singa sebagai ranah sumber karena masyarakat tidak pernah memelihara babi. Dan menurut para informan, masyarakat di Desa Trumon tidak pula berminat berburu
babi hutan, sehingga mereka tidak memahami karakter biologis, sifat dan ciri kehidupan babi. Demikian pula halnya dengan singa yang tidak pernah hidup di
lingkungan hutan Desa Trumon. Disadari maupun tidak, metafora yang digunakan oleh masyarakat tutur
dalam komunikasi verbal pada interaksi sosial dibentuk dari ranah sumber yang benar-benar ada atau pernah ada di lingkungan alam Desa Trumon. Ranah sumber
tidak pernah berasal dari flora dan fauna berbentuk fiktif ular kepala dua, negeri antah berantah, dan jen siblah abin ‘jin punya satu payudara’ yang digunakan di
Sawang.
6.2 Pembentukan Metafora Berkaitan dengan Lingkungan Alam DesaTrumon
Ditinjau secara struktur gramatikal, pada hakikatnya pembentukan metafora yang digunakan oleh anggota masyarakat tutur dalam interaksi verbal di
Desa Trumon bervariasi. Adakalanya sebuah metafora terbentuk dari frasa nomina, yaitu nomina disandingkan dengan nomina pula seperti pada metafora
yang berasal dari ranah sumber pada kelompok flora yaitu ASAM SUNTI ‘asam sunti’, CAMPLIE CINA ‘cabai rawit’, ANEUK PISANG ‘anak pohon pisang’,
OUN GEURUSONG ‘daun pisang yang sudah kering’, dan POK-POK DRIEN ‘alat pengusir burung, dan dari kelompok non-flora dan non-fauna adalah
metafora SIKIN LIPAT ‘pisau lipat’,dan MALEK LANG ‘nama seorang hulubalang kerajaan Trumon pada kisaran seabad yang lalu. Tidak ditemukan
frasa nomina pada metafora dari ranah sumber kelompok fauna.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat pula bentuk metafora dari struktur frasa verbal yaitu nomina bersanding dengan verba seperti pada metafora yang terbentuk dari ranah sumber
kelompok flora yaitu, PEUKEUENG CAMPLIE CINA, verba peukeueng ‘memedaskan’ dan nomina camplie cina ‘cabai rawit’, metafora UE TUPE CAP,
nomina ue ‘kelapa, dan nomina tupe ‘tupai bersanding dengan verba cap ‘memakan atau dimakan’, metafora TUKOK UE RHOT PUREUDEE yaitu
nomina tukok ue‘ dahan kelapa’ bersanding dengan verba rhot pureudee ‘jatuh ke pangkal’, UE LAKEE DHEN’ kelapa minta cabang’ DRIEN HAN TABOH
PANGSA’durian tidak membuang sekat’, LADA TEUNGOH TANGKOH ‘lada berbuah banyak’, dan PAJOH PADE BIJEH ’ makan bibit padi’. Struktur frasa
verbal pada metafora yang berasal dari ranah sumber pada kelompok fauna adalah ABO UDEP DUA PAT siput hidup di dua tempat’, ANEUK YEE TEUBIT
TAMONG ‘anak hiu keluar masuk’, MALEE KA ASEE HEU ‘malu sudah diambil anjing’, ASEE DAK BAK TEUNGOH TUTO ‘anjing terjebak di
jembatan’, PEUTEUPAT IKUE ASEE ‘meluruskan ekor anjing’, BUE PUTA JANTONG, BUE TEUNGEUT, BUE MEUTEUMEE CEUREUMEN ‘kera
memutar jantung’, GLANG TEUJIPIT IKUE ‘cacing tanah ekornya terjepit’, KAMENG KAP SITEUK ‘kambing makan daun upih’, KAMENG JAK ATEUH
BATEE ‘kambing berjalan di atas batu’, KAMENG TUTONG ULEE ‘kambing terbakar kepalanya’, KEUBEUE MEULEUHOP ‘kerbau berkubang’, KEUBEUE
MEUROT LAM NGOM’ kerbau makan dalam padang ilalang’, LEUMO ROT IBOH’ sapi makan daun nipah’, IKAT LEUMO LAM LAMPOH GOB ‘mengikat
sapi di kebun orang’, BLO LEUMO DI GLE ‘membeli sapi di kaki bukit’,
Universitas Sumatera Utara
LINTAH GEUPU BAKONG ‘lintah dibubuhi tembakau’, MANOK KEUPUNG ABEE ‘ayam mandi abu’,dan MIE PAJOH ANEUK ‘kucing makan anak’, tidak
terdapat frasa verbal pada bentuk metafora kelompok non-flora dan non-fauna. frasa adjektiva BOH ARA HANYOT ‘buah ara hanyot’, TIMON BUNGKOK,
CABEUNG THO, GLANG LAM UROE TAREK, KAMENG LAM UJEUN, MON TUHA, SIKIN LIPAT, MEUSEUKAT LAM KOM, GEUNUKU HANA
GO, GEUNUKU HAN MATA TIMAH, JEUNGKI MUGE, Selanjutnya dapat pula dilihat bahwa pembentukan metafora yang
dipergunakan dalam interaksi verbal di Desa Trumon terjadi oleh adanya proses pemetaan silang melalui parameter ekolinguistik yaitu parameter keterhubungan,
keberagaman dan lingkungan interrelationship, diversity, dan environment dari ranah sumber kepada ranah target. Proses pemetaan silang ini terjadi disebabkan
oleh adanya kedekatan intrelasi dan interdependensi sifat dan ciri ataupun karakter biologis yang dimiliki oleh ke-duanya. Kadar interelasi dan interdepensi dari
kedua ranah tersebut terproyeksi oleh adanya kedekatan interaksi masyarakat tutur dengan entitas-entitas yang ada di lingkungan desa tersebut ecoregion. Interaksi,
interelasi, dan interdependensi khususnya antara masyarakat penutur bahasa Aceh dengan keberagaman atau keanekaragaman flora, fauna atau unsur-unsur abiotik
yang diakrabi di lingkungan atau di ecoregion ditandai dan direkam secara verbal, yang seterusnya terpola dalam tataran dimensi praksis sosial dimensi ideo-,
sosio-, ideologis masyarakat tutur tersebut. Keberagaman atau keanekaragaman flora, fauna dan unsur-unsur abiotik
membentuk keberagaman metafora. Dalam hal ini ditemukan keberagaman
Universitas Sumatera Utara
metafora yang berasal dari satu ranah sumber dipetakan kepada beberapa ranah
target, sehingga membentuk beberapa metafora. Ranah sumber 003. Boh Timon Cucumis sativus yang termasuk ke dalam rumpun flora dipetakan ke dalam dua
ranah target yang membentuk dua kandungan makna metaforis. Satu ranah
sumber membentuk satu metafora yang mengekpresikan dua fenomena. Pertama ranah sumber boh timon pada BOH TIMON BUNGKOK
mentimun bengkok dipetakan ke ranah target berkaitan dengan kondisi sesorang yang tidak memberikan kontribusi apaun di dalam satu kelompok atau dalam satu
organisasi, yang dipandang melalui tatanan dimensi sosiologis dan dimensi ideologis merupakan suatu bentuk keterpaksaan dalam hal mengikutsertakannya
guna memenuhi jumlah kuota sebagaimana yang sudah ditentukan. Hal ini terjadi karena sudah tidak ada pilihan lain yang lebih baik. Kedua ranah sumber boh
timon pada metafora BOH TIMON BUNGKOK dipetakan pula kepada pendapatan atau penghasilan seseorang. Dalam keterhubungannya dengan
penghasilan seseorang metafora BOH TIMON BUNGKOK biasanya dialamatkan kepada nelayan yang mendapatkan hasil tangkapan lebih sedikit bila dibandingkan
dengan hasil tangkapan pada hari-hari sebelumnya. Metafora ini juga berlaku pada petani yang mendapatkan hasil lebih sedikit bila dibandingkan dengan hasil panen
sebelumnya.
Keberagaman bentuk metafora dapat pula dilihat pada metafora-metafora
yang menempatkan 004 Camplie Cina Capsicum frutescens ‘cabai rawit’ sebagai ranah sumber yang dapat dipetakan ke dalam tiga ranah target yang
berdasarkan tatanan dimensi ideologis, dimensi sosio- dan bio-logis, dan
Universitas Sumatera Utara
pemetaan silang yang berpatokan kepada parameter ekolinguistik membentuk dua
metafora yang mengekspresikan tiga fenomena yang saling berbeda satu sama
lain. Pertama ranah sumber camplie cina pada metafora CAMPLIE CINA yang dipetakan kepada ranah target yatni dipetakan kepada seseorang yang gemar
mengucapkan perkataan yang menyinggung perasaan orang lain tanpa memikirkan akibat dari perkataannya itu. Dalam kehidupan bermasyarakat orang
seperti ini tidak disenangi disebabkan oleh perkataannya yang sering
menyinggung persaan mitra tutur.
Berikutnya ranah sumber camplie cina pada metafora PEUKEUENG CAMPLIE CINA ‘memedaskan cabai rawit’ dipetasilangkan kepada seseorang
yang sudah pintar, berilmu dan mengerti apa yang seharusnya dilakukannya, tidak perlu lagi diajari. Selanjutnya ranah sumber camplie cina pada metafora
PEUKEUENG CAMPLIE CINA ‘memedaskan cabai rawit’ dapat juga memberikan makna metaforis lain yang bergantung kepada konteks dan situasi.
Dalam situasi pertengkaran atau perkelahian, metafora PEUKEUENG CAMPLI CINA mengandung makna metaforis ‘menambah panas situasi atau membuat
orang yang sedang bertengkar menjadi lebih marah atau lebih panas hatinya memanas-manasi’.
Ditemukan pula keberagaman pada bentuk metafora yang berasal dari
ranah sumber dalam kelompok fauna, seperti pada ranah sumber 014. Asee Canis melitaeus ‘anjing’ dipetakan kepada beragam ranah target yang membentuk
keberagaman metafora. Ranah sumber asee dipetasilangkan empat ranah target yang membentuk empat metafora pula yang mengekspresikan empat fenomena.
Universitas Sumatera Utara
Pada metafora ASEE DAK BAK TEUNGOH TUTUE, anjing tejebak di jembatan ranah sumber asee ‘anjing’dipetasilangkan kepada manusia atau seseorang
sebagai ranah target yatni seseorang yang nekat melakukan sesuatu karena sudah terdesak oleh hutang dan biasanya hutang tersebut diperolehnya dari rentenir
dengan bunga yang tinggi. Pemetaan ini terjadi disebabkan oleh adanya pengalaman alamiah yang
terekam di dalam kognitif masyarakat ketika melihat anjing terjebak di jembatan, anjing tersebut berusaha melepaskan diri dengan cara menggonggong dan
berusaha menyerang siapa saja yang menghalanginya agar dapat melepaskan diri dari jembatan tersebut. Sifat anjing yang terdesak di tengah jembatan, oleh
masyarakat Trumon dianggap memiliki relasi ciri-ciri kesamaan dengan seseorang yang bingung karena terlilit hutang yang dapat mengakibatkan orang tersebut
nekat melakukan pekerjaan apa saja untuk melepaskan diri dari hutangnya. Metafora lain yang menempatkan asee sebagai ranah sumber adalah
metafora ASEE LOP PAGEUE ‘anjing mengorek pagar’. Melalui pengalaman inderawi yang terekam secara verbal, masyarakat Desa Trumon melihat karakter
seekor anjing yang masuk ke dalam wilayah anjing lain, dalam kebun masyarakat. Secara spontan anjing- anjing penjaga kebun menyerang anjing yang masuk ke
wilayah kebun itu. Jika penyerang hanya seekor maka anjing tersebut akan berusaha melawan dengan menyalak. Akan tetapi jika jumlah penyerang lebih dari
seekor maka secara alamiah moncong anjing tersebut akan menguruk ke depan dan langsung lari tunggang langgang, dengan meninggalkan anjing-anjing
penyerang sambil menyalak dan menggonggong. Peristiwa yang dialami oleh
Universitas Sumatera Utara
anjing tersebut dipetakan kepada seseorang yang kalah dalam berdebat ataupun kepada seseorang yang menyerah dalam pertengkaran dan meninggalkan tempat
terjadinya pertengkaran tanpa pamit sambil menggerutu. Pemetaan anjing sebagai ranah sumber kepada manusia sebagai ranah
target mengacu kepada karakter alamiah anjing dan perilaku seseorang yang bersitegang dalam mengemukakan argumennya dan ketika dia tidak berhasil
membuktikan kebenarannya, dia merasa kalah dan meninggalkan tempat kejadian tanpa pamit sambil menggerutu. Kalah dimaksud dapat dirujuk kepada kalah
dalam berdebat ataupun kalah dalam pertengkaran. Masih ditemukan metafora lain yang menempatkan asee sebagai ranah
sumber. Metafora tersebut adalah metafora PEUTEUPAT IKUE ASEE
‘meluruskan ekor anjing’. Secara alamiah bentuk ekor anjing melengkung. Bentuk
melengkung ini sangat mustahil diubah bentuknya menjadi lurus. Kekecualian pada anjing gila yang ekornya menjadi lurus karena mengidap penyakit rabies.
