BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Masyarakat Suku Alas
Suku Alas merupakan salah satu yang bermukim di Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh yang juga lazim disebut Tanah Alas. Sebagian besar suku
Alas tinggal di pedesaan dan hidup dari pertanian dan peternakan. Tanah Alas merupakan lumbung padi untuk daerah Aceh. Selain itu mereka juga berkebun karet,
kopi, dan kemiri, serta mencari berbagai hasil hutan, seperti kayu, rotan, damar, dan kemenyan. Sedangkan binatang yang mereka ternakkan adalah kuda, kambing,
kerbau, dan sapi Anonim, 2014. Kampung atau desa orang Alas disebut kute. Suatu kute biasanya didiami
oleh satu atau beberapa klan, yang disebut merge. Anggota satu merge berasal dari satu nenek moyang yang sama. Pola hidup kekeluargaan mereka adalah kebersamaan
dan persatuan. Mereka menarik garis keturunan patrilineal, artinya garis keturunan laki-laki. Mereka juga menganut adat eksogami merge, artinya jodoh harus dicari di
merge lain. Suku Alas 100 adalah penganut Agama Islam. Namun masih ada juga
yang mempercayai praktik perdukunan misalnya dalam kegiatan pertanian. Mereka melakukan upacara-upacara dengan latar belakang kepercayaan tertentu agar
pertanian mereka mendatangkan hasil baik atau terhindar dari hama LAKA, 2003.
68
Universitas Sumatera Utara
4.2. Karakteristik Responden
Kelompok penelitian yaitu kasus adalah penderita hipertensi sebanyak 59 orang dan kontrol tidak hipertensi sebanyak 59 orang di matching berdasarkan jenis
kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1. Hasil penelitian menunjukkan responden yang terjaring dalam penelitian mayoritas perempuan pada kelompok kasus dan kontrol
sebanyak 35 orang 59,3 dan responden laki-laki pada kelompok kasus dan kontrol sebanyak 24 orang 40,7.
Tabel 4.1. Distribusi Kelompok Matching dalam Penelitian Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh
Tenggara No
Jenis Kelamin Kasus
Kontrol N
n
Perempuan 35
59,3 35
59,3 Laki-laki
24 40,7
24 40,7
Total 59
100,0 59
100,0
Karakteristik responden yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan status perkawinan diperoleh hasil beragam. Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa
perbandingan kelompok kasus dengan kontrol berdasarkan kelompok umur 20-30 tahun masing-masing 4 orang 6,8, kelompok umur 31-40 tahun lebih banyak pada
kelompok kontrol 12 orang 20,3 dari pada kelompok kasus 10 orang 16,9, kelompok umur 41-50 tahun lebih banyak pada kelompok kasus 24 orang 40,7
dari pada kelompok kontrol 18 orang 30,5. Kelompok umur 51-60 tahun lebih banyak pada kelompok kontrol 25 orang 42,4 dari pada kelompok kasus 21 orang
35,6.
Universitas Sumatera Utara
Responden berpendidikan tidak tamat SD lebih banyak pada kelompok kasus 4 orang 11 dari pada kelompok kontrol 2 orang 3,4, tamatan SD lebih banyak
pada kelompok kontrol 16 orang 27,1 dari pada kelompok kasus 11 orang 18,6, tamatan SMP lebih banyak pada kelompok kontrol 18 orang 30,5 dari
pada kelompok kasus 17 orang 28,8, tamatan SMA lebih banyak pada kelompok kasus 25 orang 42,4 dari pada kelompok kontrol 20 orang 33,9 dan tamatan
Diplomasarjana lebih banyak pada kelompok kontrol 3 orang 5,1 dari pada kelompok kasus 2 orang 3,4.
Responden bekerja sebagai petani lebih banyak pada kelompok kontrol 20 orang 33,9 dari pada kelompok kasus 13 orang 22, bekerja sebagai buruh
lebih banyak pada kelompok kontrol 3 orang 5,1 dari pada kelompok kasus 2 orang 3,4, pegawai negeri sipil atau swasta lebih banyak pada kelompok kontrol
11 orang 18,6 daripada kelompok kasus 8 orang 13,6 dan bekerja sebagai angkatan bersenjata TNIPolri lebih banyak pada kasus 1 orang 3,4 dari pada
kelompok kontrol 1 orang 1,7, bekerja seperti berjualan di kedai nasi, warung, berjualan lebih banyak pada kelompok kasus 15 orang 25,4 dari pada kelompok
kontrol 9 orang 15,3. Responden memiliki pendapatan keluarga di bawah Rp. 1.550.000, lebih
banyak pada kelompok kontrol 24 orang 40,7 dari pada kelompok kasus 15 orang 25,4, penghasilan Rp, 1,550,000 sampai dengan Rp,2,000,000 lebih banyak pada
kelompok kontrol 21 orang 35,6 dari pada kelompok kasus 19 orang 32,2. Berpenghasilan di atas Rp, 2,000,000 lebih banyak pada kelompok kasus 25 orang
Universitas Sumatera Utara
42,4 dari pada kelompok kontrol 14 orang 23,7. Responden dengan status perkawinan yang memiliki pasangan hidup suamiistri lebih banyak pada kelompok
kontrol 55 orang 93,2, dari pada kelompok kasus 53 orang 89,8.
Tabel 4.2. Distribusi Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan dan Status Perkawinan di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru
Kabupaten Aceh Tenggara No. Karakteristik
Kasus Kontrol
N n
1 Umur
20-30 tahun 4
6,8 4
6,8 31-40 tahun
10 16,9
12 20,3
41-50 tahun 24
40,7 18
30,5 51-60 tahun
21 35,6
25 42,4
2 Pendidikan
Tidak Tamat SD 4
6,8 2
3,4 SD
11 18,6
16 27,1
SMP 17
28,8 18
30,5 SMA
25 42,4
20 33,9
D3S1 2
3,4 3
5,1 3
Pekerjaan
Petani 13
22,0 20
33,9 Buruh
2 3,4
3 5,1
PNS 8
13,6 11
18,6 TNIPolri
2 3,4
1 1,7
Wiraswasta 15
25,4 9
15,3 4
Penghasilan
Rp,1,550,000 15
25,4 24
40,7 Rp, 1,550,000 -
Rp,2,000,000 19
32,2 21
35,6 Rp, 2,000,000
25 42,4
14 23,7
5
Status Perkawinan
Belum menikah 6
10,2 4
6,8 Menikah
53 89,8
55 93,2
Total 59
100,0 59
100,0
Universitas Sumatera Utara
4.2.1 Sosial Budaya
Hasil jawaban responden tentang sosial budaya terkait kebiasaan makan dan gaya hidup responden yang dapat menyebabkan hipertensi cenderung mengarah ke
negatif. Artinya mereka memiliki kebiasaan adat dan makan yang dapat menyebabkan kejadian hipertensi.
Responden biasanya mengikuti berbagai acara adat seperti acara perkawinan, kematian, khitanan, perayaan hari besar agama dan kenduri berbagai hidangan
disajikan kepada masyarakat pada kelompok kasus dan kelompok kontrol tidak jauh berbeda. Adapun menu makanan yang biasa dihidangkan pada acara tersebut adalah
daging lembu, kambing, ayam, dan bebek. Dalam acara adat tersebut, masyarakat disajikan berbagai makanan dengan porsi yang hampir sama masing-masing
diberikan dalam mangkok seperti rendang lembu, kari kambing, bebek labakh, manukh labakh ikan pacik kule dan lainnya serta buah khum-khum, pulut berkuah,
pulut memakai inti dan lainnya. Khusus acara pemamanan biasanya menu yang dihidangkan bermacam-macam tergantung tingkat sosial ekonomi yang mengadakan
pesta, biasanya semakin tinggi tingkat sosial yang mengadakan pesta maka semakin banyak makanan yang dihidangkan.
Demikian juga kebiasaan makanan sehari-hari dalam keluarga pada kelompok kasus dan kontrol juga tidak jauh berbeda. Ibu rumah tangga dalam mengelola
makanan keluarga dengan cara merebus, menggorong dan menggunakan santan untuk meningkatkan rasa lezat.
Universitas Sumatera Utara
Walaupun kebiasaan pola konsumsi makanan masyarakat suku Alas ini berisiko terjadinya hipertensi, tetapi masih banyak faktor mendukung lainnya yang
dapat memicu terjadinya hipertensi seperti kebiasaan merokok, mengonsumsi kopi minum alkohol, gaya hidup dan aktivitas olahraga. Terkait dengan pola makan
tersebut, pada kelompok kasus cenderung memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta dan kelompok kontrol bekerja sebagai petani.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Sosial Budaya Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan
No. Sosial
Budaya Kasus
Kontrol Ya
Ti dak
Ya Ti
dak
1. Keseringan mengikuti
acara adat acara adat pernikahan, khitanan,
turun mandi, dan hari besar keagamaan
58 98,3 1
1,7 58 98,3
1 1,7
2. Frekuensi mengikuti
acara adat ≥ 3x
seminggu
25 42,4 34 57,6
30 50,8 29 49,2
3. Selalu mengikuti
kegiatan-kegiatan sosial di desa
47 79,7 12 20,3
47 79,7 12 20,3
4. Frekuensi mengikuti
acara adat ≥ 3x
seminggu
27 45,8 32 54,2
28 47,5 31 52,5
Keikutsertaan mengikuti kegiatan
sosial 5.
a. Peleng Ari
32 54,2 27 45,8
28 47,5 31 52,5
6. b. Nempuhi
27 45,8 32 54,2
31 52,5 28 47,5
7. c. Pemamanen
53 89,8 6 10,2
51 86,4 8 40,7
Sanksi yang diberikan oleh ketua adat jika
tidak mengikutinya 8.
a. Denda
45 76,3 14 23,7
14 23,7 45 76,3
9. b. Dikucilkan
13 22,0 46 78,0
46 78,0 13 22,0
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Lanjutan
10. c. Tidak diberikan
sanksi
17 28,8 42 71,2
41 69,5 18 30,5
Makanan yang sering dikonsumsi dalam
acara adat 11.
a. Rendang daging
lembu
34 57,6 25 42,4
35 59,3 24 40,7
12. b.
Kari kambing
46 78,0 13 42,4
47 79,7 12 20,3
13. c.
Bebek labakh
44 74,6 15 22,0
43 72,9 16 27,1
14. d.
Manukh labakh
35 59,3 24 25,4
37 62,7 22 37,3
15. e.
Ikan labakh
51 86,4 8 40,7
53 89,8 6 10,2
16. f.
Puket megaukh
31 52,5 28 13,6
35 59,3 24 40,7
17. g.
Ikan pacik kule
46 78,0 13 47,5
52 88,1 7 11,9
18. h.
Gelame
46 78,0 13 22,0
49 83,1 10 16,9
19. i.
Buah khum-khum onde-onde
37 62,7 22 22,0
40 67,8 19 32,2
20. j.
Puket mekuah
37 62,7 22 37,3
41 69,5 18 30,5
21. k.
Godekh
43 72,9 16 37,3
44 74,6 15 25,4
22. l.
Puket sikuning
42 71,2 17 27,1
44 74,6 15 25,4
23. m.
Cimpe
41 69,5 18 30,5
42 71,2 17 28,8
24. Selalu mengonsumsi
makanan yang disajikan di acara adat
1 1,7
58 98,3 1
1,7 58 98,3
Cara saudarakeluarga saudara dalam
mengolah menu makanan sehari-hari
25. a. Merebus
59 100,0 0,0
59 100,0 0,0
26. b. Menggoreng
44 74,6 15 25,4
41 69,5 18 30,5
27. c. Menggunakan
santan
54 91,5 5
8,5 47 79,7
12 20,3
28. Kebiasaan makan
secara bersama-sama
49 83,1 10 16,9
18 30,5 41 69,5
29. Ada pembedaan untuk
orangtua dan anak laki-laki dalam
pembagian makanan
28 47,5 31 52,5
28 47,5 31 52,5
30. Hubungan dengan
kerabat atau sanak saudara terdekat baik
53 89,8 6 10,2
53 89,8 6 10,2
31. Hubungan dengan
tetangga dan masyarakat baik
47 79,7 12 20,3
11 18,6 48 81,4
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Lanjutan
32. Kebiasaan mengikuti
kenduri setiap ada hari besar keagamaan
46 78,0 13 22,0
12 20,3 47 79,7
33. Kebiasaan
mengunjungi kerabat atau sanak saudara
yang lebih tua setiap hari besar keagamaan
29 49,2 30 50,8
21 35,6 38 64,4
34. Kebiasaan merokok
14 23,7 45 76,3
8 13,6 51 86,4
35. Mengkonsumsi rokok
kurang dari satu bungkus setiap hari
31 52,5 28 47,5
22 37,3 37 62,7
36. Kebiasaan
mengkonsumsi minuman alkohol
9 15,3 50 84,7
8 13,6 51 86,4
Frekuensi mengkonsumsi alcohol
37. a.
Lebih dari 1x seminggu
2 3,4
57 96,6 1
1,7 58
1
38. b.
Belum tentu seminggu sekali
6 10,2 53 89,8
2 3,4
57 2
39. c.
Tidak mengkonsumsi
1 1,7
58 98,3 5
8,5 54
5
Pada Tabel 4.4 menunjukkan distribusi frekuensi sosial budaya terkait kebiasaan makan dan gaya hidup responden yang dapat menyebabkan status gizi
maupun hipertensi lebih banyak dikategorikan negatif pada kelompok kasus yaitu 34 orang 57,6 dan kelompok kontrol 36 orang 61.
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Sosial Budaya Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara
No. Sosial Budaya
Kasus Kontrol
N n
1. Positif
25 42,4
23 39,0
2. Negatif
34 57,6
36 61,0
Total 59
100,0 59
100,0
Universitas Sumatera Utara
4.2.2 Pola Makan
Hasil jawaban responden tentang pola makan terkait kebiasaan makan responden dalam mengkonsumsi garam yang biasanya didalam menu makanan
keluarga setiap harinya dapat menyebabkan hipertensi. Pada kelompok kasus cenderung lebih berisiko pola makananya daripada kelompok kontrol.
Responden mengkonsumsi garam yang tersaji dalam makanan seperti ikan dan sayuran menggunakan 1 ½ sendok teh garam 27,1 dan kelompok kontrol
10,2. Makanan yang mengandung garam tinggi berisiko terjadinya hipertensi seperti kecap asin, ikan asin dan makanan yang diasinkan lebih banyak dikonsumsi
pada kelompok kasus dengan frekuensi masing-masing 20,3, 59,3 dan 25,4 dan pada kelompok kontrol 5,1, 42,4 dan 10,2. Minuman yang mengandung kafien
berisiko terjadinya hipertensi lebih banyak dikonsumsi kelompok kasus 30,5 dan kelompok kontrol 25,4.
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pola Makanan Sehari-hari No. Pola Makan
Kasus Kontrol
Ya Tidak
Ya Tidak
n n
n n
1. Konsumsi garam
setiap hari a. 1 sendok teh
22 37,3 37 62,7
30 50,8 29 49,2
b. 1 – 1 ½ sendok teh 21 35,6
38 64,4 23 39,0
36 61,0 c. 1 ½ sendok teh
16 27,1 43 72,9
6 10,2 53 89,8
2 Makanan atau
minuman a. Ikandaging kaleng
59 100,0 0,0
59 100,0 0,0
b. Minuman soda 24 40,7
35 59,3 15 25,4
44 74,6 c. Kecap asin
12 20,3 47 79,7
3 5,1
56 94,9 d. Ikan asin
35 59,3 24 40,7
25 42,4 34 57,6
f. Makanan diasinkan 15 25,4
44 74,6 6 10,2
53 89,8
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Lanjutan
3. Daging
18 30,5 41 69,5
16 27,1 43 72,9
4. Kopi
18 30,5 41 69,5
15 25,4 44 74,6
a. 2 sendok teh 1
1,7 58 98,3
9 15,3 50 84,7
b. 2-3 sendok teh 15 25,4
44 74,6 6 10,2
53 89,8 c. 3 sendok teh
2 3,4
57 96,6 0,0
59 100,0 Pengukuran frekuensi makan diukur berdasarkan frekuensi makan yang
dianggap beresiko apabila setiap hari lebih dan atau minimal 4 x seminggu mengkonsumsi telur, daging sapi, daging ayam, daging bebek, dan kopi dan tidak
beresiko, apabila kurang dari 4 x seminggu mengkonsumsinya. Pada Tabel 4.6 menunjukkan distribusi frekuensi mengonsumsi telur, daging sapi, daging ayam,
daging bebek, dan kopi, Distribusi frekuensi makan telur, lebih banyak dikategorikan berisiko yaitu
43 orang 72,9 pada kelompok kasus dan tidak berisiko 33 orang 55,9 pada kelompok kontrol. Distribusi frekuensi makan daging sapi, pada kelompok kasus dan
kontrol mempunyai frekuensi makan yang sama tidak berisiko masing-masing 57 orang 96,6 dan 59 orang 100,0. Distribusi frekuensi makan daging ayam,
lebih banyak dikategorikan tidak beresiko yaitu 54 orang 91,5 pada kelompok kasus dan tidak berisiko 50 orang 84,7 pada kelompok kontrol.
Distribusi frekuensi makan daging bebek, lebih banyak dikategorikan tidak beresiko yaitu 48 orang 81,4 pada kelompok kasus dan tidak berisiko 55 orang
93,2 pada kelompok kontrol. Distribusi frekuensi minum kopi, lebih banyak
Universitas Sumatera Utara
dikategorikan beresiko yaitu 30 orang 50,8 pada kelompok kasus dan tidak berisiko 34 orang 57,6 pada kelompok kontrol.
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Makan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara
. Frekuensi Makan
Kasus Kontrol
N n
1 Telur
Berisiko 43
72,9 26
44,1 Tidak Berisiko
16 27,1
33 55,9
2
Daging Sapi
Berisiko 2
3,4 Tidak berisiko
57 96,6
59 100,0
3
Daging Ayam
Berisiko 5
8,5 9
15,3 Tidak berisiko
54 91,5
50 84,7
4
Daging Bebek
Berisiko 11
18,6 4
6,8 5
Tidak berisiko Kopi
Berisiko Tidak Berisiko
48 30
29 81,4
50,8 49,2
55 25
34 93,2
42,4 57,6
Total 59
100,0 59
100,0
Pengukuran pola makan diukur berdasarkan frekuensi makan, asupan energi, asupan protein, dan asupan lemak yang dikonsumsi oleh responden. Pada Tabel 4.7
menunjukkan distribusi frekuensi mengonsumsi jenis makanan dan minuman, lebih banyak dikategorikan beresiko pada kelompok kasus yaitu 51 orang 86,4 dan
pada kelompok kontrol 30 orang 50,8. Distribusi asupan konsumsi energi dari makanan dan minuman yang
dikonsumsi responden, lebih banyak dikategorikan berisiko yatu 44 orang 74,6 pada kelompok kasus dan tidak berisiko 49 orang 83,1 pada kelompok kontrol.
Distribusi asupan konsumsi protein dari makanan dan minuman yang dikonsumsi
Universitas Sumatera Utara
responden, lebih banyak dikategorikan berisiko 45 orang 76,3 pada kelompok kasus dan tidak berisiko 39 orang 66,1 pada kelompok kontrol. Distribusi asupan
konsumsi lemak dari makanan dan minuman yang dikonsumsi responden, lebih banyak dikategorikan berisiko 36 orang 61,0 pada kelompok kasus dan tidak
berisiko 43 orang 72,9 pada kelompok kontrol.
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Pola Makan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara
No. Pola Makan Kasus
Kontrol N
N 1
Frekuensi Makan
Beresiko 51
86,4 30
50,8 Tidak beresiko
8 13,6
29 49,2
2
Asupan Energi
Berisiko 44
74,6 10
16,9 Tidak berisiko
15 25,4
49 83,1
3
Asupan Protein
Berisiko 45
76,3 20
33,9 Tidak berisiko
14 23,7
39 66,1
4
Asupan Lemak
Berisiko 36
61,0 16
27,1 Tidak berisiko
23 39,0
43 72,9
Total 59
100,0 59
100,0
4.2.3 Status Gizi
Distribusi status gizi diukur melalui pengukuran antropometri dengan hasil lebih banyak gizi lebih pada kelompok kasus yatu 40 orang 67,8 dan gizi normal
pada kelompok kontrol yaitu 45 orang 76,3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Status Gizi Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara
No. Status Gizi Kasus
Kontrol N
n
1. Normal
19 32,2
45 76,3
2. Gizi lebih
40 67,8
14 23,7
Total 59
100,0 59
100,0 4.3.
Hubungan Pola Makan Frekuensi Makan, Asupan Energi, Asupan Protein, Asupan Lemak dengan Kejadian Hipertensi
Untuk mengidentifikasi hubungan pola makan dengan kejadian hipertensi responden disusun dengan Tabel 2x2. Responden mempunyai pola makan beresiko
mengkonsumsi makanan dapat menyebabkan hipertensi, dari 81 orang yang mempunyai frekuensi makan beresiko, ada 51 orang 63 mengalami hipertensi dan
30 orang 37 tidak hipertensi. Kemudian responden berpola makan tidak beresiko mengkonsumsi makanan yang menyebabkan hipertensi, dari 37 orang yang
mempunyai frekuensi makan tidak beresiko, ada 8 orang 21,6 hipertensi dan 29 orang 78,4 tidak hipertensi. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai
p=0,0010,05, artinya ada hubungan frekuensi makan dengan kejadian hipertensi masyarakat suku Alas. Nilai OR diperoleh sebesar 6,163 95 CI = 2,497-15,208
menunjukkan bahwa responden yang mengalami hipertensi lebih 6,16 kali kecenderungan mempunyai pola makan beresiko mengkonsumsi makanan
menyebabkan hipertensi
berlebih dibanding dengan tidak beresiko mengkonsumsinya.
Universitas Sumatera Utara
Responden mempunyai asupan energi berisiko menyebabkan hipertensi, dari 54 orang yang asupan energi beresiko, ada 44 orang 81,5 mengalami hipertensi
dan 10 orang 18,5 tidak hipertensi. Kemudian responden mempunyai asupan energi tidak berisiko menyebabkan hipertensi, dari 64 orang yang asupan energi
beresiko, ada 15orang 23,4 mengalami hipertensi dan 49 orang 76,6 tidak hipertensi. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,0010,05, artinya ada
hubungan asupan energi dengan kejadian hipertensi masyarakat suku Alas. Nilai OR diperoleh sebesar 14,373 95 CI = 5,857- 35,273 menunjukkan bahwa responden
yang mengalami hipertensi lebih 14,37 kali kecenderungan mempunyai asupan energi berisiko dibanding dengan asupan energi tidak berisiko.
