5.3.3 Asupan Protein
Hasil penelitian tentang variabel asupan protein diperoleh bahwa responden penderita hipertensi dengan asupan protein berisiko sebesar 69,2. Demikian juga
responden tidak hipertensi dengan asupan protein berisiko sebesar 30.8, berarti kasus hipertensi lebih besar terjadi dengan asupan protein berisiko dibandingkan
dengan tidak berisiko. Uji statistik regresi logistik berganda menunjukkan nilai p 0,035p0,05, artinya variabel asupan protein berpengaruh terhadap kejadian
hipertensi dengan nilai OR sebesar 3,028 95 CI = 1,081-8,479. Sejalan dengan penelitian Lidya 2007, menjelaskan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara pola makan dengan hipertensi p=0,033; OR=0,618; 95 CI; 0,405-0,943. Sementara itu Wirakusumah 2001 mengemukakan bahwa
Konsumsi makanan yang menyebabkan hipertensi yaitu makanan yang mengandung kolesterol, lambat laun akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah
arterosklerosis. Akibatnya, pembuluh darah menjadi tidak elastis. Kondisi ini akan mengakibatkan tekanan aliran darah dalam pembuluh menjadi naik.
Sumber protein hewani umumnya mengandung protein 15-20 gram seperti daging sapi, kerbau, kambing, ayam, rusa, domba kelinci dan sebagainya. Jumlah
daging dan ikan yang dianjurkan untuk orang dewasa ialah 10 gram sehari, bila makanan dikeringkan cukup dua pertiganya. Sedangkan sumber protein nabati yang
paling baik adalah jenis-jenis kacang-kacangan, seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang buncis, dan lainnya Agria, 2011. Masyarakat mengkonsumsi daging
mengandung zat besi heme yang cukup tinggi dapat memicu kenaikan tekanan darah.
Universitas Sumatera Utara
Asupan protein berpengaruh terhadap kejadian hipertensi masyarakat suku Alas disebabkan masyarakat sering mengikuti acara-acara adat pesta cenderung
bahan makanannya dari daging lembu, kambing, ayam, bebek yang dimasak menggunakan santan dan jenis makanan gorengan mengandung lemak jenuh sebagai
pemicu hipertensi.
5.3.4 Asupan Lemak
Hasil penelitian tentang variabel asupan lemak diperoleh bahwa responden penderita hipertensi dengan asupan lemak berisiko sebesar 69,2. Demikian juga
responden tidak hipertensi dengan asupan lemak berisiko sebesar 30.8, berarti kasus hipertensi lebih besar terjadi dengan asupan lemak berisiko dibandingkan
dengan tidak berisiko. Uji statistik regresi logistik berganda menunjukkan nilai p 0,047 p0,05, artinya variabel asupan lemak berpengaruh terhadap kejadian
hipertensi dengan nilai OR sebesar 3,011 95 CI = 1,015-8,938. Sejalan dengan penelitian Ismiadi 2012 bahwa variabel pola makan
diperoleh bahwa responden penderita hipertensi dengan pola makan yang tidak baik sebesar 67,3. Sedangkan tidak hipertensi dengan pola makan tidak baik sebesar
32,7, berarti kasus hipertensi lebih besar terjadi dengan pola makan tidak baik dibandingkan dengan pola makan baik. Uji statistik regresi logistik berganda
menunjukkan nilai p= 0,0040,05, artinya variabel pola makan berpengaruh terhadap kejadian hipertensi dengan OR sebesar 3,97 95 CI = 1,535-10,271.
Demikian penelitian Agustini 2013 berbeda bahwa antara asupan lemak jenuh dengan tekanan darah sistolik dan diastolik secara statistik tidak terdapat
Universitas Sumatera Utara
hubungan yang signifikan nyata pada pasien hipertensi di Poli Penyakit Dalam RSP Batu. Penelitian yang sama oleh Fathina 2007 di Rumah Sakit Umum Semarang
juga ditemukan bahwa asupan lemak jenuh tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan tekanan darah sistolik dan diastolikpada penderita hipertensi.
Pendapat Fathina sesuai dengan yang dikatakan Lawrence menyatakan bahwa tidak ada perubahan yang besar dari pengaruh perubahan asupan lemak jenuh, lemak tidak
jenuh tunggal dan lemak tidak jenuh ganda dengan tekanan darah. Lemak jenuh dapat menyebabkan dislipidemia. Anwar mengatakan bahwa
dislipidemia merupakan salah satu faktor utama resiko aterosklerosis. Aterosklerosis ini akan meningkatkan resistensi dinding pembuluh darah yang dapat memicu jantung
untuk meningkatkan denyutnya. Denyut jantung yang meningkat dapat meningkatkan volume aliran darah yang berefek terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik
Anwar, 2004. Pendapat Hull mengatakan bahwa penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan
konsumsi lemak tak jenuh polivalen secukupnya yang berasal dari minyak sayur, biji- bijian, dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan
darah Hull-Alison, 1996. Penyebab tekanan darah meningkat atau hipertensi adalah peningkatan
kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi tahanan dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran darah. Faktor yang berhubungan dengan terjadinya
hipertensi antara lain adalah aterosklerosis yang berhubungan dengan diet seseorang dan usia. Serat makanan dan beberapa mikronutrien seperti Mg, Cr, Cu, vitamin C,
Universitas Sumatera Utara
vitamin E dan B6 penting dalam pencegahan jangka panjang atau memperlambat aterosklerosis. Selain itu konsumsi tinggi kolesterol dan lemak akan memicu
terjadinya aterosklerosis. Asupan garam Natrium Chlorida dapat meningkatkan tekanan darah. Pada usia lanjut usila pembuluh darah cenderung menjadi kaku dan
elastisitasnya berkurang, sehingga akan memicu jantung untuk meningkatkan denyutnya agar aliran darah dapat mencapai seluruh bagian tubuh Indrawati, 2009.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN