alam. Selanjutnya, lingkungan buatan yaitu puing istana kerajaan Trumon dapat pula dijadikan pertimbangan historis dan budaya yang terkait dengan bahasanya.
Penelitian dilakukan di empat kampung yang berdekatan yaitu Keude Trumon, Kreung Batee, Gampong Teungoh dan Panton Bilee. Dipilihnya keempat
kampong tersebut dalam penelitian sebab mayoritas masyarakat di keempat kampung tersebut adalah suku Aceh. Berikut gambaran demografi yang
ditampilkan adalah lokasi, suku dan bahasa. Peta wilayah penelitian terlampir di lampiran 6.
4.2.1 Lokasi dan Demografi Tabel 4.1 Sebaran Suku
NO
Lokasi Suku
Total Aceh
Jawa Alas
Dll
Jumlah Jumlah
Jumlah Jumlah
1 Keude trumon
698 84,7
46 5,58
23 2,79
57 0,12
824
2 Gampong
Teungoh
601 89,3
29 4,3
10 1,48
33 4,9
673
3 Panton Belee
634 94,76
13 1,94
- 22
3,28 669
4 Kreung Bate
500 96,71
17 3,28
- -
517
Sumber: Profil Kecamatan Trumon Tahun 2010
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Penggunaan Bahasa
NO
Lokasi Penggunaan Bahasa
Total Aceh
Jawa Gayo
Dll
Jumlah Jumlah
Jumlah Jumlah
1 Keude trumon
698 84,7
46 5,58
23 2,79
57 0,12
824
2 Gampong
Teungoh
601 89,3
29 4,3
10 1,48
33 4,9
673
3 Panton Belee
634 94,76
13 1,94
- -
22 3,28
669
4 Kreung Bate
500 96,71
17 3,28
- -
- -
517
Sumber: Profil Kecamatan Trumon Tahun 2010
Desa Trumon juga memiliki keunikan dalam hal penggunaan metafora bahasanya yang hanya dipakai di daerah itu saja. Tidak dapat dipungkiri
terdapatnya beberapa metafora yang sama digunakan di desa lain, namun metafora yang demikian tidak dijadikan data penelitian.
4.2.2 Sejarah Desa Trumon
Desa Trumon teletak di bagian tenggara kabupaten Aceh Selatan. Trumon merupakan kota kecamatan yang sebagian daerah terdiri atas tanah
gambut di rawa payau. Di rawa tanah gambut ini tumbuh liar pohon nipah dan hidup berkembang biak satwa rawa , ular, belut, ikan, dan ada pula buaya.
Sebagian areal lainnya adalah sawah dan hutan aneka tanaman. Di pohon-pohon besar di tengah hutan Trumon banyak bersarang lebah. Dikarenakan banyaknya
lebah di daerah ini Trumon terkenal sebagai penghasil lebah yang berkualitas
dan terkenal di Aceh. Saat ini madu lebah menjadi ikon daerah ini.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Trumon tempo dulu merupakan kaum migrasi dari ujung utara Pulau Sumatera yang terkenal saat itu sebagai Kuta Raja yang kemudian
bernama Banda Aceh. Kemudian mereka mendirikan sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Trumon. Dahulu kala di daerah Aceh Selatan banyak berdiri
kerajaan- kerajaan, namun kesemua kerajaan ini tidak menyisakan puing istana kecuali Kerajaan Trumon. Puing istana Trumon dapat dijadikan saksi bisu
sejarah kejayaan kerajaan tersebut.
Kerajaan Trumon berdiri kira-kira tahun 1780 dan berakhir tahun1942 ketika Jepang mulai menjajah Indonesia. Ahmad 1992:269-271 menjelaskan,
masa kejayaan Kerajaan Trumon sejak tahun 1810 sampai tahun 1884, namun puncak kejayaan kerajaan tersebut pada 1824 sampai 1843. Kehidupan rakyat
makmur dan pelabuhan dipadati oleh kapal dari negara asing yang melakukan transaksi bisnis hasil bumi kerajaan ini. Di sekitar tahun-tahun inilah kerajaan
Trumon sudah dapat membeli armada perang Aceh untuk membendung penyerangan tentara Belanda yang ingin menguasai daerah itu. Pemerintah
Belanda sangat berkeinginan menguasai daerah ini disebabkan oleh kekayaan alamnya seperti, cengkeh, nilam dan pala. Pala dari daerah ini sangat terkenal
mutunya hingga ke seluruh jagat raya. Sejak saat itu hingga kini pala merupakan tanaman primadona di wilayah ini. Semua komoditas ini merupakan incaran
Belanda.