Responden mempunyai asupan protein berisiko menyebabkan hipertensi, dari 65 orang yang asupan protein beresiko, ada 45 orang 69,2 mengalami hipertensi
dan 20 orang 30.8 tidak hipertensi. Kemudian responden mempunyai asupan protein tidak berisiko menyebabkan hipertensi, dari 53 orang yang asupan protein
tidak beresiko, ada 14 orang 26,4 mengalami hipertensi dan 39 orang 73,6 tidak hipertensi. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,0010,05, artinya
ada hubungan asupan protein dengan kejadian hipertensi masyarakat suku Alas. Nilai OR diperoleh sebesar 6,268 95 CI = 2,798-14,039 menunjukkan bahwa
responden yang mengalami hipertensi lebih 6,27 kali kecenderungan mempunyai asupan protein berisiko dibanding dengan asupan protein tidak berisiko.
Responden mempunyai asupan lemak berisiko menyebabkan hipertensi, dari 52 orang yang asupan lemak beresiko, ada 36 orang 69,2 mengalami hipertensi
Universitas Sumatera Utara
dan 16 orang 30,8 tidak hipertensi. Kemudian responden mempunyai asupan lemak tidak berisiko menyebabkan hipertensi, dari 66 orang yang asupan lemak tidak
beresiko, ada 23 orang 34,8 mengalami hipertensi dan 43 orang 65,2 tidak hipertensi. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,0010,05, artinya ada
hubungan asupan lemak dengan kejadian hipertensi masyarakat suku Alas. Nilai OR diperoleh sebesar 4,207 95 CI = 1,935-9,146 menunjukkan bahwa responden
yang mengalami hipertensi lebih 6,27 kali kecenderungan mempunyai asupan lemak berisiko dibanding dengan asupan lemak tidak berisiko.
Tabel 4.9. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Hipertensi
Pola Makan Kejadian Hipertensi
OR 95 CI
Hipertensi Tidak
Hipertensi Total
Nilai p
n n
Frekuensi Makan
Berisiko 51
63,0 30
37.0 100 0,001
6,163 Tidak Berisiko
8 21,6
29 78.4
100 2,497-15,208
Asupan Energi
Berisiko 44
81,5 10
18.5 100 0,001
14,373 Tidak Berisiko
15 23,4
49 76.6
100 5,857- 35,273
Asupan Protein
Berisiko 45
69,2 20
30.8 100 0,001
6,268 Tidak Berisiko
14 26,4
39 73.6
100 2,798-14,039
Asupan Lemak
Berisiko 36
69,2 16
30.8 100 0,001
4,207 Tidak Berisiko
23 34,8
43 65.2
100 1,935-9,146
Universitas Sumatera Utara
4.4. Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi
Analisis multivariat dengan uji regresi logistik conditional untuk mencari pengaruh varaibel bebas terhadap variabel terikat. Tahapan analisis multivariat
meliputi: pemilihan variabel kandidat multivariat, pembuatan model dan analisis interaksi. Analisis pengaruh pola konsumsi makanan terhadap kejadian hipertensi
yaitu memasukkan semua variabel independen dengan serentak ke dalam model regresi. Kemudian variabel yang memiliki nilai p
≥0,05 akan dikeluarkan secara berurutan dimulai dari nilai p value terbesar. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
analisis multivariat berganda. Dari hasil uji multivariat dengan mempergunakan regresi logistik ganda
diperoleh bahwa keempat variabel bebas yaitu frekuensi makan, asupan energi, asupan protein dan asupan lemak berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu
kejadian hipertensi dengan nilai p 0,05. Variabel frekuensi makan merupakan variabel yang paling dominan
memengaruhi kejadian hipertensi masyarakat suku Alas. Besar pengaruh variabel tersebut dapat dilihat dari OR sebesar 4,478 dengan 95 CI 1,492-13,440, berarti
responden yang mengalami hipertensi 4,49 kali kemungkinan mempunyai keseringan mengkonsumsi makanan yang dapat menyebabkan hipertensi dibandingkan yang
jarang mengkonsumsinya. Variabel asupan energi diperoleh OR sebesar 4,322 dengan 95 CI 1,405-
13,302, berarti responden yang mengalami hipertensi 4,32 kali kemungkinan mempunyai asupan energi berisiko dibandingkan yang tidak hipertensi. Variabel
Universitas Sumatera Utara
asupan protein diperoleh OR sebesar 3,028 dengan 95 CI 1,081-8,479, berarti responden yang mengalami hipertensi 3,03 kali kemungkinan mempunyai asupan
protein berisiko dibandingkan yang tidak hipertensi. Variabel asupan lemak diperoleh OR sebesar 3,011 dengan 95 CI 1,015-8,938, berarti responden yang mengalami
hipertensi 3,01 kali kemungkinan mempunyai asupan lemak berisiko dibandingkan yang tidak hipertensi.
