan mengumumkannya pada
petani, dan petani akan bermusyawarah untuk menyediakan dana pelaksanaan acara ini.
Universitas Sumatera Utara
Kanduri treun u laut kenduri turun ke laut yang dilaksanakan setahun sekali pada bulan Arab Rabiul Awal. Sama halnya dengan kanduri blang,
kanduri treun u laut, pelaksanaannya juga bertujuan agar hasil tangkapan ikan melimpah, dan kapal para nelayan tidak mendapatkan gangguan angin kencang,
badai dan karam dalam mengarungi lautan mencari nafkah.
4.3 Data dan Sumber Data
Penjaringan data dilakukan secara purposive bersengaja dengan melibatkan delapan orang informan. Tiga orang berasal dari perangkat lembaga
adat yang dipilih dari enam orang jumlah perangkat lembaga adat. Pemilihan tiga orang dari lembaga adat untuk dijadikan informan karena hanya ke tiga orang
tersebut yang mempunyai banyak waktu luang dan mereka pula yang berumur di atas lima puluh tahun. Mereka merupakan penduduk yang secara turun temurun
menetap di desa tersebut. Para informan tersebut merupakan tiga wakil ketua yang berasal dari
kampung yang berbeda. Mereka mengetahui banyak cerita rakyat yang belum ditulis ataupun belum dipublikasikan yang diperoleh dari komunikasi verbal yang
berlangsung secara berkesinambungan yang terwaris dari generasi ke generasi. Mereka juga merupakan masyarakat bilingual, dalam repertoar Bahasa Indonesia
dan Bahasa Aceh, walaupun Bahasa Indonesia mereka kurang lancar namun komunikasi antara peneliti dan semua informan dapat berjalan dengan baik sebab
peneliti sendiri didampingi oleh seorang guru sekolah dasar Desa Trumon yang bernama Muzakir Ali berumur 43 tahun. Peneliti hanya dapat menggunakan
bahasa Aceh dalam kapasitas yang kurang lancar. Muzakir Ali mengajar muatan
Universitas Sumatera Utara
lokal Meurunoe Bahasa Aceh Belajar Bahasa Aceh. Materi-materi yang diajarkan oleh Muzakir Ali banyak juga menyangkut Hadih Maja metafora.
Selain perangkat lembaga, adat dilibatkan pula masyarakat yang sangat lazim menggunakan hadih maja, serta mantan kepala sekolah dasar di Desa
Trumon. Mereka semuanya berumur di atas lima puluh tahun dan sebagai penduduk tetap di wilayah tersebut, serta mereka semuanya menikah dengan
masyarakat lokal etnik Aceh. Jumlah keseluruhan informan sebanyak delapan orang yang terdiri atas dua orang dari setiap kampung lokasi penelitian. Jumlah
informan ini sudah dianggap representatif, karena sudah memenuhi kriteria informan, baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas kognitif untuk sebuah
penelitian ekolinguistik. Mereka juga memiliki kepekaan terhadap penggunaan bahasa, sehingga mereka dapat menjustifikasikan kebenaran ataupun kesalahan
pola bahasa, leksikon dan hal-hal yang berkaitan dengan bahasanya, termasuk pula ke dalamnya hadih maja.
Menurut Samarin 1988 dalam Mahsun 2005:75, penggunaan satu orang informan yang baik dibenarkan dalam penelitian bahasa, bila dalam diri informan
tersebut memiliki pengetahuan tentang bahasanya dan segala sesuatu yang berkenaan dengan bahasa tersebut. Tujuan pemilihan informan ini dilakukan agar
dapat diperoleh data sebanyak mungkin yang teruji secara empiris. Data mentah row data yang dikumpulkan berbentuk kosa kata,
metafora, pribahasa berkenaan dengan ekologi Desa Trumon yang masih digunakan dalam komunikasi verbal pada interaksi keseharian komunitas bahasa
di Desa Trumon.
Universitas Sumatera Utara
4.3.1 Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penyediaan data adalah metode simak melalui perekaman dan pencatatan. Metode simak menurut Mahsun 2005:90
tidak hanya berpatokan kepada penggunaan bahasa secara lisan, namun metode simak juga dapat dilakukan pada penggunaan bahasa secara tertulis. Metode
simak yang penulis lakukan pada informan dengan cara teknik perekaman dan penulisan dalam pertemuan bersemuka antara informan dan penulis, didampingi
oleh peneliti pendamping. Pertemuan bersemuka ini kebanyakan dilakukan di dalam rumah informan dan di rangkang ‘seperti panggung kecil’ yang berada di
halaman depan rumah informan. Metode simak terhadap penggunaan bahasa secara tertulis, penulis dapatkan dari kumpulan hadih maja yang ditulis oleh
salah seorang informan bapak Ubaidilla dapat dilihat di lembar lampiran 4, yang belum dipublikasikan.
