BAB III TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Teori
Kajian ini berada di bawah payung ekolinguistik dan metode penelitian dialakukan melalui pendekatan kualitatif, maka pengaanalisisan data secara
induktif. Penyesuaian teori yang digunakan pada analisis ini beranjak dari data dan bukan melalui konsep sebelum penelitian.
Teori yang tepat yang dapat diaplikasikan untuk kajian metafora ini dalam lingkup ekolinguistik adalah kolaborasi dari teori ekolingistik yaitu tiga dimensi
praksis sosial, parameter ekolinguistik keberagaman, keterhubungan, lingkungan, dan teori linguistik kognitif tentang metafora konseptual. Ketiga
teori ini dapat berkolaborasi disebabkan oleh kesesuaian data yang menuntutnya demikian dan ketiga teori ini dapat saling mendukung untuk pemecahan semua
permasalan dalam penelitian ini. Penelitian bahasa yang berkaitan dengan lingkungan baik lingkungan alam
maupun lingkungan sosial harus dipandang melalui tiga dimensi praksis sosial yaitu, dimensi ideologikal, dimensi sosiologikal, dan dimensi biological. Tidak
ada satupun kajian bahasa yang dapat dilakukan secara mono dimensi atau mono logical, periksa Lindo dan Jeppe 2000:10-11.
Dalam kolaborasi tersebut diaplikasikan juga teori linguistik kognitif tentang metafora karena terminologi tentang konsep metafora mengacu kepada
terminologi kogntif linguistik yaitu ranah sumber, ranah target, pemetaan silang, dan klasifikasi metafora, hubungan ontologis dan hubungan epistemik.
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana telah dibicarakan di bab Kajian Pustaka bahwa metafora dalam pandangan linguistik kognitif bukan hanya fenomena linguistik tetapi juga
merupakan mekanisme kognitif manusia. Proyeksi atau pemetaan dari satu pengalaman kepada pengalaman lain yaitu sifat-sifat yang ada pada ranah sumber
dapat dipahami sebagai konsep yang berada pula pada ranah target. Sehingga metafora terjadi disebabkan oleh adanya kesamaan konsep yang terdapat dalam
ranah sumber dan dipetakan kepada ranah target. Dapat pula dianggap bahwa ranah sumber sebagai entitas yang menjadi rujukan dan ranah target merupakan
entitas yang menjadi sasaran, periksa Kovecses 2006:117. Tiga parameter ekolinguistik yaitu parameter keberagaman diversity,
kesalingterhubungan atau keterhubungan interrelationship, dan parameter lingkungan environment juga sudah dibicarakan sebelumnya di bab Kajian
Pustaka. Parameter-parameter ini pernah diaplikasikan oleh Haugen 1972 dalam penelitian metafora ekosistem, periksa Fill dan Muhlhausler 2001:1-3. Ketiga-
tiga parameter ini diikutsertakan dalam kolaborasi teori yang diaplikasikan untuk analisis data pada penelitian ini. Keberadaan dan kebermanfaatan ketiga-tiga
parameter ekolinguitik ini juga sudah dibicarakan lebih rinci pada bab II, Kajian Pustaka. Parameter ekolinguistik dalam penelitian dijadikan sebagai dasar alat
pemetaan silang dari ranah sumber ke ranah target. Parameter keterhubungan atau parameter kesalingterhubungan antara
linguistik dan ekologi merupakan hubungan timbal balik antara makhluk di lingkungan alam tersebut dengan ekologinya yang dapat terpantul pada metafora
yang bernuansa isu lingkungan dikodekan ke dalam bahasa dalam jangkauan yang
Universitas Sumatera Utara
luas. Parameter keberagaman diversity mencakup keberagaman perbendaharan kosa kata sebuah bahasa yang terpancar dari lingkungan fisik dan lingkungan
sosial atau lingkungan budaya tempat di mana bahasa itu berada dan digunakan. Keberagam jenis species fauna, flora di satu lingkungan alam paralel
dengan keberagaman vokabulari bahasa di dalam lingkungan sosial masyarakat tutur tersebut. Keberagaman biota ini akan memperkaya khasanah vokabulari
bahasa tersebut. Keberagaman juga dapat ditujukan kepada hubungan antara ranah sumber dan ranah target dalam sebuah metafora. Kepada sebuah ranah sumber
dapat diaplikasikan beberapa ranah target, demikian pula sebaliknya sebuah ranah target dapat berasal dari beberapa ranah sumber.
Pengetahuan manusia tentang lingkungan alam telah berpengaruh kepada pandangan hidup, kultur, bahasa dan kosmologi masyarakat yang bergantung
kepada nya. Menurut Muhlhausler 2003:37 bahwa klasifikasi hewan dan tumbuhan secara nyata merupakan refleksi dari lingkungan tempat masyarakat itu
tinggal. Lingkungan alam dijadikan sebagai parameter membangun atau memberi nama-nama flora, fauna dan semua kandungan alam tersebut. Kolaborasi teori-
teori tersebut dapat digambarkan dalam bingkai kerangka konseptual berikut:
Universitas Sumatera Utara
3.2 Kerangka Konseptual Gambar 3.1 Kerangka Konseptual