Ketepatan model dipengaruhi sebesar 82,2 nilai Overall Percentage yang artinya variabel frekuensi makan yang sering, asupan energi berisiko, asupan protein
berisiko dan asupan lemak berisiko dapat menjelaskan keterkaitannya dengan kejadian hipertensi sebesar 82,2, sedangkan sisanya sebesar 17,8 dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain seperti pengetahuan, pendapatan, genetik, umur, jenis kelamin, dan lain-lain.
Tabel 4.10 Pengaruh Pola Makan Frekuensi Makan, Asupan Energi, Asupan Protein Dan Asupan Lemak terhadap Kejadian Hipertensi
Variabel Independen Nilai ß
Nilai P Odd
Ratio 95 C.l.for Exp B
Lower Uppr
Frekuensi makan 1,499
0,008 4,478
1,492 13,440
Asupan energi 1,464
0,011 4,322
1,405 13,302
Asupan protein 1,108
0,035 3,028
1,081 8,479
Asupan lemak 1,102
0,047 3,011
1,015 8,938
Constant -2,746
0,000 0,064
Berdasarkan hasil analisis regresi logistik berganda tersebut dapat ditentukan model persamaan regresi logistik ganda yaitu :
1 P =
1 + e
–-2,746 + 1,499 Frekuensi makan + 1,464 Asupan energi + 1,108 Asupan protein + 1,102 Asupan lemak
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1.
Sosial Budaya Dan Pola Makan
Hasil penelitian tentang gambaran sosial budaya masyarakat suku Alas di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara
menunjukkan bahwa kegiatan masyarakat yaitu ikuti Peleng Ari merupakan adat kebiasaan dalam bercocok tanam dengan cara mengelola pertanian secara bergiliran
sehingga beban yang berat dapat menjadi ringan. Adat istiadat ini merupakan kebiasaan bercocok tanam yang diselenggarakan 2 kali setahun. Demikian juga acara
adat Nempuhi yaitu bergotong royong mengelola pertanian bersama petani lain sewaktu memasuki masa tanam dan masa panen.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara penderita hipertensi dan bukan penderita hipertensi dalam hal keikutsertaan mengikuti acara
adat perkawinan, khitanan, turun mandi dan hari besar keagamaan masing-masing sebesar 58 orang 98,3 yang ikut dan 1 orang 1,7 yang tidak ikut.
Masyarakat suku Alas masih memegang teguh pada adat istiadat nenek moyang. Hampir semua kegiatan dikaitkan dengan upacara adat seperti acara
perkawinan, kematian, khitanan, perayaan hari besar agama, kenduri, dan bahkan acara berkunjung ke tempat saudara lainnya masih terjaga dengan baik. Hal ini tidak
terlepas dari makanan yang disajikan di setiap upacara adat tersebut berlangsung yang ada kaitannya dengan status gizi dan kejadian hipertensi pada masyarakat tersebut.
85
Universitas Sumatera Utara