Sumber data berupa hasil catatan dan rekaman, dari delapan orang informan sebagai data primer dan kumpulan Hadih Maja sebagai data sekunder.
Hadih Maja adalah pepatah dan ungkapan-ungkapan lokal daerah itu. Penggunaan tehnik rekam agar hasil perekaman dapat pula dijadikan
pengecekan ulang atau trianggulasi terhadap validitas data yang sudah terkumpul yang diperoleh saat di lapangan. Instrumen penelitian dalam
penelitian ini adalah peneliti sendiri didampingi oleh seorang guru sekolah dasar Desa Trumon yang bernama Muzakir Ali.
Universitas Sumatera Utara
4.4 Analisis Data
Teknik analisis data dengan metode padan extralingual yaitu menghubungkan antara masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa.
Hal berada diluar bahasa dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan alam dan lingkungan sosial Desa Trumon yang bertautan
dengan alam semesta, yaitu bentuk flora dan fauna yang dijadikan sebagai ranah sumber dalam pembentukan dan penggunaan metafora. Hubungan antara
lingkungan atau ekologi dan bahasa yang akan diungkap berkaitan dengan konsep metafora.
Menurut Miles dan Huberman 2007: 15-18 analisis data kualitatif terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian
data, dan kesimpulan atau verifikasi. Reduksi data merupakan kegiatan pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan data dan transformasi data mentah atau
data kasar yang berasal dari rekaman-rekaman ataupun catatan-catatan kecil yang diperoleh saat penelitian berlangsung.
Tahapan reduksi data sudah dapat dilakukan walaupun proses pengumpulan data masih berlangsung. Reduksi data merupakan bagian dari
analisis data. Pemilihan-pemilihan yang dilakukan peneliti dengan cara mengkodekan bagian-bagian yang perlu dan membuang bagian yang tidak perlu.
Reduksi data merupakan tahap analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengorganisasi data, dan membuang yang tidak diperlukan.
Dengan cara ini kesimpulan-kesimpulan final dapat diverifikasi.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya dilakukan identifikasi data. Setiap data yang dianalisis dibagi ke dalam kelompok flora, kelompok fauna dan kelompok non flora dan non fauna,
kemudian diurut menurut susunan sesuai dengan nomor urut. Nomor urut dimulai dengan nomor urut 001 dan berakhir dengan nomor urut 030. Nomor urut ini
digunakan hanya untuk urutan nomor dari ranah sumber. Urutan metafora diurut berdasarkan ranah sumber.
Berdasarkan hasil identifikasi data, diperoleh jumlah metafora yang bervariatif. Pada kelompok flora, metafora yang dianalisis berjumlah 17 metafora
yang berasal dari 11 ranah sumber dan pada kelompok fauna berjumlah 27 metafora yang berasal dari 12 ranah sumber, serta 8 metafora yang berasal dari 7
ranah sumber pada kelompok non-flora dan non-fauna. Jumlah keseluruhan metafora yang dianalisis adalah 52 metafora.
Ke lima puluh dua metafora itu sudah muncul berulang-ulang tanpa mengalami perubahan. Sudah pula diadakan beberapa kali perulangan dan
hasilnya secara esensial sama. Hal ini dapat dianggap kadar kepercayaan dan reliabilitasnya sudah tercapai.
Data mentah row data ditampilkan dalam lampiran, namun untuk data yang sudah direduksi tidak diberi nomor urut, ini bertujuan untuk memudahkan
dalam pembedaan data yang dianalisis dengan data yang direduksi. Seluruh data dikoding menurut abjad. Data yang termasuk ke dalam kelompok yang direduksi
adalah data yang bukan metafora, tetapi berbentuk simile, seperti pada penggunaan kata lagee ‘seperti’, contoh tuturan jih lagee ureung hana pheng
picah ‘dia seperti orang tidak punya uang pecah’ maksudnya ‘dia berlagak seperti
Universitas Sumatera Utara
orang kaya’ padahal sesungguhnya dia miskin. Data yang termasuk ke dalam data yang direduksi juga, adalah data yang kebetulan mempunyai ciri persamaan atau
benar-benar sama dengan metafora yang digunakan di wilayah lain Bakongan, Seunabok Jaya, dan Ujong Tanoh, seperti metafora AWAK GEUTANYO ‘orang
kita’ yang mengandung makna metaforis ditujukan kepada orang Aceh atau seseorang yang berasal dari suku Aceh dan ANGEN TAJO RAGA PREH ‘angin
bertiup keranjang menunggu’, mengandung makna metaforis yang ditujukan kepada perbuatan yang dilakukan tanpa membuahkan hasil atau pekerjaan sia-sia.
4.5 Pengecekan Keabsahan Penelitian