Kemustahilan untuk meluruskan ekor anjing merupakan ketidakmungkinan yang dapat terjadi. membentuk metafora PEUTEUPAT IKUE ASEE yang
mengandung makna metaforis dipetakan kepada ketidakmungkinan untuk mengubah watak atau perilaku buruk seseorang atau sulit sekali menginsafkan
seseorang atau mengajak seseorang yang sejak masih kanak-kanak sudah terbiasa tidak bertanggung jawab akan tugas dan kewajibannya, karena sifat dan wataknya
sudah demikian adanya. Keberagaman bentuk metafora juga dapat diamati pada metafora yang
menjadikan 016. Bue Macaca fascicularis ‘kera’ sebagai ranah sumber yang
Universitas Sumatera Utara
dapat dipetakan kepada beberapa ranah target sehingga membentuk beberapa metafora. Berdasarkan pengalaman inderawi masyarakat Desa Trumon, bue
dianggap memiliki karakter yang unik, suka meniru perbuatan manusia. Dari karakter alamiah bue dalam hal suka meniru sikap dan perilaku manusia
membentuk metafora BUE PUTA JANTONG. Kera gemar sekali makan pisang, walaupun demikian secara alamiah kera
tidak dapat memetik atau mengambil jantung pisang dengan cara mamutarnya. Pada umumnya anggota masyarakat Desa Trumon memetik jantung pisang
dengan cara memutarnya. Disebabkan oleh sifat alamiah yang dimiliki oleh kera dalam hal meniru pekerjaan manusia, maka ada juga kera yang berusaha memetik
jantung pisang dengan cara memutarnya, tetapi pekerjaan ini tidak berhasil dilakukannya, karena kera tersebut tidak tahu cara melakukannya. Dari peristiwa
yang dialami oleh kera tersebut diamati oleh anggota masyarakat dan seterusnya terekam secara verbal menjadikan bue sebagai ranah sumber pada metafora BUE
PUTA JANTONG dipetakan kepada seseorang yang melakukan suatu pekerjaan tanpa memperoleh hasil karena orang tersebut tidak tahu cara mengerjakannya.
Masih terdapat metafora yang terbentuk dari hasil pemetaan silang ranah sumber bue kepada perilaku manusia. metafora dimaksud adalah metafora BUE
TEUNGEUT, ‘kera tidur’. Melalui pengalaman empiris, masyarakat Trumon melihat kera tidur
dengan cara duduk menunduk, dan kera dapat tidur dalam cuaca bervariasi baik saat hari panas, dingin dan hujan, atau siang dan malam hari. Posisi dan
fleksibilitas terhadap cuaca saat kera tidur terjadi secara alami diamati dan
Universitas Sumatera Utara
menempatkan bue sebagai ranah sumber dipetakan kepada manusia atau orang yang suka bersikap masa bodoh yang tidak tahu apapun dan kerjanya hanya
bermalas-malasan dengan tidak memperhatikan keadaan yang terjadi disekitarnya atau lingkungannnya.
Masih dijumpai metafora lain yang menjadikan bue sebagai ranah sumber yaitu metafora BUE MEUTEUMEE CEUREUMEN, ‘kera jumpa cermin’ atau
‘kera bercermin’ dipetakan kepada seseorang yang suka membuang waktu untuk sesuatu hal yang kurang penting atau ditujukan kepada seseorang yang melalaikan
kewajibannya sesudah mendapatkan sesuatu benda yang baru, sehingga dia lupa akan pekerjaan lain yang harus diselesaikannya atau lupa akan segalanya.
Berdasarkan pengalaman yang terekam dalam kognitif masyarakat Desa Trumon, ketika seekor kera di dudukkan di depan cermin. Dia akan melompat-lompat di
depan cermin itu sambil menggaruk-garuk kepalanya dengan asiknya. Kanak- kanak suka melihat situasi ini dan menjadi tontonan lucu bagi mereka. Pemetaan
karakter kera ini lazimnya ditujukan kepada seorang kanak-kanak yang suka melalaikan kewajibannya dalam hal ini seperti mandi, mengejakan PR ataupun hal
lainnya disebabkan oleh sesuatu yang baru didapatkannya yang membuat asik sendiri.
Ditemukan keberagaman bentuk metafora yang berasal dari satu ranah
sumber. Ranah sumber dimaksud adalah 018. Kameng Capra hircus ‘kameng’
dipetakan ke beberapa ranah target dari beberapa metafora. Pertama metafora KAMENG KAP SITEUK ‘kambing makan daun nipah’. Kebiasaan kambing
berjalan bergerombolan dan ketika salah seekor dari gerombolan kambing
Universitas Sumatera Utara
memakan tanaman atau siteuk’ biasanya kambing lainnya akan melakukan hal yang sama. Keikutsertaan semua kambing memakan siteuk yang terjadi secara
alami terekam dalam kognitif dimensi ideologis anggota masyakakat Desa Trumon memunculkan metafora KAMENG KAP SITEUK dipetakan pada
seseorang yang ikut-ikutan melakukan pekerjaan atau perbuatan yang dilakukan oleh orang lain padahal perkerjaan tersebut tidak memberikan manfaat padanya.
Metafora berikutnya yang menjadikan kameng sebagai ranah sumber adalah metafora KAMENG JAK ATEUH BATEE ‘Kambing berjalan di atas
batu’. Menurut pengalaman inderawi bodily experience dalam komunitas Desa Trumon bahwa ketika seekor kambing berjalan di atas batu, kambing tersebut
berjalan agak lambat dan terseok-seok. Cara kambing berjalan di atas batu
memunculkan sebuah metafora KAMENG JAK ATEUH BATEE. Makna
metaforis dari metafora ini ditujukan kepada seseorang yang tidak dapat membaca Al Qur’an dengan lancar atau orang tersebut hanya dapat membaca Al Qur’an
dengan terbata-bata. Selanjutnya metafora KAMENG TUTONG ULEE ‘kambing yang
kepalanya terbakar’ merupakan metafora yang juga menjadikan kameng sebagai ranah sumber. Berkenaan dengan karakter alamiah kambing yang diamati
menyangkut tentang seekor kambing yang kepalanya terbakar menjadi kalut dan kesakitan luar biasa, berlari hilir mudik sambil mengembik. Situasi yang dialami
oleh kambing tersebut menjadikannya sebagai pengalaman alamiah dalam konteks sosial dimensi sosiologis yang selanjutnya terekam dalam kognitif dimensi
ideologis masyarakat Desa Trumon membentuk metafora KAMENG TUTONG
Universitas Sumatera Utara
ULEE yang dipetasilangkan kepada ranah target yaitu seseorang atau sekelompok orang ketika kalut karena kehilangan sesuatu barang yang berharga yang
menyebabkannya bersusah payah membongkar semua lemari dan tempat-tempat penyimpanan barangnya. Pemetaan ini terjadi disebabkan oleh adanya persamaan
situasi yang dialami oleh kedua ranah tersebut. Secara alamiah karakter tubuh kambing sangat rentan terhadap air hujan.
Apabila tubuh seekor kambing terkena atau tertimpa air hujan kehujanan. Kambing akan sakit dan kadang-kadang dapat pula berakhir kepada kematian.
Keadaan kambing yang tertimpa air hujan kehujanan, dicermati oleh masyarakat khususnya peternak kambing, yang kemudian terekam dalam kognitif dimensi
ideologis masyarakat tutur dan seterusnya membentuk satu metafora KAMENG LAM UJEUN, ’kambing dalam hujan’. Ranah sumber kameng pada metafora
KAMENG LAM UJEUN dipetakan kepada seseorang yang hidupnya sangat melarat dan tertimpa musibah penyakit. Untuk memenuhi kebutuhannya sehari-
hari kadang-kadang diperolehnya dari belas kasihan orang lain.