Ketika tampuk kuasa dipegang oleh Teuku Raja Batak, Kerajaan Trumon berhasil membangun benteng pertahanan Kuta Tambak dan Kuta Batee.
Pada era itu juga Trumon berjaya mencetak mata uang sendiri sebagai alat tukar
Universitas Sumatera Utara
yang sah. Dua jenis mata uang dicetak saat itu dengan nilai nominal setengah dan satu sen. Uang tersebut bergambar ayam jantan yang terbuat dari tembaga
untuk nominal setengah sen dan terbuat dari logam biasa untuk nominal satu
sen.
Saat itu Kerajaan Trumon juga sudah memiliki dua jenis bendera, satu bernama Alam Peudang yang terbuat dari kain putih yang di tengah-tengahnya
dilukis gambar pedang dan dikibarkan setiap hari kerja. Sedangkan bendera yang satu lagi benama Alam Keuramat. Bendera ini terbuat dari kain kuning
berlambang setangkai bunga yang berada di tengah-tengahnya. Bendera ini dipercayai oleh masyarakat Trumon memiliki nilai magis dan dianggap sebagai
bendera pusaka dari kayangan. Upacara pengibaran bendera Alam Keuramat hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti pada setiap bulan Jumadil
Akhir. Pelaksanaan upacara dipimpin langsung oleh raja. Tujuh hari sebelum upacara pengibaran bendera dilaksanakan, rakyat dihimbau untuk menanam
pohon tebu pula tubee dan menghiasi pekarangan rumah dengan gapura. Selama tujuh hari tersebut setiap malamnya diadakan pesta jamuan makan dan
pagelaran tari-tarian. Sebelum pengibaran bendera terlebih dahulu dilakukan
penembakan meriam ke udara sebanyak tujuh kali.
Di tahun 1942 kerajaan diruntuhkan oleh Jepang dan tahun berikutnya Jepang membangun lapangan terbang tempur seluas lebih kurang tiga kilometer
berbentuk bujur sangkar. Pada saat itu semua kekayaan bumi Trumon dikuasai Jepang. Rakyat menjadi budak di negeri sendiri. Secara kerja paksa rakyat
membangun lapangan terbang, membuat jalan raya menembus hutan, menggali
Universitas Sumatera Utara
parit-parit kuro-kuro. Sepanjang pantai dipagari dengan kawat berduri. Menurut Ahmad 1992:275, pada waktu itu rakyat berkeluh kesah dengan
untaian kalimat berbentuk puisi seperti berikut ini:
Cantek Bate ‘korek api dari batu’ Ija kulit kaye ‘kain dari kulit kayu’
Penajoh sage ‘makan sagu’ Peunyaket tite ‘menderita penyakit kutu’
Saat ini peninggalan Kerajaan Trumon masih tersisa berupa puing-puing benteng Kuta Bate. Di dalamnya terdapat puing istana raja, dan bangunan
tempat menyimpan dokumen dan barang penting lainnya. Di dalam benteng ini masih terdapat enam pucuk meriam yang terbuat dari besi dan enam pucuk
terbuat dari tembaga berasal dari Portugis. Luas bangunan benteng berkisar enam puluh kali enam puluh meter dengan tebal sekitar satu meter dan tinggi
empat meter. Selain bangunan, masih ditemukan kompleks pemakaman raja yang luasnya sekitar lima belas meter dan tinggi bangunan sekitar satu setengah
meter. Batu nisan terbuat dari batu ukir. Hingga saat ini peninggalan sejarah tersebut tidak dirusak ataupun digeser oleh masyarakat desa.
Dapat dikatakan masyarakat Desa trumon masih sangat mencintai lingkungan alamnya. Bukti nyata yang dapat dibanggakan adalah masih
terawatnya kawasan hutan lindung yaitu kawasan hutan Cagar Alam Leuser yang mendapatkan pengakuan internasional dan perlindungan hukum. Hutannya
yang masih rimba belantara menyimpan flora langka yang tumbuh secara liar. Fauna, aneka satwa yang hidup liar juga terekam secara leksikal dalam bahasa
Aceh. Habitat liar ini tetap dijaga kelangsungan hidupnya oleh pemerintah setempat. Semua ini dapat dijadikan wisata ilmiah untuk kemajuan semua
Universitas Sumatera Utara
bidang ilmu pengetahuan. Paru-paru alam di kawasan ini masih mampu bekerja dengan sempurna memelihara kesinambungan kesehatan ekologi dan ekosistem.
Hidup berdampingan dengan alam menjadi bagian harmonisasi kehidupan masyarakat Aceh Selatan pada umumnya dan khususnya masyarakat Desa
Trumon.
4.2.3 Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Trumon