Ditemukan beberapa metafora yang berasal dari ranah sumber 019. Keubeue Bos bubalus ‘kerbau’. Metafora-metafora tersebut terbentuk karena
adanya nilai kesamaan antara karakter alamiah, keadaan dan kebisaan yang dilakukan oleh kerbau dengan perilaku, keadaan dan kebiasaan yang berlaku pada
manusia. Secara alamiah dimensi biologis, kerbau mempunyai kebiasaan berkubang di lumpur yang menjadikan seluruh tubuhnya penuh ditutupi oleh
lumpur sehingga tubuhnya kelihatan kotor.
Universitas Sumatera Utara
Kebiasaan yang dilakukan oleh kerbau yang terjadi secara alami ini memunculkan sebuah metafora KEUBEUE MEULEUHOP ‘kerbau berkubang’.
Ranah sumber keubeue ‘kerbau’ pada metafora KEUBEUE MEULEUHOP dipetakan kepada seseorang yang suka berbuat kejahatan atau suka berbuat dosa.
Dalam kehidupan sosial dimensi sosiologis orang yang demikian dianggap dimensi ideologis oleh masyarakat sebagai orang yang bergelimang dosa.
Seseorang yang bergelimang dosa disebut, KEUBEUE MEULEUHOP. Berikutnya metafora KEUBEU MEUROT LAM NGOM ‘kerbau makan di
padang ilalang’. Jika salah seorang dari anggota masyarakat yang menjauhkan atau memisahkan dan memencilkan diri dari lingkungan kehidupan bermasyarakat
dan tidak pula berminat untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. Orang tersebut akan mendapatkan predikat; KEUBEU MEUROT LAM NGOM
dimensi sosiologis. Keberadaan seekor kerbau makan terpisah dari rombongannya ditempat
yang tidak biasa dilakukan oleh kerbau lain di padang ilalang berasal dari ranah sumber keubeue dipetakan kepada seseorang atau manusia yang hidup
memisahkan diri dari kehidupan bermasyarakat di tempat tinggalnya. Sesuatu hal yang tidak lazim dilakukan oleh anggota masyarakat Desa Trumon hidup
memisahkan diri dari lingkungan masyarakat.
Ditemukan beberapa metafora yang berasal dari ranah sumber 020. Leumo
Auerochse ‘sapi’ atau ‘lembu’ dipetakan kepada beberapa diversitas
ranah target. Keberagaman terdapat pada karakter biologis sapi yang termasuk ke dalamnya, kondisi suara, dan sifat yang dimiliki oleh sapi membentuk
Universitas Sumatera Utara
keberagaman metafora yang digunakan oleh masyarakat Desa Tumon. Ranah sumber leumo pada metafora LEUMO ROT IBOH ‘sapi makan daun gebang atau
daun nipah’. Suara sapi ketika memakan daun nipah diamati dan dianggap dimensi ideologis oleh masyarakat Desa Trumon sebagai suara yang
mengganggu pendengaran mereka. Situasi dan kondisi suara ketika sapi rot iboh ‘makan daun nipah dipetakan
kepada sesorang yang gemar mengelurkan kata-kata kasar, tidak sopan dengan suara yang keras yang menyinggung perasaan mitra tutur atau orang lain yang
mendengarnya dimensi sosiologis. LEUMO ROT IBOH juga biasa ditujukan kepada ranah target yaitu seorang majikan yang suka menghardik bawahannya
dengan ucapan-ucapan kasar dan tidak sopan. Metafora berikutnya yang berasal dari ranah sumber leumo adalah
metafora IKAT LEUMO LAM LAMPOH GOB, ‘mengikat sapi di kebun orang’. Termasuk suatu kebiasaan buruk bagi peternak sapi mengikat atau menambat
sapinya di kebun orang atau kebun tetangganya sebab secara alamiah sapi akan memakan tanam di sekitar tempat dia ditambat. Hal ini akan mengakibatkan
kerugian pada pihak lain. Kondisi ini memetakannya kepada perilaku manusia yang berusaha mencari keuntungan bagi dirinya sendiri yang dilakukan dengan
cara tidak bijaksana, sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak atau orang lain. Keberagaman ditemukan pula dari ranah sumber leumo ‘sapi’ pada
metafora BLO LEUMO DI GLE ‘membeli sapi di kaki bukit’. Kegiatan membeli sapi di kaki bukit dapat dilakukan tanpa mengetahui atau melihat terlebih dahulu
keadaan sapi yang akan dibeli. Transaksi jual beli dapat dilakukan atas dasar
Universitas Sumatera Utara
saling percaya. Namun tidak selamanya pembelian sapi sesuai dengan kriteria yang diharapkan dimensi sosiologis. Situasi pembelian sapi yang demikian
dicermati sebagai sesuatu yang tidak menguntungkan bagi pihak pembeli. Kondisi ini selanjutnya ditandai dan direkam secara verbal pada tatanan dimensi ideologis,
dipetakan kepada seorang pemuda yang menikahi seseorang tanpa menyelidiki telebih dahulu segala sesuatu yang berkenaan dengan wanita yang dinikahi dan
biasanya akan mendatangkan penyesalan bagi pemuda tersebut. Metafora ini digunakan kepada sesuatu yang berujung kepada kerugian
yang dialami oleh ranah target. Dalam kehidupan sosial dimensi sosiologis masyarakat Desa Trumon interdepensi pembelian sapi di bukit berkaitan dengan
ciri-ciri kesamaan antara pembeli sapi yang dirugikan dengan orang yang merasa rugi karena kecerobohan yang dilakukannya sendiri.
Keberagaman pada kelompok non- flora dan non- fauna, yaitu
keberagaman bentuk metafora yang berasal dari ranah sumber 024. Geunuku alat pengukur kelapa
dapat dipetakan ke dalam dua ranah target pada metafora
GEUNUKU HANA GO dan metafora GEUNUKU HAN MATA TIMAH. Interdependensi alat pengukur kelapa yang tidak dapat berfungsi disebabkan
tidak mempunyai gagang tempat melekatnya mata kukuran, mengakibatkan pekerjaan mengukur pasti tidak dapat dilakukan, pada metafora GEUNUKU
HANA GO dengan seseorang yang melakukan pekerjaan sia-sia seperti nonton TV sampai larut malam mengakibatkannya terlambat bangun sehingga orang
tersebut tidak dapat beribadah sholat subuh sesuai dengan waktu yang ditetapkan dimensi ideologis.
Universitas Sumatera Utara
Berikutnya GEUNUKU HAN MATA TIMAH ‘kukuran tanpa mata timah’. Ranah sumber geunuku pada metafora GEUNUKU HAN MATA TIMAH
ditujukan kepada seseorang yang saat berpangkat orang tersebut senantiasa bersikap sombong dan ditakuti namun setelah dia pensiun kesombongannya
hilang dan diremehkan, atau disepelekan oleh masyarakatnyaabkan. Interelasi geunuku yang tidak berfungsi lagi disebabkan oleh hilangnya mata alat pengukur
tersebut dengan hilangnya kesombongan seseorang setelah dia pensiun dianggap memilki ciri persamaan, yang terekam secara verbal dalam interaksi sosial
dimensi sosiologis di kalangan anggota masyarakat. Ditemukan bentuk keberagaman pada satu ranah yang dipetasilangkan dari
beberapa ranah sumber seperti pada metafora MIE PAJOH ANEUK, ‘kucing
makan anak’ yang bersal dari ranah sumber 023. Mie Felis silvestricatus
‘kucing’. Ranah sumber mie pada metafora MIE PAJOH ANEUK dipetakan kepada manusia yang berperilaku suka memfitnah sebagai ranah target. Interelasi
sisa noda darah yang membekas di mulut kucing dengan ucapan-ucapan fitnah yang berasal dari mulut seseorang, oleh masyarakat tutur dipahami dan ditandai
dalam dimensi sosiologis memiliki kesamaan nilai yang mengakibatkan kesengsaraan, karena hasil dari perkataan-perkataan fitnah dapat berakibat kepada
keretakan hubungan keakraban yang telah terbina. Metafora MIE PAJOH ANEUK memiliki kesamaan kandungan makna
metaforis dengan metafora SIKIN LIPAT. Ranah sumber 029. Sikin ‘pisau’ pada
metafora SIKIN LIPAT ‘pisau lipat’ ditujukan kepada manusia atau seseorang yang suka memfitnah dan suka bermulut manis, agar orang menduga dia orang
Universitas Sumatera Utara
yang berperilaku baik. Interelasi metafora MIE PAJOH ANEUK dan metafora SIKIN LIPAT termasuk ke dalam kebergaman dua ranah sumber yang berbeda
dipetakan kepada satu ranah target.
6.3 Klasifikasi Metafora Berdasarkan Penggunaanya pada Komunitas Bahasa di Desa